Anda di halaman 1dari 16

UJI RUMPAN UNTUK CLOZE TEST METOD

UJI RUMPANG atau CLOZE TEST

-->

Uji Rumpang Download Makalah CARI DI SINI KLIK


Seorang guru harus memiliki tanggung jawab atas kemampuan membaca para siswanya. Betapa
tidak, salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan belajar siswa adalah kemampuan dan
kemauan membaca yang dimilikinya.
Klik Selengkapnya
Tingkat keterbacaan buku teks dapat diketahui dengan instrumen uji rumpang atau teknik klos.
Uji rumpang dianggap mampu untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan
menggambarkan kemampuan siswa terhadap bahan bacaan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Hardasujana (1996:115) bahwa metode ini diperkenalkan oleh
Wilson Taylor (1953) yang berasal dari istilah “clozure” suatu istilah dari ilmu jiwa Gestalt.
Konsepnya menjelaskan kecenderungan manusia untuk menyempurnakan suatu pola yang tidak
lengkap secara mental menjadi suatu kesatuan yang utuh; kecenderungan untuk mengisi atau
melengkapi sesuatu yang sesungguhnya ada namun tampak dalam keadaan yang tidak utuh;
melihat bagian sebagai suatu keseluruhan.

Melalui teknik uji rumpang, pembaca diminta untuk dapat memahami wacana yang tidak
lengkap (karena bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut telah dengan sengaja dilesapkan)
dengan pemahaman yang sempurna. Bagian-bagian yang dihilangkan itu, biasanya kata ke-n,
digantikan dengan tanda tertentu (garis lurus mendatar dengan tanda titik-titik). Penghilangan
atau pelesapan bagian-bagian kata dalam teknik uji rumpang mungkin juga tidak berdasarkan
kata ke-n secara konsisten dan sistematis. Dengan menggunakan teknik uji rumpang dalam
waktu yang relatif singkat guru dapat segera mengetahui tingkat keterbacaan wacana; tingkat
pemahaman siswa; dan latar belakang pengalaman, minat, dan bahasa siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa teknik uji rumpang adalah bentuk tes
berupa wacana yang tidak lengkap karena setiap kalimat dalam wacana tersebut ada kata yang
dihilangkan. Kata yang dihilangkan tersebut bisa bersifat sistematis (setiap kata ke-n) atau bisa
pula tidak. Tugas siswa adalah mengisi bagian yang telah dihilangkan dengan kata yang tepat.
Teknik uji rumpang memiliki dua fungsi utama, yaitu pertama, berfungsi sebagai alat untuk
mengukur tingkat keterbacaan wacana. Suatu wacana dapat ditentukan tingkat kesukarannya
serta dapat diketahui kelayakan pemakaiannya untuk siswa. Kedua, teknik uji rumpang berfungsi
sebagai alat pengajaran membaca. Dalam fungsinya sebagai alat ajar, teknik uji rumpang dapat
digunakan untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa (Astuti, 2000:10).
Berikut adalah contoh tes uji rumpang sebagai alat ukur dan bahan ajar.
Wacana 1:
Anak dapat diperkenalkan kepada alam sekitarnya sedini mungkin. Ini penting untuk perkembangan
(1)________dan emosinya. Anda dapat (2)__________proses mekarnya bunga dan (3)_________aneka warna
bunga pada (4)_________. Kepada anak yang lebih (5)___________, Anda dapat menceritakan bentuk (6)
__________warna bunga yang indah (7) ___________ baunya yang harum, atau (8)___________membuat serangga
tertarik dan (9)________untuk menghisap madu.

Wacana 2:
Selain itu pengenalan (1)________alam sekitar (2)________penting (3)_______merangsang
kepekaan penginderaan anak. Tangannya bisa setiap kali disentuhkan (4)_________permukaan
(5)_________ujung daun (6)_______melatih alat perabanya. Anak (7)_______sudah pandai
berjalan (8)______diajak menginjak rumput (9)_______berembun (10)_______pagi.

Setelah membaca kedua wacana di atas, dapat disimpulkan bahwa pengosongan atau pelesapan
kata pada wacana pertama dilakukan dengan tingkat keteraturan yang konsisten. Pada wacana
pertama, penghilangan dilakukan pada setiap kata kelima. Pelesapan dilakukan pada kalimat
kedua, sedangkan kalimat pertama dari wacana tersebut dibiarkan secara utuh.

Pengosongan atau pelesapan pada wacana kedua tidak dilakukan atas dasar keter-aturan jarak.
Penghilangan kata pada wacana kedua terlihat tidak konsisten dan sistematis. Pada wacana
kedua, pengosongan bukan terletak pada jarak lespan katanya, melainkan terletak pada jenis kata
yang dilesapkannya.

Berikut adalah teks wacana sebelum dirumpangkan.


Wacana 1:
Anak dapat diperkenalkan kepada alam sekitarnya sedini mungkin. Ini penting untuk perkembanganintelektual dan
emosinya. Anda dapat menceritakan proses mekarnya bunga dan mengenalkan aneka warna bunga pada anak.
Kepada anak yang lebih besar, Anda dapat menceritakan bentuk dan warna bunga yang indah serta baunya yang
harum, atau yang membuat serangga tertarik dan datang untuk menghisap madu.

Wacana 2:
Selain itu pengenalan terhadap alam sekitar juga penting untuk merangsang kepekaan penginderaan anak.
Tangannya bisa setiap kali disentuhkan ke permukaan daun dan ujung daun untuk melatih alat perabanya.
Anak yang sudah pandai berjalan dapat diajak menginjak rumput yang berembun setiappagi.

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi Uji Rumpang sebagai alat ukur
keterbacaan.

Seperti halnya teknik pengajaran membaca lainnya, teknik uji rumpang juga me-miliki
kegunaan. Kegunaan tersebut yakni untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan
melatih keterampilan serta kemampuan siswa melalui kegiatan belajar mengajar (Astuti, 2000:
10).

Berdasarkan manfaat di atas, dalam waktu relatif singkat guru akan segera dapat mengetahui
tingkat keterbacaan wacana; tingkat keterpahaman siswa; dan latar belakang pengalaman, minat
dan bahasa siswa. Dengan demikian guru akan dapat dengan tepat membuat keputusan
instruksional untuk membantu anak didiknya dalam belajar, khususnya dalam kegiatan
membaca.

Teknik ini juga bukan sekadar bermanfaat untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana,
melainkan juga mengukur tingkat keterpahaman pembacanya. Melalui teknik ini juga kita akan
mengetahui perkembangan konsep, pemahaman, dan pengetahuan linguistik siswa.

