Anda di halaman 1dari 81

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cermin dari masyarakat yang akan terus mewakili situasi dan keadaan sekitarnya. Karya sastra yang bagus adalah karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya. Sehingga karya sastra itu sebagai dokumen yang dapat dilihat dan dinikmati sepanjang zaman. Sedangkan sastra sendiri adalah deskripsi pengalaman kemanusiaan yang memiliki dimensi persoalan dan sosial sekaligus. Dalam sastra pengalaman dan pengetahuan manusia itu tidak sekedar dihadirkan saja, melainkan secara fundamental mengandung gagasan-gagasan estetis.

Gagasan-gagasan estetis berfungsi ganda yakni mengonikasikan kenikmatan estetik dan membuat manusia pembacanya melihat kehidupannya sendiri dan prespektif bentuk hidup yang lain, (Lefevere, 1977:15). Menurut Damono (1978:219) Sastra menampilkan gambaran

kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Hal itu sejalan dengan pendapat Wellek dan Warren (Semi, 1986:48) bahwa di dalam sastra terdapat kehidupan yang ada dalam masyarakat, persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat dan terkadang pengarang memberikan solusi alternatifnya. Sastra merupakan hasil karya yang diciptakan oleh anggota masyarakat untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat,

sehingga dapat dikatakan antara sastra dan masyarakat juga mempunyai hubungan erat. Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada didalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Damono (2003:01) mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu. Karya sastra tidak lepas dari kehidupan masyarakat, sastra merupakan cabang ilmu kesenian yang selalu berada ditengah peradapan manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadirannya diterima sebagai karya seni yang mengandung nilai-nilai yang terbungkus dalam imajinasi dan emosi penghayatan pengarang, sastra sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual disamping konsumsi emosional (Semi, 1990:1).

Karya satra hadir sebagai refleksi kehidupan masyarakat. Karya sastra merupakan cermin dari masyarakat yang akan terus mewakili situasi dan keadaan sekitarnya. Karya sastra yang bagus adalah karya satra yang mampu merefleksi zamannya.Sehingga karya sastra itu sebagai dokumen yang dapat dilihat dan dinikmati sepanjang zaman. Oleh karena itu karya sastra harus berkembang sesuai dengan keinginan masyarakat sebagai pembaca dan konsumen sastra, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Endaswara (2004:77) kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya.Dikatakan oleh Junus (1988:3) karya sastra dilihat sebagai dokumen sosiobudaya suatu masyarakat pada masa tertentu. Menurut Aminudin (2002:48) sastra merupakan wakil atau gambaran dari suatu realita kehidupan manusia.Suatu karya sastra dimaksudkan untuk memahami suatu realita yang bersifat obyektif, yang terpampang dihadapan kita.Melalui karya sastra, pengarang mereaksi suka duka kehidupan yang disaksikan. Dalam pandangan sosio budaya sastra menurut Damono (1979:2) ada dua kecenderungan yang utama dalam telaah sosiologis terhadap

sastra.Pertama pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor diluar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor diluar sastra itu sendiri.Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, hanya merupakan epiphenomenom (gejala

kedua).Kedua pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah.Teks dijadikan sebagai bahan analisis untuk mengetahui dan menemukan struktur atau aspek sosiologis yang ada dalam teks sastra yang kemudian dijadikan sebagai bahan untuk memahami gejala sosial yang ada diluar teks sastra. Kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra.Hal ini dapat dipahami, karena sosiologi objek studinya tentang manusia dan sastra pun demikian.Dimana sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akat masyarakatnya.Dengan demikian, meskipun sosiologi dan sastra merupakan hal yang berbeda namun dapat saling melengkapi.Dalam kaitan ini, sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra. (Endaswara, 2008:78) Lapangan penelitian masalah problema sosial menurut Soekanto (2007:310-311) adalah analisis tentang gejala-gejala abnormal masyarakat dengan maksud untuk memperbaiki atau bahkan untuk menghilangkannya. Problema-problema sosial timbul, karena tidak adanya integrasi yang harmonis antara lembaga-lembaga kemasyarakatan, orang perorangan mengalami kesulitan-kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan macammacam hubungan sosial. (Soekanto, 2007:313)

Setiap daerah pasti memiliki budaya, bahkan manusia pun memiliki budaya juga. Budaya timbul akibat adanya perilaku dan sikap masyarakat, setiap masyarakat memiliki budaya yang berbeda, misalnya budaya masyarakat jawa berbeda dengan budaya masyarakat bali. Dilihat dari sudut bahasa indonesia kebudayaan berasal dari bahasa sansakerta budayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli antropologi (dalam Bestari, 2009:128), menyatakan sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia tidak terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial, sastra menampilkan gambaran kehidupan dalam kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Dengan mempelajari lembaga sosial dengan segala permasalahan seperti perekonomian, politik, keagamaan, bisa diketahui gambaran tentang cara-cara manusia menyelesaikan diri dengan lingkungannya. Proses sosialisasi, proses perbudayaan yang akhirnya menempatkan anggota masyarakat di tempati masing-masing. Seperti halnya sosiologi, sastra pun berurusan dengan manusia dalam masyarakat, yaitu bagaimana usaha manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dimana ia tinggal dan upaya apa yang dilakukan manusia untuk mengubah masyarakat itu, oleh karena itu

dalam hal isi atau problema antara sosiologi dan sastra tidak ada bedanya. Konsentrasinya tetap pada masyarakat sebagai obyek kajiannya. Patriarki berasal dari patriach yang berarti kekuasaan. Hal ini berkaitan dengan sistem sosial. Dimana sang ayah menguasai semua anggota keluarganya, semua harta milik serta sumber-sumber ekonomi, dan membuat semua keputusan penting. Sistem patriarki yang berlaku hampir di seluruh masyarakat telah menganggap sebuah asumsi bahwa kodrat seorang perempuan itu lebih rendah derajatnya dari pada laki-laki dan mereka harus tunduk kepada kekuasaan laki-laki demi teciptanya kehidupan keluarga dan masyarakat yang harmonis (Mustaqim 2003:1).

B. Permasalahan a. Batasan Masalah Agar pembahasan tidak meluas penelitian membatasi masalah pada aspek: Agar pembahasan tidak meluas peneliti membatasi masalah pada aspek: 1. Deskripsi sikap para tokoh terhadap fenomena feminis pada tokoh utama Dini, Suami Dini, dan Lintang dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes 2. Deskripsi sikap masyarakat terhadap fenomena gender dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes

b. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah tersebut maka dapat dirumuskan rumusan masalah, sebagai berikut : 1. Bagaimana deskripsi sikap para tokoh Suami Dini, Dini, dan Lintang terhadap fenomena feminisme dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes? 2. Bagaimana deskripsi sikap masyarakat terhadap fenomena gender dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes ?

C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi tentang fenomena feminisme dan gender dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes karya Nh. Dini b. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi tentang feminis yang terdapat pada tokoh utama dalam novel Dari Fontenay ke Magallianes. Sikap masyarakat terhadap fenomena deskripsi gender dalam novel Dari Fontenay ke Magallianes.

D. Manfaat Penelitian a. Secara terioritas Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan teori sastra, khususnya teori sosiologi sastra. b. Secara praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru sebagai referensi dalam pembelajaran apresiasi sastra dan acuan bagi peneliti lain yang akan mengkaji novel dari Fontenay ke Magallianes dari aspek lain.

E. Definisi Operasional Untuk menyamakan pemahaman, maka perlu dilakukan pembatasanpembatasan istilah pokok yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun istilah-istilah adalah sebagai berikut : 1. Dari Fontenay ke Magallianes novel karya Nh. Dini yang diterbitkan tahun 2005. Diterbitkan pertama kali oleh penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI. 2. Novel adalah karangan prosa yang mengandung rangkaian kehidupan cerita seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. (KBBI, 2005:618). 3. Kajian adalah suatu proses mempelajari, menyelidiki dan menelaah sebuah objek untuk mendapatkan hasil (Novia, 2005:75)

4. Budaya adalah keseluruhan warisan sosial yang dapat dipandang sebagai hasil karya yang tersusun menurut tata tertib teratur, biasanya terdiri dari pada kebedaan, kemarihan teknik, fikiran dan gagasan. 5. Patriarki (Patriarch) berarti kekuasaan sang ayah. Kekuasaan atau ideologi bahwa lelaki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan. Perempuan harus dikuasai oleh lelaki, dan merupakan bagian dari harta milik lelaki (Bashin dan Khan, 1999:25).

BAB II LANDASAN TEORI

A. Hakikat Sastra Sastra adalah deskripsi pengalaman kemanusiaan yang memiliki dimensi persoalan dan sosial sekaligus. Dalam sastra pengalaman dan pengetahuan manusia itu tidak sekedar dihadirkan saja, melainkan secara fundamental mengandung gagasan-gagasan estetis. Gagasan-gagasan estetis berfungsi ganda yakni mengonikasikan kenikmatan estetik dan membuat manusia pembacanya melihat kehidupannya sendiri dan perspektif bentuk hidup yang lain. Lefevere, (1977:15) Menurut Damono (1978:219) Satra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Hal itu sejalan dengan pendapat Wellek danWarren (Semi, 1986:48) bahwa didalam sastra terdapat kehidupan yang ada dalam masyarakat, persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat dan terkadang pengarang memberikan solusi alternatifnya. Sastra merupakan hasil karya yang diciptakan oleh anggota masyarakat untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat juga mempunyai hubungan erat. Menurut Aminuddin (2002:48) sastra merupakan wakil atau gambaran dari suatu realita kehidupan manusia. Suatu karya sastra dimaksudkan untuk memahami suatu realita yang bersifat objektif, yang terpampang dihadapan

kita. Melalui karya sastra, pengarang mereaksi suka duka kehidupan yang disaksikan. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri dari masalah manusia, kemanusiaan dan semesta. Semi (1993:1) Sastra adalah pengungkapan masalah hidup filsafat dan ilmu jiwa. Satra adalah kekayaan rohani yang dapat memperkaya rohani. Itu bararti sebuah karya sastra merupakan hasil karya sastrawan yang berupa fenomena yang ada dalam masyarakat dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Fenomena yang

digambarkan dalam karyanya berupa suatu kehidupan. Tidak hanya kehidupan yang tampak oleh panca indra, tetapi juga hal-hal yang hanya tampak oleh mata batin manusia. Walaupun suatu karya merupakan hasil imajinasi pengarang, namun tidak lepas dari panorama kehidupan nyata, karena inspirasinya juga berawal dari kehidupan sekitarnya. Dengan demikian, karya sastra merupakan suatu bentuk seni rekaan pengarang dalam menelusuri kehidupan nyata yang dituangkan dalam karya tersebut. Istilah sastra berasal dari bahasa Sansakerta yang berasal dari tulisan atau karangan. Sastra biasanya diartikan sebagai karangan dengan bahasa yang indah dan isi yang baik. Bahasa yang indah artinya bisa menimbulkan kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik artinya berguna dan mengandung nilai pendidikan. Indah dan baik ini menjadi fungsi sastra yang terkenal dengan istilah dulce et utile. Bentukfisik dari sastra disebut karya sastra. Penulis karya sastra disebut sastrawan. Bagyo (1986:7)

