OLEH :
KELOMPOK 8
Puji dan syukur selalu tercurah kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “ DEMOKRASI
PENDIDIKAN DI INDONESIA ”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah FILSAFAT PENDIDIKAN. Selain itu makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami
mengucapkan terimakasih kepada ibu Latifah, M. Pd.I selaku dosen pengampu
mata kuliah FILSAFAT PENDIDIKAN.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Kesimpulan...........................................................................................22
B. Saran.....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
pendidikan tetapi ada interaksi antara siswa dengan pendidik dalam hal
menyanggah, memberi tanggapan, bertanya, ataupun yang lainnya. Demokrasi
pendidikan mulai banyak diterapkan dalam pembelajaran karena siswa dituntut
aktif juga dalam pembelajaran seperti menyampaikan pendapat, menjawab
ataupun yang lainnya.1
1. Era Kolonial
1
Zahrawati, F., & Faraz, N.J (2017)
2
AL MA’ARIEF: JURNAL PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA.
3
Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas pendidikan rakyat
pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh
pendidikan, namun demikian apa yang telah dimiliki oleh sekelompok
masyarakat Indonesia memperoleh pendidikan seperti pendidikan rakyat 3
tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah juga menghasilkan pemimpin
masyarakat bahkan menghasilkan pemimpin-pemimpin gerakan nasional.
Pada masa Orde Lama sudah kita kenal juga mengenai upaya untuk
meningkatkan pendidikan di sekolah-sekolah menengah. Pada masa itu
dilaksanakan ujian-ujian negara yang terpusat. Ujian-ujian negara yang terpusat
itu masih mengikuti sistem kolonial yang ketat tetapi tetap jujur dan
mempertahankan kualitas. Sistem kontinental digunakan, asing dari pengukuran
performance hanya serba semata-mata dari test multiple choice tetapi
ditekankan kepada Kemampuan menganalisa secara rasional serta ujian-ujian
lisan merupakan unsur yang penting di dalam ujian nasional.
Pendekatan ujian sebagai suatu objek tidak dikenal pada waktu itu dan
oleh sebab itu pula para siswa bukanlah sebagai objek dari suatu proyek
nasional tetapi didorong oleh keinginan untuk mempertahankan kualitas.
Barangkali hal ini dapat terjadi karena jumlah sekolah maupun siswa masih
terbatas dibandingkan dewasa ini. Demikian pula para guru masih kebanyakan
merupakan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Disiplin siswa
dipegang dengan cukup kuat serta korps pendidik belum berorientasi kepada
yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai Pahlawan tanpa
5
Tanda Jasa yang diciptakan dalam era Orde Baru sebenarnya telah
dikembangkan pada era kolonial dan dilanjutkan dalam era Orde Baru.
Suatu kebijakan yang diambil pada masa Orde Lama dalam bidang
pendidikan tinggi ialah mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini
tentunya mempunyai tujuan untuk lebih meratakan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi yang berkualitas pada waktu
itu hanya ada di Pulau Jawa yang kemudian terkenal sebagai The Five Center of
Excellence (UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR). Sayangnya, terbukanya
kesempatan yang lebih luas untuk memperoleh pendidikan tinggi tidak disertai
dengan program yang sungguh sungguh untuk meningkatkan kemampuan
dosen serta sarana-sarana yang memadai untuk suatu universitas. Akibatnya
dapat kita duga ialah kemerosotan mutu pendidikan tinggi telah dimulai.
Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Tentunya terdapat
hal-hal yang positif di dalam pengembangan pendidikan nasional dalam 7 era
ini. Untuk pendidikan dasar dan menengah khususnya pendidikan dasar terjadi
suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES (instruksi
presiden) Pendidikan Dasar. Sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar tidak
ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas. Memang tujuan utama dari
INPRES Pendidikan Dasar adalah kuantitas dan belum kualitas. Selain daripada
itu sistem ujian negara telah berubah menjadi suatu bumerang yaitu penentuan
kelulusan siswa menurut rumus-rumus yang dapat ditentukan sendiri oleh setiap
daerah. Akibatnya ialah tidak ada siswa yang tidak lulus di dalam ujian negara
atau EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). EBTANAS
merupakan suatu pembohongan publik serta pembohongan diri sendiri dalam
masyarakat. Apabila pada masa Orde Lama pendidikan telah mulai dijadikan
sebagai kendaraan politik maka di dalam Orde Baru pendidikan telah dijadikan
sebagai indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam
pembangunan.
6
ialah pengembangan ekonomi sebagai salah satu dari trilogi pembangunan pada
waktu itu ialah pembangunan ekonomi, stabilitas kehidupan politik dan
pemerataan. Kemerosotan besar-besaran dalam pendidikan nasional telah
dimulai. Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian
meningkat ke sekolah menengah dan tentunya sampai ke tingkat sekolah
menengah atas dan akhirnya berpengaruh kemudian terhadap mutu pendidikan
tinggi. Sungguhpun pendidikan tinggi berupaya mempertahankan otonominya
dengan mengadakan ujian masuk pendidikan tinggi yang dikenal dengan
UMPTN tetapi juga hal tersebut tidak menolong oleh sebab hasil EBTANAS
sekolah menengah juga dijadikan sebagai indikator penerimaan di perguruan
tinggi.
Banyak kritik yang muncul dari dunia pendidikan tinggi itu sendiri untuk
memperbaiki UMPTN seperti yang dikemukakan oleh mendiang Prof. Dr. Andi
Hakim Nasution, mantan Rektor IPB. Beliaulah yang menganjurkan di samping
UMPTN, pendidikan tinggi negeri mengadakan penelusuran minat dari para
siswa SMA yang berpotensi. Para siswa yang berpotensi tersebut tidak perlu
mengikuti ujian saringan dan langsung memasuki dunia pendidikan tinggi
khususnya IPB. Cara ini kemudian diikuti oleh 8 universitas-universitas lain
dalam rangka untuk mempertahankan mutu pendidikan tingginya. Seperti yang
kita lihat pendidikan tinggi negeri mulai berkembang pesat sejak Orde Baru.
Pendidikan tinggi yang relatif sudah lebih maju seperti di The Five Center of
Excellence di Pulau Jawa Gap antara pendidikan tinggi terutama di Pulau Jawa
dengan di luar Jawa semakin menganga.
4. Era Reformasi
Era reformasi yang dimulai sejak 1998 merupakan suatu era transisi dengan
tumbuhnya proses demokratisasi di dalam masyarakat Indonesia. Proses
demokratisasi juga memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan
lahirnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Undang-Undang ini telah menangkap perubahan-perubahan yang
dikehendaki dalam masyarakat Indonesia dewasa ini yaitu:
8
ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional. Lahirnya Undang-Undang
No. 14 Tahun 2005 di dalam segala kekurangannya merupakan suatu tonggak
yang sangat berarti di dalam reformasi pendidikan nasional.
Semua hal ini menunjukkan suatu gejolak di dalam masa transisi dalam
pendidikan nasional Indonesia. Oleh karena itu, perlu diprogramkan dan
dilaksanakan serta ditunjang oleh biaya yang optimal dalam meningkatkan
mutu pendidikan nasional. Di dalam Manifesto Pendidikan Nasional (2005),
tentang perlu adanya suatu pemetaan masalah-masalah pendidikan nasional
serta kesepakatan untuk menangani masalah-masalah yang mendasar yang
dihadapi oleh sistem pendidikan nasional. Apabila benar-benar tuntutan UUD
1945 mengenai tersedianya dana yang memadai untuk pengembangan
pendidikan nasional perlu disertai dengan adanya suatu program pengembangan
yang solid serta tidak melupakan masalah inti dalam pendidikan kebutuhan
anak bangsa.
