ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM CERPEN SESAAT SEBELUM PULANG
KARYA PTTHUT E.A
Aulia Ulva, Mildawati, Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar e-mail: auliaulva01@gmail.com. mildawati25@gmail.com.
ABSTRAK: Linguistik secara keseluruhan membantu kita lebih memahami fenomen
kebahasaan daripada fenomena sosial, apalagi proses berpikir. Linguistik secara keseluruhan juga lebih membantu mahasiswa sadar akan perilaku berbahasa lisan daripada bahasa tulis, baik pada dirinya maupun bagi orang lain. Kenyataan ini mungkin bisa dijelaskan dengan pendekatan Saussure yang sejak awal menekankan bahasa lisan sebagai objek kajian utama kajian linguistik modern. Ada empat teori tentang kemungkinan hubungan antara bahasa dengan masyarakat. Pertama, struktur masyarakat mungkin tidak berpengaruh dan tidak menentukan struktur bahasa dan/atau perilaku. Kedua, struktur linguistik dan/atau perilaku mungkin tidak berpengaruh atau menentukan struktur masyarakat. Ketiga, struktur bahasa dan struktur masyarakat saling berpengaruh. Keempat, masyarakat dan bahasa masing- masing bebas (Wardhaught, 1993: 10-11). Penggunaan tuturan dan percakapan yang demikian relevan dengan profesi tokoh cerita sebagai anggota masyarakat, yakni sebagai orang tua (suami istri) dan saudara. Sebagai orang tua, mereka dituntut terampil mengemas maksud dengan kode yang menimbulkan kesan arif dan bijaksana di hadapan tokoh lain. Dengan keterampilan itu mereka dipatuhi nasihatnya. Sebagai seorang saudara, mereka lebih banyak bertutur dengan cara langsung dan sebagai evaluasi.
Kata kunci: tindak tutur, cerpen Sesaat Sebelum Pulang.
PENDAHULUAN Tampaknya, klaim bahwa manusia sebagai
hewan berpikir tidak otomatis berarti Bahasa sering disebut sebagai alat bahwa setiap manusia mampu berpikir berpikir, walaupun kita sering kritis, seperti halnya potensi atau bekal menyadarinya sebagai alat interaksi sosial. kodrati untuk menguasai bahasa yang Ini mungkin menunjukkan: (1) dominan di lingkungannya. berkomunikasi atau berbahasa (lisan) tidak Dari pengamatan Kleden identik dengan berpikir, (2) ada bermacam menyebutkan bahwa perkembangan tingkatan berpikir, dari yang tidak disadari semantik (kosa kata) Indonesia sangat sampai ke yang sangat disadari, (3) kaya, namun secara sintaksis sangat kacau. berpikir tidak selalu difasilitasi bahasa. Untuk itu, yang harus ditempuh adalah membangun keseimbangan semantik Persoalannya ada apa dengan dengan sintaksis yang memadai. Juga linguistik? Linguistik secara keseluruhan pentingnya penguasaan bahasa asing, membantu kita lebih memahami fenomen karena seorang bilingual mampu kebahasaan daripada fenomena sosial, menggunakan bahasa Indonesia dengan apalagi proses berpikir. Linguistik secara baik dibandingkan dengan seorang keseluruhan juga lebih membantu monolingual (Kleden 2003). mahasiswa sadar akan perilaku berbahasa Dardjowidjojo (2004 : 346) melihat bahwa lisan daripada bahasa tulis baik pada “amburadulnya” bahasa sebagai cerminan dirinya maupun pada orang lain. amburadulnya pola pikir. Lebih lanjut ia Kenyataan ini mungkin bisa dijelaskan mengingatkan bahwa “logika atau nalar dengan pendekatan Saussure yang sejak tidak ada dalam bahasa, logika terletak awal menekankan bahasa lisan sebagai pada pemakai bahasa. objek kajian utama kajian linguistik Berdasarkan kajian di atas muncul modern. Dalam perkembangan terakhir, dua hipotesis yang mengganggu. Pertama, telah muncul cabang-cabang linguistik bila bahasa diyakini sebagai alat berpikir, seperti Critical Discours Analysis dan maka studi linguistik membekali Cognitive Linguistics