Anda di halaman 1dari 5

Transformasi Galileo dan Percobaan Michelson-Morley

 TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Peristiwa dalam fisika didefinisikan sebagai segala sesuatu yang terjadi pada suatu titik
tertentu dalam ruang dan pada sautu waktu tertentu. Gerak sebuah benda merupakan sebuah
rentetan acuan pengamatan terhadap gerak benda tersebut. Tanpa sistem kerangka acuan
konsep gerak benda tidak ada artinya. Apabila Anda hendak mempelajari benda yang
sedang bergerak dalam arah horizontal, Anda dapat memilih sebuah kerangka acuan yaitu
suatu tempat tertentu yang diam terhadap benda tersebut.

Anda dapat pula memilih kerangka acuan lain, yang bergerak dengan kecepatan tetap
terhadap benda tersebut. Menurut seorang pengamat dalam kerangka acuan ini, benda
tersebut sedang melakukan gerakan dalam arah horizontal dengan kecepatan tetap.
Kerangka acuan yang diam atau bergerak dengan kecepatan tetap terhadap benda yang
sedang diamati tersebut dikenal dengan nama kerangka acuan inersial.

Dengan demikian, semua gerak akan dapat dinyatakan sebagai gerak relatif terhadap suatu
kerangka acuan tertentu yang melekat dengan pengamat atau sebagai tempat melakukan
pengamatan. Pada dasarnya, ada kebebasan untuk memilih kerangka acuan ini. Akan tetapi,
tentu saja dalam praktiknya Anda akan memilih kerangka acuan yang memungkinkan
penyelesaian persoalan dengan cara yang paling sederhana. Kerangka acuan yang telah
dipilih untuk menelaah suatu peristiwa fisika selalu dapat dikaitkan dengan suatu sistem
koordinat tertentu.
Selanjutnya, hukum-hukum fisika yang berlaku dalam kerangka acuan yang telah dipilih
dinyatakan dalam sistem koordinat tersebut. Contoh sistem koordinat yang dipakai adalah
sistem koordinat cartesius, sistem koordinat silinder, atau sistem koordinat bola. Para pakar
fisika percaya bahwa hukum-hukum alam bersifat mutlak. Hal ini berarti bahwa hukum-
hukum fisika yang menggunakan hukum alam tersebut tidak bergantung pada pemilihan
kerangka acuan yang diambil. Dalam kerangka acuan apapun seharusnya hukum-hukum
fisika tetap sama. Persyaratan bahwa hukum-hukum fisika bersifat mutlak ini dikenal
dengan prinsip relativitas.
Prinsip relativitas merupakan prinsip yang paling mendasar dalam fisika. Dengan demikian,
prinsip relativitas mensyaratkan bahwa hukum-hukum fisika memiliki bentuk yang sama
dalam sistem koordinat mana pun yang dipilih. Persamaan yang berlaku seperti itu disebut
persamaan yang invarian. Jadi, jika terdapat dua pengamat yang merumuskan hukum fisika
secara relatif terhadap masing-masing sistem koordinatnya, hubungan atau persamaan yang
mengaitkan koordinat-koordinat kedua sistem koordinat itu haruslah sedemikian rupa
sehingga bentuk hukum fisika tidak berubah (invarian). Hubungan atau persamaan yang
mengaitkan koordinat-koordinat kedua sistem koordinat ini dikenal sebagai transformasi
koordinat.

Berdasarkan ruang lingkup hukum-hukum fisika yang ditinjau terdapat tiga prinsip
relativitas yang dikemukakan antara lain sebagai berikut.
1. Prinsip relativitas Galileo dengan transformasi koordinat adalah transformasi
Galileo.
2. Prinsip relativitas khusus Einstein dengan transformasi koordinatnya adalah
transformasi Lorentz.
3. Prinsip realtivitas umum Einstein dengan tranformasi koordinatnya adalah
tranformasi koordinat umum.

Materi dan Contoh Soal Transformasi Galileo


 TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Prinsip relativitas Galileo dikenal pula sebagai prinsip relativitas klasik. Karena hanya
berkaitan dengan hukum-hukum gerak Newton. Persoalan perambatan gelombang
elektromagnetik (cahaya) tidak ditinjau dalam prinsip ini. Prinsip relativitas Galileo
tersebut dibangun berdasarkan dua postulat antara lain sebagai berikut.
1. Waktu adalah besaran mutlak.
2. Hukum-hukum gerak Newton tidak berubah bentuk (invarian).

Selanjutnya kita akan menurunkan transformasi koordinat yang memenuhi prinsip


relativitas Galileo tersebut. Transformasi ini dikenal dengan nama transformasi Galileo.
Kita akan meninjau dua sistem kerangka acuan S dan S*. Kerangka acuan S* bergerak
relatif terhadap S sepanjang suatu garis lurus ke kanan dengan laju v.
Misalnya, dua orang pengamat A dan B yang masing-masing berada dalama kerangka
acuan S dan S* sedang mempelajari gerak benda P di bawah pengaruh gaya F. Menurut A
benda P memiliki kedudukan x dan waktu t. Sementara menurut B, benda P memiliki
kedudukan x’ dan t’. Postulat pertama Galileo memberikan persyaratan:
t = t’
yang menyatakan bahwa apabila benda P telah menempuh jarak 6 m dan menurut pengamat
A, misalnya selang waktu yang diperlukan benda P tersebut 60 sekon maka menurut
postulat t = t’ pengamat B akan mencatat waktu 60 sekon.

Postulat kedua Galileo memberikan persyaratan terhadap hukum Newton.


F = d2x/dt2 = F = d2x’/dt’2 . . .  Persamaan (1)

Apabila menurut pengamat A, hukum Newton memiliki bentuk:


          F = d2x/dt2 . . .. persamaan (2)
Menurut pengamat B, hukum Newton juga harus memiliki bentuk yang serupa, yaitu:
          F = d2x’/dt’2 . . . . persamaan (3)
Jadi, seandainya menurut pengamat A gaya yang bekerja pada benda P hilang, yaitu F = 0 ,
menurut postulat kedua Galileo, pengamat B harus mendapatkan F’ = 0. Dengan demikian
persamaan (1) menjadi:
          d2x/dt2 = d2x’/dt’2 = 0 . . .  persamaan (4)
Dengan cara mengintegrasikan kedua ruas persamaan (4) sebanyak dua kali maka akan
diperoleh hasil sebagai berikut.
          x = x0 + ux . . . persamaan (5)
x’ = x’0 + u’x . . . persamaan (6)
dengan x0, x’0,  dan  u’x merupakan konstanta-konstanta integrasi.

Dari analisis konsistensi dimensi, ruas kiri persamaan berdimensi panjang. Oleh sebab itu,
demikian juga seharusnya untuk sisi sebelah kanan dan dapat langsung diperoleh bahwa
dan merupakan jarak awal benda P sebelum bergerak dengan laju v menurut pengamat A
dan B, sedangkan dan merupakan kecepatan benda P menurut pengamat A dan B.

Apabila persamaan dikurangi (6) maka akan diperoleh


(x’- x) = (x’0 -  x0) + (u’x - ux)t . . . . persamaan (7)
 Jelas bahwa besaran (x’- x) = x  menyatakan kedudukan titik asal O* pada kerangka acuan
S* relatif terhadap titik asal O pada kerangka acuan S. Besaran turunan x adalah:
dx/dt= v . . . . . persamaan (8)
yang merupakan kecepatan realtif keangka acuan S* terhadap S. Jadi, apabila diturunkan
terhadap waktu peramaan (7) akan menjadi:
v = ux - u’x
atau
u’x = ux - v . . . . persamaan (9)
Coba Anda subtitusikan persamaan (9) dalam persamaan (7) dan dengan mengambil x 0’ =
x0 akan diperoleh hasil
          x’ = x0 - vt
Oleh karena tidak ada gerak dalam arah Y dan Z. Maka,
          y’ = y
          z’ = z
Jadi, transformasi Galileo yang menghubungkan sistem kerangka acuan S dan S* yang
memenuhi postulat relativitas Galileo adalah persamaan-persamaan:
x’ = x0 - vt
y’ = y
          z’ = z
Sistem kerangka acuan yang berlaku dlam relativitas Galileo ini adalah kerangka acuan
inersial. Karena ketika menurunkan transformasi Galileo di atas, kerangka acuan S*
bergerak dengan kecepatan tetap v terhadap kerangka acuan S. Di samping itu, postulat
kedua juga mengandung pengertian bahwa kerangka acuan yang ditinjau adalah kerangka
acuan inersial. Hal ini disebabkan karena hukum Newton hanya berlaku dlam kerangka
acuan inersial.

Contoh Soal Tentang Transformasi Galileo


Sebuah kereta api bergerak dengan kecepatan 60 km/jam. Seorang penumpang berjalan
dalam kereta dengan kecepatan 6 km/jam searah dengan kereta. Berapa kecepatan
penumpang tersebut terhadap orang yang diam di tepi rel?

Jawab:
Kita dapat menyelesaikannya dengan persamaan transformasi Galileo untuk kecepatan:
u’x = ux - v
orang yang diam di tepi rel sebagai kerangka acuan S. Kereta api yang bergerak terhadap
orang diam sebagai kerangka acuan S*.Kecepatan kerangka acuan S* terhadap kerangka
acuan S adalah v = 60 km/jam. Kecepatan penumpang terhadap kerangka acuan S* adalah
u’x = 6 km/jam. Jadi, kecepatan penumpang (u x) terhadap orang yang diam adalah
u’x = ux - v
ux = u’x + v
ux = 6 km/jam + 60 km/jam
ux = 66 km/jam.

Anda mungkin juga menyukai