Anda di halaman 1dari 7

KLASIFIKASI WACANA BERDASARKAN BENTUK

Kelompok 3: Khofifah Aisah Amini (1810721002);


Husni Mardyatur Rahmi (1810721002); Retno Endah Pratiwi (1810721006)

PENDAHULUAN
Definisi wacana bisa ditinjau berdasarkan beragam sudut pandang. Sebagai contoh,
dalam sosiologi, wacana mengarah akan relasi konteks sosial di dalam penggunaan
bahasa. Adapun dalam sudut pandang linguistik, wacana merupakan kesatuan bahasa
yang lebih luas dibandingkan dengan kalimat. Selain itu, Hawthorn ketika tahun 1992
berpendapat tentang arti dari wacana. menurutnya, wacana ialah komunikasi/interaksi
bahasa/kebahasaan yang dipandang selaku adanya suatu pertukaran antara orang yang
berbicara dan orang yang mendengarkan, sebagai suatu kegiatan
individual/perseorangan dimana bentuk tersebut penentuannya berdasarkan tujuan
sosial. Kemudian, Roger Fowler pada tahun 1977 mendefinisikan wacana ialah
komunikasi, baik lisan serta tulisan yang yang berdasarkan sudut pandang kepercayaan,
nilai-nilai, dan klasifikasi yang ada di dalamnya.

PEMBAHASAN
Klasifikasi Wacana Berdasarkan Bentuk
Robert E. Longacre (dalam Junaiyah & Arifin, 2010: 78) membagi wacana menjadi
enam berdasarkan bentuknya, yaitu: naratif, prosedural, ekspositoris, hortatori,
epistoleri, dan dramatik. Kemudian, dikembangkan lebih lanjut oleh Wedhawati (dalam
Junaiyah & Arifin, 2010: 78), yakni dengan menambah satu jenis wacana lagi, ialah
wacana seremonial.
1. Wacana Naratif
Wacana naratif adalah wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan
suatu kisah. Uraiannya cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting
sering diberi tekanan dan diulang. Umumnya dimulai dengan alinea pembuka, isi,
dan diakhiri oleh alinea penutup. Contoh bentuk wacana naratif:
Masyarakat Indonesia sebagai pemakai bahasa Indonesia dianjurkan untuk
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik artinya sesuai dengan
konteksnya. Orang harus selalu berpikir, bagaimana sebaiknya menggunakan
bahasa secara tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi. Selain tepat, juga
harus benar. Artinya, bahasa yang kita ucapkan sebaiknya disampaikan atau
ditulis dengan pola dan aturan yang benar sesuai dengan gramatika bahasa.
2. Wacana Prosedural
Wacana prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan
bagaimana sesuatu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi
persyaratan tau aturan tertentu agar tujuan kegiatan itu berhasil dengan baik.
Contohnya adalah resep masakan, aturan pengolahan tanah persawahan, dsb, seperti
contoh di bawah ini.
Nasi Kuning
a. BAHAN: beras, beras ketan, santan kental, garam secukupnya, lengkuas,
serai, daun salam, kunyit parut dan peras airnya, air jeruk nipis ½ sdm.
b. PENDAMPING: ayam panggang, bumbu rujak siap pakai, perkedel kentang,
telur rebus, mentimun, tempe kering, seledri, dan cabai merah besar.
c. CARA MEMBUAT: campur beras dengan beras ketan, cuci bersih dan
tiriskan. Rebus santan, tambahkan bumbu-bumbu lainnya. Masak hingga
mendidih. Kukus beras hingga setengah matang. Angkatan dan masak dalam
air rebusan santan. Ratakan, kukus kembali hingga matang. Sajikan nasi
kuning bersama pendampinya.
3. Wacana Ekspositori

Setiawati dan Rossi (2019) menjelaskan bahwa wacana ekspositori merupakan


wacana yang berisi penjelasan tentang suatu hal. Wacana ekspositori merupakan
wacana yang bersifat menjelaskan dan memiliki tujuan agar tercapainya tingkatan
pemahaman atas suatu hal (Djajasudarma, 2012: 9). Lebih lanjut, Djajasudarma
menyatakan bahwa wacana ekspositori biasanya berisi pendapat atau simpulan dari
suatu pandangan, tepatnya, wacana ekspositori berisi penjelasan dengan cara
menguraikan bagian dari pokok pikiran. Wacana ekspositori berbentuk ilustrasi
dengan contoh, perbandingan, uraian kronologis, dan identifikasi. Adapun ceramah,
artikel, dan pidato termasuk wacana ekspositori.

Contoh wacana ekspositori:

Rutin minum air putih adalah kegiatan yang sepele tetapi memberikan
manfaat yang besar untuk tubuh. Beberapa manfaat yang bisa Anda
dapatkan ketika rutin minum air putih adalah menjaga metabolism
tubuh dan juga menjaga kesegaran kulit. Anda bisa meminum
minimal 2.1 liter setiap hari untuk memenuhi kebutuhan air tubuh.
Waktu yang tepat untuk minum air putih adalah sebelum dan sesudah
tidur. Anda bisa meminum air putih pada waktu-waktu tersebut untuk
memaksimalkan khasiat air putih (Setiawati dan Rossi: 2019).