Sastra memiliki beberapa ciri, yaitu kreasi, otonom, koheren, sintesis, dan mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan.Sebagai kreasi, sastra tidak ada dengan sendirinya. Sastrawan menciptakan dunia baru, meneruskan penciptaan itu dan menyempurnakannya. Sastra bersifat otonom karena tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Sastra dipahami dari sastra itu sendiri. Sastra bersifat koheren dalam arti mengandung keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi. Sastra juga menyuguhkan sintesis dari hal-hal yang bertentangan didalamnya. Lewat media bahasanya sastra mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan. Luxembrug, (1989:5-6). http://www.Sastra-dan-agama-catatan-akhir-kuliah-vmn.htm [11 Desember 2011] Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada didalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Damono (2003:1) mengungkapkan bahwa sastra menampilkan

gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang-seorang, antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan

menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalui proses imajinasi. Aminuddin (1990:57). Teeuw dalam Endaswara (2003:1-2) mengemukakan bahwa

mempelajari sastra ibarat memasuki hutan, makin kedalam semakin lebat, makin belantara. Dan didalam kesusastraan itu ia akan memperoleh kenikmatannya. Jadi karya satra adalah suatu kreativitas yang unik, yang didalamnya banyak mengandung berbagai macam makna dimana dalam karya sastra seseorang atau pembaca akan menemukan atau memperoleh kenikmatan tersendiri yang tercipta dari dalam karya sastra tersebut. Berbicara mengenai sastra tentu tidak bisa lepas dari pembicaraan mengenai ilmu sastra. Ilmu sastra saat ini sudah menjadi disiplin ilmu tersendiri dan mapan. Menurut Wellek dan Werren, ilmu sastra terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Teori sastra bergerak dibidang teori, misalnya mengenai pengertian sastra, hakikat sastra, gaya bahasa dan lain-lain. Sejarah sastra bergerak dibidang sejarah perkembangan sastra. Sedangkan kritik sastra bergerak dibidang penilaian baik buruknya karya sastra. Pradopo (1997:9).

Sastra adalah suatu bentuk dan pekerjaan seni kreatif objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya, (Semi, 1988:8). Selanjutnya dijelaskan oleh Sumardjo (1991:1) bahwa sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Sedangkan tugas membuat batasan adalah kegiatan keilmuan. Sastra merupakan bentuk kegiatan kreatif dan produktif dalam menghasilkan sebuah karya yang memiliki nilai rasa estesis serta mencerminkan realitas sosial kemasyarakatan. Wellek (1993:3)

mengemukakan sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan

keberadaannyatidak merupakan gejala yang universal, (Chamamah dalam Jabrohim, 2003:9)

B. Hubungan Budaya dan Karya Sastra Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung

menganggapnya diwariskan secara genetis.Ketika seseorang berusaha

berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.Budaya bersikap kompleks, abstrak, dan luas.Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.Unsur-unsur sosio budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika

berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipopularisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaanya sendiri. Citra yang memaksa itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti individualisme kasar di Amerika, keselarasan individu dengan alam di jepang dan kepatihan kolektif di Cina. Citra budaya yang bersifat

memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits dan Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam

masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai suatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik. Menurut Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

C. Budaya Patriarki Menurut Bashin dan Said Khan (1999:250) Patriarki berasal dari Patriach yang berarti kekuasaan sang ayah. Hal ini berkaitan dengan system sosial, dimana sang ayah menguasai semua anggota keluarganya, semua harta milik serta sumber-sumber ekonomi, dan membuat semua keputusan penting. Yang dimaksud sistem sosial disini yaitu kepercayaan (ideology) bahkan lelaki kedudukannya lebih tinggi dibanding perempuan, bahkan perempuan harus dikuasai oleh laki-laki, dan merupakan bagian dari harta milik lelaki. Mengutip Fee sondok Manumpil (Harian Kompas, 8 Maret 2007) mengidentifikasikan patriarki adalah struktur yang menempatkan peran lakilaki sebagai penguasa tunggal, sentral dan segala-galanya. Jadi budaya patriarki adalah budaya yang dibangun atas dasar struktur dominasi dan subordinasi yang mengharuskan suatu hierarki dimana laki-laki dan pandangan laki-laki menjadi satu norma.

Menurut Nasoetion (Subagio, 1994:3-4) menitik beratkan pada pengaruh laki-laki.Mula-mula yang menjadi faktor yang menguasai segalagalanya. Sistem patriarki yang berlaku hampir diseluruh masyarakat telah menganggap sebuah asumsi bahwa kodrat seorang perempuan itu lebih rendah derajatnya dari pada laki-laki dan mereka harus tunduk kepada kekuasaan laki-laki demi terciptanya kehidupan keluarga dan masyarakat yang harmonis (Mustaqim, 2003:1) Prinsip dasar budaya yang berpusat pada ibu adalah prinsip-prinsip tentang kemerdekaan dan kesetaraan, kebahagiaan dan pengakuan kehidupan tanpa syarat.Berbeda dengan prinsip kebapakan, yang berbicara tentang hukum, aturan kebenaran, hierarki. 1. Bentuk-bentuk Budaya Patriarki a) Poligami Menurut Novia (2005:461) poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak mengawini dua orang atau lebih dalam kurun waktu, bermadu. Tradisi poligami bukanlah tradisi yang sengaja direncanakan, tetapi tradisi itu berkembang karena dikehendaki oleh waktu maupun tempat. Tradisi itu berkembang dalam suatu iklim masyarakat dekat dengan kehidupan desa yang murni, kalangan masyarakat yang diatur oleh sistem kekabilahan tatkala anak-anak dianggap sebagai perhiasan hidup, melahirkan anak merupakan suatu kegembiraan bagi wanita, dan banyaknya anak dan keluarga

merupakan kebanggaan bagi seorang pria (Aj Jahrani, 1997:28). Jadi poligami adalah sebuah ikatan perkawinan dalam hal ini suami menikah dari satu istri dalam kurun waktu yang hampir sama. Secara umum syariat-syariat agama sebelum Islam

memperbolehkan poligami tanpa batasan jumlah atau syarat-syarat tertentu kecuali sesuatu yang lazim diberikan suami kepada istrinya berupa nafkah dan tempat tinggal. Syariat bangsa Israel

memperbolehkan poligami sesuai dengan kemampuan materinya. b) Gender Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (Echols dan Sadhily, 1983:256). Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam buku sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap lakilaki dan perempuan. Misalnya: perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan

sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dari tempat ke tempat yang lain. (Fakih, 199:8-9). Menurut Putra menegaskan bahwa istilah gender dapat dibedakan kedalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia. Istilah Gender yang berasal dari bahasa Inggris yang didalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender. Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan kontruksi sosial atau kontruksi masyarakat. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah.

Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam women studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep dalam kultural, hal berupaya membuat perbedaan dan yang

(distinction)

peran,

perilaku, dan

mentalitas, perempuan http://

karakteristikemosional berkembang dalam

antara

laki-laki

masyarakat.

Sumber:

definisi-

pengertian.blogspot.com/2010/05/pengertian-gender.hml Gender adalah karakteristik yang melekat pada laki-laki dan perempuan, dibuat, disosialisasikan, dan dikontruksikan oleh

masyarakat secara sosial melalui pendidikan agama, keluarga, dan lingkungan social masyarakat (Poetri, 2004:3-4) menjelaskan bahwa gender menunjukkan pada definisi sosial cultural dari perempuan dan laki-laki cara masyarakat membedakan laki-laki dan perempuan dan menugaskan mereka dengan perantara sosial. Konsep gender memperlihatkan bahwa perbedaan gender tidak sama dengan persamaan jenis kelamin atau kodrat, karakteristik yang melekat pada perempuan, laki-laki sebagai pemberian Tuhan. Laki-laki mempunyai jenis kalamenjing (jakun), dan dapat memproduksi

sperma. Sedangkan perempuan mempunyai alat reproduksi seperti rahim, vagina, alat untuk menyusui dan perempuan bisa melahirkan. Hal ini yang melekat dan laki-laki hanya wujud biologis antara laki-

laki dan perempuan. Jadi, yang membedakan perempuan dan laki-laki hanya wujud biologis atau fisik mereka. Selain itu, yang menyangkut gender merupakan seorang laki-laki bisa memasak dan perempuan bisa menjadi pemimpin, laki-laki bisa menangis dan perempuan bisa menjadi tentara dan seterusnya. Perbedaan peran yang tumbuh dari perbedaan gender pada dasarnya adalah sah-sah saja selama keadilan dapat dinikmati bersama. Akan tetapi dalam praktiknya perbedaan justru dijadikan sebagai alat legistimasi subordinasi dan distriminasi terhadap kaum perempuan. Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dam perempuan atau yang lebih tinggi dikenal dengan perbedaan gender yang terjadi dimasyarakat tidak menjadi suatu permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidak mengakibatkan diskriminasi atau ketidak adilan. Salah satu hal menarik mengenai peran gender adalah peran-peran itu berbeda pada setiap kultur yang ada dalam tatanan masyarakat. Bahkan terjadi perkembangan peran pada suatu kultur tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa peran tersebut amat dipengaruhi oleh sosio kultur, usia, dan latar belakang suatu etnis. Bermula dari perbedaan biologis menimbulkan perbedaan dalam sosio politik saat bermasyarakat. Dalam masyarakat lintas budaya, pola penentuan beban gender memang lebih banyak mengacu kepada faktor biologis.

Agama sebagai the fundamental need and way of ufe, tidak diingkari memiliki pengaruh fungsional terhadap pembentukan sebuah strutur masyarakat bahkan tidak jarang dijadikan sebagai alat legitimasi diskriminasi gender. Padahal agama diturunkan utuk menuntun manusia kepada kedamaian, kesejahteraan dan keadilan, bukan sebagai alat penindas antara sesama hamba Tuhan (Rofiq, 2004: 2 -3). Perkembangan gender digunakan sebagai pisau analisis untuk memahami realitas sosial yang berkaitan dengan perempuan dan lakilaki. Misalnya pemahaman yang keliru mengenai gender sebagai kodrat yang berakibat akan merugikan dan menderitakan perempuan, karena menganggap perempuan adalah pihak yang kodratnya di dapur, di kasur dan di sumur. Mereka tidak berhak mengenyam pendidikan, hanya mengurus anak, merapikan rumah, memasak, menyetrika, mencuci pakaian dan melayani suaminya diranjang. Ketidakadilan gender tersebut menimbulkan perlawanan

perempuan terhadap ketidak adilan itu, baik langsung maupun tidak langsung. Rambu-rambu penghalang yang dipasang kaum laki-laki justru mengakibatkan kekuasaan untuk berjuang. Adapun bentukbentuk ketidakadilan gender menurut Mansour Fakih yaitu : Pertama, Marginalisasi perempuan (pemikiran). Dalam hal ini banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Perempuan sesungguhnya merupakan sumber daya ekonomi yang tidak kalah pentingnya dengan

laki-laki. Menurut Sugihartiti (Suyanto dan Hendrarso, 1996:47) ada dua tolak ukur yang memperlihatkan fungsi dan arti penting perempuan. a. Kesediaan perempuan melaksanakan tugas-tugas domestik rumah tangga b. Dapat ditunjukkan makin meningkatkan keterlibatan tenaga kerja, perempuan. Terlepas dari persoalan sektor yang digeluti perempuan, keterlibatan di sektor manapun selalu Nampak dicirikan bahwa perempuan selalu dicirikan berada dalam skala bawah. Sebagai contoh, perempuan di sektor pedesaan, mayoritas berada ditingkat buruh tani. Perempuan di sektor perkotaan terutama terlibat sebagai buruh industri tekstil, garmen, sepatu, dan elektronik. Disektor perdagangan,. Pada umumnya perempuan terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, adalah jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni perempuan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarginalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tanbahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika

hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Telah diketahui nila-nilai yang berlaku dimasyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan produksi. (Faridah, 2004:34)