yang kedengarangan mahasiswa berpikir kritis, sehingga lebih lebih menjajikan untuk membantu kritis daripada mahasiswa bidang studi mahasiswa memiliki kemampuan berpikir lain. Kedua, bila bahasa diyakini sebagai kritis. Sayangnya, kedua cabang ini belum alat komunikasi, maka studi linguistik diminati linguis Indonesia. Tampaknya 2 membekali mahasiswa kemampuan perlu ada reorientasi studi linguistik dalam berpikir lisan dan tertulis sehingga lebih konteks pembentukan manusia yang secara produkif dan komunikatif daripada kolektif mampu berpikir kritis. mahasiswa bidang studi lain. Namun, Ada empat teori tentang dalam kenyataannya kedua hipotesis itu kemungkinan hubungan antara bahasa tidak benar. Kita mengenal sejumlah orang dengan masyarakat. Pertama, struktur yang kritis dan banyak berkarya tulis masyarakat mungkin tidak berpengaruh walaupun mereka tidak berlatar belakang dan tidak menentukan struktur bahasa linguistik atau sastra. Artinya, penguasaan dan/atau perilaku. Kedua, struktur pengetahuan kebahasaan, baik linguistik dan/atau perilaku mungkin tidak pengetahuan deklaratif maupun prosedural, berpengaruh atau menentukan struktur tidak menjamin kegiatan berpikir kritis masyarakat. Ketiga, struktur bahasa dan maupun berkarya tulis. struktur masyarakat saling berpengaruh. Keempat, masyarakat dan bahasa masing- Rasionalitas ditampilkannya istilah masing bebas (Wardhaught, 1993: 10-11). tindak tutur adalah bahwa di dalam Keempat teori itu telah mengucapkan suatu ekspresi, pembicara memantapkan pendapat para linguis di tidak semata-mata mengatakan sesuatu dalam fenomena linguistik. Mereka dengan mengucapkan ekspresi itu. Dalam semakin mantap berpendapat bahwa pengucapan ekspresi ituia juga analisis terhadap fenomena linguistik tidak „menindakkan‟ sesuatu (Purwo, 1990:19). cukup hanya dengan teori linguistik. Dengan mengacu kepada pendapat Austin Fenomena linguistik sangat rumit, bahkan (1962), Gunarwan (1994:43) menyatakan sering unik. Hal ini berkaitan dengan bahwa mengujarkan sebuah tuturan dapat kenyataan yang menunjukkan bahwa dinilai sebagai melakukan tindakan (act), munculnya satuan linguistik tidak dapat disamping memang mengucapkan diterangkan hanya dengan kaidah (mengujarkan) tuturan itu. Demikianlah, linguistik. Ada fenomena yang aktivitas mengujarkan atau menuturkan menunjukkan satu tuturan dapat digunakan tuturan dengan maksud tertentu itu untuk menyatakan bermacammacam merupakan tindak tutur atau tindak ujar. tindak tutur. Sebaliknya, ada bermacam- (speech act). macam tuturan yang digunakan untuk Suatu tindak tutur tidaklah semata- menyatakan satu modus (Periksa mata merupakan representasi langsung Gunarwan, 1994: 81-121 dan Brener, elemen makna unsurunsurnya (Sperber & 1981: 19). Wilson 1989). Berkenaan dengan Dengan memperhatikan latar bermacam-macam maksud yang mungkin belakang analisis yang dipaparkan di atas, berkomunikasi, Leech (1983) berpendapat analisis ini bertujuan (1) mendeskripsikan bahwa sebuah tindak tutur hendaknya realisasi fungsi tindak tutur melalui mempertimbangkan lima aspek situasi percakapan tokoh cerita (2) tutur yang mencakupi : (1) penutur dan mengidentifikasi realisasi faktor sosial, mitra tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan terutama yang berkaitan dengan tindakan, tuturan, (4) tindak tutur sebagai bentuk konteks, historis, kekuasaan dan idiologi tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan dalam penggunaan percakapan yang sebagai produk tindak verbal. merealisasikan kedua fungsi itu. METODE PENELITIAN KAJIAN TEORETIS Data dalam analisis ini berupa tuturan dan percakapan