4. Wacana Hortatori

Wacana hortatori menurut Djajasudarma (2012) adalah bentuk tuturan yang


isinya berupa ajakan atau nasihat. Wacana hortatori dapat berupa ekspresi yang
memperkuat keputusan agar lebih meyakinkan (Setiawan dan Rossi: 2019). Wacana
dengan jenis hortatori bertujuan untuk menggandeng pengikut untuk menyetujui
pendapat yang termuat dalam wacana, hal ini dikarenakan wacana ini digunakan
untuk memberikan pengaruh kepada pendengar dan pembaca agar terpikat dan
setuju dengan pendapat yang dikemukakan. Djajasudarma menjelaskan bahwa
wacana dengan jenis ini disusun berdasarkan hasil, bukan berdasarkan urutan waktu.
Yang termasuk dalam jenis wacana hortatori adalah khotbah, pidato politik, dsb.

Contoh wacana Hortatori:

Berbakti pada Negara

Dalam jihad atau perang suci, orang tidak pernah menghitung-hitung


usia atau pengalaman hidup. Bila memang bernar berbakti pada
negara, dan negara mengharuskan anak-anak dewasa berperang,
anak-anak pun harus maju ke medan perang, tak pernah menunggu-
nunggu siapa pun, mereka langsung menuju medan perang. Oleh
karena itu, camkanlah bawha hidup ini harus diisi dengan
pengabdian pada negara termasuk kepada bangsa dan nusa. Siapa
lagi yang akan membela tanah air dari amukan penjajah. Penjajah
yang ingin mengeruk keuntungan dari bumi kita tak mengenal
kemiskinan dan penderitaan pribumi (Djajasudarma, dkk. dalam
Djajasudarma: 2012).

5. Wacana Dramatik

Djajasudarma (2012) menjelaskan bahwa wacana dramatik merupaka jenis


wacana yang berbentuk tuturan dan sedikit nasrasi. Lebih lanjut, Djajasudarma
menyatakan bahwa wacana ini menyangkut beberapa orang. Wacana ini memuat
percakapan (dialog) antar penutur seperti dalam drama. Jenis wacana dramatik
berupa naskah drama, seperti pentas drama, skenario film, ludruk, dsb. Salah satu
ciri wacana dramatik adalah keterangan (narasi) yang termuat dalam tanda kurung,
yaitu penjelasan mengenai gerak-gerik tokoh.

Di suatu sore, di depan niang operasi, terdapat seseorang yang


dengan gelisah menunggu sesuatu.

Dokter : "Bisa berbicara dengan keluarga saudara Syarif."

Farhan: "Iya dok, saya kakaknya Syarif. Ada apa dok?" (sambil
meremas bagian tepi celana)

Dokter : "Kita dan tim sudah bekerja semaksimal mungkin, tapi


takdir berkehendak lain" (nada lemah)

Farhan: "Maksud dokter?

Dokter : “Mohon maaf nyawa saudara Syarif tidak tertolong,


karena pendarahan yang sangat parah."

Farhan: “Tidak mungkin, Dok”

Dokter : "Saya turut berduka cita. Sebaiknya Anda berdoa dan


mengikhlaskannya, agar amal saudara Syarif bisa
diterima dan diberi ketenangan (menepuk pundak
Farhan)”

(Setiawati
dan Rossi: 2019).

6. Wacana Epistoleri
Menurut Mulyana (2005: 50) wacana epistoleri biasa
dipergunakan dalam surat-menyurat. Pada umumnya memiliki
bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau
aturan. Secara keseluruhan, bagian wacana ini diawali oleh alinea
pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri alinea penutup.

7. Wacana Seremonial
Wacana seremonial digunakan dalam upacara atau
seremoni. Karena berkaitan dengan konteks dan suasaba
seremoni, wacana ini hanya digunakan pada waktu acara,
misalnya saja pada upacara adat. Wacana ini pada umumnya
terkait dengan latar belakang sosial budaya yang
melatarbelakanginya.
Biasanya wacana ini terdiri dari paragraf pembuka,
paragraf isi, dan diakhiri paragraf penutup. Contoh wacana
seremonial ini adalah pada pidato, upacara adat, atau acara
pernikahan.

PENUTUP
Kesimpulan
Dalam kajian wacana berdasarkan bentuk terdapat 7 jenis
wacana yang dapat ditemukan, yaitu wacana naratif, prosedural,
ekspositori, hortatori, dramatik, epistoleri, seremonia. Semuanya
merupakan pembagian yang ada di dalam wacana berdasarkan
bentuknya. Kajian wacana di atas berada dan dipakai dalam
fungsi dan kondisi masing-masing, dalam prosesi upacara adat,
dalam pembuatan surat-menyurat, dalam menarasikan sesuatu,
dan sebagainya sesuai konteks dan kondisi yang
melatarbelakanginya.
DAFTAR PUSTAKA

Aswinarko. 2013. Kajian Deskriptif Wacana Mantra. Deiksis. 5 (2). 119-128.


Djajasudarma, T. Fatimah. 2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: Refika Aditama

Junaiyah & Zaenal Arifin. 2010. Keutuhan Wacana. (E-book). Jakarta: Grasindo
Setiawati, Eti, dan Rossi Rusmawati. 2019. Analisis Wacana: Konsep, Teori, dan
Aplikasi. Malang: Universitas Brawijawa Press.
Diskusi dilakukan pada:

Hari/tanggal : Kamis, 14 Oktober 2021

Pukul : 19.00—20.30

Kehadiran : Husni Mardhyatur Rahmi

Khofifah Aisah Amini

Retno Endah Pratiwi

Anda mungkin juga menyukai