Masalah umum yang dihadapi perempuan di sektor publik adalah kecenderungan perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan yang berubah rendah, kondisi kerja buruk dan tidak ada keamanan kerja. Hal ini berlaku khusus bagi perempuan yang berpendidikan menengah ke bawah karena sangat sedikit perempuan mendapatkan peluang pendidikan. Ditengah kepungan budaya patriarki yang masih kuat dan sikap pengusaha atau majikan yang cenderung mengganggap tenaga kerja laki-laki memiliki nilai lebih dibandingkan tenaga kerja perempuan. Pihak pengusaha atau majikan memperlakukan diskriminasi upah kepada buruh perempuan. Dalam hal ini menurut Sugiharti (1996:50) ada dua alasan yang dijadikan dasar perlakuan tersebut. Pertama, karena secara fisik perempuan dianggap lebih lemah dari pada lakilaki. kedua, karena dinilai tanggung dilimpahkan jawab berpindah pekerjaan

pada perempuan mengakibatkan kelompok ini sering

berpindah pekerjaan dan memiliki absensi yang relative cukup tinggi sehingga cenderung merugikan perusahaan. Di sektor publik seringkali sistem yang ada tidak mendukung perempuan untuk dapat mula melaksanakan kerja reproduksi secara optimal sekaligus jam kerja panjang. Ketiadaan sarana penitipan anak ditempat kerja, dan kesulitan perempuan untuk anaknya, adalah beberapa contoh nyata. Meskipun cuti melahirkan kepada karyawan perempuan karena pemborosan dan efisiensi. Diskriminasi terselubung digunakan untuk menghindari pemberian cuti tersebut yaitu dengan merekrut karyawan perempuan yang masih lajang, Dari uraian diatas jelas bahwa baik di Indonesia maupun di Negara lain bentuk ketimpangan gender sangat merugikan bagi

perempuan. Apalagi marginalisasi perempuan diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan (Fakih, 1999:15). Kedua, Subordinasi terhadap perempuan. Allah SWT

mengkaruniakan tugas yang diembankan kepadanya. Allah SWT menciptakan perempuan bersifat lembut, emosional, sensitive, dan mudah terpengaruh (Nasiff, 1999:85). ketiga, Streretipe, terhadap perempuan, streteotipe adalah pelabelan atau penadaan-penadaan suatu kelompok tertentu (Fakih, 1999:16). Dampak dari pelabelan atau penandaan ini yaitu sebuah ketidakadilan. Sebagian besar yang mendapat pelabelan adalah pihak perempuan yang selalu dikaitkan

dengan kondisi mereka sebagai perempuan. Misalnya jika perempuan pulang larut malam maka mereka sudah mendapat pelabelan bahwa dia termasuk perempuan jalang bahkan di sebut sebagai pelacur. Akan tetapi ini tidak terjadi pada laki-laki. Jadi disimpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah seragam baik fisik maupun nonfisik yang dilakukan sesorang kepada perempuan yang berakibat penderitaan bagi korbannya yaitu

perempuan. Adapun bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan di antaranya : 2. Kekerasan dalam rumah tangga Menurut Fakih (Bainar, 1998:30) kekerasan (violence) adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental

seseorang.Kekerasan terhadap manusia ini sumbernya bermacam-macam, namun ada salah satu jenis kekerasan ini yang bersumber dari anggapan gender. Kekerasan ini sering disebut sebagai Gender Related Violence , yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasan. Menurut Katjasungkana (2001:81) bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan sebagai berikut: a. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas

perempuan kanak-kanak dalam rumah tangga, kekerasan yang

berhubungan dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, perusakan alat kelamin perempuan dan praktek-praktek kekejaman tradisional lain terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri dan kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi. b. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecahan dan ancaman seksual ditempat kerja, dalam lembagalembaga pendidikan dan sebagainya, perdaganggan perempuan dan pelacuran paksa. c. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh negara dimanapun terjadinya. Kekerasan terhadap perempuan sering terjadi karena budaya dominasi laki-laki terhadap perempuan.Kekerasan digunakan oleh lakilaki untuk memenangkan perbedaan pendapat, untuk menyatakan rasa tidak puas, dan sering kali hanya untuk menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan. Pada dasarnya kekerasan yang berbasis gender adalah refleksi dari sistem patriarki yang berkembang dimasyarakat. Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender

menunjukkan bahwa kaum perempuan adalah kaum yang lemah, kaum yang terdeskriminasi. Apapun yang dilakukan seorang perempuan masih

terhalang oleh batasan nilai-nilai yang sudah melekat pada masyarakat sejak dahulu Kekerasan dalam rumah tangga yaitu kekerasan yang terjadi di lingkungan rumah tangga.Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami dan korbannya adalah istri atau anak-

anaknya.Kekerasan dalam rumah tangga ini biasanya dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis (Emosional), kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Kekerasan baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat, atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dianggap feminis dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata perbedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan terhadap perempuan yang ada didalam rumah tangga yaitu:

a. Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap istri didalam rumah tangga. b. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan. c. Pelecehan seksual. d. Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. Hak istimewa yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan. Kekerasan fisik dalam rumah tangga mencangkup bentuk tindakan seperti: menampar, memukul, menjambak, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata dan sebagainya. Kekerasan psikologis yaitu kekerasan dalam rumah tangga yang berupa penghinaan

yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun temantemannya., mengancam istri akan di kembalikan kerumah orang tuanya. Kekerasan seksual dalam rumah tangga dapat berupa bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual yang dilakukan oleh

suaminya. Kekerasan ekonomi yang terjadi dalam rumah tangga yaitu seorang suami tidak memberikan nafkah kepada istrinya, suami melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja akan tetapi untuk eksploitasi. Dari berbagai macam bentuk kekerasan yang terjadi dalam rumah tanaga menunjukkan bahwa laki-laki berbuat sesuka hatinya kepada istrinya.Karena pelabelan (strereotype) yang menjadikan perempuan makin mengakar dimasyarakat. 3. Pelecehan Seksual Menurut dosen kriminologi UI dari Feminisme, (Suyanti dan Hendrorarso, 1996:18) pelecehan seksual merupakan terjemahan dari istilah sxual harassement yaitu semua tindakan seksual yang bertindak secara intimidasi non fisik (kata-kata, bahasa, gambar) atau fisik.

D. Perceraian Secara bahasa, perceraian berarti mengurai ikatan, atau melepaskan. Secara istilah perceraian berarti memutuskan tali perkawinan Imam Harramain (Razzak, 2005:76) mengatakan bahwa perceraian itu lafal jahiliyah yang dipakai dalam islam. Pada dasarnya, islam mensyariatkan bahwa akad nikah harus bersifat selamanya. Sehingga kedupan suami istri terus berlanjut hingga akhir hayat mereka. Walaupun Islam mengharuskan akad nikah bersifat selamanya, tetapi islam tertentu yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.

Perceraian antara suami istri bisa terjadi karena perbedaan sifat dan ketidak mampuan untuk mejalani hidup dengan pasangan atau hal-hal lain yang merusak kebersamaan. E. Feminisme Feminisme adalah anti laki-laki.Feminisme adalah menolak punya anak dsb.Beberapa stigma negatif tersebut masih menjamur dibenak sebagian masyarakat kita tentang kehadiran dan diskursus feminisme. Memang gerakan kaum perempuan tersebut pertama kali ada di Barat, di abad ketika semangat berpikir, kesadaran dan ilmu pengetahuan menemukan denah lain diluar keterpasungan makna. Namun, banyak orang di luar Barat kemudian menjadi ragu dan yakin menolak konsep feminisme dengan asumsi ketidak cocokan konsepsi kultural.Padahal, bantah kaum feminis, pada dasarnya feminisme naik kepermukaan sejarah sebagai gerakan kepedulian terhadap

nasib perempuan dalam tragedi, bukan sebuah ideologi kasar produk barat. namun, proses gerakan feminisme kerap mengalami jalan terjal sepanjang sejarahnya. Dinamika perjuangan kaum perempuan dengan serta merta menerima penolakan, resistance (perlawanan) hujatan dan penggusuran dari kemapanan ideologi yang ada.Bahkan tak sedikit dari kaum perempuan sendiri pun gencar menolak kehadiran feminisme.Lantas, merebaklah golongan yang kontra-feminisme.Golongan ini berupaya menghendaki adanya status quo dan menolak mempermasalahkan kondisi maupun posisi perempuan.Struktur fungsional masyarakat harus dipertahankan, agar tak terjadi konflik, jenuh. Tentu saja, ketakutan golongan masyarakat tersebut terhadap konflik bisa diketahui: bahwa konflik selalu mengisyaratkan perubahan sistem dan struktur. Ada cukup alasan pula kenapa penolakan terjadi; pertama, masih banyak masyarakat yang tak memahami substansi feminisme http://indonesia.faithfreedom.org/forum/tragedi-feminisme-dan-spiritpembebasan-t5811/ Jenis-jenis Feminisme Para pelopor gerakan feminisme memandang kebebasan dan persamaan hak perempuan dan laki-laki sebagai penyempurnaan dan pencapaian tujuan gerakan hak asasimanusia. Mereka percaya bahwa segala kesulitan di dalam keluarga timbul, karena tidak adanya kebebasan perempuan, dan karena perbedaan hak mereka dengan lakilaki.Bilapersamaan hak tersebut dipenuhi, maka seluruh kesulitan dalam keluarga akan

terpecahkan.Perbedaan perspektif tersebut melahirkan 4 aliran besar yakni: feminismeliberal, marxisme, radikal, dan sosialis. 1. Feminisme liberal yang memiliki konsep bahwa kebebasan merupakan hak setiap individu sehingga dia harus diberi kebebasan untuk memih tanpa terkekang oleh pendapat umum dan hukum. Ketidak setaraan dalam masyarakat terjadi, karena ada pelanggaran terhadap kebebasan individu yang terjadi melalui proses sosialisasi peran atau dasar sexs. 2. Feminisme Marxisyaitu memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme.Asumsinya, sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan caraproduksi. Statusperempuan jatuh karena adanya konsep kekayaan pribadi 3. Feminisme Radikal merupakan penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki (sistem yang berpusat pada laki-laki). Mereka memandang bahwa patriarki merupakan sistem kekuasaan yang, laki-laki memiliki superioritas atas perempuan. Kelemahan dihadapan laki-laki adalah karena struktur biologis fisiknya, dimana perempuan harus mengalami haid, menopause, hamil, sakit haid dan melahirkan, menyusui, mengasuh anak, dan sebagainya. Semua itu membuat perempuan tergantung pada laki-laki. Perbedaan fungsi reproduksi inilah yang menyebabkan pembagian kerja atas dasar seks yang terjadi di masyarakat.Feminisme radikal mempermasahkan, antara lain, tubuh serta hak-hak reproduksi seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki. Mereka berjuang agar perbedaan-perbedaan seksual laki-laki dan perempuan dihapuskan. Bentuknya dapat berupa pemberian kesempatan pada perempuan untuk memilih melahirkan sendiri, atau melahirkan anak secara

buatan, atau bahkan tidak melahirkan sama sekali. Begitu juga ketergantungan anak kepada ibunya,dan sebaliknya harus diganti dengan ketergantungan singkat terhadap sekelompok orang dari kedua jenis kelamin. 4. Feminisme Sosialis merupakan faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme" Feminismesosialisberjuang untuk menghapuskan sistem kepemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir kepemilikan pria atas harta dan kepemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marxyang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaangender.Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarki adalah sumber penindasan itu. http://www.scribd.com/doc/28956671/FEMINISME

