Anda di halaman 1dari 13

METODE KUALITATIF

ANALISIS CERPEN TIUR DAN POLTAK DALAM KAJIAN SOSIOLOGIS SASTRA


DAN NILAI MORAL
METODOLOGI PENELITIAN

Disusun Oleh :
Henny Dheana Putri (2193111031)
Reguler B 2019
Dosen Pengampu : Emasta Evayanti Simanjuntak, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Karya sastra lahir disebabkan oleh dorongan dasar manusia untuk
mengungkapkan dirinya dan realita dunia dari waktu ke waktu. Melalui karyanya,
pengarang ingin mengungkapkan masalah manusia dengan kemanusiaan, penderitaan,
perjuangan serta segala sesuatu yang dialami oleh manusia dalam kehidupannya di dunia
(Esten, 1990:8). Sastra senantiasa memiliki keterkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di masyarakat, khususnya terkait permasalahan sosial.
Sebuah karya sastra adalah karya kreatif yang lahir dari imajinatif pengarangnya,
sebuah karya sastra terlahir dari sentuhan pemikiran dan ideide seorang sastrawan
sebagai penciptanya. Sastra terlahir dari sebuah kedinamisan dan keberagaman konflik
kehidupan yang berada di masyarakat, lukisan menarik dalam perjuangan hidup manusia.
Susana dan Fadli menyatakan wujud karya sastra adalah sebuah karya yang memuat atau
berisi ide dan gagasan seorang penulis/sastrawan sehubungan pandangan terhadap
konteks sosial masyarakat sekitarnya. Penyampaian ide dan gagasan menggunakan
pilihan diksi atau bahasa yang indah. Tujuan dari diciptakan karya sastra sebagai medium
hiburan yang memuat berbagai pesan yang ingin disampaikan oleh penikmat sastra atau
pembaca karya sastra (2016:2).
Kehadiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat ini merupakan bukti bahwa
karya sastra sebagai karya manusia yang dapat menjadi bagian kehidupan yang dapat
dinikmati oleh manusia lainnya. Sastra dapat dikatakan sebagai ungkapan rasa estetika
misal dengan memakai bahasa yang indah sebagai ekspresinya. Karya sastra adalah karya
imajinatif (Rene Wellek dan Austin Warren, 1989:14). Karya sastra menggambarkan pola
pikir masyarakat, perubahan tingkah laku masyarakat, tata nilai dan bentuk kebudayaan
lainnya. Karya sastra merupakan salah satu perwujudan hasil rekaan seseorang sehingga
menghasilkan kehidupan dengan berbagai macam corak, antara lain sikap penulis, latar
belakang, dan keteguhan hati pengarang. Lahirnya karya sastra di tengah-tengah
masyarakat tak ubahnya sebagai rekasaya imajinasi pengarang, serta Karya sastra lahir di
tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta bayangan dari gejala-
gejala dinamika sosial yang ada di sekitarnya (Pradopo, 2003:61).
Kehidupan bahasa dalam karya sastra membuat karya sastra itu menarik untuk
dinikmati, sehingga dapat memberikan kepuasan rohani kepada pembacanya. Karya
sastra banyak ragamnya. Ada puisi, prosa, dan drama. Puisi terdiri dari beberapa ragam,
prosa pun memiliki beberapa ragam, sementara, drama juga memiliki jenis sesuai dengan
sifat karakter yang membedakannya antara drama yang satu dengan yang lain (Sutejo dan
kasnadi, 2010:1).
Berbagai aspek kehidupan manusia dengan segala bentuk masalah yang dihadapi
berhubungan erat dengan unsur-unsur karya sastra, masalah atau problem itu di antaranya
tentang moral, agama, budi pekerti, adat istiadat, ekonomi, tingkah laku, sosial, tatanan
masyarakat dan lain-lainnya, dan kesemua itu dapat dikemas dalam bentuk puisi, cerpen,
novel roman bahkan bahasa dalam bentuk drama. Karya sastra tak akan terwujud tanpa
adanya sastrawan, serta tidak dapat dibaca atau dinikmati tanpa adanya penerbit,
pengalaman dan latar belakang sastrawan merupakan faktor utama dalam menciptakan
karya sastra. Sastra merupakan gambaran kehidupan dari suatu kenyataan sosial. Dalam
pengertian ini kehidupan mencakup hubungan antara orang-orang, manusia maupun
peristiwa yang terjadi di dalam karya sastra. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren
(dalam Sariban, 2009:111). Sastra itu menyajikan kehidupan dan kehidupan itu terdiri
atas suatu kenyataan sosial. Karya sastra dikaitkan pula sebagai bentuk peniruan dunia
subjektif manusia sehingga dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan cerminan dari
kehidupan manusia. Salah satu bentuk karya sastra adalah cerpen.
Pendekatan sosiologi sastra merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat,
literature is an expreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan
masyarakat. Maksudnya karya sastra mau tidak mau harus mencerminkan dan
mengekspresikan hidup (Wellek dan Werren, 1990: 110). Pendekatan sosiologi sastra
adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi
masyarakat. Karya sastra dikenal sebagai karya imajinasi yang lahir bukan atas
kekosongan jiwa namun juga atas realita yang terjadi di sekeliling pengarang. Hal
tersebut tentu tidak lepas dari unsur yang membangun karya sastra tersebut yang meliputi
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu contoh kajian intrinsik karya sastra melalui
pendekatan sosiologi sastra adalah kritik sosial, dalam hal ini peneliti mengkaji sosiologi
karya sastra. Wellek dan Warren membagi kajian sosiologi sastra menjadi tiga, yaitu: (1)
sosiologi pengarang: menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil karya sastra; (2)
sosiologi karya sastra: menyangkut eksistensi karya itu sendiri; (3) sosiologi sastra:
mempermasalahkan pengaruh karya sastra terhadap pembaca. Sosiologi sastra merupakan
cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh
peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat (Suwardi,
2008:77). Pendapat tersebut memberikan makna bahwa sosiologi sastra merupakan
―cermin‖ yang menggambarkan kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan sosiologi
sastra menekankan kajiannya tentang hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi
dan sastra.
Sebagai manifestasi kehidupan manusia karya sastra banyak memuat nilai-nilai
kehidupan, salah satunya adalah nilai moral. Banyak sekali yang dapat kita petik dari
karya sastra dari aspek moralitasnya. Selain itu karya sastra juga sebagai saran
penyampai komunikasi pengarang dengan pembaca sehubungan dengan pengalaman
yang dirasakan pengarang. Karya sastra dapat dikatakan sebagai wujud karya
kemanusiaan yang memiliki dimensi yang sangat luas. Selain itu karya sastra memiliki
sifat yang majemuk, yang artinya karya sastra bebas dituliskan oleh siapapun dengan
berbagai ide dan gagasan yang beraneka ragam. Melalui tokoh-tokoh dan beragam
rangkaian cerita, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan yang
disampaikan atau diamanatkan. Pengarang berusaha agar pembaca mampu memperoleh
nilai-nilai tersebut dan bisa merefleksikannya dalam kehidupan (Wahyuni, 2017: 101-
102).
Salah satu cerpen yang berjudul Tiur dan Poltak ini saya ambil dari buku antologi
cerpen Tiur dan Poltak karangan Emasta Evayanti Simanjuntak ini memuat mengenai
tokoh perempuan yaitu Tiur yang harus menikah dengan tokoh laki-laki Poltak yang
merupakan pariban atau anak dari adik perempuan ayahnya yang mengidap gangguan
kejiwaan sehingga mengharuskannya untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang
penuh dengan penderitaan. Pengarang menceritakan satu persatu tokoh dengan karakter
masing-masing yang apik. Namun penulis ingin mengulas isi cerpen yang dilihat dari
kajian sosisologis sastra yang dikaitkan juga dengan nilai moral yang terkandung di
dalam cerpen tersebut.
Maka dari itu berdasarka pemaparan di atas penulis berkeinginan untuk
memngulas lebih dalam lagi dengan mengambil judul penelitian analisis cerpen tiur dan
poltak dalam kajian sosiologis sastra dan nilai moral.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, penulis membuat bebrapa identifikasi
dari permasalan yang muncul seperti:
1. Analisis cerpen Tiur dan Poltak yang dilihat dari kajian sosiologis sastra.
2. Analisis cerpen Tiur dan Poltak yang dilihat dari kajian nilai moral yang terkandung
di dalamnya.
C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas,
seperti yang telah diuraikan permasalahan yang ada yaitu mengenai analisis cerpen Tiur
dan Poltak yang dikaji dari segi sosiologis sastra dan nilai moral yang terkandung di
dalamnya maka penulis membatasi nya dengan mengkhususkan dengan menganalisis
cerpen tersebut berdasarkan dua kajian saja yaitu sosiologis sastra dan nilai moral.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari Batasan masalah yang telah dikemukakan maka rumusan masalah yang
dapat diambiil yaitu:
1. Apakah yang menjadi kajian sosiologis sastra yang ditemukan dalam cerpen Tiur dan
Poltak tersebut?
2. Apakah yang menjadi nilai moral yang terkandung dalam cerpen Tiur dan Poltak
tersebut?
E. TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai aspek sosiologis sastra yang terkandung dalam cerpen Tiur
dan Poltak.
2. Menjelaskan mengenai aspek nilai moral yang terkandung dalam cerpen Tiur dan
Poltak.
F. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan
manfaat teoretis bagi setiap kalangan seperti:
1. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:

a. Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan tentang kajian sosiologis sastra yang terkandung dalam
cerpen Tiur dan Poltak karya Emasta Evayanti Simanjuntak, dan nilai moral yang
terdapat di dalamnya, serta menambah pengetahuan tentang kasusastraan.
b. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan peneliti lain yang akan
melakukan penelitian sastra dengan permasalahan sejenis.
2. Manfaat Teoretis
a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang studi
analisis terhadap kesusastraan Indonesia.
b. Menambah khasanah pustaka Indonesia agar digunakan untuk telaah
sastra yang lebih lanjut.
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam bab ini penulis memuat kajian teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan
penulis yaitu
A. KAJIAN TEORI

Kajian teori merupakan penjelasan tentang teori yang relevan dengan fokus
penelitian. Kajian teori yang akan dipaparkan pada bab ini, yaitu pengertian puisi, jenis-
jenis puisi, unsur-unsur puisi, keterampilan menulis puisi, metode pembelajaran field trip.
Adapun rincian mengenai hal itu sebagai berikut.

1. Hakikat Cerpen
Cerita pendek adalah salah satu bentuk karya fiksi. Cerita pendek sesuai dengan
namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa yang
diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang digunakan (Priyatni,
2010: 126).
Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan dengan
jumlah kata yang digunakan, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat. Cerpen
biaanya menggunakan 15.000 kata atau 50 halaman (Guerin, 1979). Sedangkan
Nugroho Notosusanto menyatakan bahwah jumlah kata yang digunkan dalam
cerpen sektar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap
(Zulfahnur, 1985).
a. Unsur-unsur Cerpen
Unsur-unsur yang terkandung dalam cerpen terdiri atas dua bagian yakni
unsur intrinsik dan ekstrinsik.
1. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur
intrinsik meliputi tema, latar, sudut pandang, alur, penokohan , gaya bahasa dan amanat.
Adapun unsur ekstrinsik merupakan unsur di luar karya sastra. Namun sangat
berpengaruh terhadap karya sastra tersebut. Misalnya, latar belakang, sosial budaya
pengarang, keadaan masyarakat, lingkungan keagamaan, dan pengalaman hidup
pengarang. (dalam Harizadika 2012: 356).
1. Tema yaitu gagasan dasar umum, yang mempelajari sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyaangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. (Hartoko dan Rahmanto,
1986:142)
2. Alur atau secara tradisional orang juga sering mempergunakan istilah alur atau
jalan cerita, sedangkan dalam teori-teori yang berkembang lebih kemudian
dikenal dengan adanya istilah struktur naratif, susunan, dan juga sujet
(Nurgiyantoro, 2013:165). Alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun
tiap kejadian tu hanya di hubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain Stanton dalam
Nurgiantoro (2013: 167).
3. Latar dikelompokkan bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita)
sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca
secara faktual jika membaca secara fiksi atau ketiga inilah yang secara konkret
dan langsung membentuk cerita. Tahap awal suatu karya pada umumnya berupa
pengenalan, pelukisan, dan penunjukan latar. Namun, hal itu tak berarti bahwa
pelukisan dan penunjukkan latar hanya dilakukan pada tahap awal cerita. ia dapat
saja berada pada tahap yang lain, pada berbagai suasana dan adegan dan bersifat
koherensif dengan unsurunsur struktural fiksi yang lain Stanton dalam
Nurgiyantoro (2013:302)
 Latar tempat Latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
 Latar Waktu Latar waktu merupakan kapan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, Nurgiyantoro (1994:230).
 Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehiduan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi, Nurgiyantoro (1994:233). Tata cara kehidupan sosial
masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup
kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain.
Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan misalnya rendah, menengah, atau atas.
4. Tokoh dan penokohan adalah seseorang yang dihadirkan dalam suatu cerita dan
watak pada masing-masing tokoh. Selain itu menurut fariyanti (2010:11)
5. Sudut Pandang, cara pandang penulis cerpen dalam melihat peristiwa di dalam
cerpen.
6. Gaya Bahasa, yaitu cara penulis menyampaikan cerita di dalam cerpen. Misalnya
menggunakan diksi dan majas.
7. Amanat/ Pesan, pesan moral yang ingin disampaikan penulis cerpen kepada
pembaca atau pendengar.

2. Unsur-unsur Ekstrinsik Cerpen


Unsur ekstrinsik cerpen adalah unsur pembentuk cerpen yang berasal dari luar. Beberapa
yang termasuk di dalam unsur ekstrinsik adalah:
a. Latar Belakang Masyarakat, yaitu hal-hal yang mempengaruhi alur cerita dalam
cerpen, misalnya; ideologi, kondisi politik, sosial, dan ekonomi masyarakat.
b. Latar Belakang Pengarang, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan pemahaman
dan motivasi penulis cerpen dalam membuat tulisannya, misalnya; aliran sastra,
kondisi psikologis, biografi
c. Nilai yang Terkandung dalam Cerpen, yaitu nilai-nilai yang terdapat di dalam
suatu cerpen (nilai agama, sosial, budaya, moral).
3. Ciri-ciri Cerpen
Berikut ini adalah ciri-ciri cerpen pada umumnya: (1) Jumlah kata di dalam
cerpen kurang dari 10.000 kata. (2) Isi cerpen bersifat fiktif/ fiksi. (3) Hanya terdapat satu
alur saja (alur tunggal). (4) Bentuk tulisannya singkat, atau lebih singkat dari Novel. (5)
Isi cerpen umumnya diangkat dari kejadian sehari-hari. (60 Biasanya cerpen
menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pembaca. (7) Bentuk penokohan di
dalam cerpen sangat sederhana.