tokoh cerita Sesaat sebelum pulsng. Penyediaan data cerpen akan dicapai melalui percakapan. Untuk tersebut dilakukan dengan baca-catat. menghemat dan memudahkan analisis, Teknik baca-catat digunakan dengan setiap data tuturan diberi bernomor urut. membaca dan mencatat tuturan dan Penulisn nomor dilakukan sebagai berikut. percakapan tokoh cerita dalam cerpen Nomor yang diletakkan diantara tanda Burng Luri. kurung merupakan nomor urut satuan data, Percakapan yang dijadikan data sedangkan nomor yang mendahului adalah percakapan yang berbahasa penutur/petutur merupakan nomor urut Indonesia tanpa memperhatikan gramatikal tuturan. Jumlah nomor tuturan bergantung atau tidak, tetapi lebih memperhatikan banyaknya tuturan yang relevan dengan berfungsi tidaknya tuturan itu dalam data yang diperlukan. Misalnya, untuk komunikasi. Dalam hal ini percakapan keperluan analisis, data tersebut ditulis yang terinterferensi bahasa daerah pun menjadi (1.01). dicatat. 3 Teknik itu digunakan karena dipandang paling praktis. Dikatakan HASIL PENELITIAN DAN demikian sebab pembacaan dan pencatatan PEMBAHASAN dapat dilakukan secara selektif sesuai Tindak Tutur dalam Cerpen Kemarau dengan keperluan. Hanya data yang A. Konstatif dan Performatif relevan dengan analisis ini yang dibaca Di dalam bukunya How to Do dan dicatat. Things with Words Austin (1962) Analisis data dilakukan dengan membedakan aturan bermodus cara (1) menafsirkan secara pragmatis, deklaratif menjadi dua, yaitu kontatif yakni menafsirkan maksud secara dan perfomatif. Tturan konstatif adalah kontekstual percakapan antartokoh cerita tuturan yang menyatakan sesuatu yang dan (2) menghubungkan secara apa adanya kebenarannya dapat diuji benar atau faktor sosial dengan memperhatikan salah dengan menggunakan karakter analisis wacana kritis yang pengetahuan tentang dunia (Gunarwan berpengaruh terhadap penggunaan 1994:43) percakapan tersebut sebagai realisasi Tuturan yang penguturannya representatif. Berdasarkan kedua acuan itu, digunakan untuk melakukan sesuatu ditafsirkan percakapan tokoh dengan dinamakan tuturan perfomatif (Wijana memperhatikan jatidiri mereka (yang 1996:23). Lebih tegas lagi Gunawan mencakupi, antara lain, profesi, kebiasaan, (1994:43) mengemukakan bahwa dan hubungan mereka), dan tujuan yang tuturan perfomatif itu adalah tuturan yang merupakan tindakan melakukan Jendra merupakan anak dari seorang sesuatu dengan membuat tuturan itu. ibu (Risa) dan memang benar adanya Tuturan “Saya mohon maaf atas bahwa kamu (Paman Jendra) belum keterlambatan saya!,” merupakan tahu bagaimana rasanya khawatir contoh tuturan perfomatif. Berhadapan kepada seorang anak karena dia dengan tuturan perfomatif, tidak dapat merasakan mempunyai seorang anak. dikatakan bahwa tuturan itu salah atau Sementara tuturan (c) merupakan benar. Terhadap tuturan perfomatif contoh tuturan konstutatif karena dapat dinyatakan sahih atau tidak. tuturan itu tidak dapat dibuktikan Tuturan dalam cerpen “Sesaat kebenarannya apakah memang Ia Sebelum Berangkat” berikut ini (Jendra) minggat dari rumah merupakan contoh-contoh tuturan dikarenakan risa atau bukan, dan konstutatif perfomatif; apakah itu merupakan kesalahan a. “Dia masih kelas satu SMA,” fatal atau bukan masih dalam rana b. “Aku, ibunya. Aku yang tataran fiktif atau hanya sebatas opini mengandung dan melahirkannya. saja. Kelak kalau kamu punya anak, B. Lokusi, Ilokosi, dan Perlokosi kamu akan tahu bagaimana 1. Lokusi rasanya khawatir yang Lokusi atau lengkapnya tindakan sesungguhnya,” sosial adalah tindak tutur yanag c. “Mungkin dia ada masalah… itu dimaksudkan untuk menyatakan biasa saja. Kesalahannya yang sesuatu. Lokusi semata-mata paling fatal adalah… Ia minggat merupakan tindak tutur atau tindak ke tempatmu!,” bertutur, yaitu tindak yang Tuturan (a) menunjukkan sesutau mengucapkan sesuatu dengan kata yang kebenaranya dapat diuji. Dia dan makna kalimat sesuai dengan (Jendra) masih duduk dibangku kelas makna kata itu dala kamus dan satu SMA benar adanya, dan dia makna kalimat itu menurut kaidah minggat dari rumah saat masih sintaksisnya (Gunarwan 1994:45). duduk di kelas satu SMA dapat Didalam tindaklokusi tidak dibuktikan kebenarannya. mempermasalahkan maksud atau Tuturan (b) merupakan contoh fungsi tuturan. Tuturan dalam tuturan performatif. Hal itu terjadi cerpen “Sesaat Sebelum karena kebenaran tuturan itu yaitu Berangkat” salah satu tuturan lokusinya adalah “Ia kacau sekali” Tuturan yang diucapkan tuturan itu memberitahukan kepada seorang penutur sering memiliki Rif bahwa ia terlihat kacau efek atau daya pengaruh walaupun sebenarnya yang terlihat (perlocutionary force). Efek yang kacau bukanlah Rif melainkan dia dihasilkan dengan mengujarkan (Risa). sesuatu istilah yang oleh Austin 2. Ilokusi (1962:101) dinamakan tindak Ilokusi atau tindak ilokusi perlokusi. Efek atau daya tuturan adalah tindak melakukan sesuatu itu dapat ditimbulkan oleh penutur (Austin 1962:99-100, Gunarwan secara sengaja, dapat pula secara 1994:46). Berbeda dari lokusi, tidak sengaja. Tindak tutur yang tindak ilokusi merupakan tindak pengujarannya dimaksudkan untuk tutur yang mengandung maksud mempengaruhi mitra tutur inilah dan fungsi atau daya tuturan. yang merupakan tindak perlokusi. Dengan maksud masing-masing Perhatikan beberapa tuturan memohon dan nasihat supaya tidak berikut ini. menangis; tuturan secara berturut- a. “Hey, kamu hanyalah turut berikut ini merupakan pamannya. Aku ibunya!” tindakan ilokusi. b. “Jadi kamu menuduhku a. “Itu kamu. Setiap kelurga sebagai biangnya!” punya tata tertib yang tidak c. “Dia terlalu capek dengan boleh dilanggar,” itu semua…” b. “Aku khawatir kelak kamu Dengan daya pengaruh yang akan menyesal,” masing-masing berupa menakut- Tuturan (a) menjelaskan bahwa nakuti, melegakan, dan mendorong setiap keluarga pastinya punya tiga tuturan di atas merupakan tata tertib yang berbeda-beda dan tindak perlokusi. hal itu tidak untuk dilanggar. C. Representatif, Direktif, Sedangkan tuturan (b) Ekspresif, Komisif, dan bermaksud mengingatkan kepada Deklaratif atau Isbati kamu (Risa) jangan sampai suatu 1. Tindak Tutur Representatif saat dia kan menyesal dengan Tindak tutur representatif apa yang dia lakukan saat ini. adalah tindak tutur yang 3. Perlokusi mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang Jika pun ia punya anak ia tidak diujarkan. Jenis tindak tutur ini akan pernah memiliki kadang-kadang disebut juga pengalaman melahirkan karena tindak tutur asertif. Termasuk dia laki-laki. Tuturan pada ke dalam jenis tindak tutur ini kutipan dua berspekulasi adalah tuturan-tuturan tentang pikiran toko Aku menyatakan, menuntut, terhadap toko Risa bahwa ia mengakui, melaporkan, datang kesini untuk menunjukkan menyebutkan, mencertiakan mengenai Jendra memberikan, kesaksian, yang pergi dari rumah. berspekulasi dsb. Sedangkan tuturan pada “Kamu belum pernah punya kutipan tiga, tokoh Aku anak. Menikah pun belum. menunjukkan hasil penelitian Kalaupun toh punya anak, mengenai tingkat stress para kamu tidak akan pernah punya pelajar di Kota pengalaman melahirkan. 