Anda di halaman 1dari 25

Teori Gestalt Max, Koffka, dan Kohler

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyche yang berarti Jiwa dan Logos yang berarti
Ilmu. Psikologi merupakan ilmu jiwa, dimana jiwa tidak tampak namun termanivestasi
melalui tingkah laku, baik tingkah laku yang nampak maupun tingkah laku yang tidak
tampak. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau
kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Jadi, psikologi pendidikan adalah studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan
tentang prilaku manusia atau studi sistematis tentang proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia.
Dalam pendidkan psikologi dikenal banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli psikologi.
Salah satu teorinya adalah teori gestalt. Teori gestal adalah teori yang dibangun oleh tiga
orang yaitu Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang Kohler.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai riwayat hidup Kurt Koffka, Max
Wertheimer, dan Wolfgang Kohler; konsep belajar mereka; nama teori yang mereka
kemukakan; implikasi/aplikasi teori mereka dalam pendidikan atau pembelajaran; dan ayat
serta hadits yang berkaitan dengan teori mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup dari Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang Kohler ?
2. Bagaimana konsep belajar dari Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang Kohler ?
3. Apa teori yang dikemukakan oleh Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang Kohler ?
4. Bagaimana implikasi/aplikasi teori Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang Kohler
dalam pendidikan atau pengajaran ?
5. Apa ayat dan hadits yang berkaitan dengan teori Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan
Wolfgang Kohler ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui riwayat hidup dari Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang
Kohler
2. Untuk mengetahui konsep belajar dari Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang
Kohler
3. Untuk mengetahui teori yang dikemukakan oleh Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan
Wolfgang Kohler
4. Untuk mengetahui implikasi/aplikasi teori Kurt Koffka, Max Wertheimer, dan Wolfgang
Kohler dalam pendidikan atau pengajaran

5.

Untuk mengetahui ayat dan hadits yang berkaitan dengan teori dari Kurt Koffka, Max

Wertheimer, dan Wolfgang Kohler

BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Tokoh Tokoh Gestalt
1. Max Wertheimer
Max Wertheimer adalah pendiri aliran psikologi Gestalt yang lahir di Praha, Jerman pada
tanggal 15 April 1880 dan meninggal di New York pada tanggal 12 Oktober 1943.
Setelah tamat sekolah Gymnasium di Praha. Ia belajar hukum selama dua tahun, akan tetapi
kemudian meninggalkan studi ini dan lebih menyukai filsafat. Ia lalu belajar di Universitas
Praha, Berlin dan Wurzburg, tempat ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald
Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt dimana ia bertemu
dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka.
Dia menerima tawaran di Frankfurt dan Berlin, tetapi kemudian meninggalkan Jerman pada
tahun 1934 karena situasi politik saat itu. Dia kemudian bergaul dengan tokoh-tokoh New
School for Social Research di New York City. Pada waktu itu 1910, ketika dia membuat
penemuannya yang akhirnya menuntun dirinya untuk mendirikan aliran psikologi Gestalt.
2. Kurt Koffka
Kurt Koffka lahir pada tanggal 18 Maret 1886 di Berlin. Dia juga mendapat gelar Ph.D dari
University of Berlin pada tahun 1909 dan juga menjadi asisten di Frankfurt.
Pada tahun 1911, Koffka pergi ke University of Gressen dan mengajar di sana sampai tahun
1927. Ketika di sana, dia menulis buku Growt Of The Main : An Introduction To Child
Psychology (1912). Pada tahun 1922, dia menulis sebuah artikel untuk Psychological
Bulletin yang memperkenalkan program Gestalt kepada pembaca Amerika Serikat. Tahun
1927, Koffka meninggalkan Amerika Serikat untuk mengajar di Smith College dan
mempublikasikan Principles Of Gestalt Psychology.
Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian sistematis dan pengalaman dari
prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat,
sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan
pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
3. Wolfgang Kohler
Wolfgang Kohler lahir pada tanggal 21 Januari 1887, di Re Val, Estonia. Dia menerima gelar
Ph.D dan pada tahun 1908 dari University of Berlin. Kemudian menjadi asisten di Institute
Psikologi Frankfurt yang mempertemukannya dengan Max Wertheimer. Tahun 1913