F. Tokoh dan Penokohan Tokoh cerita (character), menurut Abrams (1981:20), adalah orangorang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu

seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan, (Nurgiyantoro, 2002:165). Sedangkan penokohan itu sendiri merupakan bagian, unsur, yang bersama dengan unsur-unsur yang lain membentuk suatu totalitas. Namun perlu dicatat penokohan merupakan unsur yang penting dalam fiksi.Ia merupakan salah satu fakta cerita disamping kedua fakta cerita yang lain. Dengan demikian, penokohan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah fiksi. Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya.Jika fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil penokohan pasti berjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagai unsur yang lain, (Nurgiyantoro, 2002:172). Menurut Nurgiyantoro (2002:176-194) tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Tokoh utama Tokoh utama yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Pada novel-novel yang lain, tokoh utama tidak muncul dalam setiap kejadian, atau tak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat berkaitan, atau dapat dikaitkan, dengan tokoh utama. 2. Tokoh protagonis dan tokoh antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero.Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai pandangan kita, harapan-harapan kita. Sedangkan Tokoh pembaca.Namun antagonis simpati adalah dan tokoh empati penjahat pembaca dan justru dibenci tertuju

kepadanya.Pada umumnya pembaca dapat mengerti, memahami, dan sebagaimana. Pembedaan antara tokoh utama dan tambahan dengan tokoh protagonis dan antagonis sering digabungkan, sehingga menjadi tokoh utama- protagonis, tokoh utama antagonis, tokoh utama protagonist, dan seterusnya.Pembedaan secara pasti antara tokoh utama protagonist dengan tokoh utama antagonis juga sering tidak mudah dilakukan. 3. Tokoh sederhana dan tokoh bulat Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memilki satu kualitas pribadi tertentu,satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh sederhana dapat saja berbagai tindakan. Namun semua tindakannya itu akan dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki

dan yang telah diformulakan itu. Dengan demikian, pembaca akan dengan mudah memahami watak dan tingkah laku tokoh sederhana. Ia mudah dikenal dan dipahami, lebih familiar, dan cenderung stereotip. Tokoh sebuah fiksi yang bersifat familiar, sudah biasa, atau yang stereotip, memang dapat digolongkan sebagai tokoh-tokoh yang sederhana (Kenny, 1966:28). Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan (Abrams, 1981:20-1). 4. Tokoh statis dan tokoh berkembang Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi, (Altenbernd & lewis,

1966:58).Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan terpengaruh

oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antar manusia. Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Dalam penokohan yang bersifat statis dikenal adanya tokoh hitam (dikonotasikan sebagai tokoh jahat) dan putih (dikonotasikan sebagi tokoh baik), yaitu tokoh yang statis hitam dan statis putih. Artinya, tokoh-tokoh tersebut sejak awal kemunculannya hingga akhir cerita terus menerus bersifat hitam atau putih, yang hitam tak pernah berunsur putih dan yang putih pun tak diungkapkan unsure kehitamannya. 5. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya (Altenbernd & lewis, 1966:60), atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada di dunia nyata.Penggambaran itu tentu saja

tidak bersifat tidak langsung dan tidak menyeluruh, dan justru pihak pembacalah yang menafsirkannya secara demikian berdasarkan

pengetahuan, pengalaman, dan persepsinya terhadap tokoh di dunia nyata dan pemahamannya terhadap tokoh cerita di dunia fiksi. Tokoh Netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri.Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya, seseorang yang berasal dari dunia nyata.Atau paling tidak, pembaca mengalami kesulitan untuk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur bukti pencerminan dari kenyataan di dunia nyata. Penokohan tokoh cerita secara tipikal pada hakikatnya dapat dipandang sebagai reaksi, tanggapan, penerimaan, tafsiran, pengarang terhadap tokoh manusia di dunia nyata.Tanggapan itu mungkin bernada negatif seperti terlihat dalam karya yang bersifat menyindir, mengkritik, bahkan, mungkin mengecam, karikatural atau setengah karikatural. Namun, sebaliknya, ia mungkin juga bernada positif seperti yang terasa dalam nada memuji-muji. Tanggapan juga dapat bersifat netral, artinya pengarang melukiskan seperti apa adanya tanpa disertai sikap subjektivitasnya sendiri dan cenderung memihak.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sebagaimana penelitian ataupun penulisan karya ilmiah pada umumnya pasti memerlukan metode. Sarwono (2006:15) mengemukakan bahwa metode adalah suatu prosedur yang ditandai dengan keteraturan dan ketuntasan yang menunjukkan adanya proses yang tepat dan benar untuk mengidentifikasi masalah serta pemecahannya. Senada dengan pendapat tersebut, Sugiyono (2009:1) menyatakan bahwa: Metode penelitian adalah merupakan paradigma dalam memandang suatu realitas sosial dipandang sebagai sesuatu yang holistik/ utuh, kompleks, dinamis dan penuh makna. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu prosedur untuk mengetahui proses penelitian yang dijalankan dan juga membutuhkan pengembangan konsep agar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Untuk mendapatkan prosedur secara ilmiah tersebut diatas, maka metode penelitian dan penulisan usulan skripsi dapat dikemukakan sebagai berikut: A. Sumber data dan data penelitian Sumber data adalah subjek penelitian, tempat data menempel.Sumber data dapat berupa benda, gerak, manusia, tempat dan sebagainya (Suharsimi, 2006:129). Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian mengkaji kata,

38

kalimat, suasana, dan lingkungan yang di terbitkan tahun 2005, Oleh logung budaya dan Saujana, Jogyakarta, sebagai sumber data penelitian. Data penelitian ini adalah data deskriptif yang berupa uraian cerita, ungkapan, pernyataan, kata-kata tertulis, dan perilaku yang diamati (Arikunto, 1993:6). Data dalam penelitian kualitatif adalah data yang berupa data deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah kata, kalimat, dan ungkapan dalam setiap paragraf dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes Karya Nh Dini tentang feminisme.

B. Langkah-langkah Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah sangat penting dilakukan karena sebagai langkah untuk memudahkan sebuah penelitian. Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pembacaan terhadap novel dari Fontenay ke Magallianes dan membuat catatan yang berkaitan dengan pratiarki. 2. Data-data yang berkaitan dengan budaya patriarki dicatat dikomplementasi data. 3. Melakukan analisis data 4. Mendeskripsikan hasil analisis data.

C. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga macam metode, yaitu: 1. Metode batat Metode batat adalah metode yang digunakan utuk memperoleh data dengan jalan membaca keseluruhan isi novel atau literatur yang menjadi objek penelitian. 2. Metode deskriptif Metode deskrptif adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan data yang telah diperoleh. 3. Metode studi kepustakaan Metode studi kepustakaan adalah metode yang digunakan untuk mencari dan menelaah berbagai buku sumber yang dijadikan sebagai bahan

pengkajian oleh peneliti.

D. Teknik Analisis Data Analisis dalam kajian feminisme hendaknya mampu mengunglap aspek-aspek ketertindasan atas diri pria. Mengapa wanita secara politis terkena patriarki,sehingga meletakkan wanita pada posisi inferior.Stereotip bahwa wanita hanyalah pendamping laki-laki,akan menjadi tumpuan kajian feminisme.Dengan adanya perilaku politis tersebut,apakah wanita menerima

secara sadar ataukah justru marah menghadapi ketidak adilan gender.Jika dianggap perlu,analisis peneliti harus sampai pada radikalisme perempuan dalam memperjuangkan persamaan hak. Dominasi laki-laki terhadap wanita, telah mempengaruhi kondisi sastra,antara lain : (1). Nilai dan konsnsi sastra sering didominasi oleh kekuasaan laki-laki sehingga wanita selalu berada pada posisi berjuang terus menerus ke arah kesetaraan gender. (2). Penulis laki-laki sering berat sebelah,sehingga menganggap wanita adalah objek fantastis yang

menarik.Wanita selalu objek kesenangan sepintas oleh laki-laki.Karya-karya demikian selalu memeihak, bahwa wanita sekedar orang yang berguna untuk melampiaskan nafsu semata. (3). Wanita adalah figur yang menjadi bungabunga sastra, sehingga sering terjadi tindak asusila laki-laki, pemerkosaan, dan sejenisnya yang seakan-akan memojokkan wanita pada poisi lemah (tak berdaya), (Endaswara, 2008:147-148)

BAB IV ANALISIS DATA

A. Deskripsi Sikap Tokoh Terhadap Fenomena Feminisme A.1. Fenomena feminis terhadap tokoh suami Dini Fenomena kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh suami Dini yang sangat keras kepala dan berkuasa dalam lingkungan rumah tangga yang membuat Dini sangat tertekan, dalam kehidupan sehari-hari suaminya yang bekerja sebagai pegawai kantor yang sering dinas diluar kota bahkan diluar negeri membuat Dini selalu harus ikut suaminya meskipun dalam lingkungan rumah tangganya Dini sangat tertekan dan tidak menginginkan bersama suaminya. Dalam kehidupan sehari-hari suaminya yang tidak pernah memperdulikan Dini dan anaknya, suaminya hanya memperdulikan dirinya sendiri. Kekerasan yang dialami Dini bukan hanya dalam fisik saja namun batinnya juga merasa tertekan karena ukah suaminya. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga sekarang memang sering terjadi dan pelaku utamanya adalah laki-laki dan korbannya yaitu perempuan atau istrinya sendiri, dalam kekerasan dilingkungan rumah tangga sering mendapat kecaman dari banyak pihak namun tidak banyak yang mendapat keadilan dari banyak pihak. Kekerasan yang dialami Dini dalam kamar tidur merupakan kekerasan fisik maupun batin, seperti data yang menggambarkan tentang kekerasan.

