Anda di halaman 1dari 4

Nama : Velindra Andi Aleta

NIM : 1801618
Manajamen Industri Katering B

Laporan Baca Bab 7


Landasan Sosiologis dan Antropologis Pendidikan

Syaripudin, T. (2017). Landasan Pendidikan (Edisi Pertama). Bandung: UPI


Pres.

Dalam materi Landasan Sosiologis dan Antropologis Pendidikan, penulis


menjelaskan bahwa karangannya ini bertujuan untuk memberikan wawasan
tentang konsep sosiologis dan antropologis pendidikan agar dapat memiliki
pemahaman yang jelas tentang hal tersebut khususnya para mahasiswa calon guru.
Bab ini diawali dengan sub-bab tentang penjelasan mengenai konsep
Individu, Masyarakat dan Kebudayaan. Individu adalah manusia perseorangan
yang memiliki karakteristik sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki
perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas mengambil
keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung jawabnya sendiri (otonom).
Masyarakat didefinisikan oleh Ralph Linton sebagai “setiap kelompok manusia
yang telah hidup dan berkerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat
mengatur diri mereka dan mengganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial
dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”. Kebudayaan yaitu
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Masyarakat dan kebudayaan mempengaruhi individu, sebaliknya masyarakat dan
kebudayaan dipengaruhi pula oleh individu – individu yang membangunnya.
Sub bab yang ke-2 Menjelaskan Pendidikan: Sosialisasi dan Enkulturasi.
Ditinjau dari sudut masyarakat, sosialisasi dan elkulturasu merupakan fungus
masyarakat dalam rangka mengantarkan setiap individu – khususnya generasi
muda – ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Adapun jika ditinjau
dari sudut individu, dalam proses sosialisasi dan elkulturasi setiap individu sesuai
dengan statusnya dituntut untuk belajar tentang berbagai peranan dalam konteks
kebudayaan masyarakat, sehingga mereka mampu hidup bermasyarakat dan
berbudaya. Menurut Peter L. Berger “sosialisasi adalah suatu proses dimana anak
belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat”.
Sedangkan enkulturasi adalah suatu proses dimana individu belajar cara berfikir,
cara bertindak dan merasa yang mencerminkan kebudayaan masyarakat.
Theodorson G. A. mendefinisikan pranata sosial adalah suatu sistem peran
dan norma sosial yang saling berhubungan dan terorganisasi disekitar pemenuhan
kebutuhan atau fungsi sosial yang penting. Jenis pranata sosial antara lain pranata
ekonomi, pranata agama, pranata politik, pranata pendidikan, dsb. Pranata
pendidikan merupakan salah satu pranata sosial dalam rangka proses sosialisasi
dan/atau enkulturasi untuk mengantarkan individu kedalam kehidupan berbudaya
dan bermasyarakat, serta untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan
kebudayaannya (sub bab ke-3 Pendidikan Sebagai Pranata Sosial).
Proses sosialisasi atau pendidikan dijalani individu sepanjang hayat.
Dalam rangka pendidikan sepanjang hayat terdapat berbagai lembaga pendidikan
atau agen sosialisasi anatara lain keluarga, taman bermain, sekolah, media massa,
dsb. Proses pendidikan yang berlangsung diberbagai lingkungan/lembaga tersebut
ada yang bersifat informal yaitu pendidikan yang berlangsung atau terselenggara
secara wajar di dalam lingkungan sehari – hari, bersifat formal yaitu jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah pertama dan menengah tinggi, Bersifat nonformal yaitu
jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstuktur dan berjenjang (sub bab ke-4).
Terdapat hubungan timbal balik antara pendidikan dengan masyarakat dan
kebudayaan. Sebagai pranata sosial, pranata pendidikan berada didalam
masyarakat dan kebudayaannya. Pranata pendidikan menganbil masukan dari
masyarakat dan kebudayaannya serta memberikan output kepada masyarakat (sub
bab ke-5). Kegiatan sosial pendidikan manusia dianalisis berdasarkan
kecenderungan orientasinya terhadap fungsi dimendi – dimensi tingkah laku,
maka dapat diidentifikasikan adanya tiga pola kegiatan sosial pendidikan yaitu,
pola nomothetis, pola ideografis dan pola transaksional (sub bab ke-6). David
Hargreaves mengumukakan tiga kemungkinan pola sikap guru terhadap
muridnya. Pola pertama, guru berasumsi bahwa para muridnya berlum menguasai
kebudayaan, sedangkan pendidikan diartikan sebagai enkulturasi. Pola kedua,
guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan untuk belajar yang
harus menghadapi materi pengajaran yang baru baginya, cukup berat dan kurang
menarik. Pola ketiga, guru berasumsi bahwa muridnya mempunyai dorongan
untuk belajar, ditambah dengan harapan bahwa murid harus mampu menggalu
sumber belajar dan harus mampu mengimbangu dan berperan dalam kehidupan
bermasyarakt yang terus menerus berubah, bahkan dengan kecapatan yang
semakin meningkat (sub bab ke-7)
Buku Landasan Pendidikan ini menarik untuk dibaca, karena
pemaparannya yang jelas dan lengkap membuat pembaca paham betul mengenai
isi tersebut serta penggunaan kata yang mudah dimengerti. Namun, terdapat
beberapa ejaan yang masih salah atau typo bukupun mempunyai kekurangan
seperti tidak adanya gambar, peta konsep, grafik dan sebagainya yang bisa
membuat pembaca merasa bosan karena isi keseluruhan buka tersebut sangat
didominasi oleh urain teks.
Dengan demikian, pendidikan diupayakan antara lain agar peserta didik
mampu hidup bermasyarakat dan berbudaya. Sebab itu, apabila ditinjau dari sudut
pandang sosiologi, pendidikan identic dengan sosialitas, sedangkan apabila
ditinjau dari sudut pandang antropologi, pendidikan identik dengan enkulturasi.

Referensi :
Syaripudin, T. (2017). Landasan Pendidikan (Edisi Pertama). Bandung: UPI
Pres.

Anda mungkin juga menyukai