Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

STRUKTUR BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampu :

Dr. Parto M.pd

DISUSUN OLEH :

1. Risvi Febrianty (220210402104)


2. Nasha Zahratun Nisa (220910101052)
3. Efida Juliana Sardi Lubis (220910101065)
4. Hilda Reiza Putri Imtinan (220910101110)
5. Cindy Dwi Cahyani (220210402082)

LEMBAGA PENGEMBANG PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Struktur Bahasa Indonesia. Makalah Struktur Bahasa Indonesia ini disusun
guna memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen pengajar pada mata
kuliah wajib umum Bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen
pengajar, teman-teman, dan media informasi karena telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Tugas yang telah diberikan ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang pengetahuan
mengenai perpustakaan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang belum disebutkan yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 30 September 2022


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu struktur kaidah Bahasa Indonesia?
1.2.2 Apa saja struktur kaidah Bahasa Indonesia?
1.3 Manfaat dan Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan memahami struktur Bahasa Indonesia
1.3.2 Mengetahui macam macam struktur Bahasa Indonesia
1.3.3 Untuk memenuhi tugas mata kuliah wajib umum Bahasa Indonesia
tahun 2022
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Struktur Kaidah Bahasa Indonesia

Secara umum, struktur adalah suatu pengaturan dan hubungan antara unsur-unsur
atau elemen-elemen yang saling berhubungan dalam suatu objek atau sistem yang
terorganisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti struktur
adalah cara sesuatu disusun atau dibangun; yang disusun dengan pola tertentu;
pengaturan unsur atau bagian dari suatu objek atau sistem.

Secara bahasa, kata “struktur” merupakan serapan dari bahasa Latin, yaitu
“structura” yang artinya tepat, dan membangun. Istilah struktur tidak hanya
digunakan untuk menggambarkan bangunan, melainkan pada objek benda maupun
sebuah sistem. Dalam Bahasa Indonesia, struktur adalah penyusunan atau
penggabungan unsur-unsur bahasa menjadi suatu bahasa yang berpola.

2.2 Jenis Jenis Struktur Kaidah Bahasa Indonesia

2.2.1 Wacana

Dalam pengertian linguistik, wacana adalah kesatuan makna (semantis)


antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Oleh karena itu wacana sebagai
kesatuan makna dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di
dalam wacana itu berhubungan secara padu. Selain dibangun atas hubungan
makna antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan konteks. Konteks inilah
yang dapat membedakan wacana yang digunakan sebagai pemakaian bahasa
dalam komunikasi dengan bahasa yang bukan untuk tujuan komunikasi.

Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang memaparkan
wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan
proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan,
sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir
yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis. Wacana memiliki ciri ciri
sebagai berikut :

1. Satuan gramatikal. Wacana merupakan satuan gramatikal, yaitu tata bahasa


yang telah ditentukan. Satuan terbesar, tertinggi atau terlengkap. Wacana
termasuk dalam satuan terbesar, tertinggi atau terlengkap dalam sebuah
kajian linguistik atau kebahasaan.
2. Punya hubungan proposisi. Proposisi merupakan ungkapan yang dapat
dipercaya atau dibuktikan kebenarannya. Berarti, wacana harus bisa
dibuktikan kebenarannya atau dapat dipercaya.
3. Bisa dalam bentuk lisan ataupun tulisan
4. Cara penyampaian wacana bisa dalam bentuk tulisan (teks) ataupun lisan
(ujaran).
5. Membahas topik atau hal tertentu
6. Wacana berisikan pembahasan tentang topik atau hal tertentu yang ingin
disampaikan.
7. Memiliki hubungan kontinuitas. Artinya wacana disusun secara
berkelanjutan atau berkesinambungan.
8. Memiliki hubungan kohensi dan koherensi. Artinya wacana memiliki
keterikatan antar unsur dalam suatu teks, serta memiliki hubungan logis
antar kalimat dalam suatu paragraf.

Jenis jenis wacana dibagi menjadi 3. Berikut jenis wacana berdasarkan cara
penyampaiannya :

1. Wacana lisan. Wacana lisan merupakan penyampaian wacana lewat media


lisan atau langsung. Jenis wacana ini memerlukan daya simak yang tinggi
agar interaksi dalam penyampaiannya tidak terputus. Wacana lisan juga
sulit untuk diulang, artinya susah untuk diulang sesuai dengan ujaran
pertama. Dalam penyampaiannya, wacana lisan jauh lebih pendek
dibanding wacana tulis. Selain itu, penyampai wacana ini juga harus
memakai gerakan tubuh yang sesuai untuk memperjelas konteks apa yang
sedang disampaikan.
2. Wacana tulis. Wacana tulis merupakan penyampaian wacana lewat media
tulis atau teks. Jenis wacana ini dianggap lebih efektif dan lebih mudah
dibanding wacana lisan, terlebih lagi dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan serta gagasan. Dalam penyampaiannya, wacana tulis jauh
lebih panjang dan menggunakan bahasa baku. Selain itu, jenis wacana ini
juga memiliki unsur kebahasaan yang lengkap, artinya tidak
menghilangkan satu atau dua bagiannya.

Jenis wacana dibedakan berdasarkan pemakaiannya, yaitu:

1. Wacana monolog merupakan jenis wacana yang disampaikan oleh satu


orang, tanpa melibatkan orang lain. Wacana monolog bisa ditemui dalam
khotbah, orasi, dan lainnya. Wacana monolog terjadi ketika pendengar
tidak menanggapi secara langsung apa yang disampaikan oleh penyampai
wacana.
2. Wacana dialog merupakan jenis wacana yang dipakai dalam bentuk
interaksi. Wacana ini terjadi ketika ada dua orang atau lebih saling
berinteraksi dan terjadi pergantian peran antar keduanya. Misal pembicara
jadi pendengar. Jenis wacana ini mudah ditemui dalam percakapan sehari-
hari.
3. Wacana polilog merupakan jenis wacana yang melibatkan lebih dari dua
orang dan semuanya berperan aktif dalam sebuah interaksi. Biasanya jenis
wacana ini menggunakan topik yang luas sebagai bahan pembicaraannya.
Wacana polilog bisa ditemui dalam debat atau diskusi.

Berdasarkan pemaparannya, wacana bisa dibedakan menjadi lima, yaitu:

1. Wacana naratif adalah jenis wacana yang isinya mengandung rangkaian


peristiwa. Tujuannya untuk memperluas pengetahuan pembaca atau
pendengar.
2. Wacana prosedural adalah jenis wacana yang berisi paparan mengenai
suatu proses yang berurutan atau kronologis. Tujuannya untuk menjawab
pertanyaan bagaimana cara atau menghasilkan sesuatu.
3. Wacana deskriptif adalah jenis wacana yang berisi pemaparan tentang
kejadian sebenarnya. Tujuannya untuk menyampaikan kesan utama tentang
suatu hal.
4. Wacana eksposisi adalah jenis wacana yang isinya memuat keterangan
atau penjelasan tentang suatu pokok pikiran. Tujuannya untuk
menyampaikan fakta secara berurutan dan logis.
5. Wacana persuasi adalah jenis wacana yang berisi paparan tentang
penjelasan suatu hal, bertujuan untuk meyakinkan pembaca atau pendengar
agar menuruti apa yang disampaikan penulis.

2.2.2 Paragraf

Paragraf (Alenia) merupakan kumpulan suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi
dan lebih luas dari pada kalimat. Alenia merupakan kumpulan kalimat, tetapi
kalimat yang bukan sekedar berkumpul, melainkan berhubungan antara yang satu
dengan yang lain dalam suatu rangkaian yang membentuk suatu kalimat, dan juga
bisa disebut dengan penuangan ide penulis melalui kalimat atau kumpulan alimat
yang satu dengan yang lain yang berkaitan dan hanya memiliki suatu topic atau
tema. Paragraf juga disebut sebagai karangan singkat.

Dalam paragraph terkandung satu unit pikiran yang didukung oleh semua kalimat
dalam kalimat tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat
topic, dan kalimat penjelas sampai kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling
berkaitan dalam satu rangkaian untuk membentuk suatu gagasan. Panjang
pendeknya suatu paragraph akan ditentukan oleh banyak sedikitnya gagasan
pokok yang diungkapkan. Bila segi-seginya banyak, memang layak kalau
alenianya sedikit lebih panjang, tetapi seandainya sedikit tentu cukup dengan
beberapa kalimat saja. Ciri ciri paragraf adalah :
1. Kalimat pertama bertakuk (block style) ke dalam lima ketukan spasi untuk
jenis karangan biasa, misalnya surat, dan delapan ketukan untuk jenis
karangan ilmiah formal, misalnya: makalah, skripsi, desertasi, dll.
Karangan berbentuk lurus dan tidak bertakuk ditandai dengan jarak spasi
merenggang, satu spasi lebih banyak daripada antar baris lainnya
2. Paragraf menggunakan pikiran utama (gagasan utama) yang dinyatakan
dalam kalimat topik
3. Setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya
merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan,
menguraikan, atau menerangkan pikiran utama yang ada dalam kalimat
topik
4. Paragraf menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang
dinyatakan dalam kalimat penjelas. Kalimat ini berisi detail - detail kalimat
topik. Paragraf bukan kumpulan kalimat - kalimat topik. Paragraf hanya
besiri satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Setiap kalimat
penjelas berisi detail yang sangat spesifik, dan tidak mengulang pikiran
penjelas lainnya.

