Anda di halaman 1dari 14

Makalah

PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR

Oleh

HARDIYANTI EKSAN

NIM 01418001

JURUSAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang dimiliki oleh
manusia.tanpa bahasa diibaratkan manusia seperti lumpuh. Mengingat
pentingnyya bahasa maka diperlukan upaya pembelajarn bahasa atau
linguistik. Menurut Chaer dalam siswanto buku pengantar linguistik
umum(2010:11) bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk
oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.
Jadi, bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang memiliki pola tersendiri
yang dibentuk oleh sejumlah komponen yang dapat dimengerti dan
diterima.
Penggunaan bahasa untuk setiap individu akan berbeda-beda
karena  berdasarkan pengetahuan atau kemampuan dalam menguasai
bahasa itu sendiri yang disebut repertoire. Tentu saja kemampuan
berbahasa tersebut akan digunakan juga untuk berkomunikasi satu dengan
yang lainnya. Komunikasi tersebut terjalin dengan maksudnya masing-
masing. Seperti yang dituliskan Chaer (2010: 47) bahwa dalam setiap
komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa
pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung.
Chaer dalam siswanto , pengantar linguistik umum (2010: 47)
menyimpulkan bahwa dalam setiap proses komunikasi terjadi beberapa hal
seperti: peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tutur. Peristiwa
tutur dan tindak tutur yang terjadi akan berbeda-beda pada setiap situasi
tutur. Begitu pula yang terjadi di kantor Kegiatan yang terjadi di dalam
kelas tidaklah lepas dari adanya komunikasi. Komunikasi tersebut antara
penutur dengan lawan tutur.

B. Rumusan Masalah
Peristiwa tutur dan tindak tutur terjalin di kantor camat ketika adanya
komunikasi antara penutur dan lawan penutur. Hal tersebut sangat
menarik diteliti. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peristiwa tutur yang terjadi di ranah pemerintahan
(pelayanan di kantor camat)?
2. Bagaimanakah peristiwa tindak tutur yang ada di ranah
pemerintahan (pelayanan di kantor camat)?

C. Batasan masalah
Penulis akan membatasi pemaparan masalah yaitu hanya membahas
perihal bagaimana peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi di ranah
pemerintahan (pelayanan kantor camat).
BAB II
KAJIAN TEORI
A.  Peristiwa Tutur
            Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih
yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu
pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer, 1995:
61).
Peristiwa tutur terjadi pada tempat, waktu, dan situasi tertentu.
Berarti suatu peristiwa tutur itu terjadi pada situasi tutur tertentu. Situasi
tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi, tidak
ada tuturan tanpa situasi tutur. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan
bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan
sebabnya. Di dalam sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan
representasi langsung elemen makna- unsur-unsurnya. Pada kenyataannya
terjadi bermacam-macam maksud dapat- diekspresi dengan sebuah
tuturan, atau sebaliknya, bermacam-macam tuturan dapat mengungkapkan
sebuah maksud.
Dell Hymes dalam rika widiawati ,peristiwa tutur (1972), seorang
pakar linguistic terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus
memenuhi delapan komponen, yang jika huruf-huruf awalnya dirangkaikan
menjadi akronim SPEAKING.
Kedelapan komponen itu sbb.

1. Setting and scene


Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung,
sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi
psikologis pembicaraan.
2. Participants
Participants pihak-pihak yang terlibat dalam penuturan, yaitu pembicara
dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan.
3. Ends
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan
4. Act sequence
Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran
5. Key
mengacu pada nada, cara, dan semangat yang menjadikan pesan
tersampaikan.
6. Instrumentalities
mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, sepertijalurlisan, tertulis,
melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode
ujaran: bahasa, dialek, atauregister.
7. Norm of interaction and interpretation
mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya yang
berhubungan dengan cara bertanya. Juga mengacu pada norma
penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
8. Genre
mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi,puisi, pepatah,
dan doa.

B.  Tindak tutur

Pada awalnya ide Austin dalam Citra saparina dalam tindak tutur


menurut austin dan searle (How to Do Things with Words 1962)
membedakan tuturan deskriptif menjadi dua yaitu konstatif dan
performatif. Saat itu Austin berpendapat bahwa tuturan konstatif dapat
dievaluasi dari segi benar-salah yang tradisional (dengan menggunkan
pengetahuan tentang dunia), sedangkan performatif tidak dievaluasi sebagai
benar-salah yang tradisional tetapi sebagai tepat atau tidak tepat (dengan
prinsip kesahihan). Austin (1962: 26-36) mengemukakan adanya empat
syarat kesahihan, yaitu: (1) harus ada prosedur konvensional yang
mempunyai efek konvensional dan prosedur itu harus mencakupi
pengujaran kata-kata tertentu oleh orang-orang tertentu pada peristiwa
tertentu, (2) orang-orang dan peristiwa tertentu di dalam kasus tertentu
harus berkelayakan atau yang patut melaksanakan prosedur itu, (3)
prosedur itu harus dilaksanakan oleh para peserta secara benar, dan (4)
prosedur itu harus dilaksanakan oleh para peserta secara lengkap.
Menurut Austin semua tuturan adalah performatif dalam arti bahwa
semua tuturan merupakan sebuah bentuk tindakan dan tidak sekadar
mengatakan sesuatu. Kemudian Austin ke pemikiran berikutnya (1962: 109)
yaitu, Austin membedakan antara tindak lokusi (tindak ini kurang-lebih
dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung makna
dan acuan) dengan tindak ilokusi (tuturan yang mempunyai daya
konvensional tertentu). Kemudian Austin melengkapi kategori-kategori ini
dengan menambah kategori ‘tindak perlokusi’ (tindak yang mengacu pada
apa yang kita hasilkan atau kita capai dengan mengatakan sesuatu).
Namun ide yang mendorong Austin untuk kemudian membuat klasifikasi
mengenai tindak-tindak ilokusi ialah asumsinya bahwa performatif
merupakan batu ujian yang eksplisit buat semua ilokusi.
Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang bersifat
sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik.
Tindak tutur merupakan dasar bagi nanalisis topik-topik pragmatik lain
seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama,
dan prinsip kesantunan. Kajian pragmatik yang tidak mendasarkan
analisisnya pada tindak tutur bukanlah kajian pragmatik dlm arti yang
sebenarnya (Rustono, 1999: 33).
Chaer dalam citra saparina tindak tutur menurut austin dan
searle  (Rohmadi, 2004: 29) tindak tutur merupakan gejala individual yang
bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan
bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tndak tutur
lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran
yang mengandung tindakan sebagai suatu fungsional dlm komunikasi yang
mempertimbangkan aspek situasi tutur.
Searle dalam bukunya Act: An Essay in the Philoshopy of
Language mengemukakan bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan
yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur (dlm Rohmadi 2004: 30) yakni
tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak
tutur perlokusi (perlocutionary act). Hal ini senada dengan pendapat Austin
yang juga membagi jenis tindak tutur menjadi lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Berikut pembahasan ketiganya.
1. Tindak Lokusi
Tidak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk
menyatakan sesuatu; tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan
makna kalimat sesuai dengan makna kata itu di dalam kamus dan
makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya (Gunarwan dalam
Rustono, 1999: 37). Fokus lokusi adalah makna tuturan yang
diucapkan, bukan mempermasalahkan maksud atau fungsi tuturan itu.
Rahardi (2003: 71) mendefinisikan bahwa lokusi adalah tindak bertutur
dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung
oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Lokusi dapat dikatakan sebagai the act
of saying something. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling
mudah diidentifikasi karena dalam pengidentifikasiannya tidak
memperhitungkan konteks tuturan (Rohmadi, 2004: 30).
2. Tindak Ilokusi
Bila tata bahasa menganggap bahwa kesatuan-kesatuan statis yang
abstrak seperti kalimat-kalimat dalam sintaksis dan proposisi-proposisi
dalam semantik, maka pragmatik menganggap tindak-tindak verbal atau
performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi
khusus dan waktu tertentu. Pragmatik menganggap bahasa dalam
tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa. Singkatnya, ucapan
dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan: suatu tindak ujar (Tarigan,
1986: 36). Menurut pendapat Austin (Rustono, 1999: 37) ilokusi adalah
tindak melakukan sesuatu Ilokusi merupakan tindak tutur yang
mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. Pertanyaan yang
diajukan berkenaan dengan tindak ilokusi adalah “untuk apa ujaran itu
dilakukan” dan sudah bukan lagi dalam tataran “apa makna tuturan
itu?”. Rohmadi (2004: 31) mengungkapkan bahwa tindak ilokusi adalah
tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan
sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
3. Tindak Tutur Perlokusi
Tuturan yang diucapkan penutur sering memiliki efek atau daya
pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan
mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (1962: 101) dinamakan
perlokusi. Tindak tutur yang pengujaran dimaksudkan untuk
memengaruhi mitra tutur inilah merupakan tindak perlokusi.Ada
beberapa verba yang dapat menandai tindak perlokusi. Beberapa verba
itu antara lain membujuk, menipu, mendorong, membuat
jengkel, menakut-nakuti, menyenangkan, mempermalukan, menarik
perhatian, dan lain sebagainya (Leech, 1983).
BAB III
HASIL PENELITIAN

A.      Peristiwa Tutur Yang Terjadi Di Kantor Camat


seorang pakar linguistic terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur
harus memenuhi delapan komponen, yang jika huruf-huruf awalnya
dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING.
Percakapan antara staf karyawan kantor camat dan tamu yang datang.
Rekaman 1
A: terima kasih kak
B: iya
Rekaman 2
A: yulia… tanda tangan
A : ada apa pak ?
B: mau bikin KK ( kartu keluarga)
A: buat KK perpindahan atau bukan
B: buat KK perubahan data
A: oo.. perubahan data ,pakai surat pernyataan ya, langsung aja pak
B : ininya di bawa
A: iya dibawa
B: o.. disana ya terima kasih ya
Keterangan :
A: staf karyawan camat
B: tamu
berikut ini table hasil penelitian peristiwa tutur yang ada di ruang
pelayanan kantot camat Pontianak Kota.

No Komponen peristiwa tutur Hasil penelitian

1 Setting and scene Ruang pelayanan Kantor camat


Pontianak kota Jl. Pangeran
natakusuma
2   Participants Staf karyawan kantor camat
dengan tamu bahwa staf karyawan
tersebut dapat berganti peran,
seperti pembicara atau pendengar.
Selain itu, pemakaian ragam gaya
bahasa (formal dan tidak formal)
yang digunakan oleh setiap penutur
dan pendengar yang disesuaikan
oleh beberapa faktor seperti: tempat,
waktu, dan dengan siapa kita
sedang berbicara.

3 Ends Peristiwa tutur yang terjadi di ruang


pelayanan kantor
camat  bermaksud untuk  membuat
kartu keluarga yang baru
4 Act sequence Bentuk ujarannya berupa
percakapa sehari-hari. Topik yang
dibicarakan tentang pembuatan KK
(kartu keluarga)
5 Key Dengan suara lantang, sopan
santun, lemah lembut, singkat dan
serius
Pada tuturan tersebut staf terlihat
serius menyakan kepada tamu
maksud dan tujuannya datang ke
kantor camat.  Sedangkan tuturan
tamu tersebut  bertanya membuat
KK yang baru menunjukan rasa
ingin tahu
6 Instrumentalities Lisan  dan menggunakan bahasa
melayu Pontianak

7 Berikut ini percakapan singkat


antara staf kantor camat dengan
tamu yang datang pada rekaman 1
Norm of interaction and dan rekaman 2 detik ‘27’
interpretation Rekaman 1
A: terima kasih kak
B: ya
Pada percakapan tersebut terdapat

Rekaman 2
Staf    : ada apa pak ?
tamu : mau bikin KK ( kartu
keluarga)
staf    : buat KK perpindahan atau
bukan
tamu : buat KK perubahan data
staf    : oo.. perubahan data , pakai
surat pernyataan ya, langsung saja
ke sana
tamu   : ininya di bawa
staf     : iya dibawa
tamu   : o.. disana ya terima kasih
ya
percakapan antara staf dan tamu
tpada masing-masing percakapan
yang ada tidak melanggar norma.
Karena kata yang digunakan baik
dan sopan.
8 Genre Percakapan biasa antara staf dan
tamu di ruang pelayanan kantor
camat. staf  karyawan dengan jelas
memaparkan cara pembuatan dan
menunjukan lokasi tempat
pembuatan KK
        Berdasarkan keterangan di atas, maka peneliti dapat melihat betapa
kompleksnya peristiwa tutur yang yang telah terlihat di ruang pelayanan
kantor camat.Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti lebih mengutamakan
sisi pengujaran yang dituturkan oleh staf karyawan kantor camat dan lawan
bicara.

B. Penggunaan Tindak Tutur Di Kantor Camat

        Teori tindak tutur lebih dijabarkan oleh para lingusitik diantaranya


J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9) menyatakan bahwa secara
pragmatis, setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan
oleh seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur
lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi (Hartyanto, 2008 )
pendapat Austin yang juga membagi jenis tindak tutur menjadi lokusi,
ilokusi, dan perlokusi. Berikut hasil penelitian tndak tutur yang lakukan di
kantor camat Pontianak kota.
Rekaman 2
A: yulia… tanda tangan
A : ada apa pak ?
B: mau bikin KK ( kartu keluarga)
A: buat KK perpindahan atau bukan
B: buat KK perubahan data
A: oo.. perubahan data ,pakai surat pernyataan ya, langsung aja pak
B : ininya di bawa
A: iya dibawa
B: o.. disana ya terima kasih ya
Berikut ini table penelitian tindak tutur yang ada di ruang pelayanan
kantor camat Pontianak kota.

No Jenis tindak tutur Hasil peneltian


1 Tindak tutur lokusi “oo…disana ya”, “mau bikin kk”,
“buat kk perubahan
data” Kalimat ini dituturkan
semata-mata untuk
menginformasikan sesuatu tanpa
tendensi untuk melakukan
sesuatu apalagi untuk
memengaruhi lawan tuturnya.
2 Tindak tutur ilokusi “tanda tangan”, “ada apa
pak” Tuturan ini mengandung
maksud bahwa si penutur
meminta agar menandatangani
surat dan bertanya Jadi jelas
bahwa tuturan itu mengandung
maksud tertentu yang ditujukan
kepada mitra tutur.
3 Tindak tutur perlokusi “oo.. perubahan data ,pakai surat
pernyataan ya, langsung saja ke
sana”
yang di tuturkan oleh penutur
menimbulkan efek kepada
pendengar yaitu dengan reaksi
langsung pergi ke tempat yang
ditunjukan.
BAB IV
PENUTUP
A.      SIMPULAN
Peristiwa tutur terjadi pada tempat, waktu, dan situasi tertentu.
Berarti suatu peristiwa tutur itu terjadi pada situasi tutur tertentu. Situasi
tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan.
Peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen sbb :
1. Setting and scene
2. Participants .
3. Ends
4. Act sequence
5. Key
6. Instrumentalities
7. Norm of interaction and interpretation
8. Genre
Jenis tindak tutur menjadi tiga :
1. Tindak Lokusi
2. Tindak Ilokusi
3. Tindak Tutur Perlokusi

Hasil analisis dari beberapa data di atas menunjukan


bahwa  memahami peristiwa tutur maupun tindak tutur dalam suatu
situasi tutur akan berdampak pada beberapa hal dibawah ini:
1. Menjadikan komunikasi yang baik antara pendengar dan pembicara.
2. Mencegah terjadinya salah faham dari maksud yang akan disampaikan.
3. Agar terjalin saling mengerti dan dapat memposisikan diri dengan baik.
4. Kemampuan ini akan sangat penting untuk menafsirkan makna yang
diujarkan oleh pembicara yang menjadi lawan bicara kita.

B.  SARAN
Demikian makalah ini saya buat semoga dapat dijadikan sebagai
bahan acuan dalam proses belajar mengajar. Dengan berbagai tahap dan
serta partisipasi dari berbagai pihak yang telah membantu saya dalam
mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini. Bila ada kesalahan yang saya
buat dengan tidak sengaja saya mohon maaf yang sebesar besarnya dan
tidak lupa pula saya membuka diri untuk menerima kritik yang
membangun sehingga makalah yang saya buat ini  mendekati pada
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

PHM, Siswanto (2012). Pengantar linguistic umum. Yogyakarta: Yumma


Pressindo
Heriyadi, agus (2012). Sosiolinguistik. Bandung: yuma pustaka.

Anda mungkin juga menyukai