Teknik isian rumpang memiliki keunggulan dan kelemahan.


Ada beberapa keunggulan teknik isian rumpang yaitu.
1. Dalam menentukan keterbacaan suatu teks, prosedur ini mencerminkan pola interaksi antara
pembaca dan penulis.
2. Prosedur isian rumpang bukan saja digunakan untuk menilai keterbacaan, melainkan juga
dipakai untuk menilai pemahaman pembacanya.
3. Bersifat fleksibel, yaitu guru akan segera dengan tepat mendapat informasi mengenai latar
belakang kemampuan dan kebutuhan siswanya.
4. Pada bidang pengajaran, teknik isian rumpang mendorong siswa tanggap ter-hadap bahan
bacaan.
5. Dapat dipergunakan sebagai latihan dan ukuran praktis akan pengetahuan dan pemahaman tata
bahasa siswa.
6. Dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama.
7. Dapat melatih kesiapan dan ketanggapan dalam upaya memikirkan dan me-mahami maksud dan
tujuan penulis atau wacana.
Kelemahan teknik isian rumpang adalah sebagai berikut :
1. Ketepatan seseorang dalam pengisian bagian-bagian yang dihilangkan belum tentu berdasarkan
atas pemahamannya terhadap wacana melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang telah
dikenalnya. Untuk mengatasi hal ini, guru bisa memilih wacana atau bahan dan disertai dengan
diskusi untuk mengetahui lebih jauh alasan-alasan atau jawaban yang diberikan oleh siswa.
2. Hanya cocok digunakan untuk kepentingan membaca dalam hati atau mem-baca pemahaman.
Dengan demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring seperti pelafalan,
intonasi, penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.

Dalam pembuatan tes uji rumpang, kriteria pembuatannya harus disesuaikan de-ngan fungsinya,
yaitu sebagai alat ukur dan sebagai alat ajar. Menurut Wilson Taylor dalam Hardjasujana dan
Mulyati (1996:144), mengusulkan suatu prosedur yang baku untuk sebuah konstruksi wacana
rumpang, yaitu :
a. Memilih teks (wacana) yang relatif sempurna yaitu wacana yang tidak tergantung pada informasi
sebelumnya.
b. Melakukan penghilangan/pelesapan setiap kata ke-n, tanpa memperhatikan arti dan fungsi kata-
kata yang dihilangkan atau dilesapkan tersebut.
c. Mengganti bagian-bagian yang dihilangkan tersebut dengan tanda-tanda tertentu misal garis
mendatar (-----------) yang sama panjangnya.
d. Memberi salinan dari semua bagian yang direproduksi kepada siswa atau peserta tes.
e. Mengingatkan kepada peserta tes untuk mengisi semua bagian yang dihilangkan.
f. Menyediakan waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk
menyelesaikan tugasnya.
Sedangkan kriteria pembuatan wacana rumpang menurut John Haskall dalam Hardjasujana dan
Mulyati (1996:146) adalah sebagai berikut.
a. Memilih suatu teks yang panjangnya kurang lebih 250 kata.
b. Membiarkan paragraf pertama dan terakhir utuh.
c. Memulai penghilangan dari paragraf kedua, yaitu pada setiap kata kelima. Pe-ngosongan
ditandai dengan garis lurus mendatar yang panjangnya sama.
d. Jika kebetulan kata yang kelima adalah kata bilangan, maka pelesapan dilaku-kan pada kata
kelima kalimat berikutnya.

Dalam penelitian ini, penulis menerapkan langkah-langkah sebagai berikut.


a. Memilih wacana yang berjumlah lebih dari 250 kata.
b. Membiarkan paragraf pertama dan terakhir utuh.
c. Pelesapan dilakukan pada kata ke-7. Hal tersebut berdasarkan klasifikasi rentang jarak lesapan
yaitu setiap kata ke-5 sampai kata ke-10 (Hardjasujana dan Mulyati, 1996:146), kecuali bila kata
ke-7 tersebut merupakan kata bilangan maka pelesapan dilakukan pada kata berikutnya.
d. Jika kata ke-7 adalah kata bilangan dan kata asing, pelesapan dijatuhkan pada kata ke-7
berikutnya.
e. Mengganti kata yang dilesapkan dengan tanda ------------ kemudian diikuti dengan angka (1),
(2), (3), dan seterusnya.
f. Memberi pilihan jawaban pada setiap paragraf.

Earl F. Rankin dan Joseph W. Culhane (1969) dalam Hardjasujana dan Mulyati (1996:149—150)
menetapkan hasil interpretasi hasil uji rumpang sebagai berikut.
a. Pembaca berada pada tingkat independen atau bebas jika persentase skor tes uji rumpang yang
diperoleh > 60%.
b. Pembaca berada pada tingkat instruksional jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh
berkisar 41%--60%.
c. Pembaca berada pada tingkat frustasi atau gagal jika persentase skor tes uji rumpang yang
diperolenya < 40%.

Penafsiran hasil tes uji rumpang di atas dilihat dari sudut klasifikasi pembacanya. Dengan
klasifikasi yang sama, kita dapat mengklasifikasikan bahwa:
a. Wacana tergolong mudah jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh >60%.
b. Wacana tergolong sedang jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh berkisar 41%--
60%.
c. Wacana tergolong sukar jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolenya <40%.
Selain memiliki beberapa keunggulan, prosedur ini juga mempunyai kelemahan. Schlezinger
(1968) dalam Hardjasujana (1996:152) meragukan kevaliditasan penggunaannya. Ketepatan
pengisian bagian-bagian yang dihilangkan oleh seseorang belum tentu berdasarkan atas
pemahamannya terhadap wacana tersebut, melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang
telah dikenalnya.

DAFTAR PUSTAKA: DOWNLOAD

Muchlisoh. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.


Hardjasujana, Ahmad S. dan Yeti Mulyati. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.
Astuti, Wiwiek Dwi dan K. Biskoyo. 2000. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku
Pelajaran SLTP. Jakarta: Pusat Bahasa.
-
Tweet
inShare
RELATED POSTS :

 GRAFIK RAYGORGrafik Raygor Grafik Raygor seperti tampak terbalik jika dibandingkan dengan
Grafik Fry. Namun,… Read More...

 UJI RUMPANG atau CLOZE TESTNormal 0 false false false IN X-NONE X-NONE … Read
More...

 KALIMAT EFEKTIFVIDEO KHUSUS GURU B.INDONESIA Kalimat efektif adalah kalimat yang secara
tepat dapat mewakili gag… Read More...

 KISI-KISI SBMPTN 2016 DAN CONTOH SOAL LENGKAPBahaskata.blogspot.com-Kisi-


Kisi SBMPTN 2016. KISI-KISI RESMI MEMANG BELUM KELUAR, NAMUN KAMI MERUJ… Read More...

 LabelA… Read More...


2 Responses to "UJI RUMPANG atau CLOZE TEST"

Kalau perbedaan cloze test dengan cloze procedure terletak di bagian apa yang membedakan antara cloze test
dengan cloze procedure?
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG
PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

Jefrey Oxianus Sabarua


Program Studi PGSD FKIP Uniera

ABSTRAK
Keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada beberapa faktor, antara lain guru, siswa, kurikulum, metode,
teknik, pendekatan, dan bahan pengajaran. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka gurulah yang memiliki peran paling dominan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, guru harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
bidang studi yang digelutinya. Selain menjadi penyampai pengetahuan, guru diharapkan mampu memupuk sifat positif siswa
terhadap bidang studi yang disampaikannya. Kedudukan guru dalam dunia pendidikan dan pengajaran merupakan kunci utama
dan figur sentral. Kualitas guru yang rendah dapat berakibat buruk bagi siswa. Guru harus mempunyai pengetahuan tentang
berbagai metode atau teknik mengajar. Para ahli berpendapat bahwa setiap metode atau teknik mengajar bergantung pada guru
yang mengaplikasikannya. Salah satu teknik yang digunakan dalam pembelajaran bahasa yaitu teknik uji rumpang. Teknik uji
rumpang merupakan metode penangkapan pesan dari sumbernya (penulis atau pembicara), mengubah pola bahasa dengan jalan
melesapkan bagian-bagiannya dan menyampaikan kepada si penerima (pembaca dan penyimak), sehingga mereka berupaya
untuk menyempurnakan kembali pola-pola keseluruhan yang menghasilkan sejumlah unit-unit kerumpangan yang dapat
dipertimbangkan (Harjasujana, 1997:140). Metode atau teknik ini jelas memiliki cara kerja yang bertumpu pada kegiatan siswa.
Siswa dengan bimbingan guru diarahkan untuk dapat mengidentifikasikan masalah, kemudian mencari penyelesaiannya.
Kata kunci: pembelajaran bahasa Indonesia, sekolah dasar, teknik uji rumpang,

Teknik Uji Rumpang


Teknik Uji Rumpang (TUR) atau Teknik Isian Rumpang mula-mula diperkenalkan oleh Wilson Taylor (1953)
dengan nama Cloze Procedure. Teknik ini diilhami oleh suatu konsep ilmu jiwa Gestal yang dikenal dengan
istilah closure. Konsep ini menjelaskan tentang kecenderungan manusia untuk menyempurnakan suatu pola yang
tidak lengkap secara mental menjadi suatu kesatuan yang utuh; kecenderungan untuk mengisi atau melengkapi suatu
yang sesungguhnya ada namun tampak dalam keadaan yang tidak utuh; melihat bagian-bagian sebagai suatu
keseluruhan. Melalui prosedur isi rumpang, pembaca diminta untuk dapat memahami wacana yang tidak lengkap
(karena bagian-bagian tertentu dari wacana telah dengan sengaja dilesapkan) dengan pemahaman yang sempurna
(Hajasujana, 1996:139-140).
Terkait dengan pengertian Teknik Uji Rumpang, Hittleman (dalam Haryadi, 2014:191) menyatakan bahwa
teknik uji rumpang ialah sebuah teknik penghilangan kata-kata sistematis dari wacana dan pembaca diharapkan
dapat mengisi kata-kata yang hilang tersebut dengan kata yang sesuai. Seperti halnya teknik pengajaran membaca
lainnya, teknik uji rumpang juga memiliki kegunaan. Kegunaan tersebut yakni untuk mengukur tingkat keterbacaan
sebuah wacana dan melatih keterampilan serta kemampuan siswa melalui kegiatan belajar mengajar (Astuti, 2000:
10). Pembaca disuruh memahami wacana yang tidak lengkap (kata-kata tertentu dari wacana dilesapkan atau
dihilangkan) dengan pemahaman yang sempurna. Setelah paham, pembaca diminta untuk mengisi kata-kata dari
bagian yang dihilangkan. Kata-kata yang diisikan merupakan kata-kata yang sama atau sinonimnya dari kata aslinya,
yaitu kata semula sebelum dihilangkan. Lain halnya dengan Robert (dalam Damaianti, 1995:71) yang mendefinisikan
pengertian Teknik Uji Rumpang sebagai berikut.
The cloze procedure as a method of intercepting a message from ‘trasnmitter’ (writer or
speaker), mutilating it’s language patterns by deleting parts, and so administering it to
‘receivers’ (readers and listeners) that their attempts to make patterns whole again yield a
considerable number of cloze units
Berdasarkan definisi tersebut, teknik uji rumpang merupakan suatu metode yang sengaja dirancang untuk
melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis dengan jalan memotong pola bahasa pada bagian-bagian
yang dilesapkan/dirumpangkan. Setelah itu para pembaca dituntut mampu mengolahnya menjadi pola yang utuh
seperti wujudnya semula, dengan cara mengisi bagian yang dirumpangkan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik uji rumpang adalah sebuah teknik
untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis dengan cara menyajikan bacaan yang tidak utuh
(dirumpangkan) dan pembaca bertugas untuk mengisinya sehingga menjadi bacaan seperti semula. Teknik uji
rumpang merupakan salah satu alat ukur keterbacaan wacana.
Fungsi Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam pembelajaran, teknik uji rumpang mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai alat ukur dan sebagai
alat ajar (Harjasujana dan Mulyati, 1997:140-141).
1) Teknik Uji Rumpang sebagai Alat Ukur
Fungsi TUR yang pertama adalah sebagai alat ukur untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana. Suatu
wacana dapat ditentukan tingkat kesukaran dan dapat diketahui kelayakan pemakainnya oleh siswa tertentu setelah
melalui pengukuran dengan prosedur ini. Alat ukur TUR berupa wacana yang telah dirumpangkan atau telah
dihilangkan. Wacana tersebut diberikan kepada orang atau siswa yang akan diukur untuk diisi. Jika isian banyak yang
salah, wacana tersebut sulit, jika isian betul semua, wacana tersebut mudah, dan jika isian yang benar 6, 7, atau 8,
wacana tersebut layak atau sesuai dengan tingkatan siswa yang mengisi.
Jika dibandingkan dengan formula keterbacaan (Grafik Fry dan Raygor), TUR mempunyai kesamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah formula keterbacaan dan TUR sama-sama berfungsi sebagai alat penentu tingkat
keterbacaan sebuah wacana. Perbedaannya adalah formula keterbacaan (Grafik Fry dan Raygor) digunakan untuk
menentukan tingkat keterbacaan wacana dari aspek visual (tulisan atau bentuk), sedangkan TUR untuk menentukan
tingkat keterbacaan wacana dari aspek konsep (isi atau makna). Formula keterbacaan terkait dengan kerja mata
memandang simbol-simbol tulis. TUR terkait dengan kerja otak untuk menangkap makna dari simbol-simbol tertulis.
Pengukuran kedua cara tersebut didasarkan atas pendapat bahwa membaca dapat dilihat dari dua segi, yaitu
proses dan hasil. Proses membaca menitikberatkan pada bagaimana pembaca mengerakan mata dalam menatap
simbol tulisan. Hasil membaca ditinjau dari apa yang diperoleh oleh pembaca. Dalam pembelajaran membaca, proses
membaca mencakup kajian mengenai model, metode, dan teknik yang digunakan pembaca. Tujuan yang ingin
dicapai dan manfaat yang diperoleh oleh pembaca merupakan ruang lingkup kajian yang berhubungan dengan hasil
baca seorang pembaca.
Pelaksanaan pengukuran menggunakan TUR memerlukan tiga unsur, yaitu wacana rumpang, pengukur, dan
yang diukur. Wacana rumpang digunakan sebagai alat pengukur untuk mengukur orang yang diukur. Pengukur
merupakan orang yang mengukur tingkat keterbacaan yang diukur, sedangkan yang diukur ialah orang yang diukur
tingkat keterbacaannya. Orang yang mengukur bisa guru, dosen, orang tua, orang yang mahir, dan peneliti. Orang
yang diukur bisa siswa, mahasiswa, orang yang belum mahir, dan yang diteliti.
Pembaca yang baik adalah pembaca yang bisa membaca secara cepat dan efektif (Nurhadi 2010:13).
Pembaca yang efektif adalah pembaca yang dapat memahami isi bacaan yang dibaca. Kecepatan dan keefektifan
membaca bergantung pada bacaan yang dibacanya. Bacaan yang mudah akan dapat dibaca secara cepat dan bisa
dipahami, sedangkan bacaan yang sulit akan dapat dibaca relatif lama dan relatif sulit dipahami. Bacaan yang dibaca
oleh pembaca perlu dipertimbangkan tingkat kesulitan dari aspek visual dan konsep. Untuk itu, wacana yang dibaca
perlu ditentukan tingkat keterbacaannnya dengan menggunakan formula keterbacaan dan TUR.
2) Teknik Uji Rumpang sebagai Alat Ajar
Fungsi TUR yang kedua adalah sebagai alat pembelajaran membaca. Dalam fungsinya sebagai alat ajar,
penggunaan TUR dapat dipergunakan untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa. Dalam
kenyataannya, penggunaan teknik uji rumpang, tidak selalu menuntut jawaban persis dari siswanya. Kata-kata yang
bersinonim atau kata-kata yang dapat menggantikan kedudukan asli, baik ditinjau dari sudut makna atau struktur