Jenis jenis paragraf berdasarkan tujuan

1. Paragraf Naratif. Macam-macam paragraf berdasarkan tujuan yang


pertama adalah naratif. Paragraf ini ditulis untuk menerangkan suatu
peristiwa secara kronologis sehingga menggunakan alur gagasan yang jelas
dan runtut. Dengan begitu, penulis harus merangkai setiap alur cerita
dalam kalimat secara berkesinambungan, sehingga pembaca bisa
memahami dengan baik. Karakteristik dari paragraf naratif tentu adanya
suatu peristiwa yang akan diceritakan, kemudian di dalamnya terdapat
pelaku atau tokoh, serta waktu, latar belakang, dan penggunaan alur yang
jelas. Dalam hal ini, penulis bisa menggunakan alur maju atau alur mundur
sesuai dengan keinginan. Selama cerita ditulis dengan jelas, baik alur maju
maupun alur mundur tetap bisa memberikan pemahaman yang baik kepada
pembaca.
2. Paragraf Deskriptif. Macam-macam paragraf berdasarkan tujuan
berikutnya yaitu deskriptif. Sesuai dengan namanya, jenis paragraf ini
dibuat untuk menjelaskan atau menggambarkan sesuatu secara rinci dan
detail. Oleh karena itu, penulis harus peka dalam menggunakan inderanya,
sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, meraba,
mencium aroma, dan sebagainya dari deskripsi yang ditulis. Bukan hanya
digunakan untuk menggambarkan suatu benda, jenis paragraf ini dapat
digunakan untuk menjelaskan berbagai macam hal. Mulai dari orang atau
tokoh, hewan, tanaman, hingga tempat secara jelas. Dengan mengandalkan
indera, tulisan ini mengajak pembaca untuk berimajinasi membayangkan
gambaran dari tulisan yang disampaikan.
3. Paragraf Ekspositif. Macam-macam paragraf berdasarkan tujuan
selanjutnya adalah ekspositif. Sesuai dengan namanya, eksposisi definisi
bertujuan untuk memaparkan atau menerangkan pengertian dari suatu
topik. Biasanya, jenis paragraf ini cenderung fokus pada karakteristik dari
topik yang sedang dibahas. Meskipun terdengar sama seperti deskriptif,
namun paragraf eskpositif lebih mengandalkan definisi yang menampilkan
langkah-langkah, metode, atau cara melakukan suatu tindakan. Jenis
paragraf ini tidak hanya mengandung unsur 5 W, yaitu what, who, when,
where, dan why, tetapi juga menambahkan satu unsur penting di dalamnya,
yaitu 1 H atau how, yang menjelaskan cara.
4. Paragraf Persuatif. Macam-macam paragraf berdasarkan tujuan berikutnya
termasuk persuatif. Sesuai dengan sebutannya, jenis paragraf ini dibuat
untuk mempersuasi, membujuk, atau mengajak pembaca melakukan
sesuatu yang disampaikan dalam tulisan tersebut. Dengan kata lain,
paragraf ini ditulis untuk mempengaruhi pembaca untuk bersikap sesuai
yang diharapkan. Dengan begitu, penulis harus dapat memaparkan data
dan penjelasan yang dapat meyakinkan pembaca tentang apa yang
disampaikan. Selanjutnya, penulis memasukkan kalimat-kalimat ajakan
atau anjuran sehingga pembaca dapat tertarik dan melakukan sesuai
dengan ajakan atau anjuran yang diberikan.
5. Paragraf Argumentatif. Macam-macam paragraf berdasarkan tujuan yang
terakhir adalah argumentatif. Jenis paragraf ini ditulis untuk
menyampaikan ide, gagasan, atau pendapat tentang suatu hal. Bukan hanya
menyampaikan pendapat, penulis juga harus menyertakan data dan analisis
yang jelas tentang suatu isu yang diangkat. Dengan data dan analisis yang
disampaikan, penulis ingin meyakinkan pembaca bahwa idea tau gagasan
yang diangkatnya adalah benar dan dapat dibuktikan. Paragraf ini
cenderung bertujuan untuk mempengaruhi pembaca dari sisi kognitif atau
pikiran. Meskipun begitu, tak jarang jenis paragraf ini juga dapat
mempengaruhi cara orang bersikap setelah menyetujui argument yang
didapatkan.

Jenis Pragraf berdasarkan letak gagasan utama

1. Paragraf Deduktif. Paragraf deduktif adalah satu dari macam-macam


paragraf yang menempatkan gagasan utamanya di awal paragraf. Dengan
begitu, penulis menuliskan gagasan utama di kalimat pertama paragraf
kemudian disambung dengan kalimat-kalimat selanjutnya yang berfungsi
untuk menjelaskan gagasan utama. Karakteristik khas dari paragraf ini
adalah gagasan utama yang berupa penyataan umum. Karena ditempatkan
di awal paragraf, maka pembaca dapat langsung menangkap maksud inti
dari topik yang sedang dibaca. Selanjutnya, pemahaman topik semakin
berkembang dan luas setelah membaca kalimat-kalimat penjelas
setelahnya.
2. Paragraf Induktif. Macam-macam paragraf berdasarkan letak gagasan
utama yang terakhir adalah induktif. Berlawanan dengan deduktif, paragraf
induktif menempatkan gagasan utama di bagian akhir. Oleh karena itu, di
awal paragraf penulis biasanya memaparkan suatu peristiwa atau
penjelasan khusus yang diarahkan kepada gagasan utama. Kemudian di
akhir paragraf, penulis akan memberikan kesimpulan yang memuat inti
gagasan yang dimaksud. Tak heran, jika paragraf ini sering menggunakan
kata-kata konjungsi seperti “jadi”, “akhirnya”, “akibatnya”, “oleh karena
itu”, “maka dari itu”, “berdasarkan uraian di atas”, atau “dengan
demikian”. Kata-kata konjungsi ini digunakan untuk memperjelas atau
mempertegas gagasan utama yang akan disampaikan

2.2.3 Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri memiliki pola
intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa yang
digunakan sebagai sarana untuk menuangkan dan menyusun gagasan secara
terbuka agar dapat dikomunikasikan kepada orang lain, atau bagian ujaran yang
mempunyai struktur minimal subjek dan predikat, mempunyai intonasi dan
bermakna. Ciri-ciri sebuah kalimat yang baik dan benar, harus sesuai dengan
unsur-unsur pembentukan kalimat. Kalimat yang baik harus sesuai dengan kaidah
tata bahasa Indonesia, salah satunya ada subjek, predikat, objek, dan keterangan.