2. Tindak Tutur Direktif Kamu, laki-laki.” Tindak tutur direktif, ”Kupikir kamu datang jauh- kadang-kadang disebut juga jauh untuk menceritakan soal tindak tutur impositif, adalah Jendra yang minggat dari tindak tutur yang dimaksudkan rumah dan tinggal di penuturnya agar mitra tutur tempatmu! Bukan untuk melakukan tindakan yang menceritakan sesuatu tentang disebutkan di dalam tuturan itu. dirimu yang jelas aku tahu…” Tuturan-tuturan memaksa, ”Ris, aku bawakan hasil mengajak, meminta, menyuruh, penelitian seorang psikolog menagih, mendesak, memohon, tentang tingkat stres para menyarankan, memerintah, pelajar di kota ini… memberikan aba-aba, Tuturan-tututan diatas menantang termasuk ke dalam merupakan tindak tutur jenis tindak tutur direktif ini. repesentatif. Tokoh dalam ”Kamu urus saja kehidupanmu. cerpen tersebut pada kutipan 1 Jendra adalah urusan menyebutkan bahwa lawan keluargaku.” tokohnya belum punya anak. “Kamu tidak boleh begitu. Apa menyanjung termasuk ke dalam yang harus kukatakan kepada jenis tindak tutur ekspresif ini. keluargamu?” “Tahukah kamu, kalau ”Jangan terlalu memaksanya sejak kecil kamu selalu untuk melakukan hal-hal yang menyusahkan orangtua kita?” tidak disukainya.” Aku menarik napas Dalam rangka memerintsh panjang. Aku memandang tindakan direktif dilakukan cangkir kopi di depanku, dan dalam tuturan kutipan satu, ingin sekali melemparkan yaitu tokoh Aku memerintah benda itu di mulut pedasnya. Rif agar berhenti untuk ”Dan tahukah kamu kalau mengurusi kehidupannya. sifat itu bisa menular?” Sedangkan tuturan pada Kali ini, kupikir Risa sudah kutipan dua bersifat menyuruh. keterlaluan. ”Kamu pikir aku Untuk kutipan tuturan tiga menularkan sifat burukku bersifat menyaran tokoh Aku kepada Jendra?” agar berhenti memaksa Aku tidak bilang seperti itu. melakukan hal-hal yang tidak Kamu yang mengatakannya disukai. sendiri. Yang aku tahu, 3. Tindak tutur Ekspresif semenjak ia minggat dan Tindak tutur ekspresif tinggal di tempatmu, ia adalah tindal tutur yang semakin berani kepadaku, dimaksudkan penuturnya agar semakin sering bolos sekolah ujarannya diartikan sebagai dan tidak mau lagi mengikuti evaluasi tentang hal yang berbagai kursus!” disebutkan di dalam tuturan itu. ”Jadi kamu menuduhku Fraser (1978) menyebutkan sebagai biangnya!” tindak tutur ekspresif dengan Tindak tutur ekspresif istilah evaluatif. Tuturan- berbentuk menyalahkan tuturan memuji, menucapkan terdapat pada tuturan kutipan terima kasih, mengkritik, diatas. Di mana tokoh dalam mengeluh, menyalahkan, cerpen menyalahkan tokoh mengucapkan selamat, lainnya sebagai masalah terjadinya peristiwa tersebut.. 4. Tindak Tutur Komisif Pada tuturan tersebut, dialog Tindak tutur komisif adalah tokoh bersifat mengancam tindak tutur yang mengikat untuk berhenti mengurusi penuturnya untuk kehidupannya. melaksanakan apa yang 5. Tindak tutur deklarasi disebutkan dalam tuturannya. Tindak tutur deklarasi Berjanji, bersumpah, adalah tindak tutur yang mengancam, menyatakan dimaksudkan penuturnya untuk kesanggupan, berkaul menciptakan hal (status, merupakan tuturan yang keadaan, dan sebagainya) yang termasuk ke dalam jenis tindak baru. Untuk memperoleh istilah komisif ini. Di bawah ini yang parallel, Fraser (1978) beberapa contoh tindak tutur menyebut jenis tindak tutur ini komisif dalam cerpen Sesaat dengan istilah establishif atau Sebelum Pulang isbati. Tuturan-tuturan dengan Kali ini, darahku benar-benar maksud mengesahkan, mendidih. memutuskan, membatalkan, ”Aku khawatir kelak kamu melarang, mengizinkan, akan menyesal…” ucapku mengabulkan, mengangkat, dengan nada mengancam. menggolongkan, mengampuni, ”Kamu urus saja kehidupanmu. memaafkan termasuk ke dalam Jendra adalah urusan tindak tutur deklarasi. keluargaku.” ia bangkit, lalu