Anda di halaman 1dari 35

i

g
o
l
o
i
s
k
A
l
Ke

om

po

4:

a
Id

u
Ilm
,

ra
t
f

a
ub

s
i
u
g
n
i
L

k
i
t

Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Pengetahuan

PENGERTIAN AKSIOLOGI
Dalam ilmu filsafat aspek aksiologi memiliki peranan
yang cukup penting terkait dengan tujuan dan
manfaat ilmu pengetahuan.
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata
axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang di peroleh

Teori tentang nilai dalam flsafat


mengacu pada permasalahan etika dan
estetika :
1. Etika: membicarakan perilaku
manuisa, bersifat normatif dalam
memberikan makna kebenaran.
2. Estetika: memandang karya manusia
dari sudut pandang indah/jelek.

Nilai itu bersifat objektif, tapi kadangkadang bersifat subjektif.


1. Objektif jika nilai-nilai tidak tergantung
pada subjek atau kesadaran yang menilai,
tolak ukur gagasan ada pada objeknya.
2. Subjektif jika subjek memberikan
penilaian, tolak ukurnya adalah kesadaran
manusia.

KEGUNAAN AKSIOLOGI TERHADAP TUJUAN


ILMU PENGETAHUAN
Menurut Prof. Ahmad tafsir dalam bukunya
Filsafat Ilmu (2004:37-41), ada beberapa
kegunaan aksiologi dalam tujuan ilmu
pengetahuan:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan
sebagai alat eksplanasi.
2. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan
sebagai alat untuk memprediksi sesuatu.
3. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan
sebagai alat pengontrol.

Kenyataan:
Ilmu -->Ilmu memudahkan manusia :
teknologi
Ilmu menyulitkan manusia : perang
llmu yang pada hakikatnya mempelajari
alam sebagai mana adanya mulai
mempertanyakan hal yang bersifat
seharusnya,
Untuk apa sebenarnya ilmu itu harus
digunakan? Di mana batasnya?
Ke arah mana ilmu akan berkembang?
Kemudian bagaimana dengan nilai dalam
ilmu pengetahuan?
"ilmu Bersifat netral tergantung
penggunaannya"

Dihadapkan dengan masalah moral dalam


menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat
merusak ini para ilmuan terbagi kedalam dua
golongan pendapat yaitu:
1..Golongan pertama yang menginginkan bahwa
ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik
itu secara ontologis maupun aksiologi.
2. Golongan kedua bahwa netralisasi terhadap nilainilai hanyalah terbatas pada metafisis keilmuan
sedangkan dalam penggunaanya ilmu berlandaskan
pada moral.Golongan kedua mendasarkan
pendapatnya pada beberapa hal yakni: Ilmu secara
factual telah dipergunakan secara destruktif oleh
manusia yang telah dibuktikan dengan adanya dua
perang dunia yang mempergunakan teknologiteknologi keilmuan.

Tanggung Jawab Ilmuwan


Tidak berhenti pada penelaahan dan
keilmuan secara individual namun juga
ikut bertanggungjawab agar produk
keilmuan sampai dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dapat mempengaruhi opini masyarakat
terhadap masalah-masalah yang
seyogyanya mereka sadari.

Orientasi Nilai Kajian Linguistik

Bebas nilai (netralitas) menghasilkan


linguistik struktural deskriptif (Ferdinan
de Saussure) muncul pada 1916
Terikat nilai (berpihak) menghasilkan
linguistik sistemik fungsional (M.A.K
Halliday) muncul pada 1961

Pola hubungan bahasa dan masyarakat


Struktur sosial akan menentukan atau
mempengaruhi perilaku bahasa; tingkatan
usia, etnis, status sosial, jenis kelamin, dll.
Struktur linguistik akan mempengaruhi
struktur sosial (hipotesis Sapir-Whorf).
Bahasa dan masyarakat saling
mempengaruhi.
Tidak ada hubungan di antara keduanya.

Perjalanan linguistik sebagai ilmu


Linguistik sebagai sains dapat dikatakan
berstatus ilmu dengan kajian komparatif dan
rekonstruksi bahasa Indo-Eropa (Sapir,
1929:207). Kajian komparatif dan rekontrusktif
demikian berkembang mengikuti paradigma ilmu
alam yang begitu kuat mendeterminasi dengan
paradigma organisme biologis.
Kajian linguistik komparatif dan rekonstruksi
memandang bahasa semisal organisme biologis
tersebut yang berkembang secara evolutif.

