Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

UNSUR – UNSUR WACANA

(KELOMPOK 5)

DOSEN : DR. MASRIN

MATA KULIAH : MEMBACA DAN MENULIS

NAMA KELOMPOK :

UDED MUHIDIN 20197170122

AGUNG DWI CAHYA 20197170038

BAHARUDDIN YUSUF 20197170113

SAEPUL ANWAR 20197170085

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................1

1.2. Pengertian...............................................................……………………….,…3

1.3. Tujuan Penulisan...............................................................................................7

1.4. Manfaat Penulisan.............................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................9

2. Unsur – Unsur Wacana........................................................................................9

2.1. Unsur – unsur Internal Wacana.................................................................9

2.2 Unsur – unsur eksternal wacana..............................................................12

BAB III PENUTUP.............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Awalnya kata wacana dalam Bahasa Indonesia digunakan untuk mengacu pada
bahan bacaan, percakapan, dan tuturan. Istilah wacana mempunyai acuan yang
lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling
besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara
berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian
bunyi membentuk kata. Rangkaian kata membentuk frasa dan rangkaian frasa
membentuk kalimat. Akhirnya rangkaian kalimat membentuk wacana. (Martutuk,
1997:

Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan
sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut
Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang
nyata.

Lebih lanjut, menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988:54) wacana pada umumnya
adalah teks yang lengkap yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan yang
tersusun oleh kalimat yang berkaitan, tidak harus selalu menampilkan isi yang
koheren secara rasional. Wacana dapat diarahkan ke satu tujuan bahasa atau
mengacu sejenis kenyataan.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah
satuan bahasa yang terstruktur secara lengkap yang disajikan secara teratur dan
membentuk suatu makna yang disampaikan secara tertulis maupun lisan. Dalam
peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses
komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis,
wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penulis.

3
Wacana berasal dari bahasa Inggris “discourse” merupakan tulisan atau ucapan
yang merupakan wujud penyampaian pikiran secara formal dan teratur. Dalam
realisasinya wacana diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku,
seri ensiklopedi, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa
amanat yang lengkap. Wacana yang diwujudkan dalam bentuk karangan akan
ditandai oleh satu judul karangan. Wacana yang diwujudkan dalam bentuk
karangan (karangan yang dituliskan) akan ditandai oleh satu judul karangan. jika
karanagan itu dilisankan, maka wacana tersebut akan ditandai oleh adanya
permulaan salam pembuka dan adanya penyelesaian dengan salam penutup.

Wacana ini ialah suatu deretan kalimat yang saling berhubungan satu sama lain
serta menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya di dalam kesatuan
makna yang semantis antar bagian di dalam suatu bangun bahasa. Wacana ini juga
merupakan kesatuan bahasa yang lengkap serta sangat utuh sebab tiap-tiap bagian
wacana berhubungan.

Wacana ini menempati hierarki teratas di dalam tingkatan kebahasaan sebab


wacana ini merupakan satuan gramatikal tertinggi serta terbesar. Dan wacana ini
juga dapat berupa kata, kalimat, paragraf, atau juga karangan yang sangat utuh
serta lebih besar, seperti artikel atau pun buku. Kata-kata yang sering ini
digunakan didalam wacana berpotensi ialah sebagai kalimat, bukan kata yang
keluar dari konteks. Wacana ini sangat bergantung pada keutuhan serta keaslian
unsur makna dan juga konteks yang melengkapinya.

Menurut James Deese, macana ini merupakan seperangkat proposisi yang saling
berhubungan antara satu sama lain untuk dapat/bisa menghasilkan rasa yang
kepaduan atau juga rasa kohesi untuk si penyimak atau juga pembaca. Kepaduan
serta kohesi tersebut akan muncul dari isi wacana.

Menurut Fatimah Djajasudarma (1994:1), wacana ini merupakan deretan kalimat


yang saling berhubungan, dapat menghubungkan proposisi yang satu dengan yang
lain, membentuk suatu satu kesatuan.

