Anda di halaman 1dari 23

WACANA, KOHESI DAN KOHERENSI

MAKALAH

disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam menempuh


Mata Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD
oleh Dosen/Asisten : Drs. Dindin M. Zaenal Muhyi, M.Pd. /
Feby Inggriyani, M.Pd.

Disusun Kelompok III, Kelas 4A :


1. Rata Bila Bagi 185060008
2. Aqilla Salsabila 185060009
3. Fiqa Mahira Yuannisa 185060018
4. Tri Hardiani Putri 185060020
5. Ipal Taupik Rahman 185060034
6. Miftah Farid 185060040
7. Dera Dwilestari 185060042
8. Annisya Dwie Kusuma 185060045
9. Diar Ilham R 1850600
10. Indri 1850600

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji Syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT. karena atas
karunia-Nyalah makalah yang berjudul “Wacana, Kohesi dan Koherensi” dapat
terselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep
Dasar Bahasa Indonesia SD.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini kami susun dengan
maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat diharapkan
untuk penyempurnaan makalah ini. Sekian dari penyusun.

Wassalammualaikum Wr. Wb.

Bandung, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................i
DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan Penulisan .....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................3
A. Wacana ....................................................................................................3
B. Kohesi......................................................................................................11
C. Koherensi ................................................................................................16
BAB III PENUTUP .........................................................................................19
A. Kesimpulan .............................................................................................19
B. Saran .......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan
dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi.
Secara berurutan, rangkaian bunyi membentuk kata. Rangkaian kata
membentuk frase dan rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya,
rangkaian kalimat membentuk wacana (Rani, dkk., 2006: 3). Wacana
menunjuk pada kesatuan bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar
dari kalimat, baik disampaikan lisan, atau tertulis. Wacana adalah rangkaian
kalimat yang serasi, yang menghubungkan proposisi dan proposisi lain,
kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan.
Wacana dikatakan lengkap karena didalamnya terdapat konsep, gagasan,
pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana
tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apa pun.
Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat
atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan
kewacanaan lainnya (kohesi dan koherensi). Kohesi merupakan keserasian
hubungan unsur-unsur dalam wacana sedangkan koherensi merupakan
kepaduan wacana sehingga membawa ide tertentu yang dipahami khalayak.
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu kohesi
adalah “organisasi sintaktik”. Organisasi sintaktik ini merupakan wadah
kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan
demikian, Kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah
wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal
tertentu.
Menurut Labov (1965) suatu ujaran dikenal sebagai koheren atau tidak
dengan ujaran lain di dalam percakapan bukan karena hubungannya anatara
yan satu dengan yang lain, tetapi dengan adanya reaksi tindak ujaran yang
terdapat dalam ujaran kedua terhadap ujaran sebelumnya.

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari makalah ini yaitu :
1. Bagaimana penjelasan tentang wacana ?
2. Bagaimana penjelasan tentang kohesi ?
3. Bagaimana penjelasan tentang koherensi ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui penjelasan dari wacana.
2. Untuk mengetahui penjelasan dari kohesi.
3. Untuk mengetahui penjelasan dari koherensi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wacana
1. Pengertian Wacana

Wacana adalah salah satu bagian dari strata kebahasan yang


menduduki posisi tertinggi. Berdasarkan pernyataan itu, dapat dikatakan
bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Istilah “wacana” berasal dari bahasa sansekerta wac, wak, vak. yang
berarti berkata ataupun berucap. Jika dilihat dari jenisnya, kata “wac”
dalam bahasa sansekerta (morfologi) termasuk kata kerja golongan III
parasmae pada (m) bersifat aktif, yakni ‘melakukan tindakan ujar‘. Kata
tersebut lalu mengalami perubahan menjadi wacana Bentuk ‘ana’ yang
muncul di belakang adalah sufiks (akhiran) yang berkata membendakan.
Wacana berasal dari bahasa Inggris “discourse” merupakan tulisan atau
ucapan yang merupakan wujud penyampaian pikiran secara formal dan
teratur.

Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang


berkaitan sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-
kalimat itu. Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana
adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat
atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan,
yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.

Lebih lanjut, menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988:54) wacana


pada umumnya adalah teks yang lengkap yang disampaikan baik secara
lisan maupun tulisan yang tersusun oleh kalimat yang berkaitan, tidak
harus selalu menampilkan isi yang koheren secara rasional. Wacana dapat
diarahkan ke satu tujuan bahasa atau mengacu sejenis kenyataan.

