Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap anak berhak menerima pendidikan, baik pendidikan secara formal
maupun nonformal. Tujuan pendidikan adalah untuk mendewasakan anak. Ki
Hajar Dewantara dalam Tri Pusat Pendidikan mengatakan bahwa lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan organisasi pemuda memberikan
peranan dalam pendidikan seorang anak.
Keluarga merupakan pusat utama pendidikan, dan membawa dampak
besar bagi psikologis, karakter, dan sikap anak. Keluarga merupakan faktor
strategis yang menentukan seperti apa anak tersebut nantinya. Sehingga
diperlukan pendidikan pada anak sejak dini sebagai dasar-dasar perilaku anak saat
terjun ke masyarakat. Namun, keluarga memiliki keterbatasan dalam segi
pengetahuan. Keterbatasan tersebut diatasi dengan adanya sekolah. Sekolah
merupakan tempat yang membantu keluarga dalam mendidik anak. Tirtarahardja
& Sulo (1994: 178) menyimpulkan ... sekolah sebagai pusat pendidikan adalah
sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju karena pemanfaatan secara
optimal ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap berpijak pada ciri
keindonesiaan. Interaksi sosial yang ada di masyarakat sangat mempengaruhi
pola perkembangan anak. Sebagai contoh seorang anak dapat belajar menghargai
pendapat orang lain jika anak tersebut terbiasa berdiskusi, bertukar pendapat
dengan teman-temannya di sekolah.

Tidak hanya lingkungan keluarga dan sekolah yang memberikan pengaruh


dalam perkembangan seorang anak, lingkungan masyarakat di sekitar anak berada
juga memberikan dampak yang besar dalam perkembangan seorang anak. Seorang
anak yang tumbuh di dalam masyarakat perkotaan berbeda dengan anak yang
tumbuh di pedesaan.
Ketiga pusat pendidikan tersebut memiliki hubungan yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Interaksi diantara ketiga pusat dengan pendidikan
anak haruslah menjadi perhatian, agar bangsa kita dapat mencetak generasi
penerus yang memiliki karakter, sikap, seperti yang tercantum dalam tujuan
pendidikan. Oleh karena pentingnya, keluarga, sekolah ,dan masyarakat dalam
pendidikan, maka dalam makalah ini membahas tentang hubungan orang tua,
keluarga, dan masyarakat dalam pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah
dari makalah ini antara lain:
1.
Bagaimanakah hubungan orang tua dalam pendidikan?
2.
Bagaimanakah hubungan keluarga dalam pendidikan?
3.
Bagaimanakah hubungan masyarakat dalam pendidikan?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan
masalah, maka tujuan dari makalah ini antara lain:
1.
Mengetahui hubungan orang tua dalam pendidikan.
2.
Mengetahui hubungan keluarga dalam pendidikan.
3.
Mengetahui hubungan masyarakat dalam pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Orang Tua Dalam Pendidikan


Orang tua atau parent berasal dari bahas latin parns yang berarti
pengasuh keturunannya. Orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung
jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan
sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu. Orang tua memiliki dua hubungan
dengan anak yaitu hubungan biologis dan hubungan sosial. Hubungan biologis
orang tua dengan anak dapat terjalin melaui hubungan keturunan, selain hubungan
keturunan dapat juga melalui hubungan adopsi orang tua kepada anak angkat
berupa hubungan sosial.
Menurut Baumrind dalam Kopko (2007:01) parenting style atau gaya
orang tua dalam mengasuh anak dibedakan menjadi empat berdasarkan dua aspek
perilaku orang tua yaitu memberi kontrol dan kehangatan. Orang tua memberikan
kontrol kepada anak dengan mengatur perilaku dan sikap anak dalam menentukan
peraturan. Selain itu orang tua juga berperan dalam memberi kehangatan atau
kasih sayang kepada anak. Gaya orang tua dalam mengasuh anak dibedakan
menjadi:
1. Authoritative Parents
Merupakan cara mengasuh dengan kehangatan yang membangun
kepribadian anak. Meskipun kontrol utama dipegang oleh orang tua, anak juga
diberikan kebebasan untuk berpendapat. Penelitian menunjukkan bahwa remaja
dari orang tua yang authoritative belajar bagaimana bernegosiasi dan terlibat