Untuk menghindari polemik dari munculnya beragam definisi ini, maka sudut
pandang kita dalam diskusi ini akan kita batasi dan hanya berpijak pada sudut
pandang linguistik (ilmu tentang bahasa) saja. Sayangnya, meskipun sudut

4
pandang kita dalam menangkap fenomena wacana telah kita batasi dalam skop
yang lebih kecil yaitu linguistik, ternyata dalam ranah inipun, para pakar juga
berbeda dalam memerikan apa itu wacana. Karena itulah, pada diskusi kita kali ini
(dengan mempertimbangkan mata tutorial kita yaitu ketrampilan menulis), yang
akan kita jadikan pedoman dalam mendefinisikan wacana adalah definisi yang
disampaikan oleh Badudu dalam Eriyanto (2001:2), yaitu: (1) wacana adalah
rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lainnya, yang membentuk satu kesatuan sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut, dan (2) wacana
adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa
dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan, disampaikan secara lisan
atau tulisan.

Setelah dapat memahami apa itu wacana, selanjutnya kita juga harus dapat
mengetahui jenis-jenis wacana dan perbedaan antara jenis wacana satu dengan
wacana jenis lainnya. Dengan pengetahuan ini, diharapkan kita menjadi sangat
kreatif dalam memproduksi wacana baik itu wacana lisan maupun tulisan.

Wacana secara kasat mata dapat dibedakan berdasarkan struktur generik (generic
structure) dan fitur-fitur bahasanya (language features). Yang disebut struktur
generik di sini adalah struktur yang terbentuk dari perbedaan fungsi-fungsi
paragraf dalam membangun sebuah wacana (seperti tesis, argumen, klimaks, dst).
Yang disebut fitur bahasa di sini adalah penggunaan atau pemanfaatan bahasa
(baik itu tata bahasa maupun diksinya) untuk membangun sebuah wacana.

Sehingga makalah ini berusaha menjelaskan apa saja jenis-jenis wacana


berdasarkan beberapa aspek?

1.2. Pengertian unsur- unsur Wacana


Kajian terhadap unsur internal dan eksternal sebuah teks mengacu pada upaya
untuk mengungkap unsur-unsur yang berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan
dari teks yang bersangkutan serta unsur-unsur dari luar bahasanya. Unsur internal
berkaitan dengan aspek penggunaan bahasa, The 1st International Conference on
Language, Literature and Teaching ISSN 2549-5607 707 sedangkan unsur
eksternal berkaitan dengan aspek luar bahasa (Mulyana, 2005:9). Kajian ini

5
berfokus pada upaya untuk mengidentifikasi unsur internal dan eksternal wacana
obituari. Upaya identifikasi ini dilatarbelakangi oleh temuan dari penelitian
sebelumnya oleh Sulistyono (2016) dan Sunanda (2017) yang mengungkapkan
bahwa terdapat keunikan tersendiri dalam wacana obituarium. Keunikan ini
mencakup keunikan dalam hal penggunaan diksi dan gaya bahasa serta pola
pengembangannya yang mencakup pola pengembangan teks yang lengkap dan
teks tak lengkap. Obituari merupakan istilah yang mengarah pada wacana dalam
media massa yang memuat berita kematian seseorang dengan disertai dengan
riwayar hidup (KBBI, 2008:975). Obituari dapat dibedkan menjadi obituari yang
dimuat di halaman iklan dan obituari yang secara sengaja disusun oleh redaksi
untuk memberitakan tokoh nasional dan internasional yang telah meninggal.
Sementara itu, obituari yang dimuat di halaman iklan merupakan hasil pesanan
dari pihak tertentu untuk mempublikasikan berita kematian seseorang yang
merupakan kerabat atau orang terdekat.Martutik (1997:12) mengatakan, wacana
adalah satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau
laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah. Wacana adalah
rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain itu membentuk kesatuan. Pembahasan wacana memerlukan
pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kalimat.

Dalam situasi komunikasi, apapun bentuk wacananya, diasumsikan adanya


penyapa dan pesapa. Penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah
pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah
pembaca. Dalam sebuah wacana harus ada unsur penyapa dan unsur pesapa.
Tanpa adanya kedua unsur tersebut tak akan terbentuk suatu wacana.

