KARYA ISNAR R
(khoirilalmusawwa@gmail.com)
1. PENDAHULUAN
Ravina Isnar adalah seorang penulis muda yang berasal dari Blitar. Ia adalah
penulis yang cukup berbakat meskipun Ia belum se terkenal penulis-penulis lainnya.
Salah satu karyanya yang baru-baru ini lolos moderasi dalam Komunitas Penulis
Cerpen Indonesia pada 28 Maret 2018 adalah cerpen yang berjudul “Generasi
Bedebah”. Cerpen ini merupakan salah satu cerpen yang bergenre pendidikan.
Cerpen ini cukup menarik untuk di kaji karena dalam cerpen ini menceritakan
konflik sosial pendidikan yang cukup relevan saat ini. Selain itu, cerpen ini juga
memiliki nilai-nilai pendidikan tersendiri . Pemilihan cerpen tersebut didasarkan pada
beberapa pertimbangan. Pertama, dari segi penggunaan bahasa, cerpen tersebut
memiliki konteks atau tema yang cukup bagus. Selain itu, gaya bertutur pengarang
yang sederhana dan mengalir membuat pembaca mudah memahami permasalahan
dalam cerpen tersebut. Kedua, cerpen tersebut sangat memungkinkan untuk dikaji
secara sosiologis karena temanya berkaitan dengan masalah sosial. Ketiga,
Membuktikan bahwa karya penulis muda berbakat juga berhak diapresiasi atas
karyanya yang pantas untuk dikaji.
“Dan bukan hal baru, kebanyakan dari kami lahir dari keluarga
berkecukupan, mungkin broken home. Atau seseorang yang dipaksa. Dan
sebagian adalah anak anak cupu yang baru keluar kandang, anak anak yang
dulunya manis dan penurut yang mulai terpengaruh dan terjebak dalam rasa
keingin tahuan mereka sendiri. Aku mungkin termasuk dalam salah satu anak
yang dipaksa.”
“Ayahku seorang kepala sekolah, dan kakakku seorang polisi. Keluaga kami
berkecukupan, namun ibuku telah meninggal sejak aku SMP, dan aku kira
setelah ia meninggal tak ada lagi yang bisa mengerti apa kemauanku.”
Dari kutipan dua paragraf diatas dapat diketahui bahwa permasalahan sosial yang
terjadi tentu saja memiliki sebab. Seperti halnya dalam cerpen “Generasi Bedebah”
ini. Permasalahan sosial ini terjadi karena dampak dari lingkungan keluarga mereka
sendiri yang mayoritas para orang tua dianggap belum bisa memahami kemauan
mereka, atau merupakan dampak pelampiasan dari permasalahan keluarga mereka
yang broken home, kurang kasih sayang dari orang tua dan lain sebagainya.
Seperti halnya yang dialami tokoh ‘aku’ yang bernama Andika dalam cerpen
“Generasi Bedebah” karya Ravina Isnar ini. Ia menjadi salah satu anggota dari geng
“Bedebah” karena ia merasa bahwa sejak sepeninggal ibunya, ayahnya tidak pernah
memahami dan mengerti setiap kemauan dari tokoh ‘aku’ atau Andika tersebut.
Hingga tingkah onarnya ini merupakan salah satu cara ia berontak karena hal
tersebut.
Nilai adalah gagasan tentang apakah pengalaman itu baik atau tidak. Nilai pada
hakikatnya mengarahkan pada prilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi dia
tidak menghakimi apakah sebuah prilaku itu salah atau benar. Nilai adalah sesuatu
yang penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah (secara moral dapat
diterima) jika harmonis atau selaras dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung
oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan. Demikian pula seseorang yang
dengan ikhlas menyumbangkan sebagian harta bendanya untuk kepentingan ibadah
dan rajin mengamalkan ibadah, maka ia akan dinilai sebagai orang yang terhormat
dan menjadi teladan bagi masyarakatnya (Horton dan Hunt, dalam Setiadi dan Usman
Kolip, 2011: 119).
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sesuatu
dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang.
Hal ini, tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran
apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata
nilai (Wikipedia). Ditinjau dari isinya , nilai nilai sosial dibedakan menjadi:
1. Nilai Estetis
Yaitu nilai yang menyangkut ekspresi rasa kejiwaan keindahan, misalnya
terhadap karya karya design dan seni.
2. Nilai Religius
Yakni nilai yang berkaitan dengan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Misalnya Masjid, Gereja, Pura dianggap sangat bernilai karena berhubungan
dengan keimanan dan keyakinan seseorang terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama yang dianutnya
3. Nilai Etis atau Norma
Nilai Etis adalah nilai yang berhubungan dengan segala seuatu yang menyangkut
perilaku.
Dari penjelasan diatas nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah nilai etis
atau norma.
“Begitupun saat ini, rok*k adalah cemilan baru kami, dan anehnya kami merasa
biasa. Seperti saat pertama kali kami bercerita dengan suguhan kacang. Kali ini
kami juga sedang bercerita namun dengan suguhan yang sedikit berbeda.
Bukan berarti semua dari kami menikmati camilan itu salah satunya aku. Karena aku
tidak mau jika harus masuk ke rumah sakit, mencium bau obat obatan yang sangat
kubenci karena asmaku kambuh.
Ditengah tengah keasikan kami mengobrol tiba tiba aku merasa ada yang menarik
telingaku dari belakang. “ah, sakit sakit” teriakku karena jeweran pak Adnan yang
lumayan. “sakitan mana sama disuntik jarum dan mencium bau obat obatan di
rumah sakit, mau kamu Dika” jawab Pak Adnan santai. “apaan sih pak” ucapku
sembari melepas telingaku yang masih berada di wilayah kekuasaan pak Andan.
Entahlah guru BK baru ini tahu dari mana hal yang paling aku takuti. Rumah sakit.
“bubar bubar semua, pulang ke rumah masing masing” teriak pak Adnan mengusir
kami para “bedebah” yang sedang nongkrong ini.
“kalau mau buat yang jelek itu mbok ya di lepas dulu seragamnya, bahkan kalau
bisa operasi plastik dulu wajahnya biar gak keliatan kamu itu anak sekolah sini, biar
gak malu maluin gitu lo” cerocos Pak Adnan yang mulai membuatku geram.Alhasil
karena kami tertangkap basah Guru BK baru itu kami pun langsung buyar pulang ke
rumah masing masing.”
Salah satu nilai sosial yang terdapat dalam kutipan cerpen diatas adalah sikap
disiplin yang diterapkan oleh salah satu guru BK yaitu pak Adnan. Siswa hendaknya
tidak melakukan suatu hal yang mampu memberikan citra buruk terhadap dirinya
juga terhadap instansi pendidikannya. Dalam kutipan cerpen tersebut sosok tokoh pak
Adnan memberikan teguran terhadap siswa yang merokok dan nongkrong tidak jelas
di lingkungan sekolahan pada saat jam sekolah telah usai, apalagi hal tersebut di
lakukan ketika masih menggunakan seragam yang merupakan salah satu bentuk
identitas dari sekolah. Teguran tersebut dilakukan dengan harapan bahwa siswa tidak
akan melakukannya lagi.
Selain itu terdapat kutipan lagi yang mencerminkan nilai sosial dalam cerpen.
Yaitu:
“Hingga suatu hari giliranku masuk ruang BK setelah kawan kawan Bedebahku juga
masuk ke sana, aku kira ada sesuatu yang janggal. Sudah berapa kali aku buat
masalah tapi baru kali ini “mereka” berani memanggilku ke ruang BK.
“wah wah, sudah datang rupanya, sang pangeran” kata seseorang yang sebelumnya
tak pernah kutemui. Aku tersenyum, menganggap remeh orang ini. Aku merasa
punya kekuasaan, karena Ayahku seorang Kepsek. Duduk santai di sofa empuk
ruangan ber AC ini. Cukup nyaman kurasa, tak apalah aku di sini sementara waktu
dari pada mendengar dongeng para guru di kelas.
“Andika, kelas IPA 3. Apa keinginanmu sebenarnya?” Tanya orang itu dengan
santai pula.“keinginan saya?, banyak sekali lah pak” jawabku asal dengan mata
terpejam, meremehkan.
“sepertinya kamu ingin membersihkan toilet di seluruh SMA ini, bersama teman
teman kamu yang bandel itu” katanya lagi dengan mendekatkan wajahnya,
mengamatiku.
“coba saja kalau bapak berani, ingat lo pak, saya ini anak dari kepsek” tantangku
dengan nada menyindir.“bisa, sebentar” lalu pak guru berkumis tipis itu mengambil
sesuatu di laci mejanya. “lihat ini baik baik” ia mengeluarkan sebuah surat
pernyataan.
Mataku terbelalak kaget membaca surat itu, di sana tertera jelas kalimat “ saya
sebagai orangtua dari Andika Setiawan menyerahkan sepenuhnya anak saya pada
pihak bimbingan konseling, jika anak saya berbuat kesalahan maka saya rela jika
anak saya mendapatkan hukuman yang setimpal.”
“bapak jangan main main, ayah saya tidak mungkin membuat pernyataan ini”
“lhah kamu tidak lihat tanda tangannya to?” dengan sigap surat pernyataan itu
berpindah tangan, dengan cermat aku mengamati tanda tangan itu. Dan memang
benar yang terukir di kertas itu adalah tanda tangan ayahku.
“nah, sekarang waktunya kamu dan teman teman kamu membersihkan kamar mandi,
silahkan. Kalau tidak bersih ya terpaksa ditambah hukumannya, kalau tidak mau ya
terpaksa tidak naik kelas. Saya lihat nilai kamu dan teman teman kamu itu sangat
pas pasan, jadi bukan hal sulit untuk membuat kalian tidak naik kelas” katanya
dengan nada balas mengejek. Dengan raut muka kesal segera kulangkahkan kakiku.
Keluar dari ruangan BK. Ruangan ber AC itu tiba tiba menjadi tak nyaman.