9
berbagai pandangan dalam sistem pendidikan nasional ialah untuk kepentingan
anak bangsa sebagai peserta-didik dan sebagai subjek seorang manusia.
3
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 (UU RI Nomor 20 Tahun 2003), Jakarta: Sinar
1
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritik baik
dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan nasional
yang tidak mempunyai arah yang jelas. Ketiadaan arah yang tidak jelas dalam
pendidikan nasional menunjukkan hilangnya elan vital di dalam pendidikan
nasional yang menggerakkan sistem pendidikan untuk mewujudkan cita- cita
bersama Indonesia raya.4
1
keberpihakan pada atasan dan menghilangkan hak-hak dan kewenangan
profesional. Alhasil pendidikan memproduk manusia-manusia penurut, tidak
berani mengambil Keputusan tidak ada kemandirian karena lebih banyak
terpaksa dan kepura-puraan.
1. Sarana Prasarana
Banyaknya sarana pendidikan yang rusak dan tidak layak ini merupakan
salah salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan. Dari 1,3 juta ruang
kelas, 769 ribu dalam kondisi layak pakai (59%), 299 ribu rusak berat (23%)
7
H.A.R Tilaar. Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 14
1
dan 242 ribu rusak ringan (18%). Pada taun 2012 sudah 22 ribu ruang kelas
yang diperbaiki.15 Proyek perbaikan sekolah ini tidak akan pernah selesai.
Sekolah yang sekarang masuk dalam kategori ringan akan naik menjadi rusak
sedang, lalu rusak berat jika tidak ditangani tentunya akan menjadi rusak berat.
Kesenjangan yang lain juga pada jumlah dan ketersediaan buku yang
ada. Ketersediaan buku di daerah perkotaan dan dan daerah terpencil serta
perbatasan terjadi kesenjangan baik dari segi jumlah ketersediaan dan kualitas
buku. Sementara ketersediaan buku merupakan penunjang pendidikan yang
sangat penting karena hal ini akan menunjang keberhasilan proses pendidikan.
1
lebih mandiri, terbuka, demokratis dan maju masih jauh dari tercapai.8
2. Tenaga Pendidik
Kuantitas dan kualitas guru saat ini, juga merupakan hal yang dilematis.
Secara objektif jumlah guru saat ini memang kurang memadai, namun hal ini
tidak dapat dipukul rata begitu saja Tetapi harus diakui bahwa jumah guru yang
sedikit salah satu indikator kesenjangan dalam masalah pemerataan guru.
Posisi guru sangat vital dalam pendidikan. Dari segi kuantitas dan
pemerataan guru mengalami persoalan yang dilematis, ada sekolah yang
kelebihan guru tetapi ada juga sekolah yang kekurangan guru. Salah satu faktor
kesenjangan pemerataan guru di Indonesia karena kondisi geografis negara kita
yang sangat luas.
8
H.A.R Tilaar. StandarPendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 14
9
Sam M. Chan, Tuti T. Sam, Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta:
1
Rajawali Press, 2011) h.58
1
semakin baik amat dituntut kemampuan profesionalnya. Skill dan
profesionalitas senantiasa harus ditingkatkan, terutama dalam menyiapkan
sumber daya manusia yang mampu menghadapi persaingan global.
10
Ibid h. 62
11
Abd Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika, (Yokyakarta: graha Guru, 2011), h. 99
1
kemerdekaan, hingga sekarang. Pelaksanaan tersebut telah diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, seperti pada Pasal 31 UUD
1945:
12
Fajar Dedi Isnanto, FKIP UMP (2019). Implementasi pendidikan demokrasi
1
Situasi pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di NTT pada
khususnya, belum menampilkan konsep demokrasi yang sesungguhnya.