1. Subjek (pokok atau inti pikiran)

Ciri-ciri dari subjek antara lain:

 Jawaban atas pertanyaan apa atau siapa. Penentuan subjek dapat


dilakukan dengan mencari jawaban pertanyaan apa atau siapa yang
dinyatakan dalam suatu kalimat. Untuk subjek kalimat yang berupa
manusia, biasanya digunakan kat atanya siapa.
 Tidak didahului preposisi. Subjek tidak didahului preposisi, seperti dari,
dalam, di, ke, kepada. Orang sering memulai kalimat dengan menggunakan
kata-kata seperti itu sehingga menyebabkan kalimat-kalimat yang
dihasilkan tidak bersubjek.
 Menjadi inti dari sebuag pokok pikiran
 Berupa kata benda atau frase kata benda. Subjek kebanyakan berupa kata
benda atau frase kata benda. Disamping kata benda, subjek dapat berupa
kata kerja atau kata sifat, biasanya disertai kata penunjuk itu.
2. Predikat. Predikat adalah unsur kalimat yang memerikan atau
memberitahukan apa, mengapa, bagaimana atau berapa tentang subjek kalimat.
Predikat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

 Merupakan jawaban atas pertanyaan apa, bagaimana, mengapa, atau


berapa. Dilihat dari segi makna, bagian kalimat yang memberikan
informasi atas pertanyaan mengapa atau bagaimana adalah predikat
kalimat. Pertanyaansebagai apa atau jadi apa dapat digunakan untuk
menentukan predikat yang berupa nomina penggolong (identifikasi). Kata
tanya berapa dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa
numeralia (kata bilangan) atau frasa numeralia.
 Dapat didahului kata ialah, adalah, merupakan. Predikat kalimat dapat
berupa kata adalah atau ialah. Predikat itu terutama digunakan jika subjek
kalimat berupa unsur yang panjang sehingga batas antara subjek dan
pelengkap tidak jelas.
 Dapat disertai kata pengingkaran tidak, atau bukan. Predikat dalam bahasa
Indonesia mempunyai bentuk pengingkaran yang diwujudkan oleh kata
tidak. Bentuk pengingkaran tidak ini digunakan untuk predikat yang
berupa verba atau adjektiva. Di samping tidak sebagai penanda predikat,
kata bukan juga merupakan penanda predikat yang berupa nomina atau
predikat kata merupakan.
 Dapat Disertai Kata-kata Aspek atau Modalitas. Predikat kalimat yang
berupa verba atau adjektiva dapat disertai kata-kata aspek seperti telah,
sudah, sedang, belum, dan akan. Kata-kata itu terletak di depan verba atau
adjektiva. Kalimat yang subjeknya berupa nomina bernyawa dapat juga
disertai modalitas, kata-kata yang menyatakan sikap pembicara (subjek),
seperti ingin, hendak, dan mau. Dapat berupa kata atau kelompok kata
kerja, kata atau kelompok kata sifat, kata atau kelompok kata benda, kata
atau kelompok kata bilangan.

3. Objek. Objek adalah unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau menderita
akibat perbuatan subjek. Objek memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Langsung mengikuti predikat. Objek hanya memiliki tempat di belakang
predikat, tidak pernah mendahului predikat. Dapat menjadi subjek kalimat
pasif Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek
dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan
perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat
pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya.
 Tidak didahului kata depan atau preposisi. Objek yang selalu menempati
posisi di belakang predikat tidak didahului preposisi. Dengan kata lain, di
antara predikat dan objek tidak dapat disisipkan preposisi.
 Dapat didahului kata bahwa. Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh
kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat
transitif.

4. Pelengkap. Pelengkap adalah unsur kalimat yang melengkapi predikat dan


tidak dikenai perbuatan subjek. Pelengkap memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

 Melengkapi makna kata kerja (predikat) Ciri ini sama dengan objek.
Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap
masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada
kalimat berikut. Diah mengirimi saya buku baru, Mereka membelikan
ayahnya sepeda baru. Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas
berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.
 Tidak didahului preposisi. Seperti objek, pelengkap tidak didahului
preposisi. Unsur kalimat yang didahului preposisi disebut keterangan. Ciri-
ciri unsur keterangan dijelaskan setelah bagian ini.
 Langsung mengikuti predikat atau objek jika terdapat objek dalam kalimat
itu.
 Berupa kata/kelompok kata sifat atau klausa.
 Tidak dapat menjadi subjek dalam konstruksi pasifnya.

5. Keterangan. Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan


informasi lebih lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat; misalnya,
memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Keterangan ini
dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa ditandai
oleh preposisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap,tentang, oleh,
dan untuk. Keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan kata
penghubung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya, jika, dan sehingga.
Berikut ini beberapa ciri unsur keterangan. Ciri-ciri keterangan yaitu:

 Memberikan informasi tentang waktu, tempat, tujuan, cara, alat, kemiripan,


sebab, atau kesalingan.
 Memiliki keleluasaan letak atau posisi (dapat di awal, akhir, atau menyisip
antara subjek dan predikat).
 Didahului kata depan seperti di, ke, dari, pada, dalam, dengan, atau kata
penghubung/konjungsi jika berupa anak kalimat.

Jenis jenis kalimat

1. Kalimat Tunggal adalah kalimat yang memiliki satu pola (klausa), terdiri
dari satu subjek dan satu predikat. Kalimat tunggal merupakan kalimat
dasar sederhana. Contoh : Dia sangat baik ( “Dia” merupakan subjek dan
“sangat baik” adalah predikat.)
2. Kalimat Majemuk. Kalimat majemuk terdiri atas dua atau lebih kalimat
tunggal yang saling berhubungan. Jenisnya ada tiga, yaitu ; Kalimat
Majemuk Setara, Kalimat Majemuk Bertingkat, Kalimat Majemuk
Campuran Contoh : KMS: Kami berhenti dan langsung pulang. KMB:
Mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai. KMC: Kami
berhenti karena hari sudah malam.
Berdasarkan Isi atau Fungsinya Kalimat dapat dibedakan menjadi 4 jenis,
yaitu:
 Kalimat Perintah : Bertujuan memberikan perintah kepada orang lain
 Kalimat Berita : Berisi pemberitahuan mengenai sesuatu.
 Kalimat Tanya : Bertujuan untuk memperoleh suatu informasi atau
reaksi
 Kalimat Seruan : digunakan untuk mengungkapkan perasaan ‘yang
kuat’ atau mendadak

2.2.4 Kata

Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan
atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang dapat
dipakai dalam berbahasa. Dari segi bahasa kata diartikan sebagai kombinasi
morfem yang dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat. Sedangkan morfem
sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang memiliki makna dan tidak dapat
dibagi lagi ke bentuk yang lebih kecil.