Yang melatar belakangi Wacana adalah salah satu bagian dari strata kebahasan
yang menduduki posisi tertinggi. Berdasarkan pernyataan itu, dapat dikatakan
bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan
sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut

6
Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang
nyata.

Lebih lanjut, menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988:54) wacana pada umumnya
adalah teks yang lengkap yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan yang
tersusun oleh kalimat yang berkaitan, tidak harus selalu menampilkan isi yang
koheren secara rasional. Wacana dapat diarahkan ke satu tujuan bahasa atau
mengacu sejenis kenyataan.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah
satuan bahasa yang terstruktur secara lengkap yang disajikan secara teratur dan
membentuk suatu makna yang disampaikan secara tertulis maupun lisan. Dalam
peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses
komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis,
wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penulis.

Wacana berasal dari bahasa Inggris “discourse” merupakan tulisan atau ucapan
yang merupakan wujud penyampaian pikiran secara formal dan teratur. Dalam
realisasinya wacana diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku,
seri ensiklopedi, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa
amanat yang lengkap. Wacana yang diwujudkan dalam bentuk karangan akan
ditandai oleh satu judul karangan. Wacana yang diwujudkan dalam bentuk
karangan (karangan yang dituliskan) akan ditandai oleh satu judul karangan. jika
karanagan itu dilisankan, maka wacana tersebut akan ditandai oleh adanya
permulaan salam pembuka dan adanya penyelesaian dengan salam penutup.

Wacana ini ialah suatu deretan kalimat yang saling berhubungan satu sama lain
serta menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya di dalam kesatuan
makna yang semantis antar bagian di dalam suatu bangun bahasa. Wacana ini juga
merupakan kesatuan bahasa yang lengkap serta sangat utuh sebab tiap-tiap bagian
wacana berhubungan.

Wacana ini menempati hierarki teratas di dalam tingkatan kebahasaan sebab


wacana ini merupakan satuan gramatikal tertinggi serta terbesar. Dan wacana ini

7
juga dapat berupa kata, kalimat, paragraf, atau juga karangan yang sangat utuh
serta lebih besar, seperti artikel atau pun buku. Kata-kata yang sering ini
digunakan didalam wacana berpotensi ialah sebagai kalimat, bukan kata yang
keluar dari konteks. Wacana ini sangat bergantung pada keutuhan serta keaslian
unsur makna dan juga konteks yang melengkapinya.

Menurut James Deese, macana ini merupakan seperangkat proposisi yang saling
berhubungan antara satu sama lain untuk dapat/bisa menghasilkan rasa yang
kepaduan atau juga rasa kohesi untuk si penyimak atau juga pembaca. Kepaduan
serta kohesi tersebut akan muncul dari isi wacana.

Menurut Fatimah Djajasudarma (1994:1), wacana ini merupakan deretan kalimat


yang saling berhubungan, dapat menghubungkan proposisi yang satu dengan yang
lain, membentuk suatu satu kesatuan.

Untuk menghindari polemik dari munculnya beragam definisi ini, maka sudut
pandang kita dalam diskusi ini akan kita batasi dan hanya berpijak pada sudut
pandang linguistik (ilmu tentang bahasa) saja. Sayangnya, meskipun sudut
pandang kita dalam menangkap fenomena wacana telah kita batasi dalam skop
yang lebih kecil yaitu linguistik, ternyata dalam ranah inipun, para pakar juga
berbeda dalam memerikan apa itu wacana. Karena itulah, pada diskusi kita kali ini
(dengan mempertimbangkan mata tutorial kita yaitu ketrampilan menulis), yang
akan kita jadikan pedoman dalam mendefinisikan wacana adalah definisi yang
disampaikan oleh Badudu dalam Eriyanto (2001:2), yaitu: (1) wacana adalah
rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan proposisi yang lainnya, yang membentuk satu kesatuan sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat tersebut, dan (2) wacana
adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa
dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan, disampaikan secara lisan
atau tulisan.

Setelah dapat memahami apa itu wacana, selanjutnya kita juga harus dapat
mengetahui jenis-jenis wacana dan perbedaan antara jenis wacana satu dengan
wacana jenis lainnya. Dengan pengetahuan ini, diharapkan kita menjadi sangat
kreatif dalam memproduksi wacana baik itu wacana lisan maupun tulisan.

8
Wacana secara kasat mata dapat dibedakan berdasarkan struktur generik (generic
structure) dan fitur-fitur bahasanya (language features). Yang disebut struktur
generik di sini adalah struktur yang terbentuk dari perbedaan fungsi-fungsi
paragraf dalam membangun sebuah wacana (seperti tesis, argumen, klimaks, dst).
Yang disebut fitur bahasa di sini adalah penggunaan atau pemanfaatan bahasa
(baik itu tata bahasa maupun diksinya) untuk membangun sebuah wacana.

Sehingga makalah ini berusaha menjelaskan apa saja jenis-jenis wacana


berdasarkan beberapa aspek?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur wacana berdasarkan bentuk?

1.3.2 Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur wacana berdasarkan


berdasarkan media penyampaian?

1.3.3 Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur wacana berdasarkan


berdasarkan jumlah penutur?

1.3.4 Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur wacana berdasarkan


berdasarkan sifat?

1.3.5 Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur wacana berdasarkan


berdasarkan isi?

1.3.6 Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur wacana berdasarkan


berdasarkan gaya dan tujuan?

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1) Pembaca dan penulis dapat memperkaya pengetahuan tentang apa saja unsur-
unsur wacana sebagai bahan mata kuliah Membaca dan Menulis
2) Agar penulis dan pembaca dapat mengaplikasikannya dalam proses
pembelajaran mata kuliah Membaca dan Menulis.

9
BAB II
PEMBAHASAN

2. UNSUR- UNSUR WACANA

Wacana memiliki dua unsur pendukung utama yaitu : unsur dalam (internal)


dan unsur has (eksternal). 

yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan
dengan aspek formal kebahasaan, sedangkan unsur eksternal berkaitan dengan
hal-hal di luar wacana itu sendiri. Unsur eksternal wacana merupakan sesuatu
yang menjadi bagian wacana, tetapi tidak nampak secara eksplisit. Kehadiran
unsur eksternal berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana. Unsur-unsur
eksternal ini terdiri atas implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks.
2.1 Unsur internal wacana

Terdiri atas satuan kata atau kalimat. Yang dimaksud satuan kata ialah
tuturan yang berwujud satu kata. Untuk menjadi susunan wacana yang lebih
besar, satuan kata atau kalimat tersebut akan bertalian dan bergabung
(Mulyana, 2005 : 9).

 Unsur internal wacana berdasarkan penutur

Jika dilihat di dalam struktur yang lebih besar (di dalam kalimat, misalnya)
kata merupakan bagian dari kalimat karena sebuah kalimat bisa terdiri atas
beberapa kata yang membentuk satu pengertian yang utuh dan selesai jika
dilisankan, sebuah kalimat diakhiri dengan intonasi final.

Kalimat sering diandaikan seperti sebuah bangunan yang terdiri atas


beberapa ruang. Padahal, bisa saja sebuah kalimat hanya terdiri atas satu
kata. Namun, kalimat satu kata itu harus merupakan pengungkapan atau
tuturan pendek yang memiliki esensi sebagai kalimat (satu ruang itu harus
dianggap sebuah rumah). Kalimat pendek seperti itu sering terdapat pada
dialog atau percakapan karena pada tempat dan situasi tertentu orang

10
cenderung bertanya jawab dengan kalimat pendek, bahkan mungkin tidak
berbentuk kalimat.

Contoh:

Ketika pulang dari sekolah si A bertemu dengan si B:

A: Kemana? Kuliah, ya?

B: Enggak, mau ke rumah teman, ngerjakan tugas bersama.

 Kata atau kalimat yang berkedudukan sebagai wacana harus memiliki


makna yang lengkap, informasi dan konteksnya jelas untuk mendukung
sebuah tuturan yang utuh.

Pada dasarnya, sebuah kata atau kalimat menjadi bermakna karena selalu
diandalkan adanya unsur lain yang menjadi pasangannya.

Jadi, sebuah kalimat dapat dipahami karena adanya makna kalimat yang
menjadi bandingannya itu.

Contoh: Saya lapar.

Kalimat itu dapat dipahami pendengar atau pembaca karena diandalkan


adanya unsur lain, seperti saya tidak lapar atau saya mau makan.

 Teks merupakan hasil proses wacana. Di dalam proses tersebut, terdapat


nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain. Dengan
demikian memahami makna suatu teks itu, tidak bisa dilepaskan dari hanya
pemahaman tentang teks itu tersendiri, namun juga harus memahami tentang
konteks yang menyertai teks tersebut. Jika salah dalam menafsirkan
konteksnya maka pemahaman makna dan pesan teks akan terhambat.
Perpaduan teks dan konteks disebut wacana. Artinya, sebuah teks disebut
wacana berkat adanya konteks pada pihak lain, Sumarlam (2005: 47)
menyatakan bahwa konteks wacana adalah aspek internal wacana dan segala
sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka konteks wacana secara garis besar dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu konteks bahasa dan konteks
luar  bahasa. Konteks wacana terdiri atas berbagai unsur seperti:

11
a. Latar (Setting and Scene)
b. Peserta (Participants)
c. Hasil (Ends)
d. Amanat (Act Sequence)
e. Cara (Key)
f. Sarana (Instrumentalitis)
g. Norma (Norm)
h. Jenis (Genre)

a. Latar (Setting and Scene).


Setting lebih bersifat fisik yang mengacu pada tempat dan waktu
terjadinya percakapan. Sedangkan scene merupakan latar psikis yang
lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa
tuturan. Hal tersebut terlihat pada wacana berikut ini: Waktu pukul
tujuh malam, desa Sukatani sudah tampak sunyi seperti kuburan.
Terpaksa aku menutup pintu rumah dan meregangkan otot di tempat
tidur. Aku terbangun pukul tiga pagi. Tidak dikira, ternyata di jalan
sudah banyak orang yang berlalu lalang.
b. Peserta (Participants).
Peserta yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
c. Hasil (Ends).
Hasil mengacu pada tujuan akhir dan tanggapan dari suatu
pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur.
d. Amanat (Act Sequence).
Amanat mengacu pada bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat dapat
berupa surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengumuman, dan
sebagainya.
e. Cara (Key).
Cara mengacu pada pelaksanaan percakapan, misalnya dengan cara
bersemangat, santai, maupun tenang  yang meliputi nada dan sikap.
f. Sarana (Instrumentalitis).

12
Sarana adalah wahana komunikasi yang dapat mengacu pada
pemakaian bahasa, apakah secara lisan atau tertulis.
g. Norma (Norm).
Norma mengacu pada aturan-aturan perilaku peserta percakapan,
misalnya diskusi yang cenderung bersifat dua arah, sedangkan pidato
cenderung satu arah. Aturan yang membatasi percakapan, seperti
bagaimana cara membicarakannya;
h. Jenis (Genre).
Jenis mengacu pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya wacana
koran dan wacana puisi.
 Teks dan koteks.
Istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis, dan wacana
bahasa lisan. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah.
Sedangkan istilah koteks adalah teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan
memiliki hubungan dengan teks lainnya, teks yang satu memiliki
hubungan dengan teks lainnya.
2.1. Unsur-unsur eksternal wacana
Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah sesuatu yang menjadi bagian
wacana, namun tidak nampak eksplisit. Sesuatu itu berada di luar satuan
lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap keutuhan
wacana. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas implikatur, preuposisi,
referensi, inferensi, dan konteks. Analisis dan pemahaman terhadap unsur-
unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang suatu wacana.
 Implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan
yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang “berbeda” tersebut adalah
maksud pembicara yang dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain,
implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang
tersembunyi.
 Istilah presuposisi adalah perkiraan, persangkaan, atau rujukan. Dengan
kata lain presuposisi adalah anggapan dasar atau penyimpulan dasar
mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuatu bentuk bahasa
menjadi bermakna bagi pendengar/pembicara.

13
 Referensi adalah hubungan antar kata dengan benda (orang, tumbuhan,
buku, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi merupakan perilaku
pembicara/penulis.
 Inferensi berarti kesimpulan. Dalam bidang wacana inferensi berarti
sebagai proses yang harus dilakukan pembaca untuk memahami makna
yang secara harfiah  tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan
oleh pembicara/penulis.
 Konteks berarti yang berkenaan dengan teks, yakni benda benda atau hal-
hal beserta canda bersama teks dan menjadi lingkungan itu. Menurut
Brown dan Yulo (1983), konteks adalah lingkungan (envirenment) atau
keadaan (circumstances) tempat bahasa digunakan. Dapat pula dikatakan
bahwa konteks adalah lingkungan teks. Disamping istilah konteks dalam
hasanah istilah linguistik Indonesia juga digunakan istilah lingkungan,
lingkupan yang sama mempunyai makna yang berbeda karena konteks
yang berbeda.
 Imam Syafei menambahkan bahwa, apabila dicermati dengan saksama,
konteks terjadinya suatu percakapan terdiri dari empat macam, yaitu.
a.Konteks linguistik, yaitu kalimat-kalimat dalam percakapan;
b.Konteks epistemis, yaitu latar belakang pengetahuan yang sama-sama
diketahui oleh partisipant;
c.Konteks fisik, yaitu tempat terjadinya percakapan dan objek yang
disajikan dalam percakapan;
d.Konteks sosial, yaitu relasi sosial yang melengkapi hubungan
antarpelaku atau partisipan dalam suatu percakapan.

14
BAB III
PENUTUP

3. Kesimpulan
Wacana adalah kesatuan makna (temetik) antar bagian didalam suatu bangun
bahasa. Dengan ketentuan makna, wacana dilihat sebagai bangunan bahasa
yang utuh, karna setiap bagian didalam wacana itu berhubungan secara padu.
Disamping itu wacana juga terikat pada konteks sebagai kesatuan yang abstrak.

Wacana memiliki dua unsur pendukung utama yaitu unsur dalam (internal) dan
unsur has (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal
kebahasaan, sedangkan unsur eksternal wacana merupakan suatu yang menjadi
bagian wacana tetapi tidak tampak secara eksplisit. Kehadiran unsur eksternal
berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana. Unsur unsur eksternal itu terdiri
atas implikatur, presu posisi, referensi dalam konteks.
Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan, Unsur internal
wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat. Yang dimaksud satuan kata ialah
tuturan yang berwujud satu kata. Untuk menjadi susunan wacana yang lebih
besar, satuan kata atau kalimat tersebut akan bertalian dan bergabung
(Mulyana, 2005 : 9).

sedangkan unsur eksternal wacana merupakan suatu yang menjadi


bagian wacana tetapi tidak tampak secara eksplisitWacana merupakan
unsur kebahasaan yang paling tinggi kedudukannya karena unsur-unsur wacana
tersusun secara kompleks meliputi semua satuan pendukung kebahasaan.
Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa,
kalimat paragraf. Menurut Van Djik wacana merupakan suatu bentuk satuan
yang sifatnya abstrak yang terdiri terbentuk karena adanya topik, kohesi-
koherensi, dan dapat berhubungan dengan tanda, lambang ataupun simbol.

15
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran wacana. Bandung: Angkasa. LKiS.

Mulyana. 2005. Kajian wacana. Yogyakarta: Tiara wacana.

Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.

Djajasudarma, T. Fatimah. 1994. Wacana (Pemahaman dan hubungan antar


unsur). Bandung: PT. UNESCO.

Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik. 2006. Analisis Wacana. Malang:
Bayumedia Publishing.

Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana (Pemahaman Antar Unsur). Bandung : PT


Eresco.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:


LKiS.

Wijana, I Dewa Putu. dan Rohmadi, Muhammad. 2011. Analisis Wacana


Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

16

Anda mungkin juga menyukai