Anda di halaman 1dari 3

Hipotesis Pemerolehan Bahasa

Ada beberapa hipotesis yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa anak antara lain
hipotesis nurani, tabularasa, dan kesemestaan kognitif. Penulis akan membahas ketiga
hipotesis tersebut di bawah ini.
Hipotesis Nurani
Hipotesis nurani mengatakan bahwa setiap manusia yang berbahasa mampu memahami dan
membuat kalimat dalam bahasanya karena telah menuranikan tata bahasanya menjadi
kompetensi bahasanya dan juga menguasai kemampuan performansi bahasanya. Anak-anak
memperoleh kompetensi dan performansi bahasanya dalam bahasa pertama mereka, dan
karena tata bahasa setiap bahasa terdiri dari komponen sintaksis, semantik dan fonologi maka
ketiga komponen inilah yang pertama dikuasai anak.
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap
pemerolehan bahasa anak-anak (Lenneberg, 1967, Chomsky 1970). Di antara hasil
pengamatan tersebut adalah sebagai berikut:
Semua anak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya apabila diperkenalkan
dengan bahasa ibunya dan tidak diasingkan dari kehidupan bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan. Pemerolehan bahasa
terjadi secara merata baik untuk anak cerdas maupun tidak cerdas.

Kalimat yang didenganr anak seringkali tidak gramatikal, tidak lengkap dan sedikit
jumlahnya.

Bahasa tidak bisa diajarkan terhadap makhluk lain

Proses pemerolehan bahasa anak-anak erat kaitannya dengan proses pematangan jiwa
anak.

Struktur bahasa yang rumit, kompleks, dan bersifat universal mampu dikuasai anakanak dalam waktu singkat yaitu dalam waktu tiga atau empat tahun saja.

Hipotesis nurani juga dibedakan menjadi dua macam hipotesis, yaitu hipotesis nurani bahasa
dan hipotesis nurani mekanisme. Hipotesis nurani bahasa merupakan satu asumsi yang
menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau diperoleh
tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang khusus dari organisasi manusia. Hipotesis nurani
mekanisme menyatakan bahwa proses pemerolehan bahasa oleh manusia ditentukan oleh
perkembangan kognitif umum atau mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan
pengalaman.
Mengenai hipotesis nurani bahasa, Chomsky dan Miller mengatakan adanya alat khusus yang
dimiliki setiap kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa. Alat itu dinamakannya
language acquisition device (LAD), yang berfungsi untuk memungkinkan seorang kanakkanak memperoleh bahasa ibunya.
Jadi, yang perlu bagi LAD adalah masukan linguistic. Faktor-faktor non-linguistik tidak
begitu penting dalam pemerolehan bahasa. Namun, dalam perkembangannya, kajian
pemerolehan bahasa sudah memperhatikan tiga unsur yang dulu kurang diperhatikan LAD,
yaitu (1) korpus ucapan, (2) peranan semantic dan (3) peranan perkembangann kognisi.

Dalam perkembangannya hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme lebih
dikenal dengan versi kuat hipotesis nurani dan kesemestaan linguistic lemah. Menurut versi
kuat, keupayaan linguistic tidak menggambarkan keupayaan kognitif sama sekali. Sebaliknya
menurut versi lemah, keupayaan kognisi umum mengandung juga keupayaan linguistik.
Salah satu teori yang yang mendukung versi lemah adalah teori kognisi Jean Piaget. Namun,
seiring dengan perkembangan neurolinguistik pendapat tersebut mulai ditinggalkan karena
manusia memiliki korteks yang khusus untuk berbahasa.
Dampak dari kajian neurolinguistik adalah mengemukanya kembali versi kuat hipotesis
nurani namun dengan penekanan pada bidang semantik. Hal yang penting dikaji bukan hanya
ucapan-ucapan saja melainkan pesan, amanat atau konsep yang terkandung dalam ucapan
tersebut. Misalnya, ketika seorang anak mengucapkan mimi maka yang terkandung dalam
ujaran tersebut bisa Saya minta minum atau Mari kita minum sesuai dengan konteksnya.
Itulah yang oleh Bloom dikenal dengan istilah holofrasis. Ucapan holofrasis ini menjadi bukti
akan wujudnya LAD bentuk baru lebih menekankan pada aspek semantik.
Hipotesis Tabularasa
Hipotesis ini dikemukakan oleh John Locke, seorang tokoh empirisme, yang menyatakan
bahwa manusia waktu dilahirkan seperti kertas kosong. Kemudian, teori ini disebarkan oleh
Watson seorang tokoh aliran behaviourisme. Menurut teori tabularasa, semua pengetahuan
bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integrasi
peristiwa-peristiwa linguistik. Hal ini sejalan dengan aliran behaviourisme yang menganggap
pengetahuan linguistik dibentuk dengan pembelajaran S-R (Stimulus - Respons). Cara
pembelajaran S-R yang terkemuka antara lain pelaziman klasik, pelaziman operan, dan
mediasi.
Skinner menjelaskan berbicara merupakan satu respon operan yang dilazimkan kepada
sesuatu stimulus dari dalam dan dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui. Untuk
menjelaskan hal ini Skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respon bahasa yang
hamper serupa dengan ucapan, yaitu mands, tacts, echois, textuals, dan intra verbal operant.
Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Hipotesis yang diperkenalkan oleh Piaget ini telah digunakan sebagai dasar untuk
menjelaskan proses-proses pemerolehan bahasa kanak-kanak. Menurut teori kesemestaan
kognitif, bahasa diperolah berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur
ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang
disekitarnya. Urutan pemerolehan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :
Antara usia 0 sampai 1,5 tahun kanak-kanak mengembangkan pola-pola aksi dengan
cara bereaksi terhadap alam sekitarnya;
Setelah struktur aksi dinuranikan, maka kanak-kanak memaski tahap representasi
kecerdasan, yang terjadi antara usia 2 tahun sampai 7 tahun;

Setelah tahap represntasi kecerdasan, dengan represntasi simboliknya, berakhir, maka


bahasa anak-anak semakin berkembang dn dengan mendapat nilai-nilai sosialnya.

Menurut Piaget, ucapan holofrasis pertama selalu menyampaikan pola-pola yang pada
umumnya mengacu pada anak itu sendiri. Oleh karena itu, Sinclair-de Zwart
merumuskan tahap-tahap pemerolehan bahasa sebagai berikut:

Kanak-kanak memilih satu gabungan bunyi pendek dari bunyi-bunyi yang


didengarnya untuk menyampaikan satu pola aksi;

Jika gabungan bunyi pendek ini dipahami, maka kanak-kanak itu akan memakai seri
bunyi yang sama, tetapi dengan bentuk fonetik yang lebih dekat dengan fonetik orang
dewasa, untuk menyampaikan pola-pola aksi yang sama, atau apabila pola aksi yang
sama dilakukan oleh orang lain;

Setelah tahap kedua muncullah fungsi-fungsi tata bahasa yang pertama yaitu subjekpredikat dan objek.

Dari penjelasan di atas bisa diketahui bahwa hipotesis kesemestaan kognitif sejalan dengan
hipotesis nurani mekanisme. Perbedaannya terletak pada nama saja karena dikemukakan oleh
dua disiplin ilmu yang berbeda yang saling mempengaruhi: hipotesis kesemestaan kognitif
oleh psikologi sedangkan hipotesis nurani mekanisme oleh linguistik modern.
Daftar Bacaan
Abdul Chaer, Psikolingusitik: Kajian Teoretik. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 168-178

Anda mungkin juga menyukai