kalimatnya, dapat juga diterima sebagai jawaban yang benar. Cara ini biasanya dipergunakan dalam teknik
pengajaran, yang dimaksudkan untuk melatih keterampilan membaca siswa.
Selain dalam pembelajaran membaca, TUR bisa juga dipakai dalam pembelajaran menyimak. Dalam
pembelajaran membaca dan menyimak, pembaca diberi wacana yang berupa wacana yang sudah dirumpangkan.
Saat pembelajaran membaca, wacana diberikan kepada siswa, kemudian siswa diminta untuk memahami wacana
tersebut dan mengisi delisi (kata yang dihilangkan) pada wacana. Saat pembelajaran menyimak, penyimak
mendengarkan simakan terlebih dahulu, baru kemudian mengisi delisi yang ada pada wacana. Setelah wacana terisi,
siswa mendiskusikan isian delisi yang benar.
Guru dapat menggunakan TUR sebagai metode pembelajaran untuk mengatasi kejenuhan. Dalam
pembelajaran membaca, umumnya guru meminta siswa membaca teks bacaan, kemudian mereka diminta menjawab
pertanyaan. Pemahaman hasil baca siswa menggunakan soal yang berupa pertanyaan tes objektif dan atau isian.
Guru beranggapan hanya cara seperti itulah yang bisa dilakukan. Akibatnya, siswa merasa jenuh dengan model
pembelajaran seperti itu. Untuk itu, TUR bisa digunakan guru dalam mengatasi masalah tersebut.
Guru perlu mempunyai kemahiran di dalam mempersiapkan wacana rumpang. Wacana rumpang bisa dibuat
sendiri atau dicari dari berbagai sumber. Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat atau mencari wacana rumpang
adalah wacana harus sesuai dengan peringkat siswa dan sesuai dengan aturan pembuatan wacana rumpang. Wacana
rumpang untuk alat ajar berbeda dengan wacana rumpang untuk alat ukur. Penghilangan (delisi) dalam fungsinya
sebagai alat ukur, harus selalu dengan jarak yang konsisten, yaitu kata ke-n (ke-5). Penghilangan (delisi) untuk isian
rumpang dalam fungsinya sebagai alat ajar, tidak harus selalu dengan jarak yang konsisten, yaitu sesuai
pertimbangan guru.
Manfaat Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Teknik uji rumpang mempunyai dua manfaat, yaitu untuk mengukur tingkat keterbacaan dan melatih
keterampilan membaca (Harjasujana dan Mulyati 1997:140-141). Ada tiga manfaat yang terkait dengan hal ini, yaitu:
(1) menguji tingkat kesukaran dan kemudahan bahan bacaan; (2) Menglasifikasikan tingkat baca siswa (pembaca);
dan (3) mengetahui kelayakan wacana sesuai dengan kegiatan belajar.
Kedua manfaat teknik uji rumpang di atas berbeda. Mengukur tingkat keterbacaan terkait antara wacana
rumpang dan tingkatannya. Manfaatnya guru bisa mempersiapkan bacaan yang sesuai dengan tingkatan siswanya.
Melatih keterampilan dan kemampuan baca berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Jika
tujuannya melatih siswa dalam kepekaan mengenal kata kerja, delisi atau kata yang dirumpangkan dalam wacana
adalah kata kerja.
Berdasarkan kedua manfaat yang telah diuraikan di atas, guru dalam waktu relatif singkat akan segera dapat
mengetahui tingkat keterbacaan wacana, tingkat kepahaman siswa, dan latar belakang pengalaman minat dan
bahasa siswa. Dengan demikian, guru akan dapat dengan tepat membuat keputusan interaksional untuk membantu
anak didiknya dalam belajar, khusus dalam kegiatan membaca. Terkait dengan keterbacaan wacana, guru secara
cepat dapat menyediakan bacaan yang sesuai dengan peringkat siswa yang diajar. Terkait dengan melatih siswa,
guru dapat memilihkan materi ajar yang sesuai dengan keterampilan yang akan diajarkan.
Keunggulan dan Kelemahan Teknik Uji Rumpang
Dalam penerapannya, teknik uji rumpang mempunyai keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan
teknik uji rumpang menurut para ahli akan dipaparkan sebagai berikut.
Harjasujana (dalam Salem, 1999:49) mengatakan bahwa TUR diakui sebagai tes keterbacaan yang valid
untuk pembaca yang berbahasa ibu. Menurut beliau hal ini sesuai dengan pembaca bahasa Indonesia yang umumnya
mempunyai bahasa ibu, bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Pandangan senada dikemukakan pula oleh Damaianti
(1995:78) bahwa TUR terbukti sebagai tes yang sangkil dan mangkus.
Pengukuran keterbacaan wacana, TUR dipandang sebagai teknik yang relatif lebih objektif dibandingkan
dengan teknik lain. TUR dapat digunakan untuk mengukur keefektifan suatu wacana langsung kepada
pembacanya, sedangkan teknik lain mengukur keterbacaan hanya dari wacananya. Selain itu, TUR juga berfungsi
sebagai alat ukur pemahaman wacana di samping sebagai alat ukur keterbacaan (Nadeak dan Djajasudarma,
1996:64).
Heilman (dalam Damaianti, 1995:72) mengungkapkan pula bahwa TUR berfungsi sebagai sumber informasi
mengenai kemampuan pemahaman bacaan seseorang. Pandangan ini pun dikuatkan oleh Bourmuth (dalam Mulyati,
1995:47) yang menyatakan bahwa terdapat dua keunggulan dari TUR. Pertama, teknik ini mencermin-
kan keseluruhan pengaruh yang berinteraksi dalam menentukan keterbacaan sebuah wacana. Kedua, teknik ini
mengombinasikan hampir seluruh unsur yang berhubungan dengan penentuan keterbacaan.
Beberapa keunggulan teknik uji rumpang menurut Haryadi (2014:203-204) adalah sebagai berikut.
a. Dalam menentukan keterbacaan sebuah teks, teknik uji rumpang mencerminkan pola interaksi antara pembaca
dan penulis.
b. Pengukuran keterbacan dengan teknik uji rumpang tidak dilakukan secara terpisah antara teks dan pembacanya
sehingga teknik ini digunakan untuk menilai keterbacaan dan menilai pemahaman pembaca.
c. Teknik uji rumpang bersifat fleksibel sehingga dalam waktu yang relatif singkat guru mendapatkan informasi
mengenai latar belakang kemampuan dan kebutuhan siswa.
d. Teknik isian rumpang dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama.
e. Sebagai teknik pembelajaran, teknik isian rumpang merupakan alat yang ideal untuk mendorong siswa tanggap
terhadap bacaan.
f. Teknik isian rumpang dapat dipergunakan sebagai latihan dan ukuran praktis akan pengetahuan dan pemahaman
tata bahasa siswa.
g. Teknik isian rumpang dapat melatih kesiapan dan ketanggapan dalam upaya memikirkan dan memahami maksud
dan tujuan penulis atau penulisan wacana.
Selain mempunyai keunggulan, teknik uji rumpang mempunyai kekurangan. Ahli Schlezinger pada tahun1968
meragukan kevaliditasan penggunaan teknik uji rumpang. Menurutnya ketepatan seseorang dalam pengisian bagian-
bagian yang dihilangkan belum tentu berdasarkan atas pemahamannya terhadap wacana melainkan didasarkan atas
pola-pola ungkapan yang telah dikenalnya. Untuk mengatasi hal tersebut, guru bisa memilih wacana atau bahan dan
disertai dengan diskusi untuk mengetahui lebih jauh alasan-alasan atau jawaban yang diberikan oleh siswa.
Kelemahan TUR yang lain yaitu hanya cocok digunakan untuk kepentingan membaca dalam hati atau membaca
pemahaman. Dengan demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring seperti pelafalan, intonasi,
penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.
PEMBAHASAN
Cara Pembuatan Wacana Rumpang
Kriteria pembuatan tes uji rumpang harus disesuaikan dengan fungsinya yaitu sebagai alat ukur dan alat ajar.
Menurut Taylor (dalam Hardjasujana, 1996:144) suatu prosedur yang baku untuk sebuah konstruksi wacana
rumpang, yaitu:
a. Memilih teks wacana yang tidak tergantung pada informasi sebelumnya.
b. Melakukan penghilangan atau pelesapan setiap kata ke-n, tanpa memperhatikan arti dan fungsi kata-kata yang
dihilangkan tersebut.
c. Mengganti bagian yang dihilangkan tersebut dengan tanda-tanda tertentu, misal garis mendatar (________) yang
sama pajangnya.
d. Memberi semua salinan dari bagian yang direproduksi kepada siswa.
e. Mengingatkan kepada siswa untuk mengisi bagian yang dihilangkan.
f. Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.
Wacana rumpang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai alat ukur dan alat ajar. Perbedaan antara wacana
rumpang sebagai
alat ukur dan alat
KARAKTERISTIK SEBAGAI UKUR ALAT SEBAGAI ALAT AJAR ajar dapat dilihat
Panjang wacana Antara 250-350 kata dan wacana terpilih Wacana yang terdiri atas maksimal 150
sebagai berikut.
perkataan
Deliasi Setiap kata ke-n hingga Delisi secara selektif bergantung pada
berjumlah lebih kurang 50 buah kebutuhan siswa dan pertimbangan guru
Berdasark
an tabel di atas,
Evaluasi Jawaban berupa kata, persis Jawaban boleh berupa sinonim atau kata yang
sesuai dengan kunci/teks aslinya, secara struktur dan makna dapat menggantikan
ada dua cara
metode “exact word” struktur dan makna kata menggantikan dalam membuat
kedudukan kata yang dihilangkan, wacana rumpang,
metode “contextual methode” yaitu cara
membuat wacana
rumpang sebagai
Tindak lanjut Lakukan diskusi untuk membahas jawaban-
jawaban siswa
alat ukur dan cara
membuat wacana
rumpang sebagai alat. Cara membuat wacana rumpang sebagai ukur berikut ini.
a. Pilihlah wacana yang relatif sempurna dengan panjang antara 250-350 kata!
b. Biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh atau tidak ada delisinya!
c. Lakukanlah penghilangan kata (delisi) pada kalimat kedua, yakni pada setiap kata kelima (ke-5) sehingga delisi
berjumlah 50 buah!
d. Jika kebetulan kalimat ke-5 jatuh pada kata bilangan, janganlah melakukan lesapan pada kata tersebut. Biarkan
kata itu hadir secara utuh. Sebagai gantinya mulailah kembali dengan hitungan kelima berikutnya!
e. Gantilah kata yang dikosongkan dengan tanda garis lurus atau titik mendatar yang sama panjangnya!
f. Berikanlah wacana yang telah dirumpangkan kepada peserta tes!
g. Mintalah peserta tes untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
terhadap wacana, memperhatikan konteks wacana, atau memperhatikan kata-kata sisanya!
h. Berilah waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada peserta tes untuk mengisi delisi!
i. Mintalah peserta tes untuk mengumpulkan wacana yang telah diisi sesuai waktu yang ditentukan!
j. Cocokkanlah jawaban peserta tes dengan perpatokan jawaban yang benar adalah jawaban yang berupa kata
yang sama dengan kunci jawaban atau teks aslinya!
k. Berilah penilaian terhadap hasil jawaban peserta tes!
Sedangkan cara membuat wacana rumpang sebagai alat ajar adalah sebagai berikut.
a. Pilihlah wacana yang relatif sempurna dengan panjang kurang lebih 150 kata!
b. Biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh atau tidak ada delisinya!
c. Lakukanlah penghilangan kata (delisi) secara selektif bergantung pada kebutuhan siswa dan pertimbangan guru.
Misalnyakata yang dihilangkan adalah setiap kata kerja, benda atau kata hubung!
d. Gantilah kata yang dikosongkan dengan tanda garis lurus atau titik mendatar yang sama panjangnya!
e. Berikanlah wacana yang telah dirumpangkan kepada siswa!
f. Mintalah siswa untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
terhadap wacana, memperhatikan konteks wacana, atau memperhatikan kata-kata sisanya!
g. Berilah waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk mengisi delisi!
h. Cocokkanlah jawaban siswa dengan cara berdiskusi. Jawaban yang benar adalah jawaban yang berupa kata yang
sama dengan kunci jawaban atau teks aslinya atau kata yang bersinonim atau kata yang secara struktur dan
makna dapat menggantikan struktur dan makna kata menggantikan kedudukan kata yang dihilangkan!
i. Berilah penilaian terhadap hasil jawaban siswa!
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan langkah-langkah dalam membuat tes uji rumpang
adalah sebagai berikut.
a. Memilih wacana yang berjumlah lebih dari 250 kata.
b. Membiarkan kalimat pertama dan terakhir utuh.
c. Melakukan penghilangan kata (delisi) pada kalimat kedua, yakni pada setiap kata kelima (ke-5) sehingga delisi
berjumlah 50 buah.
d. Jika kata ke-5 adalah kata bilangan, pelesapan dijatuhkan pada kata ke-5 berikutnya.
e. Mengganti kata yang dilesap dengan garis sama panjang (__________) kemudian diikuti dengan angka (1), (2),
(3), dan seterusnya.
f. Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.
g. Memberi penilaian terhadap hasil jawaban siswa.
Penilaian dan Interpretasi Hasil Uji Rumpang
a. Penilaian Hasil Uji Rumpang
Penilaian kemampuan siswa atau yang dites dalam mengisi lesapan atau delisi pada wacana rumpang
menggunakan kriteria persentasi dan dua metode penialaian. Kriteria persentasi dilakukan dengan cara jawaban yang
benar dibagi semua delisi yang ada pada wacana rumpang. Misalnya, jawaban yang benar adalah 6 dan lesapan yang
ada pada wacana rumpang 10, maka nilainya adalah 60%. Untuk menentukan apakah jawaban itu benar atau salah,
penilai mengguanakan metode penilaian uji rumpang. Metode penilaian tersebut ada dua, yaitu exact words
methodedan synonmy methode (contextual method) .
Exact words methode merupakan cara menilai isian lesapan dengan membenarkan jawaban yang sama
dengan kata aslinya dan menyalahkan jawaban yang tidak sama. Penilai hanya memberi angka kepada jawaban yang
sama dengan kata aslinya. Isian kata atau jawaban lain yang tidak sama, tidak dibenarkan (salah), walaupun jawaban
atau kata yang maknanya bisa diterima secara konteks. Metode penilaian ini digunakan untuk menilai hasil uji
rumpang sebagai alat ukur.
Contoh menilai dengan mengguanakan exact words methode berikut ini.
1) Wacana rumpang yang diisi oleh orang yang dites.
Pesulap Pemula
Aku mempunyai paman yang baik hati. Ia juga sangat lucu.... (1) baru belajar sulap. Ia... (2) pentas nanti