Lanjutan

Linguisti
k

Kajian bahasa
sebagai semesta

Kajian bahasa sebagai


instrumen

Objek kajian linguistik:

Langue (Saussure)

Gramatika (Bloomfield)

xPenggunaan
makna

Sistem Bahasa
Kompetence
(Chomsky)

Strukturalism
e

Parole

x
performance
Sistem
Bahasa

Fungsionalism
e

Kategori bahasa sebagai semesta

Kategori bahasa sebagai semesta telah


dirintis oleh Ferdinan de Saussure
dengan linguistik struktural deskriptif
atau linguistik modern
Karakteristik utama kajian utama jenis
ini adalah kajian bahasa bersifat
asosial, yakni bahasa sebagai semesta
yang otonom dari lingkungan, konteks,
bahkan pemakainya sendiri.

Lanjutan

Dengan mengkaji langue, linguistik


struktural Saussure menyingkirkan
subjektifitas yang terdapat dalam
parole.
Dalam langue terdapat hubungan
antarunsur yang membentuk struktur.
Dari kajian terhadap relasi antarunsur
tersebut linguistik struktural dapa
menghasilkan hukum universal.

Lanjutan

Dalam linguistik struktural, strukur


bahasa berada di tataran yang tak
disadari oleh pemakainya.
Penelitian terhadap langue,
mengandaikan bahwa kajian linguistik
terutama pada dimensi sinkroniknya,
dan dengan dimensi sinkronik inilah
kritik terhadap paradigma positivistime
yang historis-evolusioner.

Corak pengkajian deskriptif yang menjadi karakteristik


linguistik struktural menjadika pembeda dengan
perspektif kajian bahasa pada abad ke-18 yang
preskriptivisme.
Kajian preskriptivisme mengandaikan suatu bahasa
lebih tinggi dari bahasa lainnya; bahasa primitif vs
bahasa modern.
Kajian deskriptif bersandarkan pada pandangan bahwa
penggunaan bahasa setara, maka lewat analisis
deskriptif struktur bahasa (langue) mendapatkan
karakteristik bahasa tersebut tanpa dibandingkan
dengan bahasa lain. (Crystal, 2015:15-17)

Nilai-nilai linguistik struktural deskriptif

Non-ideologis; karena mengkaji langue


yang notabene berada tataran yang
disadari pemakainya maka diasumsikan
bebas dari sentuhan ideologis apapun.
kesetaraan; penghilangan prasangka
primitif vs modern (preskriptivisme)
melalui pendeskripsian struktur bahasa
berdasarkan prespektif bahasa itu
sendiri.

Sementara untuk kategori kajian bahasa


sebagai instrumen, MAK Halliday harus
disebut sebagai pemulanya dengan gagasan
linguistik sistemik fungsional, atau dikenal
juga dengan istilah linguistik kritis lewat
elaborasi yang dilakukan Fowler (Santoso,
2008:7).
Karakteristik kategori ini adalah
memandang bahasa sebagai semiotika
sosial dan bahasa sebagai tindakan.

Bahasa sebagai instrumen

Pandangan Halliday itu pada tahap


selanjutnya telah memberikan
pengaruh yang amat kuat dalam
linguistik kritis karya-karya Fowler
(1985;1986;1995) dan terhadap analisis
wacana kritis, khususnya pada karyakarya Fairclough (1989;1995) dan van
Dijk (1985) (Santoso,2008:2 dan
Titscher, dkk, 2000: 235).

Linguis fungsional lebih memberikan fokus


pada fungsi bentuk linguistik pada dua tataran
persperktif, yakni pragmatik dan wacana.
Perpekstif pragmatik menjelaskan bahasa
dalam term tindak tutur
Perspektif wacana menjelaskan kontruksi
wacana, penggunaan gramatika atau fitur
linguistik lainnya untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. (Van Valin, 2001, dalam El-daly,
2010:246)

Dalam wacana, ideologi mencapai


materialitas nyata dalam tanda linguistik
(Demirovic 1992:38 dalam Titscher. dkk,
2009:237). Dengan menggunakan bahasa,
kita bisa menciptakan representasirepresentasi realitas yang tidak pernah
sekadar refleksi dari realitas sebelumnya,
tetapi mampu memberikan kontribusi pada
pengonstruksian realitas (Jorgensen,
2007;16).

Louis Althusser ( dalam, Heck, 2011;


203) mendefinisikan ideologi adalah
sebuah representasi tentang relasi
imajiner individu dengan kondisi nyata
keberadaan mereka. atau mengikuti
peristilahan E. Veron ( dalam, Heck,
2011; 205), sebuah sistem aturan
semantik yang melahirkan pesan.

Halliday membagi fungsi bahasa


menjadi tiga, antara lain:
1) fungsi ideasional,
2) interpesonal,
3) tekstual (Santoso, 2008: 6).

Fungsi ideasional merujuk pada kekuatan


makna penutur sebagai pengamat (Halliday,
1978: 112, dalam Santoso, 2008: 6). Pada
komponen ideasional, bahasa memiliki
fungsi representasi. Representasi yang
dimaksud adalah bagaimana penutur atau
penulis (dalam bahasa tulis) mengkodekan
(encoding) pengalaman sosio-kultural dan
pengalaman individu sebagai anggota
budaya tertentu melalui bahasa.

Fungsi interpersonal merujuk pada kekuatan


makna penutur sebagai penyelundup makna
yang ikut campur (Halliday, 1978: 112, dalam
Santoso, 2008: 6). Pada fungsi interpersonal,
bahasa digunakan untuk mengkodekan
interaksi dan menunjukan bagaimana peserta
interaksi mendapatkan proposisi-proposisi
tertentu. Fungsi ini memperlihatkan relasi
antara penutur, mitra tutur dan pihak ketiga
yang terdapat dalam teks.

Fungsi tekstual merujuk pada kekuatan


pada pembentukkan teks (text-forming)
penutur yang membuat teks itu menjadi
relevan (Halliday, 1978: 112, dalam
Santoso, 2008: 6). Pada fungsi ini
bahasa digunakan untuk
mengorganisasikan makna-makna
pengalaman dan interpersonal kita
dalam bentuk yang linear dan relevan.

Untuk Apa Linguistik Fungsional/Kritis?


Sebuah penelitian bahasa yang secara
politis terlibat dengan suatu kebutuhan
emansipatoris:
Mencoba memberikan dampak pada
praktik sosial dan hubungan sosial,
seperti pengembangan profesi guru,
panduan penggunaan bahasa non-seksis,
atau peningkatan daya paham teks berita
dan hukum (Titscher, dkk, 2000: 240)

Realisasi Aksiologi dalam Linguistik

Mikrolinguistik
Berhubungan dengan struktur internal
bahasa. Kegunaan bahasa adalah tidak lain
untuk kepentingan bahasa itu sendiri.

Makrolinguistik
Menguraikan hubungan bahasa dengan
faktor-faktor di luar bahasa. Kegunaan
bahasa sebagai landasan yang mengarahkan
kepada tujuan dari kebaikan ilmu
pengetahuan yang telah ditemukan. Nilai
kegunaan bahasa untuk menyelesaikan

Morfologi

Semantik

Struktur kata
Bagian-bagian kata
Cara
pembentukannya

Fonologi

Bunyi-bunyi bahasa
Cara terjadinya bunyi
bahasa
Fungsi dalam
kebahsaan secara
keseluruhan

Sintaksis

Struktur frasa
Struktur klausa
Struktur kalimat

Makna leksikal
Makna gramatikal
Makna kontekstual

Linguistik Makro

Nilai kegunaan ilmu dapat dirasakan oleh


masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama.
Bahasa dihubungkan dengan faktor-faktor di luar
bahasa antara lain sosial, kejiwaan, pengobatan dan
lain sebagainya.
Bertujuan untuk membantu manusia dalam
mengidentifikasi masalah dan mencari solusi yang
tepat.
Muncul gabungan dua disiplin ilmu antara linguistik
dan ilmu lainnya sehingga tercipta psikolinguistik,
sosiolinguistik, stilistik, linguistik forensik, dll.

Psikolinguistik
Ilmu ini mencoba
menerangkan hakikat
struktur bahasa,
bagaimana struktur ini
diperoleh, digunakan
pada waktu bertutur,
dan pada waktu
memahami kalimatkalimat yang
dituturkan.

Sosiolinguistik
Ilmu ini bisa
dikatakan sebagai
kajian yang
mempelajari
pengaruh budaya
terhadap cara suatu
bahasa digunakan.

Dalam menghadapi kasus anak


yang terlambat berbicara, maka
harus diketahui penyebab dan
solusinya dengan ilmu
psikolinguistik.
Mengidentifikasi fenomena
gangguan berbahasa.

Digunakan untuk mengetahui


adanya ragam bahasa dalam
bahasa tertentu. Sebagai
contoh dalam bahasa Jawa
terdapat ragam bahasa
antara lain ngoko dan krama
yang terjadi karena adanya
sifat hubungan antara
pembicara dan pendengar.

Stilistik
Ilmu yang digunakan
untuk menganalisis
gaya bahasa

Digunakan untuk meneliti


gaya bahasa semisal pada
karya sastra. Menguak
alasan mengapa pengarang
memilih gaya bahasa
tersebut.
Mengidentifikasi mengapa
suatu kelompok masyarakat
tertentu menggunakan gaya
bahasa tertentu.

Linguistik Forensik
Ilmu yang
menghubungkan
linguistik dengan ranah
hukum atau peradilan.
Dengan kata lain
linguistik forensik
melibatkan hubungan
antara bahasa, hukum
dan kejahatan

Analisis fonetik terhadap sebuah


rekaman percakapan sebagai
barang bukti yang dilakukan
selama proses penyelidikan dan
penyidikan.
Menganalisis apakah sebuah hasil
karya tulisan mengandung unsur
plagiarisme atau tidak dengan
menggunakan analisis stilistika

Bidang
Pengajaran
Bahasa

Bidang
Penerjemah
an

Memberikan pengetahuan
tentang bagaimana
menerapkan teori-teroi
bahasa dalam pengajaran
sehingga siswa mampu
menguasai bahasa sasaran
yang diajarkan sebagai alat
komunikasi yang baik.

Bidang ini merupakan praktek


dari linguistik.
Unsur-unsur intrinsik bahasa
membantu seseorang dalam
menerjemhankan bahasa
sumber ke bahasa target.

Daftar Referensi
Badrudin, Ali. 2009. Linguistik Modern: Model Pengkajian Kebudayaan. Addabiyt vol. 8 no. 1: 155-168.
Crystal, David. 2015. Ensiklopedi Bahasa. Jakarta: Gramedia
El-daly, Hosney M. 2010. On The Filosphy of Language: Searching For Common Ground For Pragmatics and
Discourse Analysis. International Journal of Academic Research, 2(6): hal. 244-262.
Ellis, John. 2011. Ideologi dan Subjektivitas dalam Budaya, Media, Bahasa. Editor: Stuart Hall, Dorothy
Hobson, Andrew Lowe dan Paul Willis. Alih Bahasa oleh Saleh Rahmana. Yogyakarta: Jalasutra.
Heck, Marina Camargo. 2011. Dimensi Ideologis Pesan-pesan Media dalam Budaya, Media, Bahasa. Editor:
Stuart Hall, Dorothy Hobson, Andrew Lowe dan Paul Willis. Alih Bahasa oleh Saleh Rahmana. Yogyakarta:
Jalasutra.
Jorgensen, Marianne dan Louise. J. Phillips. 2007. Analisis Wacana-Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kronenfeld, David, and Henry W. Decker. 1979. Structuralism. Annual Review of Anthropology Vol. 8 hal.
503-541 http://www.jstor.org/stable/2155631 diakses pada 19 September 2016
Santoso, Anang. 2008. Jejak Hallidays Dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis. Jurnal Bahasa dan
Seni,36(1).
Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksioloi Pengetahuan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Titscher,Stefan, Mayer, Wodak dan Eva Vetter. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Editor : Prof. Dr. Abdul
Syukur Ibrahim. Alih Bahasa oleh Gazali, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai