Anda di halaman 1dari 19

Genre Puisi

Bahasa puisi tidak memiliki ciri-ciri yang pasti. Hanya yang perlu diingat bahwa
pada dasarnya bahasa puisi mengandung irama dan kiasan. Selain bahasa
yang dipergunakannya, ciri puisi juga tampak dari wujud puisi tersebut. Wujud
puisi antara lain terdiri atas: bentuk, letak, ejaan, serta diksi. Begitu beragamnya
bentuk dan jenis puisi di Indonesia, maka dilakukan penggolongan berdasarkan
waktu kemunculan puisi tersebut, cara pengungkapan, keterbacaan sebuah puisi,
dan lain-lain.

Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai genre-genre puisi, silakan Anda


membuka halaman berikut ini.

1. Puisi Lama

Puisi lama telah lahir sebelum kesusastraan Indonesia mendapat pengaruh dari
kebudayaan barat. Masyarakat pada masa itu yang cenderung statis dan bersifat
kolektif, melahirkan bentuk puisi yang sangat terikat oleh berbagai aturan. Puisi
lama harus mengandung rima, memiliki jumlah larik tertentu, bahkan juga
ditentukan jumlah suku kata dalam satu larik terutama dalam pantun.

Ada beberapa jenis puisi lama yang patut Anda ketahui, yaitu: (a) mantra,
(b) bidal, (c) pantun, (d) karmina, (e) talibun, (f) seloka, (g) gurindam, dan (h)
syair, yang sampai saat ini masih dikenal masyarakat terutama pantun, gurindam,
dan syair.
a. Pantun

Perhatikan pantun berikut.

Pantun pertama:

Lihatlah semut sedang berbaris

Mengangkat nasi bergotong-royong

Marilah adik jangan menangis

Mendekat sini abang ‘kan tolong

Pantun kedua:

Anak kecil bermain gasing

Tertawa riang sambil bergumam

Mondar-mandir bukanlah pusing

Badan panas bukanlah demam

Pantun dipergunakan untuk menyatakan berbagai perasaan serta untuk menasihati.


Pantun merupakan puisi lama asli Indonesia dan termasuk jenis sastra yang sangat
terikat oleh berbagai aturan, di antaranya:

a. Tiap larik terdiri atas 8--12 suku kata

b. Tiap bait terdiri atas 4 larik

c. Dua larik pertama (1 dan 2) merupakan sampiran, sedangkan dua larik


berikutnya (3 dan 4) merupakan isi pantun

d. Bersajak sengkelang/silang dengan rima akhir a – b – a – b

Sampiran biasanya berisi lukisan keindahan alam atau kejadian kehidupan yang
dipergunakan untuk membayangkan isi pantun. Ada sampiran yang tidak
mengandung maksud tertentu, sehingga antara kedua lariknya tidak saling
berhubungan. Pada pantun, ada sampiran memiliki hubungan dengan isi, namun
kadangkala terdapat sampiran yang tidak berhubungan dengan isi pantun. Pada
dasarnya yang diperlukan dari sampiran ialah persajakannya yang membentuk rima
akhir a-b-a-b.

Perhatikan pula pantun berikut ini.


Selendang pelangi di langit biru

Dibawa bidadari turun kebumi

Karena deras hujan di hulu

Tak hendak pergi sepanjang hari

Rima yang terdapat pada akhir pantun dapat berupa rima sempurna, yaitu apabila
seluruh suku akhir berima sama. Dapat pula berima tak sempurna, apabila
pengulangan bunyi terjadi hanya pada sebagian suku akhir seperti contoh pantun di
atas.

Sekarang mari kita perhatikan, ada beberapa jenis pantun yang harus Anda pelajari,
yaitu:

1. Pantun Anak-Anak

Pantun anak-anak terdiri atas:

1) Pantun Suka Cita

2) Pantun Duka Cita

2. Pantun Orang Muda

Pantun orang muda terdiri atas:

1) Pantun Dagang

2) Pantun Jenaka

3) Pantun Muda-Mudi

4) Pantun Teka-Teki

3. Pantun Orang Tua

Pantun orang tua terdiri atas:

1) Pantun Adat

2) Pantun Agama

3) Pantun Nasihat
b. Karmina

Pinggan tak retak, nasi tak dingin

Tuan tak hendak, kami tak ingin

Pantun yang terdiri atas 2 larik disebut pantun kilat atau karmina. Seperti halnya
pantun, karmina juga memiliki sampiran dan isi. Karmina berima akhir a-
a. Namun coba Anda perhatikan secara saksama, karmina ternyata memiliki juga
rima tengah.

Pinggan tak retak, nasi tak dingin

Tuan tak hendak, kami tak ingin

Dengan demikian, pada dasarnya rima karmina sama dengan rima pantun, yaitu a-
b-a-b.

c. Gurindam

Saat ini gurindam kurang menyeruak ke permukaan dinamika kehidupan manusia


dibandingkan dengan pantun, yang juga merupakan bagian dari jenis puisi lama.
Demikian juga dalam tataran pembelajaran di sekolah menengah, gurindam mulai
kurang difungsikan sebagai salah satu alat pendidikan. Padahal sebagai sebuah
karya sastra lama, gurindam memiliki beberapa keistimewaan, antara lain
mengandung nilai-nilai pembangun karakter bangsa. Hal ini tampak dalam ciri
khas gurindam, yang berisi nasihat atau petuah, pelajaran, dan filsafat hidup.

Gurindam ialah susunan kalimat yang berisi nasihat atau petuah, yang setiap
baitnya terdiri atas 2 larik. Larik pertama merupakan sebab atau alasan, sedangkan
larik kedua merupakan akibat atau balasan. Biasanya gurindam terdiri atas kalimat
majemuk, yang kemudian dibagi menjadi 2 larik bersajak induk kalimat dan anak
kalimat. Selain itu antara larik pertama dan larik kedua, menunjukkan adanya
hubungan sebab akibat. Kebanyakan gurindam bersajak sempurna a-a, namun ada
pula yang bersajak paruh a-b.

Penyair gurindam yang sangat terkenal ialah Raja Ali Haji, dengan karyanya yang
berjudul Gurindam XII. Sesuai dengan judulnya, gurindam ini memiliki 12 pasal.

Berikut ini contoh yang dipetik dari Gurindam XII pasal ketiga.

Ini gurindam pasal yang ketiga:

Apabila terpelihara mata,

sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,

khabar yang jahat tiadalah damping.

Apabila terpelihara lidah,

niscaya dapat daripadanya paedah.

Bersungguh-sungguhlah engkau memeliharakan tangan,

daripada segala berat dan ringan.

Apabila perut terlalu penuh,

keluarlah fi’il yang tiada senunuh.

Anggota tengah hendaklah ingat,

di situlah banyak orang yang hilang semangat.

Hendaklah pelihara kaki,

daripada berjalan yang membawa rugi.

(Puisi Lama, 1985:81)

Makna yang terkandung dalam Gurindam XII pasal ketiga ini ialah:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.

 Hendaklah mempergunakan mata untuk melihat yang bermanfaat dan baik-


baik saja, maka keinginan yang berlebihan akan dapat dicegah.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.

 Jauhkan diri dari segala macam bentuk gunjingan dan hasutan


Apabila terpelihara lidah,
niscaya dapat daripadanya paedah.

 Orang yang dapat menjaga ucapannya, niscaya akan mendapatkan manfaat.


Gurindam dan karmina masing-masing terdiri atas dua larik. Sekarang perhatikan
baik-baik contoh gurindam berikut, agar Anda dapat membedakan gurindam
dengan karmina.

GURINDAM KARMINA

Kurang pikir kurang siasat Dahulu parang sekarang besi

Tentu dirimu kelak tersesat Dahulu sayang sekarang benci

Orang malas jatuh sengsara Sebab pulut santan kelapa

Orang rajin banyak saudara Sebab mulut badan binasa

d. Syair

Perhatikan kutipan Syair Perahu karya Hamzah Fansuri berikut.

SYAIR PERAHU

Inilah gerangan suatu madah,

mengarangkan syair terlalu indah,

membetuli jalan tempat berpindah,

Di sanalah i`tikat diperbetuli sudah.

Wahai muda, kenali dirimu,

inilah perahu tamsil tubuhmu,

tiadalah berapa lama hidupmu,


ke akhirat jua kekal diammu.

Hai muda arif-budiman,

hasilkan kemudi dengan pedoman,

alat perahumu jua kerjakan,

itulah jalan membetuli insan.

Perteguh jua alat perahumu,

hasilkan bekal air dan kayu,

dayung mengayuh taruh di situ,

supaya laju perahumu itu.

(Puisi Lama, 1985: 71)

Syair ialah susunan kalimat yang dipergunakan untuk melukiskan atau


menceritakan sesuatu yang mengandung unsur mitos ataupun sejarah. Setiap bait
syair terdiri atas 4 larik, yang setiap lariknya terdiri atas 8 -12 suku kata. Syair
bersajak sama a-a-a-a, serta tidak memiliki sampiran. Keempat larik syair
merupakan satu rangkaian cerita yang utuh yang menggambarkan isi. Biasanya
syair tidak hanya terdiri atas 1 bait, karena syair berbentuk cerita atau pelukisan
panjang.

Syair merupakan puisi lama yang berasal dari Arab. Namun karena disukai
masyarakat Melayu pada masa itu, menyebabkan syair tumbuh subur di Indonesia.
Penggubah syair yang terkenal di Indonesia diantaranya bernama Abdullah bin
Abdul Kadir Munsyi dengan Syair Perihal Singapura Dimakan Api dan Hamzah
Fansuri seorang ahli suluk dengan Syair Perahu, Syair Dagang, dan Syair si
Burung Pingai.

B. Puisi Baru

Puisi baru banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan Eropa. Puisi ini lahir
pada masa penjajahan Belanda, dengan demikian sulit dielakkan adanya pengaruh
kebudayaan Eropa terhadap puisi baru. Masih terdapat persamaan bentuk antara
puisi lama dengan puisi baru, yaitu masih terikat pada jumlah larik dalam satu bait.
Namun jumlah suku kata dan kata dalam setiap larik, jumlah bait, serta rima, sudah
tidak lagi terikat oleh aturan yang ketat.

Ada beberapa perbedaan yang tampak antara puisi lama dengan puisi baru.
Apabila pada puisi lama bersifat anonim, maka dalam puisi baru nama penyair
sudah mulai dimunculkan. Bentuknya tertulis rapi dengan tipografi simetris atau
rata tepi.

Tahukah Anda, puisi baru dapat digolongkan berdasarkan isi dan bentuknya.
Berdasarkan isinya puisi baru terbagi atas: balada, himne, romansa, ode, epigram,
elegi, dan satire.

1. Puisi Baru Berdasarkan Isinya

a. Balada

Puisi baru yang berisi berupa kisah atau cerita tentang sesuatu

b. Himne

Puisi baru yang berisi pujian atau sanjungan kepada Tuhan, tanah air, alam, atau
pahlawan bangsa

c. Romance/Romansa

Puisi baru yang berisi luapan rasa cinta dan kasih sayang

d. Ode

Puisi baru yang berisi pujian untuk orang yang telah berjasa, hal, atau keadaan

e. Epigram

Puisi baru yang berisi tuntunan, ajaran, serta nasihat kehidupan

f. Elegi

Puisi baru yang berisi kemurunan, rasa duka, kesedihan, keluh kesah, atau
ratapan tangis

g. Satire

Puisi baru yang berisi sindiran atau kritikan


2. Puisi Baru Berdasarkan Bentuknya

Sekarang perhatikanlah pembagian puisi baru berdasarkan bentuknya. Ada 8 jenis


puisi baru yang patut Anda ketahui, yaitu: (1) Distichon atau sajak 2 seuntai yaitu
puisi baru yang pada setiap baitnya terdiri atas 2 larik, (2) Terzina atau sajak 3
seuntai, (3) Quatrain atau sajak 4 seuntai, (4) Quint atau sajak 5
seuntai, (5) Sextet atau sajak 6 seuntai, (6) Septima atau sajak 7
seuntai, (7) Stanza/Octav atau sajak 8 seuntai, dan (8) Soneta atau sajak 14
seuntai.

Perhatikan contoh soneta berikut, benarkah terdiri atas 14 larik?

MENYESAL

Ali Hasjmy

Pagiku hilang sudah melayang,

Hari mudaku sudah pergi,

Sekarang petang datang membayang,

Batang usiaku sudah tinggi.

Aku lalai di hari pagi,

Beta lengah di masa muda,

Kini hidup meracun hati,

Miskin ilmu, miskin harta.

Akh, apa guna kusesalkan,

Menyesal tua tiada berguna,

Hanya menambah luka sukma,


Kepada yang muda kuharapkan,

Atur barisan di hari pagi,

Menuju ke arah padang bakti!

Hingga saat ini puisi baru yang masih dikenal orang yaitu soneta, puisi yang dalam
satu bait mengandung 14 larik. Biasanya soneta dibagi menjadi 4 bait yang terdiri
atas 2 quatrain dan 2 terzina. Dua quatrain membentuk octav berisi lukisan alam
yang bersifat subjektif, sedangkan dan 2 terzina membentuksextet berisi curahan
hati, simpulan, atau jawaban dari apa yang telah dilukiskan. Bentuk soneta di
Indonesia tidak terlalu sama dengan soneta aslinya yang berasal dari Italia.
Muhammad Yamin disebut sebagai pelopor soneta di Indonesia.

A. Puisi Modern

Puisi modern bercirikan bentuk puisi yang bebas dari aturan, baik bentuk
maupun aturan isi. Dalam puisi modern ada yang hanya memiliki beberapa kata
atau bahkan hanya terdiri atas satu kalimat saja. Puisi modern memang lebih
mementingkan isi dibandingkan dengan bentuk. Namun bentuk fisik puisi atau
tipografi yang dibuat secara khas oleh penyairnya itu, digunakan untuk mendukung
isi puisi.

Contoh:

https://youtu.be/x3OQI9dNmr8

https://youtu.be/6mgo6VImaNg

https://youtu.be/Zg87-hJPgGE

Puisi modern dapat digolongkan berdasarkan cara pengungkapan penyair,


yaitu terdiri atas: (1) puisi epik, (2) puisi lirik, serta (3) puisi dramatik. Puisi epik
adalah puisi yang mengandung unsur epos (cerita) dan narasi. Puisi ini disebut juga
puisi kisahan, karena dipergunakan penyair untuk mengisahkan sesuatu peristiwa.
Yang termasuk jenis puisi ini ialah: puisi epik yang mengandung cerita
kepahlawanan atau wiracarita, balada, dan romance. Pernahkah Anda membaca
puisi Diponegoro dan puisi Krawang Bekasi karya Chairil Anwar? Kedua puisi ini
tergolong pada puisi epik.

Puisi lirik adalah puisi yang mengandung curahan rasa, luapan batin, dan
suasana hati, sebagai cetusan isi hati penyairnya. Yang termasuk ke dalam jenis
puisi lirik ialah: himne, ode, serenada, dan elegi. Contoh puisi ode
ialah Teratai karya Sanusi Pane dan Ode buat Proklamator karya Leon Agusta.
Bacalah kedua puisi tersebut, Anda akan tahu siapa tokoh yang dipuja oleh
penyairnya.

Perhatikan puisi pendek karya Sapardi Djoko Damono berikut ini.

TUAN

Tuan Tuhan, bukan? Tunggu sebentar,


Saya sedang keluar.

Puisi berjudul Tuan hanya terdiri atas 1 bait dan berisi 2 larik. Puisi modern
ini termasuk jenis puisi lirik, yang berisi curahan hati penyair. Kebanyakan puisi
lirik merupakan puisi pendek yang mencerminkan kepekatan jiwa yang dirasakan
oleh penyair, meskipun ada pula puisi lirik yang panjang. Jenis puisi liriklah yang
paling banyak diciptakan oleh penyair Indonesia.

Puisi dramatik menekankan pada unsur-unsur dramatik berupa tikaian emosi


akulirik. Unsur dramatik yang dipergunakan terutama unsur monolog dan dialog,
untuk mengungkapkan sikap akulirik. Adanya tokoh, dialog, dan bersifat atraktif,
merupakan ciri utama puisi dramatik. Puisi dramatik berupaya mengungkapkan
suasana atau peristiwa tertentu dan analisis akulirik tentang peristiwa yang
dihadapi.

Jenis Puisi
Bagaimana bentuk dari jenis-jenis puisi lama tersebut? Silakan Anda kenali lebih
lanjut jenis puisi lama pada halaman berikut ini.

Berdasarkan cara pengungkapannya puisi modern terbagi atas puisi konvensional


dan puisi kontemporer. Kita mengenal puisi konvensional sebagai puisi yang
mengikuti kaidah yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Puisi
konvensional mengikuti ciri bentuk puisi pada umumnya.

Dunia sastra Indonesia pada tahun 70-an tampil dengan puisi bercorak baru, yang
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Puisi-puisi tersebut digolongkan ke dalam
bentuk puisi kontemporer. Puisi kontemporer berupaya menunjukkan kondisi
kreatif penyair dalam mengolah dan menemukan bentuk-bentuk baru. Penemuan
ini berbeda dengan bentuk konvensional yang biasa terjadi, karena lebih banyak
mengungkapkan unsur-unsur eksperimental. Pembaruan tersebut terutama tampak
pada puisi karya Sutardji Calzoum Bachri yang dianggap sebagai tokoh pelopor
Angkatan ‘70. Selain itu ada beberapa penyair yang puisinya dapat digolongkan
sebagai puisi kontemporer, antara lain: Remy Sylado, Ibrahim Sattah, Hamid
Jabbar, dan Noorca Mahendra.

Jika puisi konvensional menggunakan kata sebagai alat dalam menulis puisi, maka
puisi kontemporer tidak lagi melakukan hal itu. Bahkan Sutardji berpendapat
bahwa kata bukanlah alat, tetapi pengertian itu sendiri. Kata haruslah bebas dari
penjajahan pengertian dan beban ide. Dengan demikian, tampaklah perbedaan
utama dari puisi angkatan sebelumnya. Adanya perbedaan ini menyebabkan kita
harus melakukan satu upaya tambahan untuk dapat memahami
dan mengapresiasikan puisi kontemporer.

Penetapan sebuah puisi ke dalam jenis kontemporer bukan ditentukan oleh penyair
dan pembacanya, melainkan ditentukan oleh puisi itu sendiri berdasarkan ciri yang
dimunculkan. Pengetahuan tentang apresiasi puisi konvensional sangat membantu
dalam mengapresiasikan puisi kontemporer. Pengetahuan tambahan didapat dari
mengenal jenis dan ciri puisi kontemporer tersebut. Ada tiga bentuk puisi yang
dapat digolongkan ke dalam jenis puisi kontemporer yaitu: (1) puisi
mantra, (2) puisi mbeling, dan (3) puisi konkret.

a. Puisi Mantra

Perhatikan puisi berikut.

SHANG HAI
Sutardji Calzoum Bachri

ping di atas pong

pong di atas ping

ping ping bilang pong

pong pong bilang ping

mau pong? bilang ping

mau mau bilang pong

mau ping? bilang pong

mau mau bilang ping

ya pong ya ping

ya ping ya pong

tak ya pong tak ya ping

ya tak ping ya tak pong

kutakpunya ping

kutakpunya pong

pinggir ping kumau pong

tak tak bilang ping

pinggir pong kumau ping

tak tak bilang pong

sembilu jarakMu merancap nyaring

Puisi mantra menggunakan unsur-unsur pokok kekuatan mantra. Puisi ini harus
dilihat dari sudut dunianya, yakni sudut mantra itu sendiri. Mantra merupakan
penghubung manusia dengan dunia misteri. Kata-kata dalam mantra bukanlah
untuk dipahami, karena lebih banyak sekadar permainan bunyi. Akibat dari mantra
itulah yang lebih dipentingkan.

Dalam puisi mantra pun, kata-kata hanyalah permainan bunyi dan bahasa semata-
mata. Puisi Sutardji memiliki kedekatan dengan mantra terutama dalam bentuk dan
sifat misteriusnya. Banyak pengulangan kata yang dilakukan, menimbulkan
intensitas bunyi yang dapat menampakkan kekhususan. Puisi mantra bukanlah
mantra, namun puisi kontemporer yang mengambil sifat-sifat mantra seperti
tampak pada puisi Shang___Hai karya Sutardji di atas.

b. Puisi Mbeling

Puisi yang berciri utama kelakar ini mempermainkan kata serta bunyi. Tipografi
sangat dimanfaatkan untuk mencapai suatu efek yang diharapkan. Kebanyakan
puisi mbeling sekadar mengajak pembaca berkelakar. Ada pula yang berisi kritik
terhadap kehidupan masyarakat, tetapi disampaikan dengan cara berkelakar pula.

Puisi jenis mbeling pertama kali muncul di majalah Aktuil yang diterbitkan di
Bandung. Pojok sajak yang diasuh oleh Remy Sylado, menampung karya penyair
muda yang dianggap belum mapan. Namun ternyata kehadiran puisi-puisi tersebut
memperkaya keanekawarnaan puisi Indonesia. Contoh puisi mbeling antara
lain Belajar Menghargai Hak Azazi Kawan karya Remy Sylado.

BELAJAR MENGHARGAI HAK AZAZI KAWAN

Remy Sylado

Jika

laki mahasiswa

ya perempuan mahasiswi

jika

laki saudara

ya perempuan saudari

jika

laki pemuda

ya perempuan pemudi

jika laki putra

ya perempuan putri

jika laki kawan

ya perempuan kawin
jika

kawan kawin

ya jangan ngintip.

c. Puisi Konkret

Perhatikan puisi berikut.


VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VVVVVVVVVVVVVVVVVVV

VIVA PANCASILA!

(Jeihan)

Berdasarkan tampilan bentuknya, puisi tak berjudul karya Jeihan ini lebih dekat
dengan seni rupa. Tidak dapat dipungkiri, Jeihan memang seorang pelukis
besar. Oleh sebab itu, puisi konkret dinamai pula puisi gambar. Puisi konkret
menggunakan komunikasi gambar sebagai medianya.

Puisi modern dapat pula diklasifikasikan berdasarkan keterbacaannya, yaitu


menggolongkan puisi berdasarkan tingkat
kemudahan dalammemaknainya. Berdasarkan keterbacaannya, penggolongan
puisi dilakukan atas: (1) puisi diafan, (2) puisi prismatis, serta (3) puisi gelap.

a. Puisi Diafan

Pengimajian serta bahasa figuratif yang bersifat kiasan pada puisi ini sangat
sedikit. Bahasa yang dipergunakan cenderung sama dengan bahasa sehari-hari,
sehingga secara struktural sangat mudah untuk dipahami maknanya. Puisi ini
disebut juga puisi polos. Puisi anak-anak atau puisi yang dibuat oleh pemula,
biasanya dapat digolongkan ke dalam puisi diafan.

Perhatikan puisi berikut ini. Setujukah Anda jika puisi ini digolongkan ke dalam
puisi diafan? Tahukah Anda, siapa pembuat puisi tersebut?
KARENA JAJANG

Tuhan
Saya minta duit
Buat beli sugus
Karena jajang
Lagi doyan sugus

b. Puisi Prismatis

Dalam puisi prismatis, penyair mampu menyelaraskan diksi dengan berbagai majas
dan pengimajian. Memang tidak terlalu mudah untuk dapat menafsirkan makna
puisi ini. Namun jika dikaji lebih dalam, puisi ini masih dapat ditelusuri maknanya.
KARANGAN BUNGA
Taufiq Ismail

Tiga anak kecil


Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu
‘Ini dari kami bertiga
pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.’

(Tirani dan Benteng, 1993)

c. Puisi Gelap

Puisi ini banyak menggunakan kata kias serta bahasa yang bersifat individual.
Puisi yang terlalu banyak mengandung majas, juga dapat menjadi puisi gelap.
Disebut puisi gelap karena sukar untuk menafsirkannya. Lihat contoh
puisi karya Sitor Situmorang berikut ini.

MALAM LEBARAN
Sitor Situmorang

Bulan di atas kuburan


Rangkuman

Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 2 tentang Genre Puisi. Hal-
hal penting yang telah Anda pelajari dalam Kegiatan Belajar 2 ini
meliputi:Berdasarkan waktu kemunculannya, puisi dapat digolongkan atas 3
kelompok yaitu: (1) puisi lama, (2) puisi baru, dan puisi modern. Puisi lama terdiri
atas: (a) mantra, (b) bidal, (c) pantun, (d) karmina, (e) talibun, (f) seloka, (g)
gurindam, dan (h) syair. Puisi baru terdiri atas: (1) distichon atau sajak 2
seuntai, (2) terzina atau sajak 3 seuntai, (3) quatrain atau sajak 4
seuntai, (4) quint atau sajak 5 seuntai, (5) sextet atau sajak 6
seuntai, (6) septima atau sajak 7 seuntai,(7) stanza/octav atau sajak 8 seuntai, dan
(8) soneta atau sajak 14 seuntai.

Puisi modern dapat digolongkan berdasarkan cara pengungkapan penyair, yaitu


terdiri atas: (1) puisi epik, (2) puisi lirik, serta (3) puisi dramatik. Di dalam puisi
modern muncul bentuk puisi kontemporer. Berdasarkan keterbacaannya atau
tingkat kemudahan memaknainya, penggolongan puisi dilakukan atas: (1) puisi
diafan, (2) puisi prismatis, serta (3) puisi gelap.

Unsur-unsur Puisi
Suatu puisi dibentuk oleh struktur batin dan struktur fisik yang
ada di dalamnya sehingga menjadi satu kesatuan. Adapun
unsur-unsur dalam puisi adalah sebagai berikut :

A. Struktur Batin
Struktur batin puisi disebut juga sebagai hakikat suatu puisi,
yang terdiri dari beberapa hal, seperti :

1. Tema / Makna (sense)


Tema merupakan unsur utama dalam puisi karena dapat
menjelaskan makna yang ingin disampaikan oleh seorang
penyair dimana medianya berupa bahasa.
2. Rasa (feeling)
Rasa adalah sikap sang penyair terhadap suatu masalah
yang diungkapkan dalam puisi. Pada umunya, ungkapan
rasa ini sangat berkaitan dengan latar belakang sang
penyair, misalnya agama, pendidikan, kelas sosial, jenis
kelamin, pengalaman sosial, dan lain-lain.
3. Nada (tone)
Nada merupakan sikap seorang penyair terhadap
audiensnya serta sangat berkaitan dengan makna dan
rasa. Melalui nada, seorang penyair dapat menyampaikan
suatu puisi dengan nada mendikte, menggurui,
memandang rendah, dan sikap lainnya terhadap audiens.
4. Tujuan (intention)
Tujuan atau maksud atau amanat adalah suatu pesan yang
ingin disampaikan oleh sang penyair kepada audiensnya.

B. Struktur Fisik
Struktur fisik suatu puisi disebut juga dengan metode
penyampaian hakikat suatu puisi, yang terdiri dari beberapa
hal berikut ini.

1. Perwajahan Puisi (tipografi)


Tipografi adalah bentuk format suatu puisi, seperti
pengaturan baris, tepi kanan-kiri, halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata. Perwajahan puisi ini sangat
berpengaruh pada pemaknaan isi puisi itu sendiri.
2. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata yang dilakukan oleh seorang
penyair dalam mengungkapkan puisinya sehingga efek
yang didapatkan sesuai dengan yang diinginkan.
Pemilihan kata pada puisi sangat berkaitan dengan makna
yang ingin disampaikan oleh penyair.
3. Imaji
Imaji adalah susunan kata dalam puisi yang bisa
mengungkapkan pengalaman indrawi sang penyair
(pendengaran, penglihatan, dan perasaan) sehingga dapat
memengaruhi audiens seolah-olah merasakan yang
dialami sang penyair.
4. Kata Konkret
Kata konkret adalah bentuk kata yang bisa ditangkap oleh
indera manusia sehingga menimbulkan imaji. Kata-kata
yang digunakan umumnya berbentuk kiasan (imajinatif),
misalnya penggunaan kata “salju” untuk menjelaskan
kebekuan jiwa.
5. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa yang bisa
menimbulkan efek dan konotasi tertentu dengan bahasa
figuratif sehingga mengandung banyak makna. Gaya
bahasa ini disebut juga dengan majas (metafora, ironi,
repetisi, pleonasme, dan lain-lain).
6. Rima atau Irama
Irama atau rima adalah adanya persamaan bunyi dalam
penyampaian puisi, baik di awal, tengah, maupun di akhir
puisi. Beberapa bentuk rima yaitu:
1. Onomatope : yaitu tiruan terhadap suatu bunyi.
Misalnya “ng” yang mengandung efek magis.
2. Bentuk intern pola bunyi, yaitu aliterasi, asonansi,
persamaan akhir, persamaan awal, sajak berparuh,
sajak penuh, repetisi, dan sebagainya.
3. Pengulangan kata, yaitu penentuan tinggi-rendah,
panjang-pendek, keras-lemah suatu bunyi.

Anda mungkin juga menyukai