malam. Ini... (3) pentas pertamanya. Paman belum... (4) sulap. Terjadi kesalahan waktu... (5) topi. Tikus kecil di...
(6) topi keluar sendiri. Kelinci... (7) tikus keluar. Burung kecil... (8) keluar. Paman menjadi gugup.... (9) tertawa
melihatnya. Hal itu membuat pesta lebih meriah.
2) Jawaban atau kata yang diisi oleh orang yang dites:
(1) ia, (2) mau, (3) adalah, (4) mahir, (5) pertunjukan, (6) dalam, (7) ikut, (8) ikut, (9) aku.
3) Kunci jawaban:
(1) ia, (2) akan, (3) merupakan, (4) mahir, (5) pertunjukan, (6) dalam, (7) menyusul, (8) ikut, (9) aku.
Jawaban yang benar (sesuai kunci jawaban) ada 6, yaitu isian nomor (1), (4), (5), (6), (8), dan (9). Jawaban
yang salah (tidak sesuai kunci jawaban) ada 3, yaitu isian nomor (2), (3), dan (7) karena jawaban tersebut tidak
sama dengan kunci jawaban atau kata aslinya. Maka nilai yang diterima oleh siswa adalah 6/9 x 100% = 66%
Synonmy Methode (Contextual Method) merupakan cara menilai isian lesapan dengan membenarkan jawaban
yang sama dengan kata aslinya dan jawaban atau kata yang bersinonim atau bisa diterima secara konteks. Syaratnya
adalah kata isian dapat menggantikan kedudukan kata yang dihilangkan. Makna dan struktur konteks kalimat kata
diduduki tetap utuh dan dapat diterima. Metode penilaian ini digunakan untuk menilai hasil uji rumpang sebagai alat
ajar. Adapun yang melakukan penilaian adalah siswa dan guru bersama-sama dalam situasi pembelajaran melalui
diskusi.
Contoh menilai dengan menggunakan Synonmy Methode (Contextual Method) adalah sebagai berikut:
1. Wacana rumpang yang diisi oleh siswa atau orang yang belajar.
Pesulap Pemula
Aku mempunyai paman yang baik hati.... (1) juga sangat lucu.... (2) baru belajar sulap.... (3) akan pentas
nanti malam. Ini merupakan pentas pertamanya.... (4) belum mahir sulap. Terjadi kesalahan waktu
pertunjukkan... (5). Tikus kecil di dalam topi keluar sendiri. Kelinci menyusul... (6) keluar.... (7) kecil ikut keluar.
Paman menjadi gugup.... (8) tertawa melihatnya. Hal itu membuat pesta lebih meriah.
2. Jawaban atau kata yang diisi oleh siswa atau orang yang belajar
(1) ia, (2) paman, (3) dia, (4) paman, (5) topi, (6) tikus, (7) burung, dan (8) saya.
3. Kunci jawaban:
(1) ia, (2) paman, (3) ia, (4) paman, (5) topi, (6) tikus, (7) burung, dan (8) aku.
Jawaban sesuai kunci jawaban ada 6, yaitu isian nomor (1), (2), (4), (5), dan (6). Jawaban tidak sesuai kunci
jawaban ada 2, yaitu isian nomor (3) dan (8). Walaupun kedua jawaban tersebut tidak sama dengan kunci jawaban
atau kata aslinya, namun jawaban tersebut benar. Kedua kata tersebut merupakan sinonim dari kata yang
dihilangkan. Kata ia bersinonim dengan dia dan kata aku bersinonim dengan kata saya. Maka nilai yang diperoleh
siswa adalah: 8/8 x 100% = 100% (betul semua).
Berdasarkan pemaparan tentang penilaian hasil uji rumpang, dapat disimpulkan bahwa penilaian uji rumpang
memiliki dua metode. Metode pertama, membenarkan jawaban yang sama dengan jawaban aslinya, dan
menyalahkan jawaban yang tak sama dengan jawaban aslinya. Metode kedua, membenarkan jawaban yang sama
dengan jawaban aslinya, dan membenarkan jawaban yang bersinonim dengan jawaban aslinya. Teknik penilaian uji
rumpang yaitu dengan membagi jumlah jawaban benar dengan jumlah seluruh jawaban dikalikan 100%.
b. Interpretasi Hasil Uji Rumpang
Penetapan interpretasi didasarkan atas hasil penelitian para ahli. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara
membandingkan kemampuan siswa dan kemampuan isian rumpang terhadap sebuah teks atau wacana yang sama.
Hasil membandingkan dua hal tersebut menghasilkan pedoman untuk menginterpretasi hasil uji rumpang. Para ahli
yang penelitian terhadap interpretasi hasil uji rumpang adalah Rankin, Culhane, dan Zint.
Hasil penelitian Rankin dan Culhane tahun 1969 menetapkan interprestasi hasil uji rumpang berikut ini.
1) Pembaca berada pada tingkat independen atau bebas, jika persentase skor tes uji rumpang yang diperoleh di atas
60%.
2) Pembaca berada pada tingkat instruksional, jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya berkisar
antara 41% - 60%.
3) Pembaca berada pada tingkat frustasi atau gagal, jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya sama
dengan atau kurang dari 40%.
Ada pendapat lain yang menetapkan interprestasi hasil uji rumpang berbeda dengan pendapat di atas.
Penetapan interprestasi hasil uji rumpang tersebut berikut ini.
1) Perolehan hasil uji rumpang di atas 53,5% tergolong ke dalam tingkatan independen (mandiri atau bebas).
2) Perolehan hasil uji rumpang antara 44,5% sampai dengan 53,5% tergolong ke dalam tingkatan instruksional.
3) Perolehan hasil uji rumpang kurang dari 40% tergolong ke dalam tingkatan frustasi atau gagal.
Zint tahun 1972 berdasarkan hasil penelitiannya menetapkan interprestasi hasil uji rumpang yang berbeda
dengan kedua pendapat di atas. Penetapan interprestasi hasil uji rumpangnya adalah sebagai berikut.
1) Perolehan hasil uji rumpang di atas 50% tergolong ke dalam tingkatan independen (mandiri atau bebas).
2) Perolehan hasil uji rumpang antara 40% sampai dengan 50% tergolong ke dalam tingkatan instruksional.
3) Perolehan hasil uji rumpang kurang dari 40% tergolong ke dalam tingkatan frustasi atau gagal.
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, penetapan interprestasi hasil uji rumpang yang sesuai dengan kriteria
penetapan nilai keberhasilan belajar di Indonesia adalah pendapat Rankin dan Culhane. Batas kelulusan untuk sistem
evaluasi di Indonesia, pada umumnya ditetapkan jika peserta tes mampu menjawab dengan benar minimal 50% dari
jumlah soal yang diujikan. Hal tersebut didasarkan atas kriteria penilaian dengan menggunakan sistem penilaian
acuan patokan (PAN). Namun, kriteria penilaian sekarang ini menggunakan kriteria nilai ketuntasan. Nilai ketuntasan
masing-masing sekolah bergantung pada kondisi sekolah masing-masing.
Ketiga interprestasi hasil uji rumpang tersebut belum mengakomodasi dari sudut pandang bahan bacaan.
Interpretasi tersebut ditentukan dari sudut pandang klasifikasi pembacanya. Padahal, teknik uji rumpang salah
fungsinya adalah untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana. Namun, interpretasi tersebut dapat dijadikan patokan
dalam mengklasifikasikan bahan bacaan. Pengklasifikasian yang dipakai untuk menginterpretasikan bahan bacaan
adalah pendapat Rankin dan Culhane. Klasifikasi bahan bacaan ada tiga, yaitu perolehan hasil tes di atas 60%
digolongkan mudah, 41%-60% digolongkan sedang, dan kurang dari 40% digolongkan sukar.

Aplikasi Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, Kompetensi Membaca di Sekolah
Dasar
Teknik uji rumpang ialah sebuah teknik penghilangan kata-kata sistematis dari wacana dan pembaca
diharapkan dapat mengisi kata-kata yang hilang tersebut dengan kata yang sesuai (Hittleman, dalam Haryadi,
2014:191).
Berikut ini salah satu contoh aplikasi teknik uji rumpang dalam pembelajaran membaca di sekolah dasar.
Langkah 1
Guru menyiapkan wacana yang sudah dirumpangkan. Wacana tersebut dapat disesuaikan dengan tema
pembelajaran maupun indikator yang akan dicapai.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menelaah dan membaca dalam hati wacana yang
diberikan berdasarkan ketentuan waktu yang telah ditetapkan. Kemudian siswa disuruh untuk mengisi wacana
yang rumpang. Guru dapat mengelompokkan siswa agar dapat berdiskusi dalam mengisi lesapan tersebut.
Namun, jangan sampai mereka saling menyontek.
Langkah 2
Setelah kegiatan baca senyap dan kegiatan mengisi lesapan oleh siswa dianggap cukup, guru menyuruh
3 – 4 orang siswa membacakan hasil lesapan yang telah mereka sempurnakan. Kemudian, guru memberikan
komentar secara umum terhadap hasil kerja siswa.
Langkah 3
Guru membacakan bagian demi bagian dari wacana tersebut dan berhenti pada setiap bagian yang
dikosongkan. Salah seorang siswa diminta untuk mengajukan alternatif jawaban. Guru meminta siswa tersebut
untuk menuliskan kata-kata jawaban di papan tulis. Kemudian, mendiskusikan setiap alternatif jawaban itu
disertai alasan-alasannya sampai pada keputusan yang disepakati bersama.
Langkah 4
Teruskan kegiatan seperti pada langkah tiga di atas, sampai pada semua bagian wacana yang
dikosongkan itu terisi. Suruh 1 – 2 siswa untuk membacakan wacana yang telah disempurnakan berdasarkan
kesepakatan kelompok tersebut.
Langkah 5
Jika kegiatan pada langkah empat dianggap selesai, perlihatkanlah teks aslinya sebagai bahan
perbandingan bagi siswa.
Langkah 6
Selanjutnya, untuk mengetahui kemampuan hasil uji rumpang siswa secara individu, guru menyuruh
siswa untuk menghitung berapa banyak jumlah lesapan yang dianggap benar/cocok sesuai dengan konteks
kalimat. Hal ini (kunci jawaban berikut alternatif-alternatifnya) telah didiskusikan pada langkah sebelumnya.
Untuk menjamin kejujuran mereka, suruhlah mereka untuk mempertukarkan pekerjaan mereka dengan teman
sebangkunya. Setelah itu, mereka menghitung persentase kebenaran jawaban dengan rumus yang ditetapkan,
yaitu:
Jumlah jawaban benar x 100%
Jumlah seluruh lesapan
Prosedur penilaian
Penilaian untuk alat ukur dilakukan pada jawaban yang sama dengan kata pada wacana. Adapun sebagai
alat ajar, penilaian dilakukan dengan jawaban yang hampir sama dengan kata pada wacana.
Kriteria penilaian adalah seperti berikut ini.
1. Pembaca berada pada tingkat independen jika memperoleh skor di atas 60%.
2. Pembaca berada pada tingkat instruksional jika memperoleh skor antara 41% - 60%.
3. Pembaca berada pada tingkat frustrasi atau gagal jika persentasi skor kurang dari 40%.
SIMPULAN
Teknik uji rumpang adalah sebuah teknik untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis
dengan cara menyajikan bacaan yang tidak utuh (dirumpangkan) dan pembaca bertugas untuk mengisinya sehingga
menjadi bacaan seperti semula. Teknik uji rumpang mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai alat ukur dan sebagai
alat ajar. Manfaatnya, yaitu untuk mengukur tingkat keterbacaan dan melatih keterampilan membaca (Harjasujana
dan Mulyati, 1997:140-141).
Bourmuth (dalam Mulyati, 1995:47) menyatakan bahwa terdapat dua keunggulan dari TUR. Pertama, teknik
ini mencerminkan keseluruhan pengaruh yang berinteraksi dalam menentukan keterbacaan sebuah wacana. Kedua,
teknik ini mengombinasikan hampir seluruh unsur yang berhubungan dengan penentuan keterbacaan. Disamping
memiliki keunggulan, TUR juga memiliki kelemahan antara lain hanya cocok digunakan untuk kepentingan membaca
dalam hati atau membaca pemahaman. Dengan demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring
seperti pelafalan, intonasi, penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.
Pembuatan tes uji rumpang harus disesuaikan dengan fungsinya yaitu sebagai alat ukur dan alat
ajar. Penilaian uji rumpang memiliki dua metode. Pertama, membenarkan jawaban yang sama dengan jawaban
aslinya, dan menyalahkan jawaban yang tak sama dengan jawaban aslinya. Kedua, membenarkan jawaban yang
sama dengan jawaban aslinya, dan membenarkan jawaban yang bersinonim dengan jawaban aslinya.
REFERENSI
Astuti, Wiwiek Dwi dan K. Biskoyo. 2000. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran SLTP . Jakarta:
Pusat Bahasa.
Damaianti, Vismaia Sabariah. 1995. Kecendrungan Pola Sintaksis dan Semantis Wacana Ilmiah dan Wacana Sastra
Terpilih Dilihat dari Segi Tingkat Keterpahamannya (Tesis). Bandung: Program Pascasarjana IKIP.
Harjasujana, A.S. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.
Harjasujana, A.S. dan Mulyati Y. 1997. Bahan Ajar Membaca dan Keterbacaan” dalam Membaca 2. Jakarta: Ditjen
Dikdasmen.
Haryadi. 2013. Pokok-Pokok Membaca: Tinjauan Teoretis. Semarang: UNNES PRESS.
_______. 2014. Dasar-dasar Membaca: Bermuatan Kreativitas Berpikir dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter. Semarang:
UNNES PRESS.
Mulyati, Yeti. 1995. Teknik Rumpang: Suatu Alternatif Metode Pengujian Keterbacaan Wacana dan Strategi
Pembelajaran Membaca dalam Media Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia No.1. Bandung: FPBS-IKIP.
Nadeak dan Djajasudarma. 1996. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Wina.
Nurhadi. 2010. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Salem, Laurensius. 1999. Tingkat Keterbacaan Bahan Mulok bagi Murid SD Berdasarkan Pertimbangan Pakar dan Hasil
Tes (Tesis). Bandung: Pascasarjana UPI.

Anda mungkin juga menyukai