2. Hakikat Sosiologis Sastra


Sastra adalah suatu karya seni yang menggunakan bahasa sebagai
medianya. Sangat berbeda dengan seni lain, yang menggunakan alat musik dan
lukis sebagai media netral yang belum memiliki arti, mempunyai sistem dan
konveksi.
Karya sastra merupakan hasil polemik batin dalam diri seoreang
sastrawan. Mereka bertempur dan bergulat dengan dirinya. Mencoba menaklukan
bahasa yang dikutip dari masyarakat lingkunganya; tapi penaklukan itu tidak
menjamin berhentinya sikap dan konsepsi yang telah dicanangkan dalam
khazanah kesusastraan. Surat-surat sastra Trisno Sumardjo, Iwan Simatupang, dan
subagio yang ditujukan kepada H.B yassin adalah hasil sebuah polemik batin dari
masing-masing pengarang (dalam telaah puisi Umry 2014:10 ).
Sosiologi sastra merupakan penelitian yang berpusat pada kaitan manusia
dengan lingkungan. Masa depan manusia dapat ditentukan dengan karya sastra
melalui pemikiran, perasaan dan insting. Wellk dan warren (1989)
mengungkapkan bahwa sastra dengan sosiologi terbagi menjadi tiga yaitu:
sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra, dan sosiologi pembaca. (1) sosiologi
pengarang, menyangkut profesi pengarang, dan latar belakang sosial pengarang.
Masalah yang dibahas ialah status sosial pengarang, ideologi, pengarang, latar
belakang kehidupan pengarang, dasar ekonomi produksi sastra dan hal-hal lain
yang dapat di lihat dari beragam pengarang di luar karya sastra. (2) Sosiologi
sastra membahas tujuan yang tersurat dalam karya sastra. Hal ini berkaitan
dengan masalah sosial. (3) permasalahan pembaca dan dampak sosial karya
sastra, sejauh mana karya sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial
perubahan dan perkembangan sosial. (dalam analisis sastra teori dan aplikasi Dr. I
Nyoman Suaka, M.Si. 2014:13).
Damono (dalam Kurniawan 2012:5) menjelaskan sosiologi dalam sastra
merupakan: pertama, sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka.
Pendekatan ini bergerak karena adanya faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas
bahwa pendekatan ini teks sastra tidak dianggap sebagai objek utama, sastra di
anggap sebagai gejala kedua: Kedua, pendekatan yang mengutamakan sastra
sebagai bahan penganalisisan. Metode ini yang dipergunakan yaitu sosiologi
sastra merupakan analisis teks sastra untuk mengetahui strukturnya, kemudian
digunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada dalam sastra.
Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap karya sastra yang meninjau
segisegi kemasyarakatan.
Menurut Ratna (dalam Kurniawan 2012:5) sosiologi sastra hakikatnya
adalah interdisiplin antara sosiologi dengan sastra, keduanya memiliki objek yang
sama, yaitu manusia dalam masyarakat. Akan tetapi, hakikat sosiologi dan sastra
sangat berbeda, bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi adalah ilmu
objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sein),
bukan pada yang seharusnya terjadi (das sollen). Sebaliknya, sastra bersifat
evaluatif, subjektif, merupakan perbedaan hakikat, sebagai perbedaan ciri-ciri,
sebagaimana ditunjukan melalui perbedaan antara rekan dan kenyataan atau fiksi
dengan fakta. Adapun definisi sosiologi sastra yang mempresentasikan hubungan
interdisiplin ini, yang masuk dalam ranah sastra, mencakup: (1) pemahaman
terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya; (2) pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang disertai
dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya; (3)
pemahaman rehadap karya sastra sekaligus hubungannya dngan masyarakat yang
melatarbelakanginya; dan (4) hubungan dealiktik antara sastra dengan
masyarakat.
3. Hakikat Nilai Moral
Berbagai nilai yang ingin disampaikan oleh pengarang lewat karyanya
menggunakan balutan perasaan dan keindahan pemilihan penyampaian nilai-nilai
kehidupan. Berbagai aspek dalam sebuah karya sastra terpadu secara sistematis
dengan menggunakan unsur keindahan berbahasa, konflik batin manusia, moral
ketepatan ekspresi, keserasian, keagungan dan lain- lain. Pradopo)
mengungkapkan bahwa suatu karya sastra yang baik adalah sebuah karya sastra
yang langsung memberi didikan dan pembelajaran melalui unsur amanat kepada
pembaca tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral (1995:94).
Konsep moral sering digunakan sinonim dengan etika. Moral selalu dikaitkan
dengan kewajiban khusus, dihubungkan dengan norma sebagai cara bertindak
yang berupa tuntutan relatif atau mutlak. Moral merupakan wacana normatif dan
imperatif dalam kerangka yang baik dan yang buruk, yaitu keseluruhan dari
kewajiban-kewajiban kita. Jadi kata moral mengacu pada baik buruknya manusia
terkait pada tindakannya, sikannya, dan cara mengungkapkannya. Konsep moral
mengandung dua makna: pertama, keseluruhan aturan dan norma yang berlaku,
yang diterima oleh suatu masyarakat tertentu sebagai arah atau pegangan dalam
bertindak, dan diungkapkan dalam kerangka yang baik dan yang buruk. Kedua,
disiplin filsafat yang merefleksikan tentang aturanaturan tersebut dalam rangka
mencari pendasaran dan tujuan atau finalitasnya. Moral merupakan perbuatan atau
tidakan yang dilakukan sesuai dengan ide-ide atau pendapat-pendapat umum yang
diterima yang meliputi kesatuan sosial lingkungan-lingkungan tertentu
(Aminuddin, 2011:153). Moral seringkali juga diajarkan dalam sebuah karya
sastra lewat cerita yang disampaikan oleh pengarang melalui peran tokoh di
dalamnya. Istilah kata moral selalu mengacu pada baik buruknya sikap dan
perbuatan sebagai manusia. Dasar nilai moral sering kali menjadi patokan untuk
menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dan bukan sebagai pelaku
peran tertentu dan terbatas (Suseno, 1989:18). Hubungan moral dan etika amat
erat. Moral menunjukkan tentang kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb. Tentang isi hati dan perasaan,
moral selalu menunjukkan baik buruknya perbuatan atau tingkah laku manusia.
Tolak ukur untuk menilai baik buruknya tingkah laku manusia disebut norma.
Prinsip moral yang paling penting adalah melakukan yang baik dan menolak yang
buruk, apabila prinsip ini tidak dimiliki maka tidak ada moralitas. (Susilawati,
Suryanti, 2010:17). Pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Nisa,
2016:59). Hidayatullah menyatakan karakter adalah bentuk kualitas atau kekuatan
mental atau moral, wujud akhlak maupun budi pekerti individu yang dimiliki oleh
seseorang, dengan kepribadian khusus yang akan menjadi pendorong dan
penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain (2010:12). Penanaman
nilai karakter tidak hanya pada lingkup pendidikan formal melainkan pendidikan
nonformal juga memiliki andil yang lumayan signifikan (Setiawan, 2018:5).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab metodologi penelitian ini mencakup 6 bagian yaitu bagian pertama lokasi dan
waktu penelitian, bagian kedua sumber data penelitian, bagian ketiga metode penelitian, bagian
keempat variabel penelitian, bagian kelima instrument penelitian, dan bagian keenam Teknik
analisis data.

Anda mungkin juga menyukai