melangkah Pembicaraan terkunci. Dadaku pergi. bergolak. Kemarahanku sudah ”Risa…” sampai pada pangkal leher. Ia menoleh. ”Sudahlah, Rif. Aku hanya menekan-nekan Aku bisa mengurusnya.” dahi dengan tanganku. Aku Kutipan lain ingin mengatakan apa yang ”Apa?” sempat dikatakan Jendra ”Jangan terlalu kepadaku. Tetapi jika mulutku memaksanya untuk melakukan terbuka, aku khawatir gelegak hal-hal yang tidak disukainya. itu akan membeludak. Contoh pada tuturan pembagian retorika menurut kutipan 1 bersifat memutuskan Halliday itu tampak seperti berikut. karena tokoh dalam cerpen 1. Prisnip kerja sama memilih untuk beranjak pergi Prinsip Kerja Sama dan mengakhiri percakapan. Kuantitas di dalam Sedangkan pada kutipan pembicaraan ini menyangkut tuturan dua bersifat melarang jumlah kontribusi terhadap toko untuk mengurusi koherensi percakapan. Bidal ini kehidupannya. mengarahkan kontribusi yang D. Prinsip Percapakan dalam Cerpen cukup memadai dari seorang Kemarau penutur dan petutur di dalam Prinsip percakapan suatu percakapan. (conversational principle) adalah ”Dia ingin pindah sekolah.” prinsip yang mengatur mekanisme ”Itu sekolah paling favorit.” percakapan antar pesertanya agar ”Favorit menurutmu, tetapi dapat bercakap-cakap secara tidak menurutnya.” kooperatif dan santun. Dari batasan ”Dia masih anak-anak… Dia itu dapat dikemukakan bahwa belum tahu apa pentingnya primsip percakapan itu mencakup ilmu.” dua, yaitu prinsip kerja sama ”Itu kesalahanmu…” (cooperative principle) dan rinsip ”Dia butuh jaringan untuk kesantunan (politeness principle). masa depannya, dan itu ada di Menurut Halliday (1973) prinsip sekolahnya!” kerjasama dan prinsip kesantunan ”Itu menurutmu…” itu merupakan bagian dari retorika ”Ya jelas menurutku, karena interpersonal. Jenis retorika ini aku lebih banyak makan asam juga mencakupi prinsip ironi. garam hidup ini. Dan punya Selain retorika jenis ini, terdapat tugas untuk memastikan dan pula retorika tekstual. Prinsip- menjamin masa depannya!” prinsip yang termasuk ke dalam ”Ia ingin kursus bahasa retorika tekstual adalah prinsip Perancis.” prosesiliti, prinsip kejelasan, ”Boleh. Tetapi dia tidak boleh prinsip ekonomi, dan prinsip meninggalkan kursus bahasa keekspresifan. Secara lengkap, Mandarin.” ”Dia ingin kursus main tidaklah untuk menyampaikan drum.” informasi saja, tetapi lebih dari ”Boleh! Tapi dia tidak boleh itu. Di samping untuk meninggalkan kursus belajar menyampaikan amanat, piano.” kebutuhan (dan tugas) penutur Percakapan kelompok diatas adalah menjaga dan meiliki prinsip kerja sama memelihara hubungan social terutama ditinjau dari bidal penutur pendengar (walaupun kuantitas Keterlibatan penutur ada peristiwa-peristiwa tutur dan mitra tutur sangat tertentu yang tidak menuntut berimbang. pemeliharaan hubungan 2. Prinsip Kesantunan itu).Prinsip kesantunan Lakoff Prinsip kesantunan (1972) berisi tiga kaidah yang (politeness principle) itu harus ditaati agar tuturan itu berkenaan dengan aturan santun. Ketiga kaidah itu tentang hal-hal yang bersifat adalah formalitas, social, estetis, dan moral di ketidaktegasan, dan persamaan dalam bertindak tutur (Grice atau kesekawanan (Gunarwan 1991:308). Alas an 1992:14). Kaidah formalitas decetuskannya prinsip berarti “jangan memaksa atau kesantunan adalah bahwa di jangan angkuh”. Konsekuensi dalam tuturan penutur tidak kaidah ini adalah bahwa tuturan cukup hanya dengan mematuhi yang memaksa dan angkuh. prinsip kerjasama. Prinsip PENUTUP kesantunan diperlukan untuk Tuturan dan percakapan melengkapi prinsip kerjasama dimanfaatkan secara optimal oleh tokoh dan mengatasi kesulitan yang cerita dalam cerpen Sesaat sebelum pulang timbul akibat penerapan prinsip untuk merealisasikan fungsi tindak tutur. kerjasama. Gunarwan (1995:6) Dalam hal meralisiasikan fungsi itu, tokoh menegaskan bahwa cerita menggunakan berbagai jenis tuturan pelanggaran prinsip kerjasama dan percakapan yang memiliki maksud adalah bukti bahwa di dalam tertentu.Penggunaan tuturan dan berkomunikasi lebutuhan percakapan yang demikian relevan dengan penutur (dan tugas penutur) profesi tokoh cerita sebagai anggota masyarakat, yakni sebagai orang tua dalam bahasa (suami istri), anak, sahabat, dan hewan Indonesia. Adabiyyāt: Jurnal (sebagai Burung Luri). Sebagai orang tua, Bahasa dan Sastra, 1(1), 1-22. mereka dituntut terampil mengemas Grice, H. Paul. 1991. “Logic and maksud dengan kode yang menimbulkan Conversation” dalam Davis S. (ed.) kesan arif dan bijaksana dihadapan tokoh Pragmatics: A Reader. New York : lain. Dengan keterampilan itu mereka Oxford University Press. dipatuhi nasihatnya. Sebagai seorang Gunarwan, Asim. 1992. “Kesantunan saudara, mereka lebih banyak bertutur Negatif di Kalangan dengan cara langsung dan sebagai evaluasi Dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta: Kajian Sosiolopragmatik”. DAFTAR PUSTAKA Makalah pada Pelba VII, Jakarta Austin, J.L. 1962. How to Do Things with 26-27 Oktober. Words. New York. Oxford Gunarwan, Asim. 1994. “Pragmatik: University Press. Dardjowidjojo, Pandangan Mata Burung” dalam Soenjono. 1986. “Benang Pengikat Soenjono Dardjowijojo (ed.) Wacana” dalam Pertemuan Ilmiah Mengiring Rekan Sejati: Festschrift Regional Masyarakat Linguistik buat Pak Ton. Jakarta: Unika Atma Indonesia Jakarta. Jaya. Hlm. 37-60. Ariyanti, L. D., & Zulaeha, I. (2017). Gunarwan, Asim. 1995. “Direktif dan Tindak tutur ekspresif humanis Sopan Santun Bahasa dalam dalam interaksi pembelajaran di Bahasa Indonesia: Kajian sma negeri 1 batang: Analisis Pendahuluan”. Makalah. wacana kelas. Seloka: Jurnal Universitas Indonesia Depok. Pendidikan Bahasa dan Sastra Halliday, M.A.K. 1973. Explorations in Indonesia, 6(2), 111-122. the Functions of Language. Arifiany, N., Ratna, M., & Trahutami, S. London: Edward Arnold. (2016). Pemaknaan Tindak Tutur Juanda, J., & Azis, A. (2018). Wacana Direktif dalam Komik percakapan mappitu etnis Bugis “Yowamushi Pedal Chapter 87- Wajo Sulawesi Selatan, Indonesia 93”. Japanese Literature, 2(1), 1- pendekatan etnografi 12. komunikasi. JP-BSI (Jurnal Ekawati, M. (2017). Kesantunan semu Pendidikan Bahasa dan Sastra pada tindak tutur ekspresif marah Indonesia), 3(2), 71-76. Manaf, N. (2011). Kesopanan tindak tutur Bahasa Indonesia Pada Siswa menyuruh dalam bahasa Sekolah Menengah Indonesia. LITERA, 10(2). Pertama. BASASTRA, 1(2), 280- Oktavia, W. (2019). Tindak Tutur 293. Perlokusi dalam Album Lirik Lagu Iwan Fals: Relevansinya terhadap Pembentukan Karakter. Lingua, 15(1), 1-10. Purwo, Bambang Kaswati. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. Sulistyo, E. T. (2013). Pragmatik suatu kajian awal. Sperber, dan Deidre Wilson. 1989. Relevance: Communication and Cognition. Oxford: Basil Blackwell. Umaroh, L., & Kurniawati, N. (2017). Dominasi ilokusi dan perlokusi dalam transaksi jual beli. Lensa, 7(1), 21-34. Rahma, A. N. (2018). Analisis tindak tutur ilokusi dalam dialog film animasi meraih mimpi. Jurnal Surabaya: Skriptorium, 2(2), 13-24. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi. Wardhaugh, Ronald. 1993. An Introduction to Linguistics (Second Edition). Cambridge USA: Blackwell. Yuliana, R., Rohmadi, M., & Suhita, R. (2013). Daya Pragmatik Tindak Tutur Guru Dalam Pembelajaran