Kalaupun ada, jumlahnya masih sangat minim. Oleh karena itu, sudah saatnya
pendidikan yang demokratis diwujudkan, agar generasi yang lahir dari sistem
pendidikan di Indonesia bukanlah generasi yang pasif, melainkan aktif, generasi
yang kritis, bukan krisis dan generasi yang selalu inklusif, bukan eksklusif.
Pendidikan yang bertujuan memanusiakan manusia harus diterjemahkan ke
dalam praktik yang demokratis, bukan otoritarian. Mewujudkan pendidikan
yang demokratis pada dasarnya bukanlah sesuatu yang sulit, sepanjang kita
mempunyai misi yang sama yaitu terwujudnya keadilan sosial dalam bidang
pendidikan. Semua aktor dalam dunia pendidikan memiliki kedudukan yang
sama, baik sebagai peserta didik, para pendidik dan juga pemerintah.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan demokratisasi pendidikan di
Indonesia adalah dengan pemerintah membuat suatu kurikulum. Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam
menyelenggarakan sekolah ada suatu pertanyaan yang cukup mendasar yaitu:
“Siswa mau dibawa ke mana oleh sekolah? Dan Siapa yang berhak menentukan
arah dan kebijakan sekolah?”. Semangat demokratis dalam penyelenggaraan
sekolah akan terinspirasi bahwa publik sekolah memiliki hak yang sangat kuat
dan besar dalam menentukan arah kebijakan kurikulum sekolah. Kuat dan
besarnya hak sekolah dalam menetapkan arah kebijakan kurikulum, bisa
dikatakan sama dengan pemerintah.
Kurikulum merupakan inti dari sebuah sekolah, karena menawarkan
pada publik dengan dukungan guru dan tenaga kependidikan serta sarana
sumber belajar yang memadai. Diskursus kurikulum memang masih berjalan
terus, apakah kurikulum itu hanya bermakna Course of Line/GBPP, atau
mencakup seluruh pengalaman yang diberikan kepada siswa dalam proses
pendidikannya. Dalam konteks ini Ronald C. Doll menjelaskan bahwa
kurikulum sudah tidak lagi bermakna sebagai rangkaian bahan dan urutan
pelajaran yang akan dipelajari siswa. Akan tetapi seluruh pengalaman yang
ditawarkan pada siswa di bawah arahan dan bimbingan sekolah. Pengalaman
yang diperoleh siswa dari program yang ditawarkan sekolah cukup variatif,
1
tidak terbatas pembelajaran dalam kelas saja, melainkan juga di lapangan
tempat siswa bermain, di kantin bahkan di bus sekolah. Semuanya
mempengaruhi perubahan dan memberikan kontribusi pengembangan siswa.
Kurikulum memiliki beberapa karakteristik yaitu: Sebagai suatu
substansi, sebagai suatu sistem, dan merupakan suatu konsep dinamis
(Sukmadinata)
1. Kurikulum sebagai suatu substansi; kurikulum sebuah rencana
kegiatan belajar siswa disekolah, yang mencakup: rumusan tujuan, bahan ajar,
proses kegiatan pembelajaran, jadwal, dan evaluasi hasil belajar. Kurikulum ini
merupakan konsep yang telah disusun oleh para ahli dan disetujui oleh
pengambil kebijakan pendidikan serta masyarakat sebagai user/pemakai.
2. Kurikulum sebagai sebuah sistem; kurikulum merupakan rangkaian
konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing kegiatan
mempunyai keterkaitan secara koheren dengan yang lainnya, bahkan kurikulum
itu sendiri memiliki keterkaitan dengan semua unsur dalam sistem pendidikan
secara keseluruhan.
3. Kurikulum merupakan sebuah konsep dinamis; Kurikulum
merupakan konsep yang terbuka dengan berbagai gagasan perubahan dan
penyesuaian dengan tuntutan pasar atau idealisme pengembangan peradaban
umat manusia.
Guna merealisasikan keberhasilan pendidikan, dengan mewujudkan
demokratisasi pendidikan, pemerintah melalui kurikulum telah berusaha untuk
melaksanakan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan dilanjutkan dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Memang harus diakui bahwa
ada keengganan dari pemerintah pusat untuk memberikan otonomi yang
sesungguhnya kepada daerah. Pasalnya, apabila semuanya diserahkan kepada
daerah kewenangan pusat berangsur-angsur berkurang dan akhirnya bisa habis.
(hal yang sangat tidak diinginkan). Keengganan yang sama berlaku juga di
bidang pendidikan. Pemerintah seolah-olah telah memberikan otonomi
sepenuhnya antara lain dengan kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang diikuti dengan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP).
Semua itu (teorinya) ditujukan agar sekolah menjadi otonom. Tapi pemerintah
pusat hanya memberi kewenangan semu, karena belum mau berubah dengan
mengevaluasi kebijakannya yang anti- otonomi, seperti ujian nasional yang
1
standarnya setiap tahun selalu dinaikkan dan masih banyak kecurangan.
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung, seperti pihak guru, kepala sekolah, pengawas,
orangtua, masyarakat dan pihak siswa itu sendiri.
Perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan
signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang
awam dan kaku menjadi lebih modern. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga
ranah (kognitif, afektif, psikomotor) tersebut secara utuh, artinya
pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah yang
lainnya. Dalam perencanaan proses pembelajaran ini ada beberapa aspek yang
perlu diperhatikan yaitu: desain pembelajaran, rencana pelaksanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian hasil dan proses
pembelajaran.
Sejak tahun 1945, kurikulum di Indonesia telah berulang kali
diperbaharui dan disempurnakan. Penyempurnaan itu dilakukan berdasarkan
perkembangan-perkembangan yang ada baik dari segi teknologi yang semakin
canggih, perkembangan peserta didik, dan tuntutan standar yang ingin dicapai.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kurikulum membawa kebaikan dalam
setiap penyempurnaannya.
Mengacu pada pasal 36 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, yang
menyatakan bahwa penyusunan kurikulum harus memperhatikan peningkatan
iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan,
dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan
pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Dewasa ini telah terjadi perubahan yang mendasar di berbagai sektor
2
kehidupan yang disebut era disrupsi (Sayyidi & Sidiq, 2020). Perubahan yang
terjadi dapat menjadi keuntungan dan juga tantangan bagi masyarakat. Mulai
dari pemangku kebijakan hingga pelaksana kebijakan. Pada era 5.0 ini
teknologi. Konsep ini muncul disebabkan pengembangan revolusi industri 4.0
di rasa berpotensi merendahkan derajat manusia. Melalui Society 5. 0 manusia
bisa mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya dengan memanfaatkan
berbagai teknologi yang telah berkembang. Harapan Negara Jepang dengan
adanya era society 5.0 yaitu manusia terus bisa berkembang dan tetap eksis
dikala teknologi buatan semakin canggih, begitu juga dengan Negara lainnya.
Negara-negara di dunia sedang berupaya untuk memperbaiki struktur
kehidupan di negaranya masing-masing supaya tidak tertinggal dengan
teknologi buatan yang semakin canggih tak terkecuali Negara Indonesia,
Indonesia sudah berusaha melakukan perbaikan mutu dibeberapa aspek
kehidupan, seperti halnya dalam aspek kehidupan sosial dan aspek pendidikan.
Kedua aspek tersebut tidak dapat dipisahkan, dikarenakan dengan adanya suatu
pendidikan yang baik maka kehidupan sosial pun menjadi lebih sejahtera.
Sistem pendidikan Indonesia sering kali mengalami perubahan, yang
didasarkan pada teori yang berkembang dan kewenangan pemangku kebijakan.
Sistem pendidikan harus terus dikembangkan untuk generasi masa depan yang
tanggap dengan segala tantangan. Saat ini banyak dijumpai pekerjaan yang
dilakukan dengan bantuan teknologi sehingga sangat berdampak pada lapangan
pekerjaan yang tersedia. Oleh sebab itu masyarakat harus memperoleh
pendidikan yang layak agar memiliki kreativitas dan mampu menyeimbangi
perkembangan teknologi agar kodrat sebagai manusia tetap menjadi yang utama
dalam menjalankan kehidupan berkelanjutan.
Dalam kondisi yang sangat dinamis ini diperlukan trasformasi
pembelajaran untuk perbaikan mutu pendidikan Indonesia, seperti halnya
pembaharuan yang telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, dengan menetapkan kebijakan baru, yakni merdeka belajar.
Merdeka belajar dibuat untuk mengubah konsep pembelajaran yang pada
awalnya berpatokan pada pendidik menjadi sistem pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik. Kebijakan merdeka belajar ini di maksudkan untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat
menekan angka pengangguran yang terjadi di Indonesia. Khususnya perguruan
2
tinggi yang dianggap sebagai tulangpunggung inovasi, pada lingkup perguruan
tinggi merdeka belajar disegala aspek kehidupan sangat berkaiatan erat dengan
teknologi, sehingga manusia dituntut untuk bisa berpikir kritis serta mampu
beradaptasi dan berinovasi. Konsep" Society 5. 0" pertama kali di cetuskan oleh
Jepang, yang merupakan suatu konsep masyarakat dimana segala kegiatan yang
ada dalam masyarakat berpusat pada manusia yang diimbangi dengan
implementasikan dengan program merdeka belajar kampus merdeka. Program
MBKM mulai diupayakan dan diterapkan oleh perguruan tinggi. Pokok-pokok
dalam kebijakan MBKM (Tohir, 2020) meliputi: (1) pembukaan program studi
baru, (2) sistem akreditasi perguruan tinggi, (3) perguruan tinggi badan hukum,
(4) hak belajar tiga semester diluar program studi. Program hak belajar tiga
tahun diluar program studi ini merupakan salah satu dari kebijakan MBKM
yang merupakan amanah dari regulasi pendidikan tinggi dalam rangka
menyiapkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan dunia kerja serta
perbaikan mutu pembelajaran. Beberapa kegiatan pembelajaram sesuai dengan
permendikbud No 3 Tahun 2020 Pasal 15 ayat 1 dapat dilaksanakan pada
program Hak Belajar Tiga Semester Diluar Program Studi meliputi: pertukaran
pelajar, magang/praktik kerja, asistensi mengajar disatuan pendidikan,
penelitian/riset, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi /proyek
independen, KKN tematik. Program studi harus berusaha mengembangkan
kurikulum dengan menyesuaikan 24 model pengembangan kebijakan merdeka
belajar-kampus merdeka agar mampu mengimplementasikan keleluasaan
pembelajaran yang fleksibel sesuai kebutuhan mahasiswa dan tidak monoton.
Melalui program merdeka belajar kampus merdeka yang telah dipersiapkan dan
dilaksanakan maka diharapkan mampu menjadi jawaban atas permasalahan
mutu pendidikan di Indonesia serta dapat menanggulangi banyaknya lulusan
yang menjadi pengangguran.13
Nailyl Maghfiroh & Muhamad Sholeh. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka
13
2
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah yang kami bawakan tadi dengan materi Demokrasi
Pendidikan di Indonesia dapat membuka wawasan kita dalam mengatahui peran penting
dalam berdemokrasi Pendidikan dan mengetahui peran penting di dalamnya, serta kita
bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2
DAFTAR PUSTAKA
H.A.R Tilaar. Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006)
Ahmad Fedyani Saifuddin, Catatan Reflektif Antropologi Sosial Budaya, (Jakarta: All
Rihgts Reserved, 2011)
Sam M. Chan, Tuti T. Sam, Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011)
Abd Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika, (Yokyakarta: graha
Guru, 2011)