hari itu, kubantu dia mengurus pakaiannya yang telah bersih dan akan dibawa ke Paris. Kami berduaan di kamar. Dia memeluk, langsung meraba kedalaman mulutku dengan lidahnya. Seketika itu, reaksi pertama aku adalah penolakan.(Dini, 2005:87). 42 Data pada hlm 87 menunjukkan bahwa dini sangat tidak suka dengan sikap suaminya yang terlalu banyak menuntut haknya. Dalam cerita Novel ini kekerasan bukan hanya dalam lingkungan tetapi dalam hubungan di kamar tidur juga, banyak suami ingin menuntut haknya tetapi istri tidak menurutinya maka suami akan memaksa istrinya dengan cara kekerasan tetapi hanya diranjang saja.Kekerasan yang dilakukan suaminya memang merupakan kekerasan fisik dan batin yang dikukan suaminya sengaja ataupun tidak sengaja merupakan kekerasan yang harus ditindak lanjuti demi keamanan istri dirumah maupun diranjang. Perilaku suami sehari-hari juga sangat berpengaruh dalam ranjang, seperti data berikut: bagi sebagian perempuan, perilaku sehari-hari lawan jenisnya merupakan dasar kenyamanan atau kekakuan pergaulan di ranjang. Bahkan bisa menjurus ke penolakan. Seperti diriku misalnya.(Dini, 2005:17) Data hlm 17 menunjukkan bahwa perlakuan suaminya yang kurang baik terhadap dirinya, perlakuan suaminya yang tidak pernah lembut di ranjang maupun dimanapun Dini dan suaminya berada. Dini merasa tidak nyaman terhadap sikap suaminya yang hanya ingin melakukan hubungan suami istri saja dan suaminya ingin Dini selalu menurutinya. Sikap suaminya terkadang bisa berubah karena pergaulan dilingkungan kerja maupun dengan suaminya yang serba mewah dan moden, seperti data berikut:

Tapi semua berubah sehubungan dengan budaya bar, tradisi baru. Dan yang membikin kebaru-baruan itu adalah kaum lelaki. Pendapat wanita tidak pernah di tanya. Tidak pernah berkepentingan perempuan dipertimbangkan. Dengan alasan hendak melindungi atau demi keselamatannya wanita di larang berbuat aneka kegiatan.(Dini, 2005:19). Data pada hlm 19 menunjukkan bahwa wanita hanya bisa mengerti dan memahami dapur dan anak, masalah yang lain wanita tidak perlu dimintai pendapat, karena wanita tidak mengerti apa-apa. Dapat dipahami dari kutipan diatas bahwa kaum laki-laki hanya mengerti sikap kaum perempuan yang lembut jadi kaum perempuan hanya diam saja dirumah mengurus kehidupan dirumah, sebenarnya wanita juga ingin seperti laki-laki yang bisa mencari penghasilan seperti suaminya.Hubungan Dini dengan suaminya yang tidak pernah harmonis ini sangat membut hubungan dengan suaminya tidak pernah romantis. Seperti data berikut: kaukira hanya dengan ciuman kasar, pandang yang kau buat-buat lembut saja aku bisa mempercayaimu lagi! Kita tidak bicara soal cinta, karena dari pihakku, itu tidak ada lagi buat kamu. Perhatian sajalah! Perilaku wajar, suara biasa tanpa membentak atau berteriak! Memang sejak kemarin kamu penuh perhatian kepadaku. Tapi itu akan berubah segera setelah kita kembali ke rumah sendiri!.(Dini, 2005:89) Data pada hlm 89 menunjukkan bahwa Dini sudah kesal dengan perlakuan suaminya yang terlalu kasar terhadap Dini dan terkadang berlaku lembut kalau ada maunya. Dini sudah terlalu bersabar untuk menjalani harihari dengan suaminya yang terlalu keras dan maunya sendiri. Orang mengira suami Dini lembut terhadap Dini dan Lintang, tetapi pendapat orang-orang disekitar berbeda dengan perilaku sehari-sehari dilingkungan rumah.Perlakuan

suaminya yang hanya sifat kasar itu membuat orang disekitarnya tidak tau dengan sifat yang biasanya dilakukan dirumah. Seperti data berikut:

Bagaimana suamimu?tanya Mireille. Tetap saja begitu,sahutku, membiarkan temanku menebak sendiri, di hadapan orang-orang lain lembut, merangkul dan memberiku ciuman, tapi yang sebenarnya, dia tak peduli.(Dini, 2005:73). Data pada hlm 73 menunjukkan bahwa sikap suaminya sangat kasar. Sampai teman dekatnya mengetahui perlakuan suami Dini seperti apa. Teman dini yang sangat dekat sampai tidak menyukai perlakuan suami temannya itu. Ingin sekali Mireille membantu temannya itu tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena temannya itu sudah mempunyai suami dan dia tidak mau ikut campur dalam rumah tangga temannya itu.

A.2 Fenomena feminis terhadap Tokoh Dini Fenomena feminisme terhadap tokoh Dini sangat lemah lembut dan bisa memberontak dengan perlakuan suaminya yang sangat keras kepala dan selalu ingin semua yang dia minta dituruti oleh istrinya Dini.Kekerasan yang dialami oleh Dini membuat Dini sangat tertekan dan ingin berpisah dengan suaminya namun Dini tidak ingin anaknya Lintang tidak ada yang mengurus biaya sekolahnya.Sikap suaminya diranjang yang ingin selalu dituruti membuat Dini tidak bisa berbuat apa-apa meskipun Dini menolak tetapi Dini tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti data berikut:

lalu pada suatu hari, aku memutuskan untuk menelepon temanku Mireille dari kantor telkom. Kukatakan kepadanya, bahwa kukira di dalam rahimku ada janin yang tumbuh. apakah kamu kenal seorang teman ahli kandungan di paris? Aku ingin menggugurkan saja kalau memang tes positif, kataku setelah memaparkan ke khawatiranku.(Dini, 2005:106) Data pada hlm 106 menunjukkan bahwa Dini sangat tidak setuju tentang kehamilannya, karena kehamilannya ini tidak di dasari gembira. Dini merasa berhubungan dengan suaminya atas dasar pemaksaan dan tidak di dasari dengan cinta dan suka bersama suaminya. Tetapi Dini tidak bisa berbuat apa-apa dengan kehamilan itu karena dia sudah terlanjur hamil dan kehamilannya itu dengan suaminya sendiri kalau dia menggugurkannya pasti tidak disetujui oleh suamimya.Dini merasa tidak nyaman dengan

kehamilannya namun Dini juga merasa senang karena dengan kehadiran anak keduanya bisa membuat Lintang gembira. Namun perlakuan suaminya yang terkadang membuat Dini sangat marah, seperti data berikut: laki-laki macam apa kamu ini....!suaraku tidak kutahan ataupun kuredam, kulampiaskan keberanganku. kau telah memperkosaku! Kaumanfaatkan waktu kantukku untuk menyelinap ke dalam diriku.(Dini, 2005:97) Data pada hlm 97 menunjukkan bahwa dini sangat tidak menyukai perlakuan suaminya, karena suaminya yang terlalu ingin memuaskan dirinya sendiri tidak memikirkan istrinya. Dini sangat membenci suaminya di saat berada dikamar karena suaminya yang terkadang kasar atau lembut. sebenarnya dini ingin meronta terhadap sikap suaminya tetapi dini sangat menyayangi anaknya dan sekarang dini sedang hamil. Perlakuan suami Dini

yang terlalu kasar dan ingin semua haknya dituruti oleh Dini.Dengan kehamilannya Dini tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa karena sikap suaminya yang tidak bisa membuat Dini nyaman. Sikap suaminya yang keras kepalanya dan maunya sendiri itu terkadang membuat Dini kesal karena uang untuk kebutuhan sehari-hari kini sudah digenggam suaminya dan sulit untuk mengambilnya karena suaminya yang selalu curiga terhadap Dini. Seperti data berikut: kubuka sedikit keseharianku bersama ayah anakku. Keseharian selama empat tahun penuh bentakan, teriakan, lebih-lebih obsesi kecurigaannya bahwa aku mencuri uang belanja yang dibikin ketat.(Dini, 2005:119) Data pada hlm 119 menunjukkan bahwa sikap suaminya yang sangat memperhitungkan uang belanja meskipun itu dengan istrinya sendiri tetapi suaminya tidak mempercayai uang itu aman atau tidak di bawa Dini istrinya. Dini sangat muak dengan sikap suaminya yang terlalu memperhitungkan keuangan. Seharusnya yang mengatur keuangan adalah perempuan tetapi tidak dengan suami dini yang terlalu mengurus keungan belanja istri dan anaknya. Sikap seperti ini yang Dini benci dari suaminnya ingin Dini membentak tetapi dini tidak ingin terlalu ribut soal uang.Dengan keadaan yang seperti ini membuat Dini dan lintang tidak terlalu banyak mengeluarkan uang karena uang yang diberi suaminya sangat tidak cukup.Terkadang suami Dini bisa berubah tetapi Dini sudah terlanjur muak dengan sikap suaminya yang sangat keras kepala. Seperti data berikut: memang suamiku berubah. Tapi aku terlanjur tidak mempunyai gairah atau rasa ketertarikan apapun kepadanya. Bahkan untuk beramah-

ramahan dengan dia saja aku malas. Apalagi jika dua kali sepekan dia mengelus, mengambil tanganku lalu diletakkan di tempat yang dia inginkan. Rasanya aku ingin berteriak ke mukanya: aku tidak mau! Aku tidak mau! aku muak berdempetan dengan tubuhmu!. (Dini, 2005:124) Data pada hlm 124 menunjukkan bahwa dini sudah tidak lagi mencintai dan tidak ingin bertemu dengan suaminya lagi. Sifat suaminya yang terkadang plin plan yang sangat di benci dini. Suaminya yang terkadang lembut terkadang kasar, tetapi suaminya sangat mencintai dini dan anaknya.Sikap seperti ini banyak yang membenci, karena terlalu banyak suami yang sikapnya terkadang kasar atau lembut tetapi lembutnya terkadang hanya sesaat saja. Sikap yang plin plan membuat Dini sangat muak kalau melihat suaminya, sikapnya yang hanya ingin maunya sendiri membuat Dini muak kalau melihat suaminya diranjang, seperti data berikut: kamu laki-laki. Kamu katakan tadi bahwa dulu kamu menggauli istrimu hanya karena kebutuhan biologis. Tidak ada sebab lainnya. Sedangkan untuk perempuan, berbeda. Apalagi bagiku. Barangkali aku yang salah, yang terlalu peka sehingga tubuhku tidak sembarangan bereaksi jika tidur bersama lelaki dengan siapa hatiku tidak tertambat, karena bagiku, pokok dari semuanya adalah perasaan hati.(Dini, 2005:125) Data pada hlm 125 menunjukkan bahwa dini sangat merasa terbebani di dalam kehidupan rumah tangganya. Dini memang mencintai temannya tetapi dia tidak bisa menikah dengan temannya karena Dini sudah memiliki suami, tetapi Dini sangat terbebani dengan kehidupan rumah tangganya. Sikap Dini memang wajar untuk mencintai laki-laki lain karena sikap suaminya yang seperti itu.Dalam rumah tangga memang wajar istri berlaku selingkuh memang dalam kehidupan sehari-hari dengan suaminya yang tidak nyaman

membuat Dini menjalin hubungan dengan laki-laki lain tanpa sepengetahuan suaminya. masa tinggalku diklinik menjadi saat liburan yang sangat menyenangkan. Karena sejak suamiku kembali aku benar-benar merasa sangat tertekan(Dini, 2005:184). Data pada hlm 184 menunjukkan bahwa Dini sangat merasa tertekan kalau ada suaminya, meskipun ada Lintang Dini sangat tidak merasa nyaman kalau ada suami disampingnya. Kalau tidak ada suaminya Dini sangat merasa nyaman karena Dini merasa tidak terbebani dengan kepergian suaminya.Sikap Dini yang seperti ini menunjukkan kalau memang tanpa suaminya Dini merasa nyaman dan damai, lain dengan ada suaminya yang seba salah dan tidak nyaman yang membuat Dini merasa tertekan.Dini merasa hidup tanpa suaminya sudah membuat dirinya dan Lintang merasa nyaman dan tentram. bahwa aku mampu hidup tanpa kehadirannya. Hidup bersama dia bukan satu-satunya pilihan bagiku (Dini, 2005:235) Data pada hlm 235 mengutip bahwa Dini merasa sangat tertekan dengan kehadiran suaminya. Sikap seperti inilah yang sangat tidak mungkin dikatakan Dini karena Dini sendiri yang menentukan pilihan hidupnya dengan suami yang dia pilih, sikap suaminya dahulu dengan sekarang sangatlah berbeda. Sikap dahulu dengan sekarang sudah berbeda dan Dini tidak mungkin mengeluh dengan keluarganya karena itu merupakan pilihannya sendiri.Dini sangat merasa tidak nyaman lagi dengan perlakuan suaminya yang tidak pernah mengurus dirinya.