mendapat tugas belajar ke Antrhopoid Station, Tenerife di kepulauan Canary dan tinggal di
sana sampai tahun 1920.
Pada tahun 1917 ia menulis buku paling terkenalnya Intelegenzprufungen An
Menschenaffen yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1925 dengan
judul The Mentality of Apes. Pada tahun 1922 Kohler menjadi ketua dan direktur
laboratorium psikologi di University of Berlin dan tinggal di sana sampai pensiun.
Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun Anthrophoid
dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, dimana pernah melakukan penyelidikannya
terhadap inteligensi kera.
B. Konsep Belajar Tokoh Tokoh Gestalt
1. Max Wertheimer
Konsep pentingnya adalah phi phenomenon yaitu bergeraknya obyek statis menjadi
rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan
demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Dengan konsep ini, Wertheimer
menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di
otak dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi proses mental. Dengan pernyataan ini ia
menentang pendapat Wundt yang menunjuk pada proses fisik sebagai penjelasan phi
phenomenon.
Wertheimer melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop,
yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu.
Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua
gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian
garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis
tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu
Scheinbwegung karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan
secara bergantian. Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt
dalam bukunya yang berjudul Investigation of Gestalt Theory. Hukum-hukum itu antara
lain :
a. Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b. Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
c. Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)
2. Kurt Koffka
Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan
dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka tentang belajar antara lain:
a. Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejakjejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan
muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan
tadi.

b.

Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat

melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut


cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam
ingatan.
c. Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
3. Wolfgang Kohler
Eksperimen Wolfgang Kohler melalui percobaan dengan seekor Simpense yang diberi nama
Sulton. Dalam eksperimennya, kohler ingin mengetahui bagaimana fungsi insight dapat
membantu memecahkan masalah dan membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya tidak dengan stimulus dan respon atau trial and error
saja, tapi juga karena ada pemahaman terhadap masalah dan bagaimana memecahkan
masalah tersebut.
Berikut eksperimen yang dilakukan oleh kohler terhadap Simpanse:
a. Ekesperimen I
Simpanse dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan didalam sangkar tersebut terdapat
sebatang tongkat. Diluar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh
simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang untuk dimakan. Pada awalnya
simpanse berusaha mengambil pisang tersebut, tetapi selalu gagal karena tangannya tidak
sampai untuk mengambil pisang tersebut. Kemudian simpanse melihat sebatang tongkat dan
timbullah pengertian untuk meraih pisang dengan menggunakan tongkat tersebut. Begitu juga
ketika ada dua tongkat, karena tidak dapat diraihnya pisang tersebut dengan tongkat satu.
Tiba-tiba muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung dan akhirnya berhasil.
b. Eksperimen II
Problem yang dihadapi sekarang diubah, yakni pisang digantung diatas sangkar sehingga
simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Disudut sangkar tersebut diletakkan subuah
kotak yang kuat untuk dinaiki simpanse. Pada awalnya simpanse mau mengambil pisang,
akan tetapi berkali-kali gagal, ketika simpanse melihat kotak disudut sangkar, munculah
insight simpanse untuk bergegas mengambil kotak dan dinaikinya dan akhirnya ia dapat
mengambil pisang. Begitu juga ketika dalam sangkar terdapat dua kotak kuat, dan ketika
simpanse tidak bisa mengambil dengan satu kotak, maka simpanse mengambil kotak tersebut
untuk ditumpuk kemudian dinaiki dan akhirnya simpanse dapat mengambil pisang tersebut.
Dari Eksperimen-eksperimen tersebut, kohler menjelaskan bahwa simpanse yang dipakai
untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling
menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan problem yang dihadapinya sebelum
muncul insight. Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan
insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang
dihadapinya. Gestalt berasumsi, bila seseorang atau suatu organisasi dihadapkan pada suatu

problem, tetapi kedudukan kognitif tidak seimbang sampai problem itu dipecahkan. Menurut
gestalt problem tersebut merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya.
Organisme atau individu akan selalu berfikir tentang suatu bahan agar dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya sebagai bentuk respon atas masalah tersebut.
C. Teori yang Dikemukakan Tokoh Tokoh Gestalt
Tokoh-tokoh Gestalt yaitu Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler berpendapat
bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai
kesatuan yang utuh. Pendapat mereka didasari atas eksperimen yang mereka lakukan yang
akhirnya menemukan ide gestalt. Ide inilah yang disebut Teori Gestalt.
D. Implikasi/Aplikasi Teori Gestalt dalam Pendidikan
1. Implikasi Teori Gestalt
a. Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan
dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat
mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak namun tetap
dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang
sangat penting dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund Husserl (18591938), pendiri fenomenologi modern. Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh
psikologi eksperimental baru yang muncul di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX.
Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga murid
Stumpf, dan mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala
psikologis. Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan
menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu metode
pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan mengamati
apa yang dialami secara langsung.
b. Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme: dengan menyumbangkan ide
untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya
perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental
seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh : Tolman (dengan Teori Sign
Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan simpanse sebagai hewan coba).
2. Aplikasi Teori Gestalt
a. Belajar
1) Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan
yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2) Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting

dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan


pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3) Perilaku bertujuan (purposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta
didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari
tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
4) Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki
keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5) Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan
melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian
menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd
menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran
dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan
terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam
situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
b. Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai
dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya
pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah
fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya insight pada individu tergantung pada :
1) Kesanggupan
Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
2) Pengalaman
Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu akan
menyebabkan munculnya insight.
3) Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatasi
4) Latihan
Latihan yang banyak akan mempertinggi kemampuan insight dalam situasi yang bersamaan
5) Trial and Error

Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan melakukan
percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah
tersebut.
c. Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak
ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek.
Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara
sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor. Fenomena gosip seringkali
berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang
kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dilengkapi oleh informasi yang relevan
walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui faktanya.
DAFTAR PUSTAKA
Amali, Wafiq. Teori Pembelajaran Menurut Aliran Psikologi Gestalt. (online) Tersedia :
http://wafiq-amali.blogspot.com/2012/04/teori-pembelajaran-menurut-aliran.htmldi akses 6
Mei 2014
Anggipuspita1.
Sejarah
Teori
Gestalt.
(online)
http://anggipuspita1.wordpress.com/2013/03/05/sejarah-teori-gestal/
Dariyanto,
Feri
Nan.
Teori
belajar
gestalt.
(online)
http://ferdonan.wordpress.com/teori-belajar-gestalt/ diakses 28 April 2014

Tersedia
Tersedia

Honeyboy777.
Teori
Gestalt.
(online)
Tersedia
http://honeyboy777.wordpress.com/2011/02/25/teori-gestalt/ diakses 6 Mei 2014

:
:
:

Lian. Teori Pembelajaran. (online) Tersedia : http://lianw17.blogspot.com/2014/04/teoripembelajaran.html di akses 28 April 2014


Mahasiswa KI2010 STAIN Samarinda. Teori Belajar Gestalt. (online) Tersedia : http://kistainsamarinda.blogspot.com/2013/04/teori-belajar-gestalt.html diakses 27 April 2014
Octaria,
Dina.Teori
Belajar
Gestalt.
(online)
Tersedia
http://dinaoctaria.wordpress.com/2012/10/15/teori-belajar-gestalt/ diakses 27 April 2014

MAKALAH PPKN TEORI BELAJAR KOHLER DAN BANDURA


Makalah Pendidikan Kewarganegaraan
Teori Belajar Kohler dan Bandura

Oleh
Nur Mawaddah 1447040030
Khairah Musfirah 1447042001
Andi Nurhalisa 1447041007
Syahrul Ramadhani

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Teori Belajar
Kognitivisme Kohler dan Bandura yang dibimbing oleh Pak Ikbal S.pd. M,pd .Makalah yang
ditulis penulis ini berbicara mengenai Teori Belajar Kognitivisme Kohler dan Bandura.
Penulis menuliskannya dengan mengambil dari beberapa sumber baik dari buku maupun dari
internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian makalah ini. Hingga tersusun makalah yang sampai dihadapan pembaca pada
saat ini.Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak
kekurangan. Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau
kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.

Makassar, 15 Oktober 2015

Kelompok II

DAFTAR ISI
Kata Pengantar . i
Daftar Isi ..

ii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang .

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN .. 3
A.
1.
2.
3.
B.
C.

Teori Kognitivisme 3
Pengertian Teori Kognitivisme 3
Ciri-ciri Aliran Kognitivisme .. 3
Tokoh Tokoh Teori Kognitivisme . 4
Teori Belajar Kognitif Menurut Kohler . 6
Teori Kognitif Bandura .. 7

D. Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran . 8


E. Implikasi Teori Kognitivisme dalam Dunia Pendidikan 9
F. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme . 11
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan .. 12
B. Saran . 13
DAFTAR PUSTAKA ..
14

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian
yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah

satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah
pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis,
tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

B. Rumusan Masalah
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya Teori Belajar Kognitivisme Kohler dan
Bandura yang condong pada belajar secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi
juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya. Sehingga dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan Teori Kognitivisme?

2. Bagaimanakah aplikasi Teori Belajar Kohler?


3. Bagaimanakah aplikasi Teori Belajar Bandura?
4.
Bagaimanakah Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan
Pembelajaran?
5. Bagaimanakah Impilkasi Teori Kognitivisme dalam Pendidikan?
6. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme?
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan Makalah ini, yang membahas tentang Teori Belajar Kognitivisme Kohler
dan Bandura agar pembaca dapat mengetahui serta memahami tentang Teori Belajar
Kognitivisme Kohler dan Bandura sedangkan yang menjadi tujuan utama dalam Makalah ini
adalah:
1. Agar pembaca dapat mengetahui Teori Kognitivisme
2. Agar pembaca dapat mengetahui bagaimanakah aplikasi Teori Belajar Kohler
3. Agar pembaca dapat mengetahuu bagaimanakah aplikasi Teori Belajar Bandura

4.

Agar pembaca dapat mengetahui bagaimanakah pandangan Teori Kognitivisme terhadap

Belajar Mengajar dan Pembelajaran


5.
Agar pembaca dapat mengetahui bagaimanakah Impilkasi Teori Kognitivisme dalam
Pendidikan
6. Agar pembaca dapat mengeathui Kelebihan dan kelemahan Teori Kognitivisme.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Teori Kognitivisme
1. Pengertian Teori Kognitivisme
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah
kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep
tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks.
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman
tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar
kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis
bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia
pendidikan juga pembelajaran.
2.
a.
b.
c.

Ciri-ciri Aliran Kognitivisme


Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
Mementingkn peranan kognitif

d. Mementingkan kondisi waktu sekarang


e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentukbentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan
dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan
sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama
mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.

3. Tokoh Tokoh Teori Kognitivisme


a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap
perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar
yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan
melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).

b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Kohler.


Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya
dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar
adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.

c.

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan
suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.

B. Teori Belajar Kognitif Menurut Kohler


Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya
dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar
adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight . Pemahaman
(insight) memegang peranan penting dalam prilaku. Oleh karena itu dalam proses
pembelajaran hendaknya peserta didik memiliki insight yang kua. Untuk menunjang
pembentukan insight, maka guru harus melaksanakan pembelajaran yang bermakna
(meaningful learning), hal itu bisa dilaksanakan dengan menyusun strategi, memilih metode
dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
Education is social process of change in the behavior of living organisms. (Kohler, 1926).
Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab untuk mendesain pembelajaran yang
melibatkan beberapa komponen yaitu guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru,
peserta didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan masyarakat.
C. Teori Kognitif Bandura
Albert Bandura mengatakan bahwa belajar itu lebih dari sekedar perubahan perilaku. Belajar
adalah pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasari oleh pengetahuannya tersebut
(teori kognitif sosial). Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar

dalam situasi alami. Hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan
sosial yang banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya
pada situasi alami (Djaali, 2007: 93).
Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain. Seorang belajar dengan mengamati tingkah laku orang
lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan
pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Melalui
jalan pengulangan ini akan memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk
mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya (Trianto, 2007b: 31).
Bandura juga menyatakan bahwa perilaku seseorang dan lingkungan itu dapat dimodifikasi.
Buku tidak berpengaruh pada seseorang, kecuali ada orang yang menulisnya dan orang yang
memilih untuk membaca. Oleh karena itu, hadiah atau hukuman tidak akan banyak
bermakna, kecuali diikuti oleh lahirnya perilaku yang diharapkan.
Diperolehnya perilaku yang kompleks bukan hanya disebabkan oleh hubungan dua arah
antara pribadi dan lingkungan, melainkan hubungan tiga arah antara perilaku lingkungan
peristiwa batiniah (reciprocal determinism/ determinasi timbal balik). Contoh: seorang yang
telah berlatih, akan timbul perasaan percaya diri. Perilakunya menimbulkan reaksi baru, yang
pada akhirnya reaksi ini mempengaruhi kepercayaan dirinya yang kemudian menimbulkan
perilaku berikutnya dan dapat melukiskan perilaku yang baru itu, meskipun dia tidak
melakukannya (Djaali, 2007: 94).
D. Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah
kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep
tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih

mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa
diamati.Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat
pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan
kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori
diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain
juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal,
E. Implikasi Teori Kognitivisme dalam Dunia Pendidikan
Adapun Impilikasi Teori Kognitivisme dalam dunia pendidikan yang lebih dispesifikasikan
dalam Pembelajaran sesuai dengan Teori yang telah dikemukan diatas sebagai berikut:
1. Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran
Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan
berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya;
dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan
kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam
benaknya. Setiap prilaku mempunyai tujuan (pusposive behavior). Prilaku bukan hanya
terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin
dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang
ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab untuk membantu peserta
didik memahami tujuan pembelajaran.
2. Implikasi Teori Kohler dalam Proses Pembelajaran
Implikasinya dalam pembelajaran adalah Setiap individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada (life space). Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi
hendaknya dikaitkan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. Guru
mempunyai tanggung jawab untuk mendesain pembelajaran yang melibatkan beberapa

komponen yaitu guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan
peserta didik, dan peserta didik dengan masyarakat.
3. Impilkasi Teori Bermakna Ausubel
Implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik,, mereka harus dapat memahami
bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat
memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun
mereka tangkap
F. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme
Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di
praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami
dan pemahamannya masih belum tuntas.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah
kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep
tentang pengenalan. Adapun teori yang tekenal antara lain:
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner, yang dimana Burner memandang
perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan

kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang
biasanya digunakan.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya
pada seekor monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler
menyatakan bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan
ada insight
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel, yang mengatakan bahwa siswa
akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan
dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan
mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa.

B. Saran
Hendaknya pengetahuan tentang kognitivisme siswa perlu dikaji secara mendalam oleh calon
guru dan para guru demi menyukseskan proses belajar dikelas. Tanpa pengetahuan tentang
kognitivisme siswa, guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkannya dikelas, yang
pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru
dikelas.

