Nur Fajriyah
nurfajriyah@mhs.unesa.ac.id
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
Telepon: 082232262906
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak
perlukosi dalam tuturan konsultasi pasien-dokter di Rumah Sakit Umum Bhakti Dharma
Husada Surabaya. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif berjenis
penelitian studi kasus guna memperoleh pengetahuan perilaku pasien-dokter terkait tindak
tutur yang dilakukan. Subjek penelitian pasien dengan jumlah 13 orang dan satu dokter poli.
Teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara, setiap informan penelitian yang
kemudian dilakukan teknik rekam dan teknik catat. Teknik analisis data menggunakan
metode padan. Hasilnya menjelaskan bahwa tindak lokusi fonetis tidak terlalu berpengaruh
pada percakapan antara dokter dengan pasien. Kemudian tindak lokusi fatis digunakan
sebagai upaya pemeriksaan awal dilakukan dokter kepada setiap pasien. Tindak ilokusi
sendiri lebih banyak muncul ketika juga sedang memberian himbauan kepada pasien dengan
menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami. Pada tindak perlukosi, dalam percakapan
yang terjadi antara pasien dengan dokter dominan muncul dalam bentuk himbauan mengenai
makanan yang harus dihindari oleh pasien.
Kata Kunci : Tindak Lokusi, Tindak Ilokusi, Tindak Perlukosi, dan Tuturan
Konsultasi
ABSTRACT
This research aims to describe the act of locution, acts of illocution, and perlukosi acts in
a patient-doctor consultation in Bhakti Dharma Husada Hospital Surabaya Surabaya. The
research was conducted using qualitative approach type research case study in order to gain
knowledge of patient-physician behavior related to speech acts done. The subjects of the
study were 13 patients and one poly physician. Technique of collecting data by conducting
interview, every informant of research which then done recording technique and technique of
record. Data analysis techniques using the method of matching. The results explain that the
phonetic action of phonetics does not significantly affect the conversation between physicians
and patients. Then the act of fatis locution is used as an initial examination effort performed
by the doctor to each patient. More illocentional acts arise when they are also giving appeals
to patients by using language more easily understood. In the act perlukosi, in the conversation
that occurs between patients with dominant doctors appear in the form of appeals regarding
foods that should be avoided by patients.
Key Words: locutionary acts, illocutionary acts, perlocutionary acts, acts of speech,
consultation
PENDAHULUAN
METODE
Fokus penelitian ini yaitu memperoleh pemahaman mendalam mengenai penggunaan
tuturan dan fenomena sosial dalam interaksi antara pasien dengan dokter. Tindak tutur
sebagai komunikasi linguistik yang merupakan inti dari pragmatik. Penelitian ini berusaha
mempelajari, mengamati, dan menggambarkan tindak tutur dalam interaksi pasien dan
dokter. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan jenis studi kasus. Peneliti menggunakan studi kasus untuk memperoleh
pengetahuan perilaku responden (pasien dan dokter) terkait tindak tutur yang
merupakan fokus penelitian. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami (Moleong, 2012:6). Subjek penelitian,
misalnya persepsi, perilaku, tindakan dan motivasi secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini mengkaji tindak
tutur antara pasien yang berkunjung di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya.
Analisis dari percakapan antara dokter dengan pasien dalam penelitian inti
menggunakan analisis wacana dengan pendekatan pragmatik. Anali sis wacana mengkaji
tindak tutur yang ada dalam data percakapan. Dengan analisis mengenai peristiwa
percakapan di Rumah Sakit dapat diketahui jenis tindak tutur antara pasien dengan
dokter.
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien dan dokter poli
umum di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. Informasi yang diperoleh dari
informan penelitian adalah deskripsi tindak tutur dalam interaksi pasien dan dokter poli
umum. Penelitian ini menggunakan informan penelitian sebanyak sepuluh pasien dan satu
dokter poli umum. Dokter poli umum yang menjadi subjek pemilihan ini adalah dokter yang
suka bercerita dan bertanya kepada pasien. Layanan pasien dalam satu hari berkisar antara 5
(lima) sampai 13 (tiga belas) pasien. Oleh sebab itu pemilihan pengambil pasien secara acak
sehari dua pasien untuk jangka waktu lima hari. Jadi jumlah pasien yang menjadi subjek
adalah sepuluh orang. Jumlah ini dianggap dapat mewakili data tindak tutur pasien. Dengan
jadwal praktek 24 jam waktu yang digunakan saat penelitian antara pukul 09.00 WIB–10.00
WIB. Pasien yang berkunjung ke Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya sangat
beragam dan mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dari usia dewasa, anak-anak, dan
usia lanjut. Untuk menjaga kerahasiaan nama-nama penutur dengan dilakukannya
penyamaran nama, jadi nama yang akan diberikan di lampiran yaitu bukan nama sebenarnya.
Penelitian ini hanya mengambil satu dokter poli umum dan sepuluh pasien yang berkunjung
ke dokter poli umum di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. Tuturan pasien dan
dokterpoli umum dalam hal ini dilihat dari tindak tutur yang diutarakannya.
Metode analisis data menggunakan padan pragmatis dengan alat penentu mitra wicara
pada konsultasi pasien-dokter. Metode padan adalah metode analisis data yang alat
penentunya berada di luar, atau tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan
atau yang diteliti (Sudaryanto, 2015:20). Analisis data dengan menggunakan metode
padanuntuk menentukan identitas objek penelitian. Identitas satuan lingual yang dijadikan
objek penelitian ditentukan berdasarkan tingginya kadar kesepadanan, keselarasan,
kesesuaian, atau kesamaannya dengan alat penentu yang bersangkutan yang sekaligus
menjadi standar atau pembakunya. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah
teknik pilah unsur yakni dengan cara memilah-milah satuan kebahasaan yang dianalisis
dengan alat penentu berupa daya pilah pada unsur-unsur penentu.
Instrumen penganalisian data dibutuhkan untuk membantu dalam proses pemilahan
data. Instrumen yang digunakan dalam proses penganlisian data menggunakan tabel kriteria
jenis tindak tutur sebagai berikut.
Wujud Tindak Tutur Antara Dokter dan Pasien di Rumah Sakit Bhakti Dharma
Husada Surabaya
Tahapan awal proses pengembangan yaitu berdasarkan hasil pengamatan terhadap
transkrip tindak tutur pasien dan dokter, peneliti menemukan hasil dari pengamatan tersebut
dan menyajikannya ke dalam bentuk tabel di bawah ini. Dalam tiga belas percakapan antara
pasien dan dokter tersebut, peneliti menemukan jumlah tindak lokusi fonetis sebanyak 5 data
temuan, fatis sebanyak 13 data temuan, dan retis sebanyak 0 data temuan. Pada tindak retis
tidak ditemukan data yang berkaitan dengan ketegori tersebut, karena pada percakapan
tindak tutur antara pasien dan dokter tersebut lebih mengarah pada percakapan aktif. Jumlah
tindak ilokusi verdiktif sebanyak 11 data temuan, eksersitif 12 data temuan, komisif 5 data
temuan, behabitif 4 data temuan, dan ekspositif 17 data temuan Sedangkan untuk jumlah
tindak perlokusi ditemukan sebanyak 12 data temuan. Jumlah masing-masing tindak tutur
tersebut disajikan dalam bentuk tabel oleh peneliti dalam Tabel berikut.
Tabel 4.1 Jumlah tindak tutur dalam percakapan antara pasien dan dokter di Rumah Sakit
Bhakti Dharma Husada Surabaya
Tindak Fonetis
Fonetis merupakan tindak yang mengucap fonem tertentu. Tindak tutur ini
merupakan tindak tutur dalam mengucapkan fonem tertentu. Pada wawancara antara pasien
dan dokter yang menggunakan bahasa jawa tersebut, tindak pengucapan fonem terdapat
pada percakapan berikut ini.
Kardi : Enggeh, purun
Bu Kardi : Tigan Enggeh mboten purun
Kardi : Maem lo bu uangel
Dokter : Maeme wangel?
(Fo-1.P1)
Data tuturan (Fo-1.P1) merupakan tindak tutur fonetis. Penutur mengucapkan sebuah
fonem ketika sedang menuturkan kepada mitra tuturnya. Dalam percakapan tersebut juga
terdapat perbedaan fonem pada /u-a-n-g-e-l/ dengan /w-a-n-g-e-l/. Hal ini menunjukkan
vokal /u/ bervariasi dengan vokal /w/, atau sebaliknya sehingga kata-kata tersebut seolah-
olah mempunyai dua macam bentuk ucapan atau lebih. Pada dasarnya kedua kata tersebut
memiliki kesamaan makna yang berarti „susah‟, namun diucapkan dengan fona yang
berbeda. Hal tersebut terjadi ketika Kardi selaku pasien menjelaskan keluhannya kepada
dokter bahwa dirinya mengalami kesulitan dalam mengonsumsi makanan. Istrinya yang juga
menemani mengatakan jika Kardi susah sekali jika mengonsumsi makanan dengan bahan
dasar sayuran. Dokter kemudian menyarankan agar Kardi mengonsumsi makanan yang
bukan sayuran untuk memudahkan dirinya dalam mengonsumsi makanan.
Selain itu dalam data juga ditemukan tindak fonetis pada kata /nggeh/. Kata ini
sebenarnya merupakan alternatif dari kata /inggih/ ataupun /enggeh/ yang sama-sama
memiliki makna membenarkan. Sepintas kata /inggih/ atau /enggeh/ jika diucapkan
terkadang menghilangkan fonem vokal /i/ atau /e/ di depannya sehingga menjadi /nggih/
atau /nggeh/. Walaupun memiliki fonetis yang berbeda, pada dasarnya memiliki makna yang
sama yaitu „iya‟ dalam bahasa Indonesia.
Tindak Fatis
Tindak fatis (phatic act) merupakan tindak tutur dengan pola kalimat langsung yang
memiliki susunan gramatika tertentu. Tindak tutur ini bertujuan untuk menciptakan
hubungan antara penutur dan mitra tuturnya. Sebagai contohnya tindak tutur fatis ini dapat
berupa ucapan salam yang sopan seperti, selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan
selamat malam. Selain itu dapat berupa ucapan terima kasih, dan sebagainya. Tuturan yang
mengandung tindak fatis pada tindak tutur yang terjadi pada komunikasi antara dokter dan
pasien sebagai berikut:
Bu Kardi : Kudu muntah ngoten
Dokter : Mual yo?
Bu Kardi : Pokoke mambu sayur ngoten niku
(Fa-1.P1)
Pada tuturan di atas terdapat kata fatis yaitu yo di akhir kalimat yang dituturkan oleh
dokter untuk mengukuhkan pendapat dokter bahwa pasien merasakan mual. Konteks dalam
percakapan di atas adalah pasienyang menuturkan mengenai gejala penyakit yang dirasakan
dan mendapatkan tanggapan dari dokter dengan menuturkan mual yo.
Bu Kardi : Tigan nggeh mboten purun
Dokter : Sampean lungguh kene
Kardi : Maem lo bu, uangel
Dokter : Maeme angel
(Fa-2.P1)
Tuturan selanjutnya yang menunjukkan kata fatis terdapat pada data (Fa-2.P1). Pada
tuturan di atas terdapat kata fatis yaitu lo di tengah kalimat yang dituturkan oleh pasien
untuk mengukuhkan pendapat. Konteks kalimat yang mengiringi kata fatis lo adalah maem
lo bu, uangel yang dituturkan oleh pasien untuk mengukuhkan kata sebelumnya yaitu maem
yang memiliki arti makan.
Tindak Retis
Tindak retis ini bertujuan melaporkan apa yang dituturkan penutur kepada mitra
tuturnya yang juga disebut sebagai kalimat tidak langsung. Pada keseluruhan wawancara
antara pasien dan dokter ini tidak ditemukan adanya tindak retis. Sifat kategori ini berfungsi
untuk menyampaikan tuturan dalam bentuk tidak langsung sehingga dalam wawancara ini
tidak ditemukan adanya tuturan yang mengandung jenis tindak tutur retis.
Fungsi Tindak Tutur Antara Dokter dan Psien di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada
Surabaya yang diterapkan Agar Tidak Terjadi Kesalah Pahaman Terhadap Pasien
Fungsi tindak tutur antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada
Surabaya yang diterapkan agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap pasie. Adapun fungsi
tersebut terbagi lima kelompok, yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.
Fungsi tindak tutur itu tampak pada maksud atau tujuan (umtuk apa tuturan itu disampaikan).
Fungsi tindak tutur tersebut dapat disebut tindak tutur meminta atau permintaan. Dengan kata
lain, berdasarkan fungsinya, tindak tutur tersebut dapat disebut tindak tutur meminta atau
permintaan.
Asertif
Bermaksud menyampaikan sesuatu berkaitan dengan kenbenaran kepada mitra tutur.
Tindak tutur antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Bhakti Dharma Surabaya yang
mengandung fungsi asertif tersaji pada data-data berikut.
Dokter : Tapi awale wetenge loro
Bu Kardi : Enggeh
Dokter : Clekit-clekit ngono opo..
Bu Kardi : Enggeh, clekit-clekit ngoten lo
Dokter : Sampean gak mencret-mencret ngono
Bu Kardi : Kolowingi mencret
(As-1.P1)
Bertujuan meminta lawan tutur melakukan sesuatu umtuk menghasilkan suatu efek
terhadap tindakan yang dilakukan oleh penutur. Tindak tutur direktif yang terdapat dalam
percakapan antara dokter dengan pasien sebagai berikut:
Tuturan yang terdapat pada percakapan di atas terjadi antara dokter dengan pasien
yang memiliki konteks pasien menceritakan pola makannya yang sedikit, kemudian
mendapatkan tanggapan dari dokter dengan menyatakan bahwa makannya dua sendok dulu,
tidak langsung satu piring. Tuturan yang disampaikan dokter memiliki fungsi agar pasien
yang merupakan mitra tutur melakukan sesuatu sesuai tuturan dokter yaitu makan dua
sendok dulu, tidak langsung satu piring. Dengan demikian, tuturan di atas termasuk tindak
tutur direktif.
Komisif
Menyampaikan sesuatu yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan sesuai dengan
tuturannya. Percakapan pada dokter dan pasien di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada
Surabaya yang memiliki fungsi komisif sebagai berikut.
Dokter : Yo ngene ki tak obati sek (kalau gitu saya obati dulu)
Bu Kardi : Enggeh
Dokter : Nek tak obati iki awake enak dan apik, yo gak usah lab. Tapi kok
elek yo tak lab
Bu Kardi : Enggeh
(Ko-1.P1)
Dokter : Enggeh
Bu Kardi : Bapake seng iso ngerasakne
Dokter : Enggeh
Kardi : Maeme niku lo, bu seng uangel
(Ek-1.P1)
Tuturan yang terdapat pada percakapan di atas terjadi antara dokter dengan pasien
yang memiliki konteks pasien yang menyatakan kepada dokter merasa kesulitan ketika
digunakan untuk makan. Tuturan yang disampaikan oleh pasien adalah maeme niku lo, bu
seng uangel mengandung fungsi ekspresif karena merupakan bentuk ekspresi dari pasien
yang mengeluh karena merasakan sakit ketika digunakan untuk makan.
Deklarasi
Mengungkapkan pernyataannya yang keberhasilan pelaksananya tampak pada
kesesuaiannya dengan realistis tindakan. Penutur bermaksud untuk menciptakan hal (status,
keadaan, dan sebagainya) yang baru. Percakapan dokter dan pasien di Rumah Sakit Bhakti
Dharma Husada Surabaya yang memiliki fungsi deklarasi sebagai berikut.
Dokter : Bar lemu terus sampean gak ngombe iku, terus kempes
ngene iki
Pasien 2 : Enggeh (ckckck)
Asisten Dokter : Gembru ngonten nggeh
Dokter : Ojo minum-minum jamu-jamu yo
Pasien 2 : Oooo
(Dk-1.P2)
Percakapan antara doter dengan pasien yang ditunjukkan pada data (Dk-1.P2)
memiliki konteks dokter yang melakukan diagnosis terhadap penyebab kegemukan pada
pasien. Berdasarkan diagnosis dokter menunjukkan bahwa penyebab pasien gemuk karena
minum jamu. Hal ini mendorong dokter untuk melarang pasien minum jamu, yang bisa
dilihat dari tuturan ojo minum-minum jamu-jamu yo. Kata ojo dalam bahasa Indonesia
memiliki makna jangan yaitu kata yang menyatakan melarang, berarti tidak boleh;
hendaknya tidak usah. Dengan demikian, tuturan yang disampaikan oleh dokter merupakan
tindak tutur deklarasi.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai tindak tutur pada dokter
dan pasien di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya, peneliti menemukan
keterkaitan antara tindak tutur satu dengan tindak tutur lainnya. Dalam sebuah kalimat,
peneliti dapat menemukan lebih dari satu tindak tutur. Keterkaitan tersebut terdapat pada
tindak ilokusi ekspositif dengan tindak perlokusi yang memberikan pengaruh, tindak ilokusi
eksersitif dengan tindak perlokusi yang memberikan pengaruh, tindak ilokusi verdiktif
dengan eksersitif, dan sebagainya. Selain itu penelitian yang dilakukan berdasarkan
pengamatan hasil wawancara dari ketiga belas pasien ini menghasilkan sebagai berikut.
Wujud tindak tutur antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada
Surabaya ditunjukkan dengan saat proses konsultasi antara dokter dengan pasien, lebih
banyak menggunakan tindak tutur fatis, dimana bentuk komunikasi ini dibutuhkan oleh
dokter dan pasiennya untuk melakukan diagnosis pada pasien, mengetahui keluhan pasien,
dan bertanya tentang riwayat kesehatan pasien. Tindak tutur fatis juga dirasa lebih
komunikatif dan efektif disampaikan antara dokter dengan pasien, karena pasien di Rumah
Sakit Umum Bhakti Husada Utama Surabaya ini adalah warga sekitar Surabaya, sehingga
percakapan seringkali diwarnai dengan bahasa-bahasa asli Surabaya yang penuh dengan
"penyangatan", misalnya seperti "uangel" artinya sangat susah, "luemu" artinya sangat
gemuk, atau istilah-istilah lain, dan tindak tutur seperti itu sudah wajar dalam percakapan
oleh masyarakat umum Surabaya karena berkaitan dengan dialek dan gestural kesukuan
Surabaya sendiri.
Wujud tindak tutur antara dokter dan pasien yang lebih banyak muncul adalah tindak
tutur ekspositif, verdikatif, eksersitif, behabitif, kemudian komisif. Dari data yang telah
diuraikan diatas, tindak tutur ekspositif yang paling banyak diucapkan oleh dokter lebih
banyak berbentuk himbauan atas pantangan makanan pada pasien yang tidak boleh
dikonsumsi demi kesehatan pasien. Pada tindak tutur eksersitif dokter lebih banyak
permintaan / perintah dimana dokter memberi saran pada pasien untuk dilakukan tindakan
suntik, atau melakukan pemeriksaan darah. Sementara hasil temuan tindakan behabitif lebih
ditujukan pada respon percakapan yang bertujuan untuk memberikan rasa peduli maupun
simpati pada pasien yang mengeluhkan kondisinya. Terakhir adalah tindak tutur komisif
yang berupa penawaran dokter yang diikuti dengan tindakan lanjutan untuk pengobatan
medis.
Fungsi tindak tutur antara dokter dan pasien di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada
Surabaya secara umum, fungsi tindak tutur yakni asertif, direktif, komisif, deklarasi, dan
ekspresif, di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya, tindak tutur asertif biasanya
dilakukan dokter ketika melakukan diagnosis terhadap gejala yang dirasakan pasien. Pada
tindak tutur direktif biasanya digunakan dokter pada konteks percakapan ketika dokter
menyuruh pasien untuk kontrol berobat, minum obat. Kemudian tindak tutur komisif
biasanya dituturkan pada dokter ke pasiennya yang memiliki kemungkinan-kemungkinan,
misalnya setelah pengobatan yang diberikan pada dokter sudah dipatuhi oleh pasien, dan
hasilnya baik, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan lab, hal ini karena tuturan komisif
bersifat mengikat antara dokter dan pasien. Kemudian tindak tutur ekspresif lebih pada
mengekspresikan sikap penutur pada lawan tutur, misalnya pasien yang seringkali berkeluh
kesah atas kondisi kesehatannya, artinya pasien mengekspresikan kondisi dan perasaannya
pada dokternya. Fungsi terakhir adalah fungsi deklarasi, fungsi ini digunakan ketika dokter
melakukan pelarangan keras pada pasien untuk mengonsumsi makanan tertentu yang
dianggap mengganggu kesehatan pasien, dan tidak boleh diabaikan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Mintowati. 2016. “Pencemaran Nama Baik: Kajian Linguistik Forensik”. Paramasastra 3 (2)
:198-208
Saripudin. 2008. Percakapan Mahasiswa UNJ: Suatu Analisis Tindak Tutur. Jurnal Bahasa
dan Sastra JPBS-FKIP Unsri Vol.10 No. 1.