coba katakan kapan kamu memperhatikan keperluanku dan yang kusukai. Memperhatikan keperluan anakmutapi yang dia sukai (Dini, 2005:234) Data pada hlm 234 mengemukakan bahwa sikap suami Dini yang tidak mau mengurus keperluan kehidupan anak dan istrinya. Sikapnya yang sangat tidak perduli itu tentu kita sebagai kaum perempuan seperti tidak dihargai sama sekali dengan kaum laki-laki. Kita sebagai kaum perempuan seharusnya bisa memberontak tetapi tidak mungkin karena laki-laki sangatlah kuat dibandingkan dengan perempuan.Dengan sikap suaminya yang terkadang berubah membuat Dini tidak percaya karena biasanya dalam keuangan sangat sulit tetapi sekarang tidak. tanpa membantah atau bertanya-tanya, dia memberiku cek yang amat lumayan. Baru kali itu dia mempercayakan uang sebanyak itu kepadaku. Dan untuk seterusnya, dia tidak akan pernah mengulangi pemberian sepenting itu kepadaku,(Dini, 2005:236) Data pada hlm 236 mengemukakan bahwa suaminya sekarang yang sudah mempercayakan uang untuk keperluan kehidupan sehari-hari yang membuat Dini tidak percaya, tetapi ini yang telah terjadi dengan suaminya.Sikap suaminya yang seperti ini jarang sekali dilakukan oleh suaminya namun Dini sangat menghargai sikap suaminya yang jarang sekali dilakukan. seharusnya dia memberimu kartu kredit supaya kamu bisa berbelanja tanpa batasan buat keperluanmu selaku pendampingnya. Apalagi kamu juga harus membeli banyak kebutuhan untuk anak-anak!(Dini, 2005:236)

Data pada hlm 236 mengemukakan bahwa sudah terlihat bahwa suaminya yang sulit sekali masalah keuangan yang memang sangat tidak mungkin Dini minta uang belanjaan yang banyak dengan suaminya.Karena dengan sikap suaminya itulah Dini sangat menghargai pemberian suaminya itu.Sikap suaminya yang terkadang membuat Dini binggung namun juga dengan perubahan itu membuat Dini senang karena perubahan itu jarang dilakukan oleh suaminya. aku benar-benar bersyukur melihat perubahan perilaku lelaki pilihanku itu, (Dini, 2005:45) Data pada hlm 45 mengemukakan bahwa terkadang sikap suaminya yang baik atau buruk terkadang juga cuek terhadap anak dan istrinya. Sikap suaminya yang baik seperti itu sangat Dini maklumi karena sikap seperti itu jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari dikeluarganya. untuk seterusnya, apapun kebaikan yang dia tunjukkan, tidak akan ada maknanya bagiku. Sakit hatiku berlangsung hingga berhari-hari sampai puluhan tahun kemudian, aku tidak akan sudi disentuh lagi oleh lakilaki pilihanku sendir itu! (Dini, 2005:143) Data pada hlm 143 mengemukakan bahwa sikap Dini yang sangat membenci suaminnya itu sangatlah wajar karena suaminya yang tidak memperdulikannya serta anaknya yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayahnya itu. Apalagi Dini memilih laki-laki pilihannya itu sendiri, Dini sangat menyesal karena pilihannya sikapnya seperti itu.Dini tidak berani terhadap orang disekitarnya karena Dini yang menentukan pilihannya sendiri. memang aku sudah mengenal betul sifat suamiku. Dia tidak pernah meluangkan kesempatan untuk memanfaatkan siapa saja. Apalagi

mengambil keuntungan dari orang-orang yang dia anggap pasti malu menolak, (Dini. 2005:168) Data pada hlm 168 mengutip tentang sikap suaminya itu berubah-rubah terhadap orang lain. Tetapi dalam rumah tangga banyak sekali kerasnya. Tetapi semua istri memaklumi sikap suaminya yang terkadang benar terkadang salah yang membuat Dini tidak suka dengan sikap suaminya yaitu didepan orang lain terlalu lembut tetapi dibelakang orang kasar dan tidak peduli terhadap dirinya dan juga anaknya Lintang.

A.3 Fenomena feminis terhadap Tokoh Lintang Diskriminasi tokoh lintang yang sebagai anak dari Dini dan suaminya yang selalu ingin dimengerti dan kasih sayang oleh ayahnya yang hampir tidak pernah dirasakan oleh Lintang, kasih sayang yang diberikan oleh ibunya tidak cukup bagi Lintang anak yang berusia 3 tahun.Pengertian dari ayahnya yang dirasakan oleh Lintang tidak pernah ada dan Lintang juga merasa tidak nyaman berada dengan ayahnya. Seperti data berikut: dini dan lintang ingin melihat pemandangan , mengapa tidak sekalikali kau biarkan istri dan anakmu bersantai (Dini. 2005:102) Data pada hlm 102 mengutip tentang, sikap ayahnya yang tidak pernah memperdulikan lintang yang membuat dia merasa tidak dihiraukan atau tidak diperdulikan oleh ayahnya sendiri.Sikap inilah yang membuat Dini tidak menyangka bahwa suaminya berlaku seperti itu terhadap anaknya yang selama ini kurang kasih sayang dari ayahnya.Lintang jadi lebih nyaman berada dekat

dengan ibunya itu karena kasih sayang dari ibunya cukup banyak terhadap Lintang. dan sikap serta perilakunya sehari-hari kepada kami, aku da anakku, cukup baik. Tampak di selalu berusaha menggendalikan nafsu amarahnya. (Dini. 2005:33) Data pada hlm 33 mengutip tentang ayahnya Lintang yang terkadang baik dan juga pemarah membuat Lintng terkadang tidak nyaman dan Dini merasa kasihan dengan Lintang karena orang yang disayangnya tidak memperdulikan dia tiba-tiba Lintang mendekatiku, melendot ke tubuhku. Aku turut mama aku tidak mau ikut papa, (Dini. 2005:233) Data pada hlm 233 mengutip bahwa Lintang benar-benar tidak suka berada dekat dengan ayahnya dan Lintang merasa kurang kasih sayang dari ayahnya. Rumah yang seharusnya nyaman untuk Lintang jadi tidak nyaman untuk anak kecil seperti Lintang karena ayahnya yang kurang memperhatikan anaknya yang bernama Lintang

B. Deskripsi Sikap Masyarakat Terhadap Fenomena Diskriminasi Gender B.1 Fenomena diskriminasi sikap Gender terhadap masyarakat Diskriminasi sikap tokoh Mireille merupakan sikap yang tidak menyetujui dengan sikap suami Dini yang sangat jahat terhadap sahabatnya Dini yang sudah lama dialami oleh sahabatnya Dini.Mireille tidak ingin sahabatnya itu dalam rumah tangga tertekan batin dan fisik yang sudah lama dialami oleh Dini.Kekerasan yang banyak dilakukan oleh suami Dini

diranjang membuat Mireille dan suaminya Daniel merasa temannya itu sudah dijadikan sebagai pelampiasan hawa nafsu saja oleh suaminya.Banyak sekali kekerasan yang dialami oleh perempuan, tidak hanya fisik saja tetapi kekerasan dalam ekonomi juga banyak dilakukan. Seperti data berikut: seorang istri lain yang kebetulan nernama Sri diperlakukan seperti anak tiri. Suaminya kemana-mana berpakaian mentereng, nyaris mewah, tapi istri dan anak-anaknya yang bersama dia dikondangan, ke pertemuan-pertemuan keluaga ataupun universitas tampak seperti pembantunya karena baju dan sandal mereka lusuh dan tua. Konon si suami itu bahkan memberikan pakaiannya ke binatu di kampung agar istrinya tidak menyentuh harta milik yang menyinari penampilannya itu. (Dini, 2005:134-135) Data pada hlm 134 dan 135 mengemukakan bahwa laki-laki tidak hanya memukuli istrinya tetapi harta juga sangat di perhitungkan laki-laki meskipun yang memiliki harta dari si laki-laki, namun harta milik bersama istri. Ini merupakan contoh deskriminasi Gender. Sikap gender memang sangat banyak disekitar kita, harta milik istri terkadang dihabiskan oleh suami karena suami hanya ingin bersenang-senang tidak memikirkan nasib anak dan istrinya yang terlantar dirumah, suami hanya menghabiskan uang dan harta bendanya. Sikap seperti ini tidak hanya pada wanita laki-laki juga ada yang seperti itu. semua bercerita kepadaku, bahwa perkawinan yang mereka kira sebagai sesuatu yang menyenangkan, ternyata begitu mengecewakan. Seorang kawanku bahkan sering dipukuli namun tidak berdaya. Dia ingin bercerai, tetapi keluarga di pihaknya tidak mendukung. Perpisahan adalah sesuatu yang membawa aib, kata ayahnya. Kamu dipukul, barangkali kamu keterlaluan! Mungkin kamu suka membantah atau tidak menuruti nasehatnya.(Dini, 2005:134)

Data pada hlm 134 merupakan peristiwa yang dialami oleh teman atau orang yang menggenal dini, bahwa memang seorang laki-laki semena-mena dengan kaum perempuan. Banyak perlakuan laki-laki yang sangat tidak manusiawi bahkan laki-laki menganggap perempuan dilahirkan didunia dengan keadaan lemah dan hanya menurut kepada laki-laki saja. Tetapi perempuan bisa membantah atas perlakuan suaminya dan bisa bersikap melawan kalau suaminya berlaku kasar. Sikap inilah yang sekarang banyak dijumpai dilingkungan kita, bahwa laki-laki atau keluarga terkadang melindungi atau bisa membuat kita menjadi terbebani dengan sikap mereka di lingkunganku masih banyak terdengar tipuan tipuan yang menjerat kaum perempuan semacam itu, dengan tujuan menjadikan kaum lemah sebagai objek gratisan guna pemuan nafsu para suami atau pacar. Dalam hal ini, pelacur-pelacur jauh lebih beruntung karena menerima uang sebagai bayaran pelayanan mereka. Sedangkan para istri itu hanya mendapatkan status.(Dini, 2005:136) Data pada hlm 136 mengemukakan bahwa laki-laki memang ingin memuaskan nafsu dengan beberapa perempuan, bukan hanya dengan istrinya tetapi dengan beberapa wanita-wanita lain. Laki-laki memang mudah mencari perempuan hanya modal uang laki-laki bisa mencari wanita yang di inginkan. Terkadang suami melakukan hubungan dengan istri tidak puas, maka suami mencari wanita atau pelacur-pelacur hanya ingin memuaskan nafsunya saja. Sikap seperti ini seharusnya harus kita waspadai jangan sampai wanita hanya sebagai pemuas saja tetapi wanita juga wajib dilindungi dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya laki-laki harus selalu melindungi wanita

tetapi sekarang laki-laki tidak melindungi wanita atau istrinya sendiri melainkan hanya sebagai pemuas nafsu belaka. dan tentu saja alasan hanya perempuan yang memiliki tanda keperawanan tersebut dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh kaum pria dengan penafsiran yang mendiskreditkan kaum Hawa semaksimum mungkin. Di antaranya semakin dipertajamnya anggapan bahwa perempuan hadir di dunia ini hanyalah untuk kesenangan lelaki. Karena itu, Tuhan membikin tanda nyata, apakah si perempuan sudah di pakai atau belum!.(Dini, 2005:137) Data pada hlm 137 mengemukakan bahwa kaum laki-laki hanya memuaskan kepuasannya kepada kaum wanita. Wanita seolah-olah hidup untuk laki-laki dan hanya ingin memuaskan nafsunya laki-laki saja. Perempuan dimata laki-laki hanya sebagai pelampiasan nafsu saja, tetapi wanita juga perlu dilindungi dan diperlakukan seadil-adilnya oleh kaum lakilaki. Meskipun sudah ada hak untuk kaum perempuan tetapi laki-laki tidak memperdulikannya. aku tidak bisa lagi menahan lagi letupan perasaanku. Suaraku keras menjawab, kamu memang paling ulung menghina orang! Kamu kira kamu ini siapa sih bilang aku tidak tahu menahu mengurusi orang luka! Kamu itu tidak becus mengurus anak sendiri sampai-sampai jarinya tergenjet pintu mobil! Pasti tadi kamu terlalu sibuk mengurusi alat-alat fotomu yang kamu cintai sehingga menutup pintu saja matamu tidak seksama memperhatikan dimana tangan anakmu! Anak yang selalu kamu panggil sayang!.(Dini, 2005:164)

Data pada hlm 164 mengemukakan bahwa dini sangat tidak suka dengan sikap suaminya yang tidak becus mengurus anak, suaminya yang terlalu mengurus foto-foto koleksinya sampai-sampai anaknya tidak diurus . sikapseperi ini yang tidak Dini sukai karena suaminya tidak berperan aktif

dalam mengurus buah cintanya dengan suaminya yang sangat keras kepala itu.Memang Dini sangat sangat berperan aktif dalam mengurus anak-anaknya tetapi suaminya juga harus mengurus anaknya, laki-laki tidak hanya mencari uang untuk kehidupan sehari-hari tetapi juga mengurus anak-anaknya juga. kejadian itu semakin merenggankan hubunganku dengan suami. Aku tidak pernah bisa mempercayai bahwa dia mampu mengasuh anak dengan baik. Namun kecelakaan ini terjadi justru di waktu kami berada di halaman rumah, berarti sebetulnya aku juga berada dekat mereka berdua. Tapi ya namanya kecelakaan tidak bisa di ramal ataupun di ketahui sebelumnya. Hanya saja, aku tetap tidak dapat memaafkan karena dia kurang memperhatikan anaknya.(Dini, 2005:166) Data pada hlm 166 mengemukakan bahwa suami dini tidak terlalu mengurus anaknya melainkan selalu mengurus kamera fotonya yang selalu di rawat dan di jaga itu. Sebenarnya Dini ingin marah tetapi Dini tidak ingin pertengkaran itu tambah panjang karena ada Lintang dan Dini tidak ingin Lintang tau pertengkaran itu.Dini ingin marah tetapi dia tidak berdaya karena waktu kecelakaan kecil itu terjadi dia ada disekitar itu dan dia tidak mau menyalakan sepenuhnya dengan suaminya itu. dengan tulus aku memuji kepandaian dan kerapian suamiku dalam hal itu. Tapi aku terpaksa mengakui pula bahwa kerapian yang dia miliki hanya dibidang-bidang terbatas, hanya mengenai hal-hal yang dia sukai saja. (Dini, 2005:43)

Data pada hlm 43 memang dalam kehidupan suami Dini suka mengoleksi foto-foto kuno yang antik. Dini tidak berani melarang suaminya yang suka mengoleksi barang-barang antik karena yang mencari uang dan mencari barang-barang suaminya sendiri. Dalam kehidupan seperti itu

seharusnya Dini tidak banyak memberi peluang untuk banyak membeli barang-barang antik karena banyak hal-hal yang dibeli dalam rumah tangganya, dan dini juga melarang suaminya hidup boros. tidak usah sepuluh tahun! Kalau memang tidak cocok, seminggu sesudah kawin pun, bahkan beberapa hari saja, hal itu bisa terjadi bila hanya sepihak yang puas. (Dini,2005:72) Data pada hlm 72 mengemukakan bahwa pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga tidak hanya dalam lingkungan tetapi dalam kamar pun dipersoalkan dalam rumah tangga, tidak hanya suami saja yang merasa tidak puas tetapi istri juga bisa merasakannya.Dalam hal ini memang sering terjadi dalam hal hubungan suami istri yang suami merasa puas ataupun istri tetapi tidak semua pihak merasa nyaman berada didekat atau dikamar tidur. sehari semalam bersama kami, suasana hatinya sangat menggembirakan bagi lingkungan. Ramah, ringan tangan dalam membantu apapun dalam kesibukan dirumah, dan tidak terlalu cerewet menguasai percakapan(Dini, 2005:86) Data pada hlm 86 sikap seperti ini memang jarang sekali ditemui Dini dalam kehidupan sehari-hari dalam rumah tangganya. Memang suaminya yang tidak tentu sikapnya. Dalam rumah tangga tidak sepenuhnya bersikap lembut dan baik terhadap istrinya.Terkadang Sikap suaminya yang tidak menentu terkadang membuat Dini cemas karena sikapnya terkadang baik atau buruk. Tabel tabulasi Data
Novel Dari Fontenay Ke Magallianes Karya Nh. Dini Sikap Tokoh Terhadap Feminisme (SFF) Sikap masyarakat terhadap Gender (SMG)

Tokoh

Suami Dini

SFF1 (hlm 87) SFF2 (hlm 17) SFF3 (hlm 19) SFF4 (hlm 73)

Hlm 134-135 Hlm 134 Hlm 136 Hlm 137 Hlm 164 Hlm 166 Hlm 43 Hlm 72 Hlm 86

Dini

SFFI (hlm 106) SFF2 (hlm 97) SFF3 (hlm 119) SFF4 (hlm 124) SFF5 (hlm125) SFF6 (hlm 184) SFF7 (hlm 235) SFF8 (hlm 234) SFF9 (hlm 236) SFF10 (hlm 45) SFF11 (hlm 143) SFF12 (hlm 168)

Lintang

SFF1 (hlm 102) SFF2 (hlm 33) SFF3 (hlm 233)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis feminisme, yang tercermin dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes karya Nh. Dini diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut: Sikap tokoh yang ada dalam Novel ini merupakan konflik sosial yang ada dalam rumah tangga. Konflik dalam feminisme menyangkut beberapa hal yaitu: sikap kekerasan fisik secara seksual dan psikologis yang dialami oleh tokoh perempuan yang bernama Dini. Konflik kekerasan yang dialami oleh Dini sangatlah ditentang oleh wanita yang sangat tidak menyukai sikap suami Dini. Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dilingkungan rumah tangga. Pada umumnya pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami dan korbannya adalah istri atau anaknya. Kekerasan terhadap perempuan berakibat terhadap penderitaan fisik, seksual dan psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu. Konflik yang terjadi didalam masyarakat juga sangat berpengaruh dalam sikap kekerasan yang sering dialami oleh tokoh utama yaitu kekerasan psikologis dan fisik. Hal ini disebabkan karena tokoh utama memiliki prinsip yang berbeda dengan tokoh-tokoh yang lain, status sosial dalam masyarakat dapat dilihat dari ukuran kekayaan, kekuasaan, kehormatan. Dari ketiga status

59

tersebut ukuran kekayaan sangatlah diperkuat oleh perbedaan-perbedaan yang dialami oleh peran laki-laki terhadap perempuan yang didasari dan diukur dari banyak permasalahan yang dialami dalam rumah tangga. Seperti yang diceritakan dalam novel Dari Fontenay Ke Magallianes yang dalam kehidupan sehari-hari seorang istri yang terus menolak berhubungan seks dengan suaminya dan perilaku suaminya diranjang yang sangat keras dan selalu memaksa kehendaknya untuk melakukan hubungan itu tetapi istrinya menolak.Sikap seperti ini yang sering terjadi dalam rumah tangga dan sudah banyak istri untuk menolak tetapi suami tetap berlaku kasar terhadap istri. Dalam era modern sekarang istri tidak mau ketinggalan berperan aktif seperti laki-laki yang bisa berkuasa dan mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi wanita sekarang sama seperti laki-laki.

B. Saran-saran Beberapa saran yang peneliti harapkan dalam penelitian ini antara sebagai berikut: 1. Karya Nh. Dini belum banyak di teliti, maka penulis menyarankan agar penelitian-penelitian terhadap novel Dari Fontenay Ke Magallianes. Hal ini di maksudkan untuk melengkapi dan memperkaya keberadaan ilmu sastra, khususnya teori sastra.

2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan refensi bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian terhadap karya Nh. Dini dengan menggunakan pendekatan feminisme. 3. Penulis menyarankan agar novel Dari Fontenay ke Magallianes karya Nh. Dini digunakan sebagai tambahan ilmu apresiasi sastra dan mendapat pencerahan baru dalam proses hidup. Demikian simpulan dan saran-saran yang penulis sampaikan, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu sastra, khususnya teori sastra.

DAFTAR PUSTAKA

Al Jahrani, Musfir.1997. Poligami dalam Berbagai Resepsi. Jakarta: Gema Insani. Al Faridah, Infirohah, ST. 2004. Perempuan dalam Perspektif Islam. Jombang: UKM PEMAS STKIP PGRI. Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angasa. Arikunto, Suharsemi,2006. Prosedur penelitian. Yogyakarta: Rineka cipta Arnold cohen. Pengertian Gender. 03 September 2011 http://definisipengertian.blogspot.com/2010/pengertian-gender.hml Badudu. JS dan Zain, Muhammad, Sutan. 1992. Kamus Umum Bahasa Indoneisa. Jakarta: Sinar Harapan. Bashin, Kmia dan Nighat, Said, Khan. 1995. Feminisme dan Relevansinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Collier, Rohan. 1998. Pelecehan seksual, Hubungan Dominasi Mayoritas dan Minoritas (Terjamahan Emmy Nur Hariati). Yogyakarta: Tiara Wacana. Damono, Supardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud. Dini, Nh. 2005.Dari Fontenay Ke Magallianes. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Endraswara, Suwardi. 2003. Metodelogi Penelitian Sastra (Epistemologi, Modal, Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender dan Trasformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Fromm, Erich. 2002. Cinta seksualitas, Matriarki, Gender. (terjemahan Pipit Maizer). Yogyakarta: Jala Sutra

Gunawan Wibisono. Pengertian kekerasan. 02 November 2011. http://asiausindovisualra09gunawanwibisono.Wordprees.com/2009/07/05pe ngertian-kekerasan/ Hereo potri, Arimbi dan Valentina, R. 2004.Percakapan tentang Feminisme vs Neo Liberalisme, Jakarta: Detwach Indonesia Herscofist dan Malinousski .Pengertian Budaya. 29 November 2011 http://id.wikipedia.org /wiki/budaya Muthaliin, A. 2001.Gender dan Pendidikan. Malang. UNM Press Mustaqim, Abdul. 2003. Tafsir Feminisme Vs Tafsir Patriarki. Yogyakarta: Sabda persada Novia, Windi. 5. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko Nurgiyantoro, Burhan. 2004. Teori Pengkajian Fiksi .FPBS IKIP Yogyakarta. Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Semi Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa Sukanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada Wellek Rene dan Austin Warren. 1995. Teori kesusastraan. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

TABEL TABULASI DATA


hari itu, kubantu dia mengurus pakaiannya yang telah bersih dan akan dibawa ke Paris. Kami berduaan di kamar. Dia memeluk, Dini, 2005:87 langsung meraba kedalaman mulutku dengan lidahnya. Seketika itu, reaksi pertama aku adalah penolakan bagi sebagian perempuan, perilaku seharihari lawan jenisnya merupakan dasar kenyamanan atau kekakuan pergaulan di Dini, 2005:17 ranjang. Bahkan bisa menjurus ke penolakan. Seperti diriku misalnya. Tapi semua berubah sehubungan dengan budaya bar, tradisi baru. Dan yang membikin kebaru-baruan itu adalah kaum Dini, 2005:19 lelaki. Pendapat wanita tidak pernah di tanya. Tidak pernah berkepentingan perempuan dipertimbangkan. Dengan alasan hendak melindungi atau demi keselamatannya wanita di larang berbuat aneka kegiatan. kaukira hanya dengan ciuman kasar, pandang yang kau buat-buat lembut saja aku bisa mempercayaimu lagi! Kita tidak Dini, 2005:89 bicara soal cinta, karena dari pihakku, itu tidak ada lagi buat kamu. Perhatian sajalah! Perilaku wajar, suara biasa tanpa membentak atau berteriak! Memang sejak kemarin kamu penuh perhatian kepadaku. Tapi itu akan berubah segera setelah kita kembali ke rumah sendiri! laki-laki macam apa kamu ini....!suaraku tidak kutahan ataupun kuredam, kulampiaskan keberanganku. kau telah Dini, 2005:97 memperkosaku! Kaumanfaatkan waktu kantukku untuk menyelinap ke dalam diriku.

kubuka sedikit keseharianku bersama ayah anakku. Keseharian selama empat tahun penuh bentakan, teriakan, lebih-lebih Dini, 2005:119 obsesi kecurigaannya bahwa aku mencuri uang belanja yang dibikin ketat. kamu laki-laki. Kamu katakan tadi bahwa dulu kamu menggauli istrimu hanya karena Dini, 2005:125 kebutuhan biologis. Tidak ada sebab lainnya. Sedangkan untuk perempuan, berbeda. Apalagi bagiku. Barangkali aku yang salah, yang terlalu peka sehingga tubuhku tidak sembarangan bereaksi jika tidur bersama lelaki dengan siapa hatiku tidak tertambat, karena bagiku, pokok dari semuanya adalah perasaan hati. bahwa aku mampu hidup tanpa kehadirannya. Hidup bersama dia bukan Dini, 2005:235 satu-satunya pilihan bagiku coba katakan kapan kamu memperhatikan keperluanku dan yang kusukai. Memperhatikan keperluan anakmu tapi Dini, 2005:235 yang dia sukai. untuk seterusnya, apapun kebaikan yang dia tunjukkan, tidak akan ada maknanya bagiku. Sakit hatiku berlangsung hingga Dini, 2005:143 berhari-hari sampai puluhan tahun kemudian, aku tidak akan sudi disentuh lagi oleh laki-laki pilihanku sendir itu! dan tentu saja alasan hanya perempuan yang memiliki tanda keperawanan tersebut dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh kaum Dini, 2005:137 pria dengan penafsiran yang mendiskreditkan kaum Hawa semaksimum mungkin. Di antaranya semakin dipertajamnya anggapan bahwa perempuan hadir di dunia ini hanyalah untuk kesenangan lelaki. Karena itu, Tuhan membikin tanda nyata, apakah si perempuan sudah di pakai atau belum!. dengan tulus aku memuji kepandaian dan kerapian suamiku dalam hal itu. Tapi aku terpaksa mengakui pula bahwa kerapian Dini, 2005:43 yang dia miliki hanya dibidang-bidang terbatas, hanya mengenai hal-hal yang dia sukai saja.

tidak usah sepuluh tahun! Kalau memang tidak cocok, seminggu sesudah kawin pun, bahkan beberapa hari saja, hal itu bisa Dini, 2005:72 terjadi bila hanya sepihak yang puas.

iii

KAJIAN FEMINISME DALAM NOVEL DARI FONTENAY KE MAGALLIANES KARYA NH. DINI

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Strata Satu (S-1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

oleh : NOVIA ANISA RAHMAWATI NIM 076.120 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA JOMBANG 2012

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Progtram Studi Judul : NOVIA ANISA RAHMA WATI : 076120 : Bahasa dan Sastra Indonesia : KAJIAN FEMINISME DALAM NOVEL DARI
FONTENAY KE MAGALLIANES KARYA NH. DINI

Menyatakan dengan sebanarnya bahwa skripsi yang ditulis ini merupakan hasil karya saya sendiri, bukan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang diakui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Skripsi ini apabila dikemudian hari dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jombang, .......... Yang Membuat Pernyataan

NOVIA ANISA RAHMAWATI NIM: 076.120

SKRIPSI KAJIAN FEMINISME DALAM NOVEL DARI FONTENAY KE MAGALLIANES KARYA NH. DINI

oleh : NOVIA ANISA RAHMAWATI NIM: 076.120

Disetujui pada tanggal .............................. Oleh

Pembimbing

Dra. Siti Maisaroh, M. Pd

SKRIPSI KAJIAN FEMINISME DALAM NOVEL DARI FONTENAY KE MAGALLIANES KARYA NH. DINI

Yang telah dipersiapkan dan disusun oleh

NOVIA ANISA RAHMAWATI NIM: 076.120

Dewan Penguji Nama Ketua Penguji : Nanda Sukmana, S. S Penguji 1: Dra. Siti Maisaroh, M. Pd Penguji 2: Drs. Heru Subakti Tanda Tangan .. ........................................... ..............................................

Mengetahui, Ketua program studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Mengesahkan, Kepala Puslit Penelitian

Susi Darihastining, S. Pd, S. Sos,M.Pd.

Dr. Heny Sulistyowati, M. Hum.

MOTTO Banyak kegagalan di dalam Hidup ini Dikarenakan orang-orang Tidak menyadari Betapa dekatnya mereka Dengan keberhasilan Ketika mereka menyerah.

PERSEMBAHAN Terima kasihku kepada: Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta petunjuknya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tauladan yang baik bagi kita semua. Ibuku tercinta, yang tak pernah letih menyayangi, mendoakan, membiayaiku selama menempuh pendidikan Strata Satu (S1) dan memberiku semangat untukku dalam meraih kesuksesan disegala hal. Dan untuk ayahku (Almarhum) terima kasih selama hidup telah menyayangiku meskipun tidak lama tetapi berguna bagiku. Kakak-kakakku tercinta, terima kasih telah membantu membiayaiku selama menempuh pendidikan Strata satu (S1). Dra. Siti Maisaroh, M. Pd, selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi. Teman-teman BINA 2007, khususnya Titin dan sofi yang telah memberiku motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada semua dosen Bahasa dan Sastra Indonesia yang selama ini telah memberi bekal ilmu sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan pertolongan dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul Kajian Feminisme dalam Novel Dari Fontenay Ke Magallianes Karya NH.Dini.merupakan suatu kajian yang jarang dibahas oleh penulis lain di lingkup STKIP PGRI Jombang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat dorongan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Winardi, SH, M. Hum selaku ketua STKIP PGRI Jombang yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menggali ilmu di STKIP PGRI Jombang. 2. Susi Darihastining, S. Sos., S.Pd., M.Pd selaku Kepala Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia yang berkenan memberikan arahan selama menempuh pendidikan di STKIP PGRI Jombang. 3. Dra. Siti Maisaroh, M. Pd selaku Dosen pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi ini. 4. Dr. Heny Sulistyowati, M. Hum, selaku Kepala Pusat Penelitian STKIP PGRI Jombang yang telah memberikan kepercayaan kepeda peneliti untuk melekukan penelitian dalam tahap memperoleh gelar S1. 5. Drs. Heru Subakti, selaku Kepala Perpustakaan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia yang telah memberikan bekal pengetahuan guna membantu dalam penyusunan skripsi. 7. Segenap teman-teman yang telah memberikan dorongan mental dan spiritual, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, tetapi yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk memprbaiki kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca.Amin.

Jombang, .. 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv MOTTO ....................................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix ABSTRAK ................................................................................................... xi

BAB I -

PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................ 1 Permasalahan............................................................................... 6 Tujuan Penelitian ........................................................................ 7 Manfaat Penelitian ...................................................................... 7 Definisi Operasional.................................................................... 8

BAB II LANDASAN TEORI 5. Hakikat Sastra ............................................................................ 11 6. Sosiologi Sastra ........................................................................... 12 7. Unsur Intrinsik ............................................................................ 16 8. Problema Sosial .......................................................................... 22 9. Status Sosial Tokoh .................................................................... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian ........................................................................... 26 Pendekatan Penelitian ................................................................. 28 Data dan Sumber Data Penelitian ............................................... 39 Instrumen Penelitian.................................................................... 30

Prosedur Penelitian...................................................................... 32

BAB IV ANAISIS DATA Problem Sosial tokoh .................................................................. 32 Status sosial Tokoh ..................................................................... Problem Sosial Berdasarkan Setting ........................................... Status Sosial Baedasarkan setting ...............................................

BAB V PENUTUP Simpulan ..................................................................................... 32 Saran-saran ..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai