Syaripudin, T. (2017). Landasan Pendidikan (Edisi Pertama). Bandung: UPI
Pres.
Dalam materi Landasan Sosiologis dan Antropologis Pendidikan, penulis
menjelaskan bahwa karangannya ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang konsep sosiologis dan antropologis pendidikan agar dapat memiliki pemahaman yang jelas tentang hal tersebut khususnya para mahasiswa calon guru. Bab ini diawali dengan sub-bab tentang penjelasan mengenai konsep Individu, Masyarakat dan Kebudayaan. Individu adalah manusia perseorangan yang memiliki karakteristik sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas mengambil keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung jawabnya sendiri (otonom). Masyarakat didefinisikan oleh Ralph Linton sebagai “setiap kelompok manusia yang telah hidup dan berkerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan mengganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”. Kebudayaan yaitu keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Masyarakat dan kebudayaan mempengaruhi individu, sebaliknya masyarakat dan kebudayaan dipengaruhi pula oleh individu – individu yang membangunnya. Sub bab yang ke-2 Menjelaskan Pendidikan: Sosialisasi dan Enkulturasi. Ditinjau dari sudut masyarakat, sosialisasi dan elkulturasu merupakan fungus masyarakat dalam rangka mengantarkan setiap individu – khususnya generasi muda – ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Adapun jika ditinjau dari sudut individu, dalam proses sosialisasi dan elkulturasi setiap individu sesuai dengan statusnya dituntut untuk belajar tentang berbagai peranan dalam konteks kebudayaan masyarakat, sehingga mereka mampu hidup bermasyarakat dan berbudaya. Menurut Peter L. Berger “sosialisasi adalah suatu proses dimana anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat”. Sedangkan enkulturasi adalah suatu proses dimana individu belajar cara berfikir, cara bertindak dan merasa yang mencerminkan kebudayaan masyarakat. Theodorson G. A. mendefinisikan pranata sosial adalah suatu sistem peran dan norma sosial yang saling berhubungan dan terorganisasi disekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi sosial yang penting. Jenis pranata sosial antara lain pranata ekonomi, pranata agama, pranata politik, pranata pendidikan, dsb. Pranata pendidikan merupakan salah satu pranata sosial dalam rangka proses sosialisasi dan/atau enkulturasi untuk mengantarkan individu kedalam kehidupan berbudaya dan bermasyarakat, serta untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan kebudayaannya (sub bab ke-3 Pendidikan Sebagai Pranata Sosial). Proses sosialisasi atau pendidikan dijalani individu sepanjang hayat. Dalam rangka pendidikan sepanjang hayat terdapat berbagai lembaga pendidikan atau agen sosialisasi anatara lain keluarga, taman bermain, sekolah, media massa, dsb. Proses pendidikan yang berlangsung diberbagai lingkungan/lembaga tersebut ada yang bersifat informal yaitu pendidikan yang berlangsung atau terselenggara secara wajar di dalam lingkungan sehari – hari, bersifat formal yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama dan menengah tinggi, Bersifat nonformal yaitu jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstuktur dan berjenjang (sub bab ke-4). Terdapat hubungan timbal balik antara pendidikan dengan masyarakat dan kebudayaan. Sebagai pranata sosial, pranata pendidikan berada didalam masyarakat dan kebudayaannya. Pranata pendidikan menganbil masukan dari masyarakat dan kebudayaannya serta memberikan output kepada masyarakat (sub bab ke-5). Kegiatan sosial pendidikan manusia dianalisis berdasarkan kecenderungan orientasinya terhadap fungsi dimendi – dimensi tingkah laku, maka dapat diidentifikasikan adanya tiga pola kegiatan sosial pendidikan yaitu, pola nomothetis, pola ideografis dan pola transaksional (sub bab ke-6). David Hargreaves mengumukakan tiga kemungkinan pola sikap guru terhadap muridnya. Pola pertama, guru berasumsi bahwa para muridnya berlum menguasai kebudayaan, sedangkan pendidikan diartikan sebagai enkulturasi. Pola kedua, guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan untuk belajar yang harus menghadapi materi pengajaran yang baru baginya, cukup berat dan kurang menarik. Pola ketiga, guru berasumsi bahwa muridnya mempunyai dorongan untuk belajar, ditambah dengan harapan bahwa murid harus mampu menggalu sumber belajar dan harus mampu mengimbangu dan berperan dalam kehidupan bermasyarakt yang terus menerus berubah, bahkan dengan kecapatan yang semakin meningkat (sub bab ke-7) Buku Landasan Pendidikan ini menarik untuk dibaca, karena pemaparannya yang jelas dan lengkap membuat pembaca paham betul mengenai isi tersebut serta penggunaan kata yang mudah dimengerti. Namun, terdapat beberapa ejaan yang masih salah atau typo bukupun mempunyai kekurangan seperti tidak adanya gambar, peta konsep, grafik dan sebagainya yang bisa membuat pembaca merasa bosan karena isi keseluruhan buka tersebut sangat didominasi oleh urain teks. Dengan demikian, pendidikan diupayakan antara lain agar peserta didik mampu hidup bermasyarakat dan berbudaya. Sebab itu, apabila ditinjau dari sudut pandang sosiologi, pendidikan identic dengan sosialitas, sedangkan apabila ditinjau dari sudut pandang antropologi, pendidikan identik dengan enkulturasi.
Referensi : Syaripudin, T. (2017). Landasan Pendidikan (Edisi Pertama). Bandung: UPI Pres.