Ciri-ciri Kata Sifat

1. Kata sifat terbentuk karena adanya penambahan imbuhan ter- yang


mengandung makna paling. Contoh: - Andi merupakan orang terpandai di
kelas.
2. Kata sifat dapat diterangkan atau didahului dengan kata lebih, agak, paling,
sangat & cukup. Contoh: - Anak yang tinggi itu lebih sopan dibandingkan
anak yang disebelahnya.
3. Kata sifat juga dapat diperluas dengan proses pembentukan seperti ini : se-
+ redupliasi (pengulangan kata) + -nya, contoh : sehebat-hebatnya,
setinggi-tingginya, dll. Contoh: Sehebat-hebatnya petinju, pasti akan kalah
juga.

Ciri-ciri Kata Tugas :

Ciri dari kata tugas ialah bahwa hampir semuanya tidak dapat menjadi dasar untuk
membentuk kata lain. Jika verba datang dapat diturunkan menjadi mendatangi,
mendatangkan & kedatangan. Bentuk-bentuk seperti menyebabkan dan
menyampaikan tidak diturunkan dari kata tugas sebab & sampai tetapi dari nomina
sebab dan verba sampai yang membentuknya sama tapi kategorinya berbeda.
Jenis jenis kata

1. Kata Benda (Nomina). Kata benda (nomina) adalah kata-kata yang


merujuk pada pada bentuk suatu benda, bentuk benda itu sendiri dapat
bersifat abstrak ataupun konkret.dalam bahasa Indonesia kata benda
(nomina) terdiri dari beberapa jenis, sedangkan dari proses
pembentukannya kata benda terdiri dari 2 jenis, yaitu :
 Kata Benda (Nomina) Dasar: Kata benda dasar atau nomina dasar ialah
kata-kata yang yang secara konkret menunjukkan identitas suatu benda,
sehingga kata ini sudah tidak bisa lagi diuraikan ke bentuk lainnya.
Contoh : Buku yang tertinggal di kelas itu milik Slamet.
 Kata Benda (Nomina) Turunan: Nomina turunan atau kata benda
turunan ialah jenis kata benda yang terbentuk karena proses afiksasi
sebuah kata dengan kata atau afiks.
2. Kata Kerja (Verba). Kata kerja atau verba adalah jenis kata yang
menyatakan suatu perbuatan. Kata kerja dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu :
 Kata Kerja Transitif: Kata kerja transitif merupakan kata kerja yang
selalu diikuti oleh unsur subjek. contoh : Orang itu membeli makan di
warteg seberang jalan.
 Kata Kerja Intransitif: Kata kerja intransitif ialah kata kerja yang tidak
memerlukan pelengkap. Seperti kata tidur untuk contoh kalimat
berikut: saya tidur, pada kalimat tersebut kata tidur yang berposisi
sebagai predikat (P) tidak lagi diminta menerangkan untuk
memperjelas kalimatnya, karena kalimat itu sudah jelas.
3. Kata Sifat (Adjektifa). Kata sifat ialah kelompok kata yang mampu
menjelaskan atau mengubah kata benda atau kata ganti menjadi lebih
spesifik. Karena kata sifat mampu menerangkan kuantitas dan kualitas dari
kelompok kelas kata benda atau kata ganti.
4. Kata Ganti (Pronomina). Kelompok kata ini dipakai untuk menggantikan
benda atau sesuatu yang dibendakan. Kelompok kata ini dapat dibedakan
menjadi 6 bentuk, yaitu:
 Kata Ganti Orang: ialah jenis kata yang menggantikan nomina. Kata
ganti orang dapat dibedakan lagi menjadi beberapa bentuk, yaitu :
a. Kata ganti orang pertama tunggal, misal : aku, saya.
b. Kata ganti orang pertama jamak, misal: kami, kita.
c. Kata ganti orang kedua tunggal, misal: kamu.
d. Kata ganti orang kedua jamak, misal : kamu, kalian, Anda,
kau/engkau.
e. Kata ganti orang ketiga tunggal, misal: dia, ia.
f. Kata ganti orang ketiga jamak, misal: mereka, beliau. Contoh
kalimat: Aku seorang pelaut.
 Kata Ganti Kepemilikan: ialah kata ganti yang dipakai untuk
menyatakan kepemilikan, misal: “buku kamu/bukumu”, “buku
aku/bukuku”, “buku dia/bukunya”, dsb. Contoh: Buku yang tertinggal
di kelas kemarin adalah bukunya.
 Kata Ganti Penunjuk: ialah kata ganti yang dipakai untuk menunjuk
suatu tempat atau benda yang letaknya dekat ataupun jauh, misal: “di
sini”, “di sana”, “ini”, “itu”, dsb. Contoh: Letakkan meja itu di sana.
 Kata Ganti Penghubung: ialah kata ganti yang digunakan untuk
menghubungkan anak kalimat dan induk kalimat kata yang dipakai
yaitu: “yang”, “tempat”,”waktu”. Contoh: Kami sedang menyaksikan
pertandingan sepak bola yang disiarkan langsung dari Myanmar.
 Kata Ganti Tanya: ialah kata ganti yang dipakai untuk meminta
informasi mengenai sesuatu hal, kata Tanya yang dimaksud ialah
“apa”, “siapa”, “mana”. Contoh: Siapa yang menjadi pemain terbaik di
Liga Indonesia tahun lalu?
 Kata Ganti Tak Tentu: ialah kata ganti yang digunakan untuk
menunjukkan atau menggantikan suatu benda atau orang yang
jumlahnya tak menentu (banyak), misal: masing-masing, sesuatu, para,
dsb. Contoh: Para siswa diminta untuk membawa buku catatan saat
seminar nanti.
5. Kata Keterangan (Adverbia). Kata keterangan adalah jenis kata yang
memberikan keterangan pada kata kerja, kata sifat, dan kata bilangan
bahkan mampu memberikan keterangan pada seluruh kalimat. Kata
keterangan dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
 Kata Keterangan Tempat: ialah jenis kata yang memberikan informasi
mengenai suatu lokasi, misal: di sini, di situ, dll. Contoh: Silakan
letakkan payungnya di sana.
 Kata Keterangan Waktu: ialah jenis keterangan yng menginformasikan
berlangsungnya sesuatu dalam waktu tertentu, misal: sekarang, nanti,
lusa, dll. Contoh: Saya masih sangat mencintaimu sampai sekarang.
 Kata Keterangan Alat: ialah jenis kata yang menjelaskan dengan cara
apa sesuatu itu dilakukan ataupun berlangsung, misal: “dengan
tongkat”, “dengan motor”, dll. Contoh: Ayah mengambil mangga itu
dengan bambu.
 Kata Keterangan Syarat: ialah kata keterangan yang dapat
menerangkan terjadinya suatu proses dengan adanya syarat-syarat
tertentu, misal: jikalau, seandainya, dll. Contoh: Kamu sekarang pasti
masih mencintaiku seandainya orang itu tidak hadir ke kehidupan kita.
 Kata Keterangan Sebab: ialah jenis kata yang memberikan keterangan
mengapa sesuatu itu dapat terjadi, misal; sebab, karena, dsb. Contoh:
Kecelakaan itu terjadi karena tidak tertibnya para pengguna jalan.
6. Kata Bilangan (Numeralia). Kata bilangan ialah jenis kelompok kata yang
menyatakan jumlah, kumpulan, urutan sesuatu yang dibendakan. Kata
bilangan juga dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu:
 Kata bilangan tentu, contoh: satu, dua, tiga, dst. Contoh: Empat
kilometer adalah jarak antara rumahku dengan rumahnya.
 Kata bilangan tak tentu, contoh: semua, beberapa, seluruh, dll. Contoh:
Semua kontestan wajib datang 30 menit sebelum acara dimulai.
 Kata bilangan pisahan, contoh: setiap, masing-masing, tiap-tiap.
Contoh: Setiap regu diharuskan menyiapkan satu yel untuk
penyemangat.
 Kata bilangan himpunan, contoh: berpuluh-puluh, berjuta-juta. Contoh:
Berpuluh-puluh kilometer jarak yang aku tempuh hanya untuk
menemuimu.
 Kata bilangan pecahan, contoh: separuh, setengah, sebagian, dll.
Contoh: Separuh dari pendapatan hari ini akan kita sumbangkan.
 Kata bilangan ordinal/giliran, contoh: pertama, kedua, ketiga,
dst.Contoh: Anisa menjadi orang yang pertama merasakan wahana di
tempat wisata itu.
7. Kata Tugas. Kata tugas ialah kata yang memiliki arti gramatikal dan tidak
memiliki arti leksikal. Kata tugas juga memiliki fungsi sebagai perubah
kalimat yang minim hingga menjadi kalimat transformasi. Dari segi bentuk
umumnya, kata-kata tugas sukar mengalami perubahan bentuk. Kata-kata
seperti : dengan, telah, dan, tetapi dan sebagainya tidak bisa mengalami
perubahan. Tapi, ada sebagian yang bisa mengalami perubahan golongan
kata ini jumlahnya sangat terbatas, misalnya: tidak, sudah kedua kata itu
dapat mengalami perubahan menjadi menidakkan & menyudahkan. Jenis-
jenis Kata Tugas :
 Preposisi. Preposisi (kata depan): ialah jenis kata yang terdapat di
depan nomina (kata benda), misalnya : dari, ke & di. Ketiga kata depan
ini dipakai untuk merangkaikan kata-kata yang menyatakan tempat
atau sesuatu yang dianggap tempat. Contoh : Di Jakarta, di rumah, ke
pasar, dari kantor.
 Konjungsi. Konjungsi (kata sambung): ialah jenis kata yang dapat
menggabungkan 2 satuan bahasa yang sederajat, misalnya : dan, atau &
serta. Jenis kata tugas yang mampu menghubungkan kata dengan kata,
frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Konjungsi (kata
sambung) dapat dibagi menjadi 4, yaitu:
a. Konjungsi Koordinatif: yaitu konjungsi yang menghubungkan 2
unsur atau lebih yang sama pentingnya, atau memiliki status yang
sama contoh: dan, atau & serta. Contoh: Saya mendapat juara
pertama dan ibu sangat bahagia
b. Konjungsi korelatif: yaitu konjungsi yang menghubungkan 2 kata,
frasa atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama.
Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh
satu frasa, kata atau klausa yang dihubungkan oleh : baik ....
maupun, tidak .... tetapi. Contoh kalimat: Baik saya maupun dia
sama-sama suka padamu.
c. Konjungsi Antarkalimat yaitu konjungsi yang menghubungkan satu
kalimat dengan kalimat yang lainnya. Konjungsi jenis ini selalu
membuat kalimat baru, tentu saja dengan huruf kapital di awal
kalimat. Contoh kalimat: Saya tidak suka ucapannya. Biarpun
begitu, saya harus tetap santun
d. Konjungsi Subordinatif: yaitu konjungsi yang menghubungkan 2
klausa atau lebih dan klausa itu merupakan anak kalimat.
 Artikula. Artikula (kata sandang): ialah jenis kata yang mendampingi
kata benda atau yang membatasi makna jumlah orang atau benda. Kata
sandang tidak mengandung suatu arti tapi memiliki fungsi. Fungsi kata
sandang sendiri ialah untuk menentukan kata benda, mensubstansikan
suatu kata yang besar, yang jangkung, dan lain-lain. Kata-kata sandang
umum yang terdapat dalam Bahasa Indonesia ialah yang, itu, -nya, si,
sang, hang, dang. Kata-kata sandang seperti sang, hang, dang banyak
ditemui dalam kesusastraan lama, sekarang sudah tidak terpakai lagi
terkecuali kata sandang sang. Kata sandang sang terkadang masih
dipergunakan untuk mengagungkan atau untuk menyatakan ejekan
maupun ironi.
 Interjeksi. Interjeksi (kata seru): ialah kata yang mengungungkapkan
perasaan. Macam-macam kata seru yang masih dipakai hingga
sekarang ialah :
a. Kata seru asli, yaitu : ah, wah, yah, hai, o, oh, nah, dll. Contoh:
Wah, indah sekali pemandangannya!
b. Kata seru yang berasal dari kata-kata biasa, artinya kata seru yang
berasal dari kata-kata benda atau kata-kata lain yang digunakan,
contoh : celaka, masa', kasihan, dll. Contoh: Celaka, aku lupa
mengunci pintu.
c. Kata seru yang berasal dari beberapa ungkapan, baik yang berasal
dari ungkapan Indonesia maupun yang berasal dari ungkapan asing,
yaitu : ya ampun, demi Allah, Insya Allah, dll. Contoh: Insya
Allah, jika tidak ada halangan saya akan hadir
 Partikel Penegas. Partikel Penegas: ialah kategori yang meliputi kata
yang tidak tunduk pada perubahan bentuk dan hanya berfungsi
menampilkan unsur yang diiringinya. Ada empat macam partikel
penegas, yaitu: -lah, -kah, -tah & pun. Contoh: - Bacalah dengan baik
dan benar!

2.2.5 Fonem

Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat
membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus
sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya. Fonem merupakan
bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya. Fonem dalam bahasa dapat
mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata
atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat mempunyai
dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu dilafalkan secara
lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas untuk
kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak
diucapkan secara lepas; bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu mengucapkan
bunyi ini. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonia mempunyai dua
variasi. Fonem adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau
makna (Gleason,1961: 9). Berdasarkan definisi diatas maka setiap bunyi bahasa,
baik segmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat membedakan arti
dapat disebut fonem. Ada tiga cara untuk mencari fonem, yaitu :

1. Cara pasangan minimal, distribusi komplementer dan variasi bebas.


2. Cara mencari fonem yang umum digunakan adalah menggunakan metode
pasangan minimal.
3. Pasangan minimal adalah seperangkat kata yang memiliki jumlah fonem
yang sama, juga jenis fonem yang sama, kecuali satu fonem yang berbeda
pada urutan yang sama, sedangkan arti kata-kata tersebut berbeda.

Ciri ciri fonem :

Dalam ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../ /p/ dan /b/
adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti. Contoh:

1. Pola - /pola/ : bola - /bola/


2. Parang - /paraŋ/ : barang - /baraŋ/
3. Peras - /pɘras/ : beras - /bɘras/

Jenis jenis fonem

1. Fonem Vokal Bunyi vocal dihasilkan oleh udara yang keluar dari paru-
paru dengan tidak mendapatkan hambatan. Jenis vocal ditentukan oleh
posisi bibir, tinggi- rendahnya lisah, dan maju mundurnya lidah.Posisi
bibir bundar menghasilkan vocal bundar (o, u, a). posisi bibir berbentuk
rata-rata menghasilkan vocal tak bundar (i, e). ujung dan belakang lidah
dalam posisi naik menghasilkan vocal depan (I, e). jka hanya lidah
belakang yang diangkat, maka menghasilkan vocal belakang (u, o, a). jika
posisi lidah rata, maka menghasilkan vocal tengah atau pusat (e-pepet).
Apabila lidah dekat dengan alveolum menghasilkan vocal atas (I, u). jika
lidah dalam posisi mundur, maka menghasilkan vocal tengah (e-pepet).
Posisi lidah mundur jauh di belakang menghasilkan vocal bawah (a).
2. Fonem Diftong. Bunyi diftong adalah dua vocal yang berurutan yang
diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Perhatikan kata-kata: ramai, pantai,
dan pulau. Ucapan dua vocal berurutan ini berbeda dengan vocal berurutan
pada kata: dinamai, laut, dan egois, sebab ketiga vocal berurutan ini tidak
diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Perbedaan ini menyebabkan
pengucapan vocal berurutan ini menjadi salah. Inilah sebabnya kemudian
muncul monoftongisasi, misalnya pelafalan:Ramai, dilafalkan: ramePantai,
dilafalkan: pantePulau, dilafalkan: puloPelafalan ini terjadi karena diftong
menjadi satu bunyi (monoftong). Sebaliknya, ada proses pelafalan
diftongisasi, artinya, semestinya vocal tungal diucapkan sebagai vocal
rangkap. Contoh: Sentosa, diucapkan: sentausa
3. Fonem Konsonan. Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan
mengeluarkan udara dari paru-paru mendapatkan hambatan.
 Berdasarkan articulator dan titik artikulasi, konsonan di bedakan
menjadi delapan:
a. Konsonan bilabial adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mempertemukan kedua belah bibir serta keduanya menjadi satu
titik sentuh, menghasilkan konsonan: p, b, m, dan w.
b. Konsonan labiodentals adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dengan bibir
bawah sebagai articulator, menghasilkan konsonan: f dan v.
c. Konsonan apikodental adalah konsonan yang dilafalkan dengan
lidah dengan articulator dan gigi sebagai titik artikulasi,
menghasilkan konsonan: t dan n.
d. Konsonan apikoalveolar adalah konsonan yang dilafalkan dengan
ujung lidah sebagai articulator, sedang lengkung kaki gigi sebagai
titik artikulasi, menghasilkan konsonan: t, d, dan n.
e. Konsonan palatal adalah konsonan yang dilafalkan dengan bagian
tengah lidah sebagai articulator, sedangkan langit keras sebagai
titik artikulasi, menghasilkan konsonan: c, j, dan ny.
f. Konsonan velar adalah konsonan yang dilafalkan dengan bagian
belakang lidah sebagai articulator dan langit-langit lembut sebagai
titik artilukasi, menghasilkan konsonan: k, g, ng, dan kh.
g. Konsonan hamzah adalah konsonan yang dilafalkan dengan posisi
pita suara tertutup, menghasilkan konsonan glottal stop (? atau ‘)
h. Konsonan laringal adalah konsonan yang dilafalkan dengan pita
suara terbuka lebar, menghasilkan konsonan: h.
 Berdasarkan halangan atau hambatan terhadap udara waktu keluar dari
paru-paru, konsonan dibedakan menjadi enam:
a. Konsonan hambat (stop) adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara dari paru-paru, tetapi mendapatkan hambatan
penuh, misalnya: p, b, k, t, dan d. dalam praktik sehari-hari,
konsonan diucapkan dengan menggunakan suara letupan. Ole
karena itu, konsonan ini juga disebut konsonan eksplosif.Kata-kata
seperti: parit, pukul, buka, tidak, dan sebagainya selalu diucapkan
ada letupan bunyi.
b. Konsonan frikatif adalah konsonan yang dilafalkan dengan adanya
udara yang keluar dari paru-paru digesekkan sehingga
menghasilkan bunyi geser, misalnya: f, v, dank h.
c. Konsonan spiral adalah konsonan yang dilafalkan dengan suara
berdesis, misalnya: s, z, sy.
d. Konsonan likwida atau lateral adalah konsonan yang dilafalkan
dengan mengangkat lidah ke langit-langit, misalnya: l.
e. Konsonan getar atau tril adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mendekatkan lidah ke alveolum atau pangkal gigi kemudian lidah
menjauhi alveolum lagi, misalnya: r.
 Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar, konsonan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Konsonan bersuara adalah konsonan yang dilafalkan dengan pita
suara bergetar, misalnya: b, d, n, g, dan w.
b. Konsonan tidak bersuara adalah konsonan yang dilafalkan dengan
tidak menggetarkan pita suara, misalnya: p, t, c, dan k.
 Berdasarkan jalan yang dilalui udara, konsonan di bedakan menjadi
dua:
a. Kosonan oral adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara melalui mulut misalnya: p, b, k, d, dan w.
b. Konsonan nasal adalah konsonan yang dilafalkan dengan
mengeluarkan udara keluar melalui hidung, misalnya: ny, m, ng,
dan n.

Fungsi Fonem

1. Fonem berfungsi sebagai satuan bunyi terkecil yang dapat membedakan


arti
2. Untuk mempelajari bunyi bahasa
3. Berfungsi membedakan arti kata harus dan arus
4. Bunyi fonem bahasa bisa di hasilkan melalui bunyi ujaran yang di hasilkan
dari paru paru dan mengalami rintangan saat keluarnya

2.2.6 Morfem

Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian


yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974:
6). Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu
bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Morfem, dapat juga dikatakan unsur
terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada
bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga
memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar
penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.

Ciri-ciri morfem :

1. Memiliki kesamaan arti


2. Memiliki kesamaan bentuk

Ciri-ciri morfem bebas :

1. Dapat menjadi jawaban tunggal dari suatu pertanyaan


2. Memiliki makna secara leksikal

Ciri-ciri morfem terikat :

1. Tidak dapat berdiri sendiri dan selalu melekat pada morfem lain. Contoh:
(me-) + (minum) = meminum, (drink) + (ing) = drinking, (ng) + (ombe) =
ngombe.
2. Tidak memiliki makna leksikal. Contoh: semua afiks dalam bahasa
Indonesia (pe-, -an, pe-an, ter-, ber-, me-, dll).

Jenis jenis morfem

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat. Morfem bebas adalah morfem yang
tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam
bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus
adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat
digunakan tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem
lain. morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan
morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
2. Morfem Utuh dan Morfem TerbagiPerbedaan morfem utuh dan morfem
terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah
merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang
terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem
terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang
terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem
utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan
dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.
3. Morfem Segmental dan SuprasegmentalPerbedaan morfem segmental dan
morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya.
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua
morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan
morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya,
dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu
disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.
4. Morfem Beralomorf ZeroDalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai
morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem
yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun
berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
5. Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal.
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren
telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih
dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-
morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu,
morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas,
dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.morfem tak
bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem
lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem
tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-},
{me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan
atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-
morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai preposisi dan
konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas
bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun, kebebasanya dalam
pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebsan morfem afiks.
Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi,
padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya
sebagai pembentuk kata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai