Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Struktur Bahasa Indonesia. Makalah Struktur Bahasa Indonesia ini disusun
guna memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen pengajar pada mata
kuliah wajib umum Bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen
pengajar, teman-teman, dan media informasi karena telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Tugas yang telah diberikan ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang pengetahuan
mengenai perpustakaan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang belum disebutkan yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Secara umum, struktur adalah suatu pengaturan dan hubungan antara unsur-unsur
atau elemen-elemen yang saling berhubungan dalam suatu objek atau sistem yang
terorganisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti struktur
adalah cara sesuatu disusun atau dibangun; yang disusun dengan pola tertentu;
pengaturan unsur atau bagian dari suatu objek atau sistem.
Secara bahasa, kata “struktur” merupakan serapan dari bahasa Latin, yaitu
“structura” yang artinya tepat, dan membangun. Istilah struktur tidak hanya
digunakan untuk menggambarkan bangunan, melainkan pada objek benda maupun
sebuah sistem. Dalam Bahasa Indonesia, struktur adalah penyusunan atau
penggabungan unsur-unsur bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola.
2.2.1 Wacana
Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang memaparkan
wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan,
sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir
yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis. Wacana memiliki ciri ciri
sebagai berikut :
Jenis jenis wacana dibagi menjadi 3. Berikut jenis wacana berdasarkan cara
penyampaiannya :
2.2.2 Paragraf
Paragraf (Alenia) merupakan kumpulan suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi
dan lebih luas dari pada kalimat. Alenia merupakan kumpulan kalimat, tetapi
kalimat yang bukan sekedar berkumpul, melainkan berhubungan antara yang satu
dengan yang lain dalam suatu rangkaian yang membentuk suatu kalimat, dan juga
bisa disebut dengan penuangan ide penulis melalui kalimat atau kumpulan alimat
yang satu dengan yang lain yang berkaitan dan hanya memiliki suatu topic atau
tema. Paragraf juga disebut sebagai karangan singkat.
Dalam paragraph terkandung satu unit pikiran yang didukung oleh semua kalimat
dalam kalimat tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat
topic, dan kalimat penjelas sampai kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling
berkaitan dalam satu rangkaian untuk membentuk suatu gagasan. Panjang
pendeknya suatu paragraph akan ditentukan oleh banyak sedikitnya gagasan
pokok yang diungkapkan. Bila segi-seginya banyak, memang layak kalau
alenianya sedikit lebih panjang, tetapi seandainya sedikit tentu cukup dengan
beberapa kalimat saja. Ciri ciri paragraf adalah :
1. Kalimat pertama bertakuk (block style) ke dalam lima ketukan spasi untuk
jenis karangan biasa, misalnya surat, dan delapan ketukan untuk jenis
karangan ilmiah formal, misalnya: makalah, skripsi, desertasi, dll.
Karangan berbentuk lurus dan tidak bertakuk ditandai dengan jarak spasi
merenggang, satu spasi lebih banyak daripada antar baris lainnya
2. Paragraf menggunakan pikiran utama (gagasan utama) yang dinyatakan
dalam kalimat topik
3. Setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya
merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan,
menguraikan, atau menerangkan pikiran utama yang ada dalam kalimat
topik
4. Paragraf menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang
dinyatakan dalam kalimat penjelas. Kalimat ini berisi detail - detail kalimat
topik. Paragraf bukan kumpulan kalimat - kalimat topik. Paragraf hanya
besiri satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Setiap kalimat
penjelas berisi detail yang sangat spesifik, dan tidak mengulang pikiran
penjelas lainnya.
2.2.3 Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri memiliki pola
intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa yang
digunakan sebagai sarana untuk menuangkan dan menyusun gagasan secara
terbuka agar dapat dikomunikasikan kepada orang lain, atau bagian ujaran yang
mempunyai struktur minimal subjek dan predikat, mempunyai intonasi dan
bermakna. Ciri-ciri sebuah kalimat yang baik dan benar, harus sesuai dengan
unsur-unsur pembentukan kalimat. Kalimat yang baik harus sesuai dengan kaidah
tata bahasa Indonesia, salah satunya ada subjek, predikat, objek, dan keterangan.
3. Objek. Objek adalah unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau menderita
akibat perbuatan subjek. Objek memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Langsung mengikuti predikat. Objek hanya memiliki tempat di belakang
predikat, tidak pernah mendahului predikat. Dapat menjadi subjek kalimat
pasif Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek
dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan
perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat
pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya.
Tidak didahului kata depan atau preposisi. Objek yang selalu menempati
posisi di belakang predikat tidak didahului preposisi. Dengan kata lain, di
antara predikat dan objek tidak dapat disisipkan preposisi.
Dapat didahului kata bahwa. Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh
kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat
transitif.
Melengkapi makna kata kerja (predikat) Ciri ini sama dengan objek.
Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap
masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada
kalimat berikut. Diah mengirimi saya buku baru, Mereka membelikan
ayahnya sepeda baru. Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas
berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.
Tidak didahului preposisi. Seperti objek, pelengkap tidak didahului
preposisi. Unsur kalimat yang didahului preposisi disebut keterangan. Ciri-
ciri unsur keterangan dijelaskan setelah bagian ini.
Langsung mengikuti predikat atau objek jika terdapat objek dalam kalimat
itu.
Berupa kata/kelompok kata sifat atau klausa.
Tidak dapat menjadi subjek dalam konstruksi pasifnya.
1. Kalimat Tunggal adalah kalimat yang memiliki satu pola (klausa), terdiri
dari satu subjek dan satu predikat. Kalimat tunggal merupakan kalimat
dasar sederhana. Contoh : Dia sangat baik ( “Dia” merupakan subjek dan
“sangat baik” adalah predikat.)
2. Kalimat Majemuk. Kalimat majemuk terdiri atas dua atau lebih kalimat
tunggal yang saling berhubungan. Jenisnya ada tiga, yaitu ; Kalimat
Majemuk Setara, Kalimat Majemuk Bertingkat, Kalimat Majemuk
Campuran Contoh : KMS: Kami berhenti dan langsung pulang. KMB:
Mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai. KMC: Kami
berhenti karena hari sudah malam.
Berdasarkan Isi atau Fungsinya Kalimat dapat dibedakan menjadi 4 jenis,
yaitu:
Kalimat Perintah : Bertujuan memberikan perintah kepada orang lain
Kalimat Berita : Berisi pemberitahuan mengenai sesuatu.
Kalimat Tanya : Bertujuan untuk memperoleh suatu informasi atau
reaksi
Kalimat Seruan : digunakan untuk mengungkapkan perasaan ‘yang
kuat’ atau mendadak
2.2.4 Kata
Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan
atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang dapat
dipakai dalam berbahasa. Dari segi bahasa kata diartikan sebagai kombinasi
morfem yang dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat. Sedangkan morfem
sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang memiliki makna dan tidak dapat
dibagi lagi ke bentuk yang lebih kecil.
Ciri dari kata tugas ialah bahwa hampir semuanya tidak dapat menjadi dasar untuk
membentuk kata lain. Jika verba datang dapat diturunkan menjadi mendatangi,
mendatangkan & kedatangan. Bentuk-bentuk seperti menyebabkan dan
menyampaikan tidak diturunkan dari kata tugas sebab & sampai tetapi dari nomina
sebab dan verba sampai yang membentuknya sama tapi kategorinya berbeda.
Jenis jenis kata
2.2.5 Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat
membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus
sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya. Fonem merupakan
bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya. Fonem dalam bahasa dapat
mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata
atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat mempunyai
dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu dilafalkan secara
lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas untuk
kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak
diucapkan secara lepas; bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu mengucapkan
bunyi ini. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonia mempunyai dua
variasi. Fonem adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau
makna (Gleason,1961: 9). Berdasarkan definisi diatas maka setiap bunyi bahasa,
baik segmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat membedakan arti
dapat disebut fonem. Ada tiga cara untuk mencari fonem, yaitu :
Dalam ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../ /p/ dan /b/
adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti. Contoh:
1. Fonem Vokal Bunyi vocal dihasilkan oleh udara yang keluar dari paru-
paru dengan tidak mendapatkan hambatan. Jenis vocal ditentukan oleh
posisi bibir, tinggi- rendahnya lisah, dan maju mundurnya lidah.Posisi
bibir bundar menghasilkan vocal bundar (o, u, a). posisi bibir berbentuk
rata-rata menghasilkan vocal tak bundar (i, e). ujung dan belakang lidah
dalam posisi naik menghasilkan vocal depan (I, e). jka hanya lidah
belakang yang diangkat, maka menghasilkan vocal belakang (u, o, a). jika
posisi lidah rata, maka menghasilkan vocal tengah atau pusat (e-pepet).
Apabila lidah dekat dengan alveolum menghasilkan vocal atas (I, u). jika
lidah dalam posisi mundur, maka menghasilkan vocal tengah (e-pepet).
Posisi lidah mundur jauh di belakang menghasilkan vocal bawah (a).
2. Fonem Diftong. Bunyi diftong adalah dua vocal yang berurutan yang
diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Perhatikan kata-kata: ramai, pantai,
dan pulau. Ucapan dua vocal berurutan ini berbeda dengan vocal berurutan
pada kata: dinamai, laut, dan egois, sebab ketiga vocal berurutan ini tidak
diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Perbedaan ini menyebabkan
pengucapan vocal berurutan ini menjadi salah. Inilah sebabnya kemudian
muncul monoftongisasi, misalnya pelafalan:Ramai, dilafalkan: ramePantai,
dilafalkan: pantePulau, dilafalkan: puloPelafalan ini terjadi karena diftong
menjadi satu bunyi (monoftong). Sebaliknya, ada proses pelafalan
diftongisasi, artinya, semestinya vocal tungal diucapkan sebagai vocal
rangkap. Contoh: Sentosa, diucapkan: sentausa
3. Fonem Konsonan. Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan
mengeluarkan udara dari paru-paru mendapatkan hambatan.
Berdasarkan articulator dan titik artikulasi, konsonan di bedakan
menjadi delapan:
a. Konsonan bilabial adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mempertemukan kedua belah bibir serta keduanya menjadi satu
titik sentuh, menghasilkan konsonan: p, b, m, dan w.
b. Konsonan labiodentals adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dengan bibir
bawah sebagai articulator, menghasilkan konsonan: f dan v.
c. Konsonan apikodental adalah konsonan yang dilafalkan dengan
lidah dengan articulator dan gigi sebagai titik artikulasi,
menghasilkan konsonan: t dan n.
d. Konsonan apikoalveolar adalah konsonan yang dilafalkan dengan
ujung lidah sebagai articulator, sedang lengkung kaki gigi sebagai
titik artikulasi, menghasilkan konsonan: t, d, dan n.
e. Konsonan palatal adalah konsonan yang dilafalkan dengan bagian
tengah lidah sebagai articulator, sedangkan langit keras sebagai
titik artikulasi, menghasilkan konsonan: c, j, dan ny.
f. Konsonan velar adalah konsonan yang dilafalkan dengan bagian
belakang lidah sebagai articulator dan langit-langit lembut sebagai
titik artilukasi, menghasilkan konsonan: k, g, ng, dan kh.
g. Konsonan hamzah adalah konsonan yang dilafalkan dengan posisi
pita suara tertutup, menghasilkan konsonan glottal stop (? atau ‘)
h. Konsonan laringal adalah konsonan yang dilafalkan dengan pita
suara terbuka lebar, menghasilkan konsonan: h.
Berdasarkan halangan atau hambatan terhadap udara waktu keluar dari
paru-paru, konsonan dibedakan menjadi enam:
a. Konsonan hambat (stop) adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara dari paru-paru, tetapi mendapatkan hambatan
penuh, misalnya: p, b, k, t, dan d. dalam praktik sehari-hari,
konsonan diucapkan dengan menggunakan suara letupan. Ole
karena itu, konsonan ini juga disebut konsonan eksplosif.Kata-kata
seperti: parit, pukul, buka, tidak, dan sebagainya selalu diucapkan
ada letupan bunyi.
b. Konsonan frikatif adalah konsonan yang dilafalkan dengan adanya
udara yang keluar dari paru-paru digesekkan sehingga
menghasilkan bunyi geser, misalnya: f, v, dank h.
c. Konsonan spiral adalah konsonan yang dilafalkan dengan suara
berdesis, misalnya: s, z, sy.
d. Konsonan likwida atau lateral adalah konsonan yang dilafalkan
dengan mengangkat lidah ke langit-langit, misalnya: l.
e. Konsonan getar atau tril adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mendekatkan lidah ke alveolum atau pangkal gigi kemudian lidah
menjauhi alveolum lagi, misalnya: r.
Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar, konsonan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Konsonan bersuara adalah konsonan yang dilafalkan dengan pita
suara bergetar, misalnya: b, d, n, g, dan w.
b. Konsonan tidak bersuara adalah konsonan yang dilafalkan dengan
tidak menggetarkan pita suara, misalnya: p, t, c, dan k.
Berdasarkan jalan yang dilalui udara, konsonan di bedakan menjadi
dua:
a. Kosonan oral adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara melalui mulut misalnya: p, b, k, d, dan w.
b. Konsonan nasal adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara keluar melalui hidung, misalnya: ny, m, ng,
dan n.
Fungsi Fonem
2.2.6 Morfem
Ciri-ciri morfem :
1. Tidak dapat berdiri sendiri dan selalu melekat pada morfem lain. Contoh:
(me-) + (minum) = meminum, (drink) + (ing) = drinking, (ng) + (ombe) =
ngombe.
2. Tidak memiliki makna leksikal. Contoh: semua afiks dalam bahasa
Indonesia (pe-, -an, pe-an, ter-, ber-, me-, dll).
1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat. Morfem bebas adalah morfem yang
tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam
bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus
adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat
digunakan tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem
lain. morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan
morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
2. Morfem Utuh dan Morfem TerbagiPerbedaan morfem utuh dan morfem
terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah
merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang
terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem
terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang
terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem
utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan
dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.
3. Morfem Segmental dan SuprasegmentalPerbedaan morfem segmental dan
morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya.
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua
morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan
morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya,
dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu
disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.
4. Morfem Beralomorf ZeroDalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai
morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem
yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun
berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
5. Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal.
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren
telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih
dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-
morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu,
morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas,
dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.morfem tak
bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem
lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem
tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-},
{me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan
atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-
morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai preposisi dan
konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas
bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun, kebebasanya dalam
pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebsan morfem afiks.
Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi,
padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya
sebagai pembentuk kata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA