JUMLAH PENUTUR
Kelompok 3: Khofifah Aisah Amini (1810721002);
Husni Mardyatur Rahmi (1810721002); Retno Endah Pratiwi (1810721006)
PENDAHULUAN
Wacana merupakan unsur kebahasaan yang paling tinggi kedudukannya karena unsur-
unsur wacana tersebut telah tersusun secara kompleks yang meliputi semua satuan
pendukung kebahasaan. Satuan pendukung kebahasaannya ini meliputi fonem, morfem, kata,
frasa, klausa, kalimat paragraf. Menurut Van Djik, wacana ini merupakan suatu bentuk satuan
yang sifatnya abstrak yang terdiri terbentuk karena adanya topik, kohesi-koherensi, dan dapat
berhubungan dengan tanda, lambang ataupun simbol.
Kajian wacana mencakup beberapa aspek kebahasaan terutama mengenai kajian
linguistik, pragmatik, dan semantik, sedangkan jenis wacana dibagi berdasarkan beberapa
aspek tertentu, pada makalah ini akan dijelaskan jenis wacana berdasarkan media
penyampaian dan jumlah penuturnya. Terdapat beberapa bagian di dalam jenis wacana ini
yang akan dipaparkan secara singkat dan padat dalam pembahasannya.
PEMBAHASAN
1. Wacana Tulis
Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Tulisan
merupakan media yang efektif dan efisien dalam menyampaikan berbagai gagasan, wawasan,
ilmu pengetahuan, topik, ataupun hal-hal yang dapat mewakili bentuk pemikiran manusia.
Tarigan (2009) menambahkan, wacana tulis atau written discourse sering dikaitkan dengan
written text karena bersifat non-interaktif, yaitu wacana yang bersifat satu arah.
Djajasudarma (2017) membagi wacana tulis berdasarkan sifatnya, yaitu wacana tulis
transaksional dan wacana tulis interaksional. Wacana tulis transaksional merupakan wacana
tulis yang mengemukakan isi komunikasi, seperti iklan, instruksi, esai, dsb. Adapun wacana
tulis interaksional merupakan wacana tulis yang mengemukakan komunikasi secara timbal
balik, contohnya surat-menyurat antar dua orang.
2. Wacana Lisan
Wacana lisan merupakan jenis yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan
bahasa verbal atau yang biasa disebut sebagai tuturan atau ujaran.. Jenis wacana ini disebut
tuturan atau ujaran karena dalam komunikasi, wacana ini berupa rangkaian ujaran. Willis
Edmonsond (1991), dalam bukunya yang berjudul spoken discourse (wacana lisan) secara
tidak langsung menyebut bahwa wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulisan.
Beberapa kelebihan di antaranya ialah:
1) Bersifat alami (natural) dan langsung.
2) Mengandung unsur-unsur prosodi bahasa
3) Memiliki sifat suprasensial (di atas struktur kalimat).
4) Berlatar belakang konteks situasional.
Bahasa lisan atau wacana lisan pada dasarnya merupakan hal utama yang menjadi pokok
bahasan dalam suatu kajian wacana. Wacana yang sesungguhnya dalam kajian wacana adalah
wacana lisan, yaitu tuturan yang langsung disampaikan secara verbal. Melalui analisis
terhadap wacana lisan, akan diperoleh berbagai aspek yang masih melingkupi hal-hal
tersebut. Misalnya, siapa yang bertutur, di mana tuturan tersebut terjadi, dalam situasi apa
tuturan itu berlangsung, kapan terjadinya, dan untuk tujuan apa wacana itu dituturkan, dan
lain sebagainya. Wacana lisan sangat dipengaruhi oleh konteks dan bersifat temporer yang
fana atau setelah diucapkan langsung hilang, sehingga harus melibatkan konteks ketika ujaran
tersebut diucapkan.
Sama halnya dengan wacana tulis, Djajasudarma (2017) juga membagi wacana lisan
berdasarkan sifatnya, yaitu wacana lisan transaksional dan wacana lisan interaksional.
Wacana lisan transaksional merupakan wacana lisan yang mengemukakan isi komunikasi,
seperti pidato, dakwah, dsb. Adapun wacana lisan interaksional merupakan wacana lisan
yang mengemukakan komunikasi secara timbal balik, contohnya percakapan, debat, dsb.
2) Dialog
Dalam online etymology dictionary (diakses 04/11/2021), pengertian monolog secara
harfiah dapat diuraikan sebagai berikut.
(a) Dialogue dari bahasa Latin yang berarti ‘literary work consisting of a conversation
between two or more persons’ (‘karangan yang berupa percakapan antara dua orang
atau lebih’).
(b) Dialogos dari bahasa Yunani yang berarti ‘percakapan, dialog’ yang berkaitan dengan
istilah dialogesthai ‘berbicara’ (dia ‘berhadapam, di antara’ + legein ‘berbicara).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dialog adalah percakapan
antara dua orang atau lebih. Dengan demikian, dialog setidaknya melibatkan dua orang atau
dua pihak, yakni pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca yang kedua pihak
tersebut bergantian sebagai pembicara dan pendengar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Blair (dalam Lewinski & Blair, 2011: 4), a dialogue is an extended verbal exchange between
two people (in its simplest form), in which the parties take turns responding to what the other
said in one or more of the preceding turns ‘Dialog adalah pertukaran verbal yang
diperpanjang antara dua orang (dalam bentuknya yang paling sederhana), di mana para pihak
bergiliran menanggapi apa yang dikatakan pihak lain dalam satu atau lebih giliran
sebelumnya’.
Adapun contoh dari wacana dialog adalah:
- percakapan (conversation)
- diskusi (discussion)
- wawancara (interviews)
- pembicaraan/perundingan (talks)
Selain itu, wacana dialog juga dapat berupa tegur sapa, tanya jawab guru dengan
murid, dialog dokter dan pasien, tawar-menawar dalam peristiwa jual-beli, dan interogasi
polisi dengan pesakitan.
PENUTUP
Kesimpulan
REFERENSI
Djajasudarma, T. Fatimah. 2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: Refika Aditama
Junaiyah & Zaenal Arifin. 2010. Keutuhan Wacana. (E-book). Jakarta: Grasindo
Lewinski, Marcin and Blair, J Anthony. 2011. "Monologue, dilogue or polylogue: Which
model for public deliberation?". OSSA Conference Archive. 52:
https://scholar.uwindsor.ca/ossaarchive/OSSA9/papersandcommentaries/52
Syukriati. 2019. Analisis Wacana Lisan Pada Mahasiswa Antardaerah di Yogyakarta. Jurnal
Ilmiah Sarasvati. 1 (1). 14-27.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Diskusi dilakukan pada:
Pukul : 11.00—12.00