3
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
wacana adalah satuan bahasa yang terstruktur secara lengkap yang
disajikan secara teratur dan membentuk suatu makna yang disampaikan
secara tertulis maupun lisan. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan,
dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antar penyapa dan
pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai
hasil dari pengungkapan ide/gagasan penulis.

2. Batasan Wacana
Wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang
dimanifestasikan dalam prilaku linguistic (atau yang lainya). (Edmondson,
1981 : 4)
Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa ;
dengan perkataan lain unit-unit linguistic yang lebih besar dari pada
kalimat atau klausa, ( stubbs, 1983 : 10)
Wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan
untuk menghasilkan suatu rasa kohesi bagi pembaca penyimak. (desee,
1984 : 72)
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hieraki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tinggi atau terbesar.
Tarigan (1987: 25) berusaha membatasi wacana dengan cara
menguraikan wacanaberdasarkan unsur penting yang terdapat di
dalamnya. Unsur-unsur penting wacana sebagai berikut:
a. Satuan bahasa
b. Terlengkap/terbesar/klausa
c. Diatas kalimat/klausa
d. Teratur/tersusun rapi/rasa kohesi
e. Berkesinambungan/kontinuitas
f. Rasa kohesi/rasa kepaduan
g. Lisan/tulis
h. Awal dan akhir yang nyata

4
3. Struktur Wacana
Sebagai sebuah struktur, setiap bagian wacana itu memiliki fungsi
tersendiri. Bagian awal wacana berfungsi sebagai pembuka wacana,
bagian tubuh wacana berfungsi untuk memaparkan isi wacana, dan bagian
akhir wacana berisi penutup berfungsi sebagai penanda bagian akhir
wacana. Berikut ini penjelasannya :
a. Kepala Wacana
Kepala wacana adalah bagian paling atas dari sebuah wacana yang
berupa judul. Judul merupakan topik yang akan dibicarakan untuk
memberi informasi kepada pembaca sebagai penerima informasi.
Karena dari topik seseorang dapat memahami isi dari wacana tersebut.
b. Tubuh Wacana
Tubuh wacana dalam surat kabar berfungsi sebagai pemaparan isi
wacana. Isi wacana ialah bagian yang memuat pokok atau inti dari
wacana.
c. Bagian Akhir atau Penutup Wacana
Bagian akhir wacana ialah berfungsi sebagai penanda akhir
wacana.
4. Organisasi Wacana
Ada dua cara penting yang dapat dilaksanakan dalam
pengorganisasian wacana, yaitu :
a. Pengaturan kala ( temporal ordering )
b. Struktur pohon ( tree structure )
Pemerian apartemen memiliki dua jenis, yaitu :
a. Siasat Wisata
1) Wisata bersifat imajiner
2) Bergerak dan beralih dari kamar ke kamar
3) Menamai setiap kamar dan posisinya secara beraturan
b. Siasat Peta
1) Mengemukakan konfigurasi luar
2) Mengemukakan sketsa bagian dalam
3) Menamai bagian-bagian dalam

5
5. Tipe dan Jenis Wacana
a. Tipe wacana
Eugene A. Nida mengatakan bahwa setiap Bahasa mempunyai
beberapa tipe wacana yang berbeda-beda, antara lain, ada lima tipe
wacana, yaitu:

1) Narasi
Narasi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam
sebuah tulisan yang rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu
dijabarkan dengan urutan awal, tengah, dan akhir.
2) Konversasi
Percakapan yang didasarkan pada aturan-aturan dan prinsip-prinsip
tertentu yang sangat mempengaruhi hasil dari percakapan yang
sedang dilakukan.
3) Komposisi
Komposisi adalah proses pengabungan dasar dengan dasar
( biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan ) dasar untuk
mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah
kata. Oleh, karena itu proses komposisi ini dalam bahasa indonesia
merupakan suatu mekanisme yang cukup penting dalam
pembentukan dan pengayaan
4) Deklamasi
Deklamasi adalah membawa makna membaca sesuatu hasil sastra
yang berbentuk puisi dengan lagu atau gerak tubuh sebagai alat
bantu. Gerak yang dimaksudkan ialah gerak alat bantu yang puitis,
yang seirama dengan isi bacaan.
5) Puisi
Puisi merupakan suatu karya sastra berupa ungkapan isi hati
penulis di mana di dalamnya ada irama, lirik, rima, dan ritme pada
setiap barisnya. Dikemas dalam bahasa yang imajinatif dan disusun
dengan kata yang padat dan penuh makna.\

6
b. Jenis wacana
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi
empat. wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi.
berikut penjelasanya:

1) Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu
kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi
ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam
sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar
yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasan.
2) Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek
berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman
penulisnya. untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca,
penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat
dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yait
deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi
faktual/ekspositoris.
3) Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau
menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan
tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan
kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan
pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah
untuk seminar, simposium, atau penataran.
Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek
pengamatn, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
mengumpulkn data atau bahan, menyusun kerangka karangan,
dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan

7
kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian
urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
4) Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangn yang berisi pendapat, sikap,
atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan,
bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan
karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan
kebenaran pendapat pengaran. Tahapan menulis karangn
argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan,
merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan
berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,
menyusun kerangka karangana, dan mengembangkan kerangka
menjadi karangan. Pengembangan keranka karangan argumentasi
dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan
masalah.
Berdasarkan apakah wacana itu disampaikan dengan media tulis
atau media lisan, maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
1) Wacana tulis
Wacana tulis (written discourse) adalah jenis wacana yang
disampaikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih
merupakan media yang sangat efektif dan efisien untuk
menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan,
atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia.
2) Wacana lisan
Wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana yang
disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Jenis
wacana ini sering disebut sebagai tuturan (speech) atau
(utterance). Adanya kenyataan bahwa pada dasarnya bahasa
pertama kali lahir melalui mulut atau lisan.

Berdasarkan cara atau cara menuturnya, maka wacana dapat


diklasifikasikan atas:

8
1) Wacana Monolog
Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu
orang. Bentuk wacana monolog antara lain adalah pidato,
pembacaan puisi, pembacaan berita, dan sebagainya.
2) Wacana Dialog
Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang
atau lebih. Jenis wacana ini bisa berbentuk tulis maupun lisan.
Bentuk wacana dialog antara lain dialog ketoprak, lawakan, dan
sebagainya

Berdasarkan sifat, wacana digolongkan menjadi dua :

1) Wacana Fiksi.
Wacana fiksi adalah yang bentuk dan isinya berorientasi pada
imajinasi. Bahasanya menganut aliran konotatif, analogis, dan
multi interpretabble. Umumnya penampilan dan rasa bahasanya
dikemas secara literal atau estesis (indah), disamping itu tidak
menutup kemungkinan bahwa karya-karya fiksi mengandung fakta,
dan bahkan hampir sama dengan kenyataan. Namun sebagaimana
proses kelahiran dan sifatnya, karya semacam ini tetap termasuk
dalam kategori fiktif. Bahasa yang digunakan wacana fiksi
umumnya menganut azas licentia puitica (kebebasan berpuisi) dan
licentia gramatica (kebebasan bergramatika).
Wacana fiksi dapat dipilih menjadi tiga jenis yaitu:
a) Wacana prosa
Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan atau ditulis
dalam bentuk prosa. Wacana ini dapat berbentuk tulis atau
lisan. Novel, cerita pendek, artikel, makalah, buku, laporan
penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dan beberapa bentuk kertas
kerja dapat digolongkan sebagai wacana prosa.

9
b) Wacana Puisi
Wacana puisi adalah jenis wacana yang dituturkan atau
disampaikan dalam bentuk puisi. Wacana puisi juga dapat
berbentuk tulisan atau lisan.
Contoh wacana tulis misalnya puisi dan syair, sedangkan puisi
yang dideklamasiakan dan lagu-lagu merupakan contoh jenis
wacana puisi lisan. Nafas bahasa yang digunakan dan isinya
berorientasi pada kualitas estetika (keindahan). Lagu, tembang
geguritan (Jawa), dan sejenisnya merupakan contoh-contoh
wacana puisi.
c) Wacana Drama
Wacana drama adalah jenis wacana yang disampaikan dalam
bentuk drama. Pola yang digunakan umumnya bentuk
percakapan atau dialog oleh karena itu, dalam wacana ini harus
ada pembicaraan dan pasangan bicara
2) Wacana Non Fiksi.
Wacana nonfiksi disebut juga wacana ilmiah. Jenis wacana ini
disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Bahasa yang digunakan
bersifat denotative, lugas, dan jelas. Aspek estetika bukan lagi
menjadi tujuan utama. Secara umum penyampaiannya tidak
mengabaikan kaidah-kaidah gramatika bahasa yang bersangkutan.
Beberapa contoh wacana nonfiksi antara lain laporan penelitian,
buku materi perkuliahan, petunjuk mengoperasikan pesawat
terbang dan sebagainya.
6. Tujuan Wacana
Tujuan wacana yang ingin dicapai dalam sebuah wacana
dipengaruhi dan ditentukan oleh kebutuhan dasar manusia. Ada empat
kebutuhan dasar yang dapat mempengaruhui wacana. Kebutuhan dasar
dapat berwujud :
a. Keinginan untuk memberi informasi kepada orang lain dan
memperolehinformasi dari orang lainmengenai suatu hal.

10
b. Keinginan untuk menyakinkan seseorang mengenai suatu
kebenaran atau suatu hal, dan lebih jauh mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain.
c. Keinginan untuk menggambarkan atau menceritakan bagaimana
bentuk atau wujud suatu barang atau objek, atau mendeskripsikan
cita rasa suatu benda, hal, atau bunyi.
d. Keinginan untuk menceritakan kepada orang lain kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik yang dialami sendiri maupun
yang didengarkannya dari oang lain.

Setiap kebutuhan dasar tersebut akan melandasi corak dasar dari


sebuah wacana, yang secara khusus mewarnai tujuan umum sebuah
wacana. Bagi teks tertulis, analisis wacana yang dilakukan bertujuan
untuk mengeksplisitkan ( secara gamblang ) norma dan aturan bahasa
yang implisit. Selain itu, analisis wacana juga bertujuan untuk
menemukan unit-unit hierakis yang membentuk suatu struktur
diskursif. Berdasarkan tujuan inilah secara tradisional dibeda-bedakan
bermacam-macam wacana.

Pada prinsipnya, wacana mempunyai fungsi atau tujuan ganda,


yaitu:

a. Memberikan teks-teks sedemikian rupa agar kita mudah


mengatakan sesuatu yang bermanfaat mengenai teks-teks secara
individual dan juga kelompok-kelompok teks;
b. Berupaya untuk menghasilkan suatau teori wacana. (Berry, 1981 :
121).

B. Kohesi
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu
kohesi adalah “organisasi sintaktik”. Organisasi sintaktik ini merupakan
wadah kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan
susunan demikian, Kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah

11
wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal
tertentu.
Widdowson, menggambarkan sebuah wacana percakapan yang
bertalian tidak selalu memperlihatkan hubungan yang padu antara kedua
kalimat di dalamnya. Menurutnya kohesi terlihat pada permukaan, sedangkan
koherensi adalah apa yang ada di dalam suatu teks. Seharusnya kohesi dan
koherensi hadir bersamaan dalam sebuah teks. Jika ada kohesi maka ada
koherensi. Senada dengan Widdowson, menurut Djajasudarma, kohesi adalah
keserasian hubungan antara unsur satu dan unsur yang lain dalam wacana
sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koherensi. Kohesi merujuk
pada perpautan bentuk, sedangkan koherensi pada perpautan makna.
Abidin, mengatakan sebuah paragraf yang baik harus mampu
memenuhi ciri dan syarat paragraf, salah satunya harus kohesi koheren.
Paragraf yang baik adalah paragraf yang dibangun atas kalimat-kalimatnya
yang saling berhubungan dengan satu ide pokok sebagai benang merang
penghubungnya.
Halliday dan Hasan (1976), menyatakan suatu teks memiliki tekstur
yang diciptakan oleh adanya hubungan yang kohesif antarkalimat di dalam
teks tersebut.
Dalam kohesi, kaidah-kaidah yang digunakan adalah berdasarkan
penyampaian informasi lama dan informasi baru. Beberapa kaidah ini di
jelaskan sebagai berikut:
1. Perujukan
Perujukan atau rujukan ini ialah merujuk kepada unsur sebelum atau
selepas yang berkaitan dengan hubungan semantic. Perujukan ini dilihat
dari dua sudut, yaitu perujuk eksoforik dan perujuk endoforik.
a. Perujuk eksoforik
Eksforik berasal dari kata “ekso” yaitu keluar yang berarti apabila
kita tidak dapat menemukan rujukan dalam teks maka kita akan
keluar dari teks agar dapat memahami teks tersebut. Perujuk
eksoforik ini digunakan untuk merujuk kepada hal-hal yang
mempunyai kaitan dengan situasi yang berkembang di depan penutur

12
ataupun pendengar yang menerima pesan ataupun informasi yang
telah disampaikan kepadanya.
Menurut Harimurti Kridalaksana (1982), perujuk eksoforik adalah
hal ataupun fungsi yang menunjukkan kembali kepada sesuatu yang
ada di luar daripada sebuah situasi. Hal ini berarti bahwa perujuk
eksoforik ini adalah merujuk kepada hal-hal di luar konteks. Perujuk
ekesoforik ini mengandung tiga perkara, yaitu: konteks “segera”,
Pengetahuan bersama (shared knowledge), pengetahuan dalam satu
dunia wacana.
b. Perujuk endoforik
Perujuk endoforik ini pula merujuk apa yang hanya ada di dalam
sebuah teks. Menurut Harimurti Kridalaksana (1982) perujukan
endoforik adalah hal atau fungsi yang menunjukkan kembali pada
hal-hal yang ada dalam wacana, mencakupi perujukan anaforik dan
perujukan kataforik.
Perbedaan anatara perujuk anaforik dan perujuk kataforik lebih
disebabkan perbedaan letak perujuk dan pengajuran. Letak “perujuk”
dalam anaforik adalah dibelakang “penganjur”. Sedangkan, Letak
“perujuk” dalam perujuk kataforik adalah di depan “penganjur”.
2. Penggantian
Penggantian ini dikenali sebagai substitusi. Penggantian adalah
pengambil alihan atau pertukaran bagi sesuatu segmen kata, frasa, atau
klausa oleh kata ganti yang lainnya. Penggantian ini juga ada
penggantian nomina, penggantian verba dan penggantian klausa.
3. Pengguguran
Ada yang mengatakan bahwa pengguran ini juga sebagai penghilang
dan juga ia lebih dikenali sebagai ellipsis. Pengguguran ini mengandungi
pengguguran nomina, pengguguran verbal, dan pengguguran klausa.
4. Konjungsi
Konjungsi ini juga dikenal sebagai kata penghubung. Beberapa jenis
konjungsi yang sering di gunakan untuk membangun kekohesian teks
adalah, sebagai berikut:

13
a. Kebalikan (Adversative)
Contoh kalimat dalam Harun Aminurrashid (2001): “Kekuatan
Awang Semaun yang luar biasa ini dikatakan karena ia telah makan
sejenis ikan yang bernama ‘sumpit-sumpit’ yang sangat ganjil dan
kononnya ikan ini memang mempunyai kekuatan yang luar biasa.
Cerita ini mungkin hanya sebagai suatu dongeng yang diceritakan
oleh orang tua-tua kita. Walau bagaimanapun kekuatan Awang
Semaun itu memang dari keadaan bentuk badannya yang tegap saja.”
b. Tambahan (Additives)
Contoh kalimat dalam Leman Ahmad (1984): “aku melangkah
kedepan. Sebentar menoleh ke kanan dengan ucapan assalatu
lailahaillallah. Ke kiri juga.”
c. Temporal
Contoh kalimat dalam Harun Amnurrashid (2001): “Rantai itu
terlalu panjang. Pada mulanya rantai itu hendak dibuangnya tetapi
ada sesuatu yang menarikhatinya pada rantai itu. Lalu rantai itu
dibasuhnya bersih-bersih.”
d. Sebab
Contoh kalimat dalam Harun Aminurrashid (2001): “Mansor kerap
kali datang ke sekolah dengan tidak membawa uang belanja, sebab
ayahnya telah meninggal dunia. Lima orang itu sangan masyhur
ceritanya hingga hari ini terkenal sebagai pahlawan. Melayu pada
zaman Kerajaan Melayu Melaka dahulu.”
Dilihat dari segi fungsinya, konjungsi dapat dibagi menjadi empat,
yaitu:
a. Konjungsi Koordinatif, adalah penghubung yang digunakan untuk
penambahan, pemilihan, dan perlawanan, dan yang sering digunakan
adalah “dan”, “atau”, “tetapi”, dan “sedangkan”.
Contoh:
1) Dia lulus Ujian Nasional dan orang tuanya pun bahagia.
2) Pejabat behagia dengan uang korupsi sedangkan masyarakat
menderita kelaparan.

14
b. Konjungsi Korelatif, merupakan jenis konjungsi yang berbeda
dengan Kojungsi Koordinatif, yang dimana pada Konjungsi
Korelatif tidak menggunakan kata/ frasa tunggal, melainkan berupa
pasangan frasa, misalnya “baik..... maupun...”, tidak hanya... tetapi
juga...”, demikian... sehingga..”, dan “jangankan.... pun...”.
Contoh:
1) Reo belajar demikian rajin, sehingga dia bisa lulus Ujian
Nasional.
2) Akbar tidak hanya bisa Bahasa Arab, tetapi juga bisa Bahasa
Inggris.
c. Konjungsi Subordinatif, merupakan penghubung yang digunakan
pada awal subordinatif (anak kalimat) dan berfungsi untuk
menghubungkan anak kalimat itu dengan induk kalimatnya,
misalnya “katika” (hubungan waktu), “jika” (hubungan syarat),
“meskipun” (hubungan konsesif), dan “karena” (hubungan sebab).
Contoh:
1) Ami terlihat cantik karena dia memakai hijab.
2) Dimas terlihat bahagia meskipun dia banyak masalah.
d. Konjungsi Antarkalimat, berfungsi untuk menghubungkan satu
kalimat dengan kalimat lain yang telah disebutkan, misalnya “selain
itu” (penambahan), “sesudah itu” (urutan waktu), “sebaliknya”
(kebalikan), dan “oleh karena itu (akibat)”.
Contoh:
1) Akbar sarapan pagi bersama keluarganya. Sesudah itu, Akbar
berangkat sekolah.
2) Fadhil rajin mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, dia
bisa lulus Ujian Nasional.
5. Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosa kata yang serasi.
Ada dua cara bagi mencapai aspek leksikal kohesi ini, yaitu sebagai
berikut :
a. Reiterasi (pernyataan semula)

15
Reiterasi atau pernyataan semula berlaku melalui 3 cara, yaitu
pengulangan kata, sinonim, superordinate dan kata-kata umum
1) Pengulangan kata
Pengulangan ini dikenali juga sebagai repetition. Kata yang
sering kali diulang ini adalah dari ‘kata isi’ (content word). Ini
bermakna kata itu adalah kata yang sangat penting bagi kalimat
yang dibentuk dan di bina bagi teks ataupun wacana.
2) Sinonim
Sinonim ialah suatu kata yang mempunyai makna yang sama
dengan ‘kata searti’. Sinonim ini digunakan karena ianya untuk
mengelakukan kebosanan bagi pengulang kata yang sama di
dalam teks dan juga sinonim ini memberi variasi kepada sesuatu
teks. Setengah kata dikatakan sinonim adalah disebabkan kedua-
duanya merujuk kepada perkara yang sama.
3) Superordinat
Superordinat ialah penggunaan kaya yang lebih khusu atau
‘hiponim’ kepada kata yan lebih dikenal sebagai ‘hiperonim’.
4) Kata-kata umum
Kata umum ialah kata-kata yang tidak tentu kelasnya.
b. Kolokasi
Kolokasi adalah melihat dari dua sudut, yaitu sudut sintaksis dan dari
sudut sematik.

C. Koherensi
Para ahli menyatakan bahwa Selanjutnya menurut Eriyanto (2003),
koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks.
Disamping itu, menurut Ramlan (1984) menyatakan bahwa informasi yang
dinyatakan dalam sejumlah kalimat yang berbentuk paragraf berhubungan
erat atau sangat padu, kepaduan itu merupakan syarat keberhasilan suatu
paragraf.
Menurut Labov (1965) suatu ujaran dikenal sebagai koheren atau tidak
dengan ujaran lain di dalam percakapan bukan karena hubungannya anatara

16
yan satu dengan yang lain, tetapi dengan adanya reaksi tindak ujaran yang
terdapat dalam ujaran kedua terhadap ujaran sebelumnya.
Jenis-jenis Koherensi, sebagai berikut:
1. Koherensi Berpenada
a. Hubungan Makna Adisi
Hubungan makna adisi (penambahan)ditandai oleh penggunaan kata-
kata seperti dan,juga,lagi,pula,lagi pula.
Contoh :
Pak dwijo mempunyai dua orang anak, Dua orang anak ini sedikit-
sedikit mempunyai pegangan kepandaian. Lagipula, Pak Dwijo
selalu menuntun anak –anaknya ke perilaku yang baik. Sudah sesuai
jika dua anak itu menjadi anak baik.

b. Hubungan Makna kontras


Hubungan makna kontras(perlawanan)ditandai oleh penggunaan
kata-kata seperti akan tetapi,padahal,sebaliknya.
Contoh:
Parjoko sekarang sudah bekerja dan gajinya sudah dapat untuk
hidup. Akan tetapi, dia belum memikirkan rumah tangganya.
Sebaliknya, Karsono, adiknya Parjoko yang masih merepotkan orang
tua sudah merengek-rengek dinikahkan.
c. Hubungan Makna Kausalitas
Hubungan makna kausalitas (sebab-akibat) ditandai oleh
penggunaan kata-kata seperti karena itu, oleh sebenarnya, karena.
Contoh:
Pasukan andalan kerajaan Sigaluh dapat diboyong pulang. Yang
dapat memboyong ialah seorang Manggala Yuda Sigaluh. Oleh
karena itu, raja Sigaluh sangat senang hatinya. Manggala Yuda itu
mendapat hadiah dari raja Sigaluh.
d. Hubungan Makna Kondisi
Hubungan makna kondisi (pengandaian) ditndai oleh penggunaan
kata-kata seperi andai kata,asal seperti itu.

17
Contoh:
Dua orang kesatria tadi hatinya sangat panas. Keduanya sangat tidak
dapat menerima bahwa pangkat Manggala Yuda sampai terpegang
oleh Guntur Geni. Oleh karena itu, pada malam kesatria kembar itu
ingin berhadapan dengan Guntur Geni. Andaikata, jika dua kesatria
itu kalah, mereka dapat menerimanya, sebab mereka mersa
mempunyai kesaktian yang tangguh dari pemberian gurunya.
e. Hubungan Makna konklusi
Hubungan makna konklusi ( kesimpulan ) ditandai oleh penggunaan
kata-kata seperti jadi,akhirnya.
Contoh:
Ada sedikit ketenangan karena Pambudi ternyata luhur budinya.
Walaupun adiknya nakal dan dia sangat marah, cintanya terhadap
saudaranya tidak hilang. Jadi, seandainya ada kejadian yang tidak
menyenangkan, Pambudi pasti mau memikirkanya.
f. Hubungan makna intensitas
Hubungan makna intensitas (penyangatan ) ditandai oleh
penggunaan kata-kata bahkan,malahan (justru ), terlebih.
Contoh:
Kadarwati memang sedang sakit. Dia enggan duduk-duduk karena
badanya terasa lemas. Oleh karena itu, sudah beberapa hari dia tidak
tampak berjalan-jalan. Justru, sudah tiga hari ini Kadarwati tidak
dapat bangun.
g. Hubungan makna validitas
Hubungan makna validitas ( pengesahan ) ditandai oleh penggunaan
kata-kata seperti benar,sesungguhnya,sebenarnya.
Contoh:
Darwati sering bertemu dengan Sulistiya. Kadang-kadang ia tampak
menyandari Sulistiya. Jika sedang bercakap-cakap keduanya saling
mengasihi dan tampak rukun. Sebenarnya, Darwati tertarik dengan
pria tampan itu.

18
2. Koherensi tidak Berpenanda
Contoh:
Danarsih sudah menjadi isteri Sudirman. Sudirman lebih tentram hatinya.
Sudirman sering tidak pulang. Danarsih menjadi susah. Badannya
menjadi kurus. Danarsih menjadi sakit.
1 dan 2 kausalitas ( oleh karena itu )
2 dan 3 kontras ( akan tetapi )
3 dan 4 intensitas atau penyangangatan ( bahkan )
4 dan 5 kausalitas ( oleh karena )
5 dan 6 adisi ( dan )
6 dan 7 tempo ( akhirnya )

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpilan
B. Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

Erika Janet Takasihaeng. 2016. Struktur Wacana Dan Diksi Dalam Iklan Berita
Duka Di Media Cetak Surat Kabar Harian Kompas. Jurnal Elektronik
Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi. Vol 2(2).
Aliah, Yoce. (2014). Analisis Wacana Kritis Dalam Multiperspektif. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Charlina dan Mangatur Sinanga, (2006). Analisis Wacana. Pekanbaru: Cendikia
Insani
Eriyanto, (2008). Analisis Wacana. Yogyakarta: LkiS
Hasan Alwi, et.al. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Resmini, Novi, dkk. (2008). Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia Di Kelas
Tinggi. Bandung : UPI Press
Badara, Aris. (2012). Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada
Wacana Media. Jakarta: Kencana.

20

Anda mungkin juga menyukai