Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sifat hakiki manusia.


2.1.1 Pengertian Sifat Hakiki Manusia.
Sifat Hakiki manusia adalah ciri khas manusia yang membedakan antara manusia dengan hewan.
Disebut sifat hakiki karena sifat tersebut hanya ada pada  manusia. Meskipun manusia dan
hewan memiliki banyak kemiripan seperti contohnya antara manusia dengan orang utan. Bentuk
tubuh dari orang utan jika dilihat sedikit mirip dengan bentuk tubuh manusia yang membedakan
kalau manusia berjalan dengan tegak sedangkan orang utan berjalan dengan sedikit
membungkuk. Dari segi biologis orang hutan dan manusia juga memiliki kemiripan. Pada orang
utan memiliki tulang belakang, menyusui anaknya, dan berjalan menggunakan kedua kaki yang
mana hal tersebut mirip dengan manusia. Meskipun antara hewan terutama orang hutan dengan
manusia memiliki banyak kesamaan, ada sifat yang membedakan di antara keduanya dan sifat
Inilah yang disebut sifat hakiki manusia.

2.2 Wujud sifat hakiki manusia.


Di bawah ini adalah sifat Hakiki manusia yang tidak dimiliki oleh hewan, meliputi ;
2.2.1 Kemampuan menyadari diri.
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia merupakan kemampuan yang dimiliki
manusia untuk menyadari bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri yang berbeda
dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan antara dirinya dengan
aku-aku (ia, mereka) yang lain ataupun dengan non aku (lingkungan fisik) di sekitarnya. manusia
juga dikaruniai kemampuan untuk membuat jarak antara diri dengan akunya sendiri. Aku seolah-
olah keluar dari dirinya dengan berperan sebagai subjek lalu memandang dirinya sendiri sebagai
objek. Pada saat tertentu seorang aku dapat berperan ganda yaitu sebagai subjek dan sekaligus
sebagai objek.

 Manusia dapat berperan sebagai Hakim polisi pendidik pendiri atas dirinya sendiri ataupun si
terdidik. 
Drijarkara ( Drijarkara: 138), menyebutkan bahwa kemampuan tersebut dengan istilah "meng-
aku", yaitu kemampuan untuk mengeksplorasi potensi-potensi yang ada pada aku dan memahami
potensi-potensi tersebut sebagai kekuatannya yang dapat dikembangkan sehingga aku dapat
berkembang ke arah kesempurnaan diri.
2.2.2 Kemampuan bereksistensi.
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan manusia untuk keluar dari dirinya. Kemampuan
yang dimaksud ini adalah menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membatasi
dirinya. Dengan kemampuan bereksistensi inilah yang membedakan manusia dengan hewan.
Bisa diibaratkan hewan yang menjadi di komponen dari lingkungan sedangkan manusia menjadi
manajer dari lingkungannya. Kemampuan bereksistensi ini perlu dibina melalui pendidikan
Sehingga peserta didik dapat belajar mengantisipasi suatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat
kemungkinan yang terjadi di masa depan, serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari
masa kanak-kanak.
2.2.3 Kata hati.
Kata hatiatau bisa disebut hati nurani adalah kemampuan manusia yang memberi penerangan
tentang baik ataupun buruk nya perbuatan sebagai manusia. Kata hati yang tajam dapat
digunakan untuk pertimbangan dan dalam mengambil suatu keputusan yang baik atau benar.
Bisa disimpulkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan untuk membuat keputusan tentang yang
baik atau yang benar. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul agar menjadi tajam bisa
dilakukan dengan pendidikan kata hati. Pendidikan kata hati bertujuan agar orang memiliki
keberanian moral yang didasari oleh kata hati. 
2.2.4 Moral.
Moral adalah perbuatan yang baik atau benar. Jika kata hati diartikan sebagai kemampuan yang
memberi penerangan tentang perbuatan yang baik atau salah sebagai manusia, maka moral
adalah perbuatan itu sendiri.  Banyak orang yang moral dengan kata hatinya tidak sesuai.
Seseorang memiliki moral yang baik apabila perbuatannya sesuai dengan kata hatinya yang baik
pula. Pendidikan moral sangatlah penting karena masih banyaknya orang memiliki kecerdasan
akal tetapi tidak memiliki moral (keberanian untuk berbuat). 
2.2.5 Tanggung Jawab.
Tanggung jawab diartikan sebagai kesediaan dalam menanggung segala akibat dari perbuatan
yang telah dilakukan. Wujud dari tanggung jawab ini  bermacam-macam, seperti tanggung jawab
pada diri sendiri, tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan.
Tanggung jawab kepada diri sendiri biasanya diungkapkan dalam bentuk penyesalan setelah
perbuatan yang dilakukan. Tanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan
norma-norma sosial dalam masyarakat, bentuk tuntutannya berupa sanksi-sanksi seperti cemooh
dari masyarakat. Tanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma
agama misalnya perasaan berdosa dan terkutuk. Dari sini dapat dilihat bahwa kata hati, moral,
dan tanggung jawab sangat erat kaitanya. Di mana kata hati adalah pedoman dalam melakukan
suatu perbuatan, moral adalah perbuatan yang dilakukan, dan tanggung jawab adalah kesediaan
dalam menanggung semua akibat dari perbuatan yang telah dilakukan. 
2.2.6 Rasa kebebasan.
Rasa kebebasan atau merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu) tetapi sesuai
dengan tuntutan kodrat manusia. Disini yang dimaksud sesuai adalah sesuai dengan tuntutan
kodrat manusia. Dengan kata lain bahwa kebebasan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.
Seseorang mengalami rasa kebebasan apabila perbuatannya atau moralnya sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh kata hatinya yaitu kata hati yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. 
2.2.7 Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak.
Hak dan kewajiban adalah dua gejala yang timbul sebagai perwujudan dari manusia sebagai
makhluk sosial. Jika seseorang mempunyai hak yang menuntut sesuatu maka akan ada pihak lain
yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut. Dan sebaliknya suatu kewajiban terjadi jika
ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.
2.2.8 Kemampuan menghayati kebahagiaan.
Kebahagiaan sering diartikan sebagai rasa senang gembira dan jumlah istilah lain yang mirip
dengan kata-kata itu. Bahagia tidak mudah untuk 

dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Kebahagiaan tidak cukup digambarkan hanya
sebagai kumpulan pengalaman pengalaman yang menyenangkan saja. Tetapi lebih dari itu yang
merupakan satu kesatuan dari segala kesenangan kegembiraan kepuasan dan sejenisnya serta
dengan pengalaman pengalaman pahit dan penderitaan. 
Dalam proses terjadinya Kebahagiaan tidak lepas dari kata takdir, hal ini erat kaitannya dengan
komponen usaha. Kebahagiaan hanya dapat diraih oleh mereka yang mampu bersyukur, karena
dengan bersyukur maka mereka akan menerima semua takdir yang telah diberikan oleh Tuhan.
Pendidikan mempunyai peran penting sebagai tempat untuk mengantar peserta didik dalam
mencapai suatu kebahagiaan yaitu dengan membantu mereka meningkatkan kualitas hubungan
dengan dirinya, lingkungannya, dan Tuhannya. 

2.3 Dimensi hakikat manusia potensi, keunikan, dan dinamikanya. 


Dalam sifat Hakiki manusia terdapat dimensi-dimensi yang akan dibahas. Dimensi tersebut
adalah :
2.3.1 Dimensi keindividualan.
Setiap anak yang dilahirkan kedunia dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain
atau menjadi dirinya sendiri jadi tidak ada di muka bumi ini individu yang identik. Bahkan
meskipun anak kembar yang memiliki wajah yang sulit di bedakan, sesungguhnya mereka itu
dapat dibedakan mungkin dari bentuk muka ataupun bentuk matanya. Karena adanya
individualitas setiap orang memiliki perasaan cita-cita semangat dan daya tahan yang berbeda
dalam kehidupan sehari-hari. 
Kesediaan untuk menanggung tanggung jawab sendiri merupakan salah satu ciri yang sangat
mendasar dari adanya sifat individualitas pada diri manusia. Seorang individu memiliki dorongan
untuk menjadi mandiri. Untuk itu perlu dikembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi
kenyataan. Fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk
kepribadiannya, atau menemukan jati dirinya sendiri. Tugas pendidik hanya menunjukkan jalan
dan mendorong peserta didik bagaimana memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri.

2.3.2 Dimensi kesosialan.


Setiap orang di muka bumi ini dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap
manusia dapat saling berkomunikasi yang didalamnya terkandung unsur saling memberi dan
menerima. Menurut Lavengeld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima
dipandang sebagai kunci dari 
suksesnya pergaulan. Unsur saling memberi dan menerima sudah dimulai sejak waktu bayi di
mana seorang bayi mendapat rasa kasih sayang dari seorang ibu kemudian sang bayi memberi
senyuman sebagai ungkapan rasa senang atau terhibur. Adanya dimensi kesosialan pada manusia
mendorong manusia untuk bergaul, dengan adanya dorongan ini setiap orang ingin bertemu
dengan sesamanya sehingga timbulah interaksi diantara mereka berdua. Dengan interaksi
tersebut seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengembangkan kegemarannya,
mengembangkan cita-citanya, serta menolak sifat-sifat yang dianggap tidak cocok baginya.
Manusia tidak dapat hidup tanpa manusia yang lainnya, hal ini sesuai dengan kata bahwa
manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. 
2.3.3 Dimensi kesusilaan.
Susila berarti kepantasan yang lebih tinggi. Di dalam kehidupan bermasyarakat tidak cukup
hanya berbuat yang pantas tetapi di dalam perbuatan tersebut terdapat kejahatan yang
terselubung. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua istilah yang mempunyai arti berbeda
yaitu etiket dan etika. Etiket adalah persoalan yang menuju pada kepantasan dan kesopanan
dalam berbuat, sedangkan etika adalah persoalan yang mengacu pada kebaikan. 
Drijarkara mengartikan manusia Susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati,
dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan (Drijarkara:36-39). Berdasarkan asalnya
nilai-nilai tersebut dibedakan atas 3 macam yaitu: nilai otonomi yang bersifat individual
(kebaikan menurut pendapat seseorang), nilai heteronom yang bersifat kolektif ( kebaikan
menurut kelompok), dan nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang memahami nilai ataupun mengetahui banyak
hal tetapi kurang atau tidak Susila. Hal tersebut sangat wajar terjadi karena memahami adalah
kemampuan penalaran, sedangkan bersedia melaksanakan adalah sikap yang masing-masing
diantara keduanya memiliki kondisi yang berbeda. 
6
2.3.4 Dimensi keberagamaan.
Beragama merupakan kebutuhan manusia yang utama, karena manusia adalah makhluk yang
lemah sehingga memerlukan tempat untuk membantu dalam hidupnya. Pesan-pesan agama harus
disampaikan dari hati ke hati, dan terpancar dari ketulusan serta kesungguhan hati orang tua.
Dalam hal ini orang 
tua adalah sebagai pendidik yang paling cocok karena ada hubungan darah 
dengan anak. Selain dari orang tua pendidikan agama juga dapat dilakukan di sekolah. Upaya
pemerintah dalam menerapkan pendidikan agama di sekolah yaitu dengan memasukkan
pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan pendidikan
lanjut.  

2.4 Pengembangan dimensi hakikat manusia.


Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam bentuk potensi dan
belum teraktualisasi ke dalam kenyataan. Dalam proses dari potensi untuk menjadi wujud
aktualisasi terdapat proses pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan potensi yang dimiliki oleh
manusia akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itu harus diyakini dasar
pemikiran filosofis yang dikemukakan oleh Langeveld yaitu :
a. Manusia adalah animal educable, yaitu sebagai makhluk yang dapat dididik.
b. Manusia adalah animal educandum, yaitu manusia pada hakekatnya harus dididik. 
c. Manusia adalah homo educandum, yaitu di samping harus dididik dan dapat dididik manusia
harus dapat mendidik diri sendiri. 
Dalam pendidikan yang dilakukan pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja
terjadi kesalahan kesalahan yang disebut salah. Berkaitan dengan hal itu ada dua kemungkinan
yang bisa saja terjadi, yaitu :
2.4.1 Pengembangan yang utuh.
Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup mengantarkan peserta didiknya
menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat. Jadi kualitas dari hasil pendidikan
harus dikembalikan kepada peserta didik itu sendiri sebagai subjek sasaran pendidikan.
Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu ;

7
2.4.1.1 Dari wujud dimensinya. 
Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan dapat
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapatkan layanan dengan baik. Dalam hal ini
dimensi keberagamaan menjadi tumpuan dari dimensi-dimensi yang lain. Untuk pengembangan
aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapatkan pelayanan yang
seimbang. Di sini aspek rohaniah sangat
 penting tetapi aspek fisik juga tidak kalah pentingnya nya, karena jika terdapat gangguan fisik
maka akan berdampak pada kesempurnaan perkembangan rohaniah. 
2.4.1.2 Dari arah pengembangan.
Dalam dimensi hakikat manusia ke empat dimensi yang ada tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Jika kita cermati satu per satu maka sebagai berikut : pengembangan yang
sehat terhadap dimensi keindividualan adalah yang berarah konsentris yang bermakna
memperbaiki diri atau meningkatkan martabat agar menjadi pribadi yang selaras dengan pribadi
lain tanpa mengganggu otonomi masing-masing.
Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan atau bisa disebut pengembangan sosial di
antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik. Artinya, memelihara
kelestarian lingkungan di samping menggunakannya. Pengembangan yang sehat terhadap
dimensi kesusilaan akan menopang pengembangan dan pertemuan dimensi keindividualan dan
dimensi kesosialan. pengembangan yang sehat terhadap dimensi keberagamaan akan
memberikan landasan dan arah pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, dan
kesusilaan. 
2.4.2 Pengembangan yang tidak utuh.
Pengembangan yang tidak utuh disebabkan karena adanya unsur dimensi yang terabaikan untuk
ditangani. Pengembangan yang tidak utuh akan berakibat kepada terbentuknya kepribadian yang
tidak lengkap atau tidak mantap. Pengembangan ini merupakan pengembangan yang tidak
normal. 

8
2.5 Sosok manusia Indonesia seutuhnya. 
Pendidikan manusia seutuhnya adalah tujuan dasar yang hendak dicapai dalam pendidikan secara
umum. Utuh berarti lengkap, yang meliputi semua yang ada dalam diri manusia. untuk dapat
menghasilkan manusia yang utuh diperlukan suri tauladan atau contoh yang baik bersama antar
keluarga, masyarakat, dan guru di sekolah sebagai Wakil pemerintah. 
Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah dirumuskan dalam GBHN mengenai arah
pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan didalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, ataupun kepuasan batiniah
seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa
keadilan,. Melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan anara keduanya sekaligus
batiniah.
Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan hanya
untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Bisa diartikan juga dengan hubungan manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan lingkungan alam
sekitarnya, keselarasan hubungan antara bangsa-bangsa dan juga keselarasan antara cita-cita
hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat. 

Anda mungkin juga menyukai