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin & Wahyuni, Esa Nur, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Ar-Ruz
Media,
Djaali, 2007, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara
Nasution, S. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara, 2000.
Soeitoe, Samuel. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1982.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.
http://superiandriyan.blogspot.co.id/2013/02/ teori-belajar-kognitivisme.html.16.00

yulista
Jumat, 20 Januari 2012
INSIGHT LEARNING (WOLFGANG KOHLER)
BAB I
PENDAHULUAN

Pemecahan masalah (problem solving) merupakan salah satu bentuk proses


representasi kognitif, akan tetapi di sisi lain dalam pemecahan masalah juga diperlukan
adanya suatu proses belajar. Bila kita berhasil memecahkan suatu masalah kita akan
mendapat sebuah pemahaman, yang kemudian dapat kita gunakan untuk memecahkan
masalah-masalah lain yang mungkin terdapat kesamaan di waktu yang berbeda. Dan setiap

kali kita pecahkan masalah, kita mempelajari sesuatu yang baru. Karena itu memecahkan
masalah merupakan suatu bentuk belajar.
Ada dua macam tipe masalah yaitu: (1) masalah yang sudah jelas dan langsung dapat
dipecahkan (defined problem), dalam hal ini tidak begitu dipermasalahkan lebih jauh. Akan
tetapi ada juga (2) masalah yang tidak jelas (ill defined problem) sehingga dalam
pemecahannya membutuhkan suatu pemahaman (insight) dan menggunakan salah satu
pendekatan yaitu analogi. Pemecahan masalah secara analogi ini juga memiliki kesamaan
dengan proses belajar yang diciptakan oleh Kohler dan Koffka dalam teori gestaltnya yaitu
insight learning.
BAB II
PEMBAHASAN
INSIGHT LEARNING (WOLFGANG KOHLER)

A. Biografi Wolfgang Kohler


Wolfgang Kohler, lahir di Reval, Estonia, Rusia, 21 Januari 1887. Ayahnya
adalah seorang kepala sekolah saudara-saudara perempuannya ada yang
menjadi pendidik dan ada pula yang menjadi perawat dan kakaknya adalah
seorang ilmuwan terkemuka. Dimasa kecilnya Kohler sangat tertarik pada sains,
musik klasik, dan piano. Kohler menempuh pendidikan di Tubingen (1905-1906),
Bonn (1906-1907), dan Berlin (1907-1909). Di Berlin inilah ia memperoleh gelar
Ph.D. dengan disertasinya tentang psiko-akustik.
Setelah mendapatkan gelar doktor, Khler bekerja di lembaga Psikologi di
Frankfurt (1910-1913) dengan Max Wertheimer dan Kurt Koffka. Mulai dari sinilah
Kohler dan kawan-kawan melahirkan psikologi Gestalt. Gestalt berasal dari
bahasa Jerman yang berarti keseluruhan. Untuk memperkuat teorinya Kohler
mengadakan penelitian pada sembilan Simpanse yang terkurung pada beberapa
sangkar. Salah satu dari Simpanse tersebut bernama Sultan. Penelitian tersebut
dilakukan selama kurang lebih tujuh tahun yang dimulai dari tahun 1913. Pulau
Canary menjadi pilihan Kohler dalam melakukan eksperimen.
Kohler memberikan kontribusi yang besar di bidang psikologi. Dia menulis
secara ekstensif pada penelitian hewan dan pada pemahaman persepsi manusia.
Semasa hidupnya Kohler mendapat beberapa penghargaan sebagai berikut.
Kohler meninggal pada tanggal 11 Juni 1967 di Enfield, New Hampshire, Amerika
Serikat. [1]

B. Pengertian Insight Learning


Teori Gestalt dikembangkan ole Kohler dan kawan-kawan. Teori ini berbeda dengan
teori teori yang telah dijelakan terdahulu. Menurut teori Gestalt, belajar addalah prose
mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antarbagian di dalam
suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behaviouritik yang menganggap belajar
atau tingkah laku itu bersifat mekanistis sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan

insight. Teori Gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah
laku. Dengan demikian, maka belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu
persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang
dihadapi itu anak akan mendapat insight yang sangat berguna untuk menghadapi setiap
masalah.[2]
Timbulnya insight pada individu tergantung pada :
a. Kesanggupan
Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman
Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan
pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah, maka akan semakin sulit untuk diatasi.
d. Latihan
Latihan yang rutin akan meningkatkan kemampuan insight dalam situasi
yang bersamaan
e. Trial and Error
Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang
akan melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight
untuk memecahkan masalah tersebut.[3]
Insight yang merupakan inti dari belajar menurut Teori Gestalt, memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :

a. Transisi dari presolution ke solution itu terjadi secara tiba-tiba (suddenly).


b. Pemecahan masalah yang diperoleh dengan insight akan tetap tinggal untuk waktu yang lama.
c. Performance yang didasarkan atas insight biasanya smooth dan bebas dari kesalahan.
d. Pemecahan atau prinsip yang diperoleh dengan insight akan mudah dialihkan/dikenakan pada
masalah yang lain. Hal ini akan jelas dalam kaitannya dengan transposition.[4]
e. Kemampuan insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang tersebut, sedangkan
kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompok
(spesiesnya).
f. Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
g. Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya. [5]
C. Eksperimen Kohler

Untuk mendukung teorinya, Wolfgang Kohler melakukan eksperimen pada


Simpanse. Eksperimen tersebut dilakukan di Pulau Canary tahun 1913 1920.
Berikut ini adalah eksperimen yang dilakukannya.
Eksperimen I
Wolfgang Kohler membuat sebuah sangkar yang didalamnya telah
disediakan sebuah tongkat. Simpanse kemudian dimasukkan dalam
sangkar tersebut, dan di atas sangkar diberi buah pisang. Melihat buah
pisang yang tergelantung tersebut, Simpanse berusaha untuk
mengambilnya namun selalu mengalami kegagalan. Dengan demikian
Simpanse mengalami sebuah problem yaitu bagaimana bisa mendapatkan
buah pisang agar dapat dimakan. Karena didekatnya ada sebuah tongkat
maka timbullah pengertian bahwa untuk meraih sebuah pisang harus
menggunakan tongkat tersebut.
Eksperimen II
Pada eksperimen yang kedua masalah yang dihadapi oleh Simpanse
masih sama yaitu bagaimana cara mengambil buah pisang. Namun di
dalam sangkar tersebut diberi dua tongkat. Simpanse mengambil pisang
dengan satu tongkat, namun selalu mengalami kegagalan karena buah
pisang diletakkan semakin jauh di atas sangkar. Tiba-tiba muncul insight
(pemahaman) dalam diri Simpanse untuk menyambung kedua tongkat
tersebut. Dengan kedua tongkat yang disambung itu, Simpanse
menggunakannya untuk mengambil buah pisang yang berada di luar
sangkar. Ternyata usaha yang dilakukan oleh Simpanse ini berhasil.
Eksperimen III
Dalam eksperimen yang ketiga Wolfgang Kohler masih menggunakan
sangkar, Simpanse, dan buah pisang. Namun dalam eksperimen ini di
dalam sangkar diberi sebuah kotak yang kuat untuk bisa dinaiki oleh
Simpanse. Pada awalnya Simpanse berusaha meraih pisang yang
digantung di atas sangkar, tetapi ia selalu gagal. Kemudian Simpanse
melihat sebuah kotak yang ada di dalam sangkar tersebut, maka timbullah
insight (pemahaman) dalam diri Simpanse yakni mengambil kotak
tersebut untuk ditaruh tepat dibwah pisang. Selanjutnya, Simpanse
menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.
Eksperimen IV
Eksperimen yang keempat masih sama dengan eksperimen yang ketiga,
yaitu buah pisang yang diletakkan di atas sangkar dengan cara agak
ditinggikan, sementara di dalam sangkar diberi dua buah kotak. Semula
Simpanse hanya menggunakan kotak satu untuk meraih pisang, tetapi
gagal. Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia
menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya
lagi. Dengan pemahaman tersebut, Simpanse menyusun kotak-kotak itu

dan ia berdiri di atas susunan kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih


pisang di atas sangkar dengan tangannya. [6]
Dari eksperimen-eksperimen tersebut, Kohler menjelaskan bahwa
Simpanse yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi
tentang situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan
dengan problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaanpercobaan tersebut menunjukkan Simpanse dapat memecahkan problemnya
dengan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan
problem lain yang dihadapinya. [7]
Melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para tokoh gestalt,
disusunlah hukum-hukum gestalt yang berhubungan dengan pengamatan yaitu
sebagai berikut ;

1. Hukum Pragnaz
Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung untuk bergerak kearah
penuh arti (pragnaz). Menurut hukum ini, jika seseorang mengamati sebuah atau sekelompok
objek, maka orang tersebut akan cenderung memberi arti terhadap objek yang diamatinya.
2. Hukum kesamaan (the law of similarity)
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt atau
kesatuan.
3. Hukum keterdekatan (the law of proximity)
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung membentuk
kesatuan.
4. Hukum ketertutupan (the law of closure)
Prinsip hukum ketertutupan ini menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung
membentuk gestalt.
5. Hukum kontinuitas
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesinambungan
(kontinuitas) yang baik akan mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan atau gestalt.
D. Implikasi Teori Kohler Dalam Proses Pembelajaran
Teori yang di rumuskan oleh Kohler mempunyai implikasi dalam proses
pembelajaran, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pemahaman (insight) memegang peranan penting dalam prilaku. Oleh karena itu dalam proses
pembelajaran hendaknya peserta didik memiliki insight yang kuat.
2. Untuk menunjang pembentukan insight, maka guru harus melaksanakan pembelajaran yang
bermakna (meaningful learning), hal itu bisa dilaksanakan dengan menyusun strategi,
memilih metode dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
3. Setiap prilaku mempunyai tujuan (pusposive behavior). Prilaku bukan hanya terjadi akibat
hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin
dicapainya. Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab untuk membantu peserta didik
memahami tujuan pembelajaran.
4. Setiap individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada (life space). Oleh
karena itu, guru dalam menyampaikan materi hendaknya dikaitkan dengan situasi dan kondisi
lingkungan kehidupan peserta didik.

5. Menurut pandangan teori Gestalt, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik
mampu menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk dipergunakan memecahkan masalah dalam situasi lain. Maka guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
6. Education is social process of change in the behavior of living organisms. (Kohler, 1926). Oleh
karena itu, guru mempunyai tanggung jawab untuk mendesain pembelajaran yang melibatkan
beberapa komponen yaitu guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik
dengan peserta didik, dan peserta didik dengan masyarakat.[8]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wolfgang Kohler adalah salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada
permulaan 1971. Sebagai suatu konsep, pemahaman (insight) ini merupakan
pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berpikir.
Menurut gestalt, belajar adalah gejala kognitif pada organisme untuk
mendapatkan penyelesaian problema yang dihadapi. Dalam proses belajar
sesuai dengan teori insight learning yang diajukan oleh Kohler dan Koffka,
langkah pertama untuk memcahkan masalah adalah melalui proses coba-coba
dan salah, setelah menemukan suatu cara dalam pemecahan masalah tersebut,
seseorang akan dengan mudah untuk mengulang cara yang sama sesuai
pengalaman yang lalu meskipun masalahnya agak berbeda. Hal ini memiliki
kesamaan cara pemecahan masalah melalui teori kognitif yaitu algoritmik dan
analogi. Yang mana dengan cara algoritmik kita memecahkan masalah itu
melalui trial and error, sedangkan dengan cara analogi kita memecahkan
masalah berdasarkan pada pengalaman yang pernah dialaminya.

[1]http://miftahridlo.wordpress.com/2010/01/04/gestalt-theory-tatapan-sepintas-terhadap-teori-gestaltwolfgang-kohler/

[2]

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group, Jakarta ; 2006. hlm 120 -122

[3] http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/03/teori-psikologi-gestalt/
[4] Damayanti, Nefi. Psikologi Belajar. hlm 75.
[5] Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group, Jakarta ; 2006 hlm 121
[6] Fudyartanto, Ki RBS. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jogjakarta: Global Pustaka Ilmu

[7] Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

[8]

http://miftahridlo.wordpress.com/2010/01/04/gestalt-theory-tatapan-sepintas-terhadap-teori-gestaltwolfgang-kohler/

Anda mungkin juga menyukai