dalam diskusi. Mereka memahami bahwa pendapat mereka dihargai. Akibatnya,


mereka lebih kompeten dalam bersosialisasi, lebih bertanggung jawab, dan
mandiri.
2. Autoritharian Parents (Otoriter)
Berbeda dengan orang tua authoritative yang mengutamakn diskusi dalam
keluarga, orang tua autoritharian tidak terlibat dalam diskusi dengan anak-anak
mereka dan menetapkan aturan keluarga yang tidak dapat diubah dan
diperdebatkan. Orang tua autoritharian percaya anak harus menerima, tanpa
pertanyaan dalam menentukan sebuah peraturan di keluarga. Penelitian
mengungkapkan bahwa anak-anak dari orang tua autoritharian belajar bahwa
aturan-aturan yang ditetapkan orang tua harus dipatuhi dengan disiplin yang ketat.
Akibatnya, anak bisa menjadi pemberontak dan tergantung dengan orang tua.
3. Permissive Parents
Orangtua Permisif sangat hangat, bahkan memanjakan anak mereka.
Mereka memanjakan dan pasif dalam mengasuh anak mereka, dan percaya bahwa
cara untuk menunjukkan cinta mereka kepada anaknya yaitu dengan menuruti
segala keinginan anak-anaknya. Orang tua yang permisif tidak dapat mengatakan
tidak kepada anaknya. Akibatnya anak diperbolehkan untuk menentukan segala
keputusan tanpa mempertimbangkan masukan orang tua. Selain itu anak juga
mengalami kesulitan dalam mengendalikan dirinya, menjadi anak dengan ego
yang tinggi dan dapat mengganggu perkembangannya dalam kehidupan sosial.
4. Uninvolved Parents
Merupakan gaya mengasuh yang tidak hangat dan lalai akan
perkembangan anaknya. Orang tua tidak peduli dengan apa kebutuhan anaknya
dan dengan apa yang dilakukan anaknya di sekolah atau di luar rumah. Orang tua
merasa lelah, frustasi, dan menyerah dalam mengatur anak-anaknya. Penelitian

menjelaskan bahwa anak dari orang tua dengan gaya mengasuh seperti ini sibuk
dalam kehidupan mereka sendiri. Akibatnya, anak jadi bertindak sesuka hati
sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Orang tua yang mengajar pengetahuan dan ketarampilan yang diperlukan
untuk hidup, orang tua pula yang melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai
aspek kehidupan, sampai anak menjadi dewasa dan berdiri sendiri (Tirtarahardja
& Sulo, 1994: 172). Tirtarahardja & Sulo (1994: 174) menyimpulkan Peran
orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, sebagai pengajar dan sebagai pemberi
contoh. Dalam hubungannya dengan pendidikan, orang tua juga memiliki
beberapa peran diantaranya: (1) Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak;
(2) Menjamin kehidupan emosional anak; (3) Memberikan dasar pendidikan
sosial anak; (4) Menanamkan pendidikan moral pada anak; (5) Meletakkan dasardasar agama bagi anak.
B. Hubungan Keluarga Dalam Pendidikan
Keluarga berasal dari bahasa Sanskerta: "kulawarga"; "ras" dan "warga"
yang berarti "anggota", maksudnya adalah lingkungan yang terdapat beberapa
orang yang masih memiliki hubungan darah.
Dimensi keluarga dibedakan menjadi dimensi hubungan biologis dan
dimensi hubungan sosial. Dimensi hubungan biologis keluarga adalah kesatuan
sosial yang diikat dalam hubungan darah, sedangkan dimensi hubungan sosial
adalah kesatuan sosial yang diikat dalam hubungan dan interaksi saling
mempengaruhi. Dalam hubungan biologis, keluarga dibedakan menjadi keluarga
inti dan keluarga besar dimana keluarga inti terdiri dari bapak, ibu dan beberapa

anak, sedangkan keluarga besar merupakan gabungan beberapa keluarga inti.


Keluarga inti dibedakan menjadi:
1. Keluarga seimbang
Keluarga seimbang merupakan keluarga yang Harmonis antar anggota
keluarga. Memiliki orang tua yang proaktif, bertanggung jawab dan dapat
dipercaya. Adanya sikap saling menghormati antar anggota keluarga. Terdapat
aturan dan harapan yang ditetapkan secara bersama, serta melakukan musyawarah
dalam menghadapi masalah dalam keluarga.
2. Keluarga kuasa
Keluarga kuasa cenderung otoriter dalam mendidik anak. Orang tua
bertindak sebagai pengawas tertinggi dalam keluarga. Terdapat aturan dan
ketetapan yang ditetapkan oleh orang tua, anak wajib mematuhi dengan
disiplin.Pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan sepihak oleh orang tua
tanpa melalui diskusi antar anggota keluarga.
3. Keluarga protektif
Keluarga protektif menekankan pada rasa saling menyadari perasaan satu
sama lain. Situasi dalam keluarga dibuat sekondusif mungkin untuk menghindari
ketidakcocokan antar anggota keluarga. Orang tua bertugas memberi dukungan,
perhatian, dan pedoman bagi aktivitas kegiatan. Segala kegiatan anak diatur penuh
oleh orang tua demi kebaikan anak-anaknya.
4. Keluarga kacau
Keluarga kacau merupakan keluarga yang kurang teratur, mendua dan
sering terjadi konflik. Orang tua kurang peka dan kurang perhatian terhadap

perkembangan anak-anaknya. Hal tersebut menyebabkan anak menjadi tertekan


sehingga anak merasa bahwa tempat tinggal hanya sekedar tempat berteduh.
5. Keluarga simbiotis
Keluarga simbiotis merupakan keluarga yang berpusat pada anak dengan
cara berelasi dan memberikan perhatian kepada anak secara berlebih sehingga
menyebabkan kemandirian dan kedewasaan anak kurang. Orang tua
mengungkapkan rasa cintanya dengan menuruti semua kemauan anaknya.
Hubungan sosial dalam keluarga dibedakan menjadi keluarga psikologis
dan keluarga pedagogis. Keluarga psikologis merupakan sekumpulan orang yang
hidup bersama dan diantaranya ada hubungan dan interaksi yang saling
mempengaruhi. Sedangkan keluarga pedagogis merupakan persekutuan hidup
antara dua jenis manusia yang dikukuhkan dalam pernikahan. Keluarga pedagogis
inilah yang dapat membentuk keluarga besar.
Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya
yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan,
keterampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat.
Suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk
melakukan pendidikan orang-seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan
sosial. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya
untuk melangsungkan pendidikan kearah pembentukan pribadi yang utuh, tidak
saja bagi kanak-kanak tapi juga bagi remaja (Tirtarahardaj & Sulo, 1994: 174).
Menurut BKKBN, keluarga memiliki beberapa fungsi diantaranya: fungsi
agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta dan kasih sayang, fungsi pendidikan,
fungsi ekonomi, fungsi reproduksi dan fungsi lingkungan.

C. Hubungan Masyarakat Dalam Pendidikan


Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat yang dimaksud
adalah orang tua atau wali peserta didik, anggota keluarga yang lain atau semua
orang yang tinggal di sekitar lingkungan sekolah.
Masyarakat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu masyarakat pedesaan,
masyarakat pinggiran (marginal) dan masyarakat perkotaan. Masyarakat pedesaan
memiliki karakter masyarakat dalam jumlah kecil (small community) dengan
penghasilan yang tidak terlalu besar. Masyarakat masih bersifat homogen dalam
agama, kebudayaan dan adat istiadat. Hubungan antara sekolah, masyarakat dan
orang tua sangat dekat sehingga jarang ditemui permasalahan serius pada peserta
didik. Di pedesaan, guru jarang mendapat tekanan dari orang tua peserta didik
Masyarakat pinggiran kota atau biasa disebut masyarakat marginal
memiliki karakter masyarakat dengan penghasilan lebih besar dibandingkan
pedesaan. Masyarakat lebih kompetitif dikarenakan mulai ada pengaruh berupa
perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mulai timbul
masalah-masalah pada siswa sehingga pada masyarakat pinggiran biasanya guru
mulai mendapat tekanan dari orang tua atas hasil belajar peserta didik.
Masyarakat perkotaan dengan peradaban yang serba instan, memberikan
banyak pengaruh dalam perkembangan anak. Masyarakat perkotaan memiliki
karakteristik diantaranya masyarakat dalam jumlah banyak dan heterogen dari
segi sosial ekonomi, etnik, agama, dan kebudayaan. Masyarakat perkotaan
cenderung sibuk dengan kegiatannya masing-masing sehingga menyebabkan

hubungan antara sekolah, masyarakat dan orang tua jauh dan sering ditemui
permasalahan-permasalahan yang kompleks pada perkembangan anak.
Menurut Depdiknas, masyarakat memberikan beberapa peranan
diantaranya:
1.

Mitra pemerintah dalam mendukung terlaksananya pembelajaran

2.

Memperluas akses pendidikan dan pekerjaan bagi peserta didik


berkebutuhan khusus

3.

Membangun dan mengembangkan kesadaran akan hak peserta didik untuk


memperoleh pendidikan

4.

Melakukan kontrol sosial akan kebijakan pemerintah tentang pendidikan.

5.

Membantu mengidentifikasi peserta didik yang berkebutuhan khusus yang


belum bersekolah di lingkungannya

6.

Sebagai tempat/wadah belajar bagi peserta didik.

7.

Merupakan sumber informasi, pengetahuan dan pengalaman praktis.


Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi,

yaitu:
1. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan
(jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan
(jalur luar sekolah).
2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan kelompok sosial di masyarakat, baik
langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif
3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang
(by desaign) maupun yang dimanfaatkan (utility). Perlu pula diingat bahwa
manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya
memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan

10

dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri


dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di
masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.
Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan atau kelompok sosial yang
mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar, antara lain: kelompok sebaya,
organisasi kepemudaan (pramuka, karang taruna, remaja masjid, dan sebagainya),
organisasi keagamaan, organisasi ekonomi, organisasi politik, organisasi
kebudayaan, media massa, dan sebagainya. Lembaga atau kelompok sosial
tersebut pada umumnya memberikan kontribusi bukan hanya dalam proses
sosialisasi, tetapi juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggotanya.
Tirtarahardja & Sulo (1994: 186) menyimpulkan Kelompok sebaya
mungkin paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian, terutama
pada saat anak berusaha melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang tua.
Peralihan dari dominasi pengaruh keluarga kearah dominasi pengaruh kelompok
sebaya seringkali disertai konflik dan ketegangan yang bersumber dari pihak anak
maupun dari pihak orang tua. Dampak edukatif dari keanggotaan dalam kelompok
sebaya itu antara lain karena interaksi sosial yang intensif dan dapat terjadi setiap
waktu, dan dengan melalui peniruan (model) serta mekanisme penerimaan atau
penolakan kelompok. Wayan Ardhana (dalam Tirtarahardja & Sulo, 1994: 186)
Terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya, antara lain: 1)
mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain, 2)
memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas, 3) menguatkan sebagian
dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa, 4)
memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari

11

pengaruh kekuasaan otoritas, 5) memberikan pengalaman untuk mengadakan


hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan hak, 6) memberikan
pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan
(pengetahuan mengenai citarasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu dan
lain-lain), 7) memperluas cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi orang
yang lebih kompleks.
Tirtarahardja & Sulo (1994: 187) menyimpulkan ... salah satu faktor
dalam lingkungan masyarakat yang makin penting peranannya yakni media
massa. Pada umumnya media massa mempunyai tiga fungsi yaitu informasi,
edukasi, rekreasi. Karena kemajuan teknologi komunikasi pada masa ini dan masa
yang akan datang, maka media massa sedang mengalami perubahan yang cepat.
Media massa sebagai alat komunikasi dan rekreasi yang menjangkau banyak
orang telah menjadi suatu kekuatan pendorong yang besar dalam kehidupan
orang. Media massa mempunyai sumbangan yang besar dalam mengintegrasikan
kebudayaan serta mensosialisasikan generasi mudanya. Karena biayanya yang
terjangkau serta menarik, media massa mempunyai arti penting terutama dalam
kehidupan anak. Anak-anak menggunakan waktu yang lebih banyak dalam
menonton televisi, membaca komik, bermain internet dibandingkan dengan
kegiatan-kegiatan lainnya.
Wayan Ardhana (dalam Tirtarahardja & Sulo, 1994: 187) mengemukakan
bahwa media massa memiliki tiga macam pengaruh. Pertama, pengaruh sosialisasi
dalam arti luas, utamanya tentang sikap dan nilai-nilai dasar masyarakat serta
model tingkah laku dalam berbagai bidang kehidupan. Kedua, pengaruh khusus
jangka pendek media massa mungkin menyebabkan orang membeli produk

12

tertentu ataupun memberi suara atau pendapat dengan cara tertentu. Ketiga, media
massa memberikan pendidikan dalam pengertian yang lebih formal, yaitu dalam
memberikan informasi atau menyajikan pengajaran dalam suatu bidang studi
tertentu. Ketiga fungsi ini tentu saja di luar fungsinya memberikan rekreasi dan
hiburan. Meskipun melalui fungsi rekreasi itu, media massa dapat pula
mempengaruhi perilaku manusia. Peranan media massa ini semakin menetukan di
massa depan, karena kemajuan teknologi komunikasi sehingga media massa itu
diterima langsung kerumah-rumah, seperti televisi dan internet.
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat. Sekolah bertugas membantu
mendidik anak karena adanya keterbatasan pengetahuan yang diberikan keluarga.
Menurut Diaz (2005: 119) hubungan sekolah dengan keluarga dan masyarakat di
sekitarnya meliputi:
1. Communicating yaitu menjalin komunikasi dua arah antara sekolah dengan
orang tua dan sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah.
2. Parenting dimana orang tua dan masyarakat dibantu sekolah membimbing
anak dalam perkembangannya.
3. Student learning dimana orang tua memegang peran dalam menilai
pembelajaran anak yang dibantu oleh sekolah.
4. Volunteering dimana orang tua mendukung keputusan yang diberikan
sekolah dalam perkembangan anak.
5. School decision making and advocacy dimana sekolah bersama orang tua
dan masyarakat sebagai pembuat keputusan demi perkembangan dan
pendidikan anak.
6. Colaborating, antara sekolah, orang tua dan masyarakat diperlukan adanya
kolaborasi dalam pendidikan.

13

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang harus dilakukan orang tua,


sekolah dan masyarakat adalah menjalin komunikasi dengan baik untuk
mengetahui perkembangan anak-anak.

14

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Hubungan orang tua dalam pendidikan adalah (1) Sebagai pengalaman
pertama masa kanak-kanak; (2) Menjamin kehidupan emosional anak; (3)
Memberikan dasar pendidikan sosial anak; (4) Menanamkan pendidikan
moral pada anak; (5) Meletakkan dasar-dasar agama bagi anak.
2. Hubungan keluarga dalam pendidikan meliputi fungsi agama, fungsi sosial
budaya, fungsi cinta dan kasih sayang, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi,
fungsi reproduksi dan fungsi lingkungan.
3. Hubungan masyarakat dalam pendidikan meliputi aspek communicating,
parenying, student learning, volunteering, shool decision making amd
advocacy, dan collaborating.

15

DAFTAR RUJUKAN
BKKBN. 2010. Pembangunan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga (P3K).
Semarang: BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.
Diaz, Carlos F., Carol Marra P. & Eugine F. 2006. Touch The Future, Teach! USA:
Pearson.
Kopko, Kimberly. 2007. Parenting Style and Adolescents. USA: Cornell
University.
Tirtarahardja, U. & Sulo, L. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai