Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan
menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia
terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan,
serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Akhlak adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang
darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu
kepada pemikiran dan pertimbangan. Dalam pandangan akhlak Islam,
seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik
bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia
dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan
terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan
manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan.
Berdasarkan hal tersebut, maka di dalam makalah ini penulis membahas
tentang “Akhlak Terhadap Lingkungan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan?
2. Apa saja aspek-aspek akhlak terhadap lingkungan?
3. Apa saja prinsip-prinsip dalam pengelolaan lingkungan?
4. Kewajiban apa saja yang harus dilakukan oleh manusia terhadap
lingkungan?
C. Batasan Masalah
Di dalam makalah ini penulis hanya membahas tentang “Akhlak
Terhadap Lingkungan” beserta aspek- aspek yang berkaitan dengan hal
tersebut

Akhlak Terhadap Limgkumgan 1


D. Tujuan
1. Menjelaskan akhlak terhadap lingkungan.
2. Menjelaskan aspek-aspek akhlak terhadap lingkungan.
3. Menjelaskan prinsip-prinsip dalam pengelolaan lingkungan.
4. Menjelaskan Kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia terhadap
lingkungan.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 2


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Terhadap Lingkungan

1. Pengertian akhlak

Akhlak menurut bahasa berasal dari bahasa Arab ‫ اخالق‬jamak dari


َ ُ‫ ُخل‬yang berarti tingkah laku, perangai atau tabi’at. Sementara menurut
kata ‫ق‬
Wikipedia, akhlak secara terminologi diartikan sebagai tingkah laku
seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk
melakukan suatu perbuatan yang baik.

Sementara Ibnu Maskawaih memaknai akhlak sebagai suatu sikap


mental (halun lin nafs) yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan
pertimbangan. Berkaitan dengan akhlak ini, Ibnu Maskawaih membaginya
dalam dua hal yakni yang berasal dari watak (temperamen) dan ada yang
berasal dari kebiasaan dan latihan.

Menurut Imam Ghazali, akhlak adalah suatu sikap (hay’ah) yang


mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah
dan gampang tanpa perlu kepada pemikiran dan pertimbangan.

Imam Al- Ghazali menyebutkan bahwa jika sikap mental tersebut


lahir perbuatan yang baik dan terpuji maka ia disebut sebagai akhlak yang
baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut
disebut dengan akhlak yang tercela.1

2. Pengertian lingkungan.

Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada


di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.2

B. Aspek-aspek akhlak terhadap lingkungan.

1. Akhlak terhadap lingkungan ditinjau dari segi agama.

Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan


bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap

1
Amin, Ahmad. 1955. Ethika (ilmu akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.
2
Ibid.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 3


alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan,
dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.

Dalam pandangan akhlak islam, seseorang tidak dibenarkan


mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar.
Karena hal ini berati tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk
mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu
menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua
proses yang sedang terjadi, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan atau
bahkan dengan kata lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai
sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.

Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada


penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap
membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan
polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu
sendiri yang menciptanya.

Agama islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh dimensi


hubungan manusia dengan alam lingkungan. Islam mengajarkan dan
menetapkan prinsip-prinsip atau konsep dasar akhlak bagi manusia tentang
bagaimana bersikap terhadap alam lingkungannya. Ini merupakan wujud
kesempunaan Islam dan salah satu bentuk nikmat dan kasih sayang Allah
yang tidak terbatas. Allah berfirman: “pada hari ini Aku sempurnakan
untukmu agamamu,aku limpahkan atas kamu nikmat-Ku,dan aku ridlai
Islam sebagai agamamu” (Q.S Al-Maidah:3).3

Prinsip Islam selalu menyeimbangkan semua hal dalam kehidupan


manusia. Islam tidak mengizinkan manusia untuk lebih atau hanya
memperhatikan satu sisi dengan menghabiskan sisi yang lain.Ini bisa
terwujud dalam prinsip atau nilai-nilai Islam karena ia terbebas dari
kekangan hawa nafsu dan diciptakan oleh sang pencipta manusia, Dzat yang
membuat hidup mereka mulia, mendapatkan rahmat, dan hidayah demi
kebaikan mereka di dunia dan akhirat.4

2. Akhlak terhadap lingkungan ditinjau dari segi etika.

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani “ethos”
dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, akhlak, perasaan, cara
berpikir. Dalam bentuk jamak (taetha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan

3
Muhammad Al-Ghazali. Akhlak seorang muslim. Bandung: Pustaka Beta.
4
Drs. H. Ambo Asse. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-Ulum.Makassar:
Berkah Utami.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 4


arti terakhir inilah menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika yang
oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 S.M) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi jika kita membatasi pada asal usul kata ini
maka”etika” adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan. Dalam referensi lain dikatakan bahwa etika adalah ilmu
yang mempelajari atau menjelaskan arti baik dan buruk.

Berkaitan dengan akhlak pada lingkungan menurut etika, dapat


dijelaskan bahwa etika menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwardarminto,sejak 1953) arti etika adalah:

a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
kewajiban moral.

b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

c. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Secara singkat etika sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip


moral, yaitu perbuatan yang mengandung unsur kebaikan dan manfaat,
dengan menjaga, merawat dan melestarikan lingkungan. 5

3. Akhlak terhadap lingkungan ditinjau dari segi budaya.

Sebagai seorang manusia yang kodratnya adalah makhluk sosial, kita


patut mempunyai dasar pengetahuan dalam bersosialisasi dengan
lingkungan disekitar kita, dasar pengetahuan itu adalah budaya yg bertujuan
agar kita bisa hidup berdampingan dengan baik. Faktor inilah yang menurut
kita menjadi awal mula adanya budaya didalam suatu kelompok
masyarakat. Mereka menciptakan sesuatu yang bisa membuat mereka
menjalin kesatuan didalam kehidupannya. Budaya itu sendiri pastilah suatu
kesepakatan bersama dari penciptanya, berdasarkan nilai, norma, dan moral
yang positif yang beredar di masyarakat tersebut.

Budaya yang baik tentulah melahirkan sikap dan perilaku yang baik
pula kepada generasi penerusnya dimasa yang akan datang. Sedangkan
budaya yang buruk tercipta dari ulah sesorang atau sebagian kelompok yang
menentang nilai-nilai positif yang terkandung dalam masyarakat. Contoh
budaya baik adalah seorang ibu mengajari anaknya menanam pohon di
pekarangan rumah,agar rumah senantiasa indah. Contoh lain, membiasakan
diri bangun pagi, mengembangkan malu sebagai kontrol diri, dan lain
sebagainya.

5
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 5


Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial.
Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan
pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian
dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau
aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun
masyarakat.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat


dihadapkan pada kenyataan semakin merajalelanya orientasi hidup yang
materialistis sementara dimensi spiritual dan ukhrawi semakin tersingkir.
Pola hidup masyarakat telah bergeser kearah materialisme, hedonisme,
konsumerisme, individualisme dan sikap masa bodoh (permisif). Pola hidup
yang seperti itu pada akhirnya mengakibatkan semakin maraknya praktik
maksiat, kejahatan dan perilaku yang menyimpang.

Menghadapi keadaan yang sangat menyedihkan diatas, tidak ada


alterntif lain kecuali menghayati nilai-nilai luhur budaya dan
mengaktualisaikannya dalam bentuk kepribadian yang baik, dalam
mewujudkan Indonesia baru sebagai negara yang gemah ripah loh jinawe
tata tenterem karto raharjo dibawah naungan ridla Allah SWT yang dalam
istilah Al-Qur’an disebut baldatun thayyibatun wa robbun ghofur.(Q.S.Ar-
ruum: ). Selain itu para pemimpin harus menunjukkan jalan kebahagiaaan
kepada umatnya. Lebih terpuji lagi jika mereka dapat mengantarkan
umatnya ke pintu gerbang kebahagiaan. Dengan kata lain, seorang khalifah
(pemimpin) tidak sekedar menunjukkan tetapi mampu pula memberi contoh
sosialisasinya.6

C. Prinsip dalam pengelolaan lingkungan.

1. Prinsip kepemilikan

Bahwa seluruh isi alam semesta adalah milik Tuhan dan ciptaan-
Nya. Prinsip ini merupakan bagian dari keyakinan tauhid seorang Muslim
sehingga mengingkarinya berimplikasi kufur. Prinsip ini juga merupakan
bagian yang inheren dengan kalimah syahadat atau kalimah tauhid.
Kalimat tauhid/syahadat (pengakuan akan keesaan Allah) diibaratkan oleh
al-Qur’an sebagai satu pohon yang akarnya teguh, cabangnya menjulang
ke langit dan menghasilkan setiap saat buah yang banyak lagi lezat.
Pengakuan akan keesaan Allah melahirkan sekian banyak buah. Salah
satunya adalah keyakinan, bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Allah dan
milik-Nya. Kepemilikan Tuhan atas alam seluruhnya ini ditegaskan pada
ayat (Q.S. al-Baqarah: 284)
6
http://badalfatanrayhan.blogspot.com/2011/04/ilmu-budaya-dasar-dan-kaitannya-
dengan.html.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 6


ُ‫تُ ْخفُوه‬ ْ‫ض ۗ َوإِن تُ ْبدُوا َما فِي أَنفُ ِس ُك ْم أَو‬ِ ْ‫ت َو َما فِي اأْل َر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫هَّلِّل ِ َما فِي ال َّس َم‬
‫َش ْي ٍء قَدي ٌر‬ ِّ‫ي َُحا ِس ْب ُكم„ بِ ِه هَّللا ُ ۖ فَيَ ْغفِ ُر لِ َمن يَ َشا ُء َويُ َع ِّذبُ َمن يَ َشا ُء ۗ َوهَّللا ُ َعلَ ٰى ُكل‬
Artinya:

“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi.Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan
kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Kata lillah( ‫) هلل‬, yang memulai ayat ini biasa diterjemahkan dengan
milik-Nya. Oleh banyak pakar tafsir kata tersebut tidak hanya dipahami
dalam arti milik-Nya, tetapi juga hasil ciptaan-Nya serta Pengelola dan
Pengatur-Nya. Memang seluruh jagat raya adalah ciptaan Allah, milik-Nya
dan disamping itu Dia Pengelola dan Pengatur-Nya, sehingga semua
tunduk kepada-Nya suka atau tidak.7

2. Prinsip Istikhlaf

Prinsip istikhlaf, yaitu manusia dititipi amanah untuk mengurus bumi


(lingkungan hidup) Hal ini didasarkan pada firman Allah:

‫آ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َوأَنفِقُوا ِم َّما َج َعلَ ُكم ُّم ْست َْخلَفِينَ فِي ِه ۖ فَالَّ ِذينَ آ َمنُوا ِمن ُك ْم َوأَنفَقُوا‬
‫لَهُ ْم أَجْ ٌر َكبِي ٌر‬
Artinya:

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah


sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Q.S. al-Hadid,
57 : 7).

Istikhlaf menyiratkan makna bahwa pemilik mutlak dari segala


sesuatu adalah Allah, manusia hanya mendapat titipan amanah untuk
mengurusnya atau mengelolanya. Itulah sebabnya prinsip istikhlaf ini
harus dibaca bersamaan dengan pemberian amanah oleh Allah kepada
manusia dan karena itu pula harus disertai dengan tanggung jawab.8

7
Drs. H. Ambo Asse. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-Ulum.Makassar:
Berkah Utami.
8
Muhammad Al-Ghazali. Akhlak seorang muslim. Bandung: Pustaka Beta.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 7


3. Prinsip Penundukan

Bahwa seluruh jagat raya ditundukkan, oleh Allah, untuk manusia.


Prinsip ini didasarkan pada ayat al-Qur’an surat Ibrahim (14: 32-33).

Terjemahnya:

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air
hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah
menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan
kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus
menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam
dan siang.”

Ayat inilah yang mendasari kemestian manusia untuk hidup


bersahabat dengan alam. Dalam Islam tidak dikenal istilah penundukan
alam, karena istilah ini dapat mengantarkan manusia kepada sikap
sewenang-wenang, penumpukan tanpa batas, tanpa pertimbangan pada
asas kebutuhan yang diperlukan. Istilah yang digunakan oleh al-Qur’an
adalah “Tuhan menundukkan alam untuk dikelola manusia”. Pengelolaan
ini disertai pesan untuk tidak merusaknya.9

Dalam banyak ayat Tuhan menggunakan kata sakhkhara


(menundukkan atau memudahkan) alam raya dengan segala isinya untuk
dimanfaatkan oleh manusia. Tuhan menundukkan matahari dan bulan,
Tuhan menundukkan fauna dan flora, Tuhan menundukkan bumi, air,
angin, dan lain-lain unsur alam lingkungan. Berulang kali Tuhan
menyebut, bahwa unsur-unsur lingkungan atau sumberdaya alam
lingkungan tersebut dapat dimanfaatkan oleh manusia setelah ditundukkan
(oleh Tuhan). Dengan demikian, Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia
tidak akan dapat memanfaatkan sumber daya alam tersebut kecuali setelah
ditundukkan oleh Tuhan. Di sini jelas terlihat intervensi Tuhan dalam hal
penundukan alam.10

4. Prinsip al-Adlu wa al-Ihsan.

9
Anwar, Rosihan. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.
10
Ibid.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 8


Prinsip kedelapan, al-‘adlu wa al-ihsan. Bahwa perintah berlaku adil
dan ihsan, juga berlaku terhadap alam lingkungan. Dalam al-Qur’an surat
al-Nahl : 90 Tuhan berfirman:

‫ان َوإِيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى ع َِن ْالفَحْ َشا ِء‬ ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل ِ حْ َس‬
َ‫َو ْال ُمن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬
Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Berlaku adil dan ihsan yang diperintahkan dalam ayat ini, selama ini
dipahami, sebagai berlaku adil dan ihsan hanya kepada manusia. Tetapi
dari berbagai hadis dan praktek amaliah Rasulullah SAW diketahui, bahwa
berlaku adil dan ihsan itu tidak hanya terbatas terhadap manusia tetapi juga
kepada makhluk lain seperti binatang dan tumbuhan, bahkan terhadap
benda mati sekali pun.

Adil dapat diartikan memberi sebanyak yang diambil dari


lingkungan. Sedangkan ihsan dapat diartikan memberi lebih banyak dari
yang diambil dari lingkungan.11

5. Prinsip Peruntukan

Bahwa segala isi alam diperuntukkan bagi manusia. Prinsip ini


didasarkan pada firman Tuhan, (artinya) : “Dia-lah Allah yang
menciptakan untuk kamu segala apa yang ada di bumi” (Q. S. al-Baqarah:
29).

Terjemahnya:

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Bagaimana kalian kafir, padahal Allah bukan hanya menghidupkan


kamu di dunia, tetapi juga menyiapkan sarana kehidupan di dunia, Dia
menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi semua, sehingga semua
yang kamu butuhkan untuk kelangsungan dan kenyamanan hidup kamu
terhampar, dan itu adalah bukti kemahakuasaan-Nya.

11
Mustofa, A, 1997. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 9


D. Kewajiban manusia terhadap lingkungan

Nabi Muhammad SAW mengimbau kepada umat Islam agar senang


menanan tanaman atau pohon untuk berbagai kepentingan: baik untuk
kepentingan konsumsi (pangan), kepentingan penanggulangan lahan kritis (
‫) إحيأ الم„„وات‬, maupun untuk kepentingan lainnya. Hadis Nabi SAW yang
artinya : Rasulullah SAW bersabda, tiadalah seseorang dari kalangan orang
Islam yang menanam tanaman atau menanam (menabur) benih tanaman,
kemudian burung ataupun binatang ternak memakan (buah) tanaman itu,
kecuali baginya memperoleh pahala sedekah (H.R. Bukhari, Muslim dan
Tirmidzi, dari Anas). Pada hadis lain disebutkan.

ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ْغ ِرسُ غَرْ سًا إِاَّل َكانَ َما أُ ِك َل ِم ْنهُ لَه‬َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ُ‫ت الطَّ ْي ُر فَه َُو لَه‬ ْ َ‫ص َدقَةٌ َو َما أَ َكل‬
َ ُ‫ص َدقَةٌ َو َما أَ َك َل ال َّسبُ ُع ِم ْنهُ فَه َُو لَه‬
َ ُ‫ق ِم ْنهُ لَه‬َ ‫ص َدقَةً َو َما س ُِر‬
َ
َ ُ‫ص َدقَةٌ َواَل يَرْ َز ُؤهُ أَ َح ٌد إِاَّل َكانَ لَه‬
)‫ص َدقَةٌ (رواه مسلم‬ َ
Artinya :

Rasulullah SAW bersabda, tiadalah seseorang dari kalangan orang Islam yang
menanam tanaman, kecuali dia mendapat pahala sedekah atas hasil tanaman
yang telah dimakannya. Apa yang telah dicuri (oleh orang) dari tanaman itu,
maka dia (si penanam) mendapat pahala sedekah. Apa yang dimakan oleh
binatang buas dari tanaman itu, maka dia (si penanam) juga mendapat pahala
sedekah, dan apa yang dimakan oleh burung dari tanaman itu, maka dia (si
penanam) mendapat pahala sedekah. Dan tidaklah seseorang dapat
mengambilnya, terkecuali bahwa si penanam tetap mendapat pahala sedekah
(H. R. Muslim, dari Jabir).12

Berkenaan dengan kewajiban menanam ini, kiranya perlu dikemukakan


sebuah hadis yang selama ini banyak disebut, yaitu bahwa kewajiban
menanam itu bukan hanya anjuran, tetapi tuntutan, yang memfaedahkan
hukum wajib. Nabi SAW bersabda.

‫ت السَّا َعةُ َوبِيَ ِد أَ َح ِد ُك ْم فَ ِسيلَةٌ فَإ ِ ْن ا ْستَطَا َع أَ ْن اَل يَقُو َم َحتَّى‬


ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ ْن قَا َم‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫ق‬
)‫يَ ْغ ِر َسهَا فَ ْليَ ْف َعلْ (رواه احمد‬

Artinya :

Rasulullah SAW bersabda, sekiranya kiamat datang, sedang di tanganmu ada


anak pohon kurma, maka jika dapat (terjadi) untuk tidak berlangsung kiamat
12
Muhammad Al-Ghazali. Akhlak seorang muslim. Bandung: Pustaka Beta.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 10


itu sehingga selesai menanam tanaman, maka hendaklah dikerjakan
(pekerjaan menanam itu) (H. R. Ahmad, dari Anas bin Malik).

Hadis tersebut memberi petunjuk, bahwa sekiranya akan terjadi kiamat,


dan masih sempat menanam tanaman, maka Nabi menyuruh agar tanaman itu
segera ditanam. Ini menunjukkan betapa pentingnya kegiatan tanam
menanam pepohonan atau tetumbuhan. Dalam hubungan ini menarik untuk
dikemukakan komentar Muhammad Quthb terhadap hadis ini, seperti yang
dikutip Zainal Abidin Ahmad, bahwa sangatlah mengesankan perintah
menanam bibit kurma yang umurnya memakan waktu tahunan, padahal
kiamat sudah berada di ambang pintu. Dikatakannya : Ya Tuhan ! Harus
ditanamkannya? Dan apakah yang mesti ditanam itu? Bibit kurma yang baru
menghasilkan buah setelah bertahun lamanya, padahal kehancuran dunia
(kiamat) sudah pasti dengan yakin akan terjadi. Ya Allah ! Hanya Nabi Islam,
penutup dari segala Nabi, yang akan berhak mengatakan ini. Islam satu-
satunya agama yang mungkin menggerakkan hati manusia untuk berbuat ini,
dan hanyalah Nabi Islam satu-satunya yang mungkin membawa petunjuk
demikian dan akan memimpin manusia lainnya. Inilah sejarah dunia
seluruhnya. Tiada contoh bandingan inti ajaran sebagai ajaran Rasulullah
SAW ini.

Adapun larangan menebang/menghanguskan tanaman atau pepohonan


dapat terlihat dari kisah di mana diriwayatkan bahwa Abu Bakar, ketika ia
menjadi khalifah, mengirim pasukan ke Syam, dia berpesan agar pasukan
dalam melakukan peperangan (sedapat mungkin) tidak memotong atau
menebang pohon di daerah peperangan itu. 13

Riwayat tentang pesan/wasiat Khalifah Abu Bakar tersebut telah


dikemukakan oleh Malik bin Anas dalam al-Muwaththa’sebagai berikut. Saya
berwasiat kepada anda sepuluh macam :

1) Janganlah membunuh perempuan;

2) Janganlah membunuh anak-anak;

3) Janganlah membunuh orang-orang yang sudah tua;

4) Janganlah memotong pohon yang sedang berbuah;

5) Janganlah meruntuhkan bangunan;

6) Janganlah memotong domba;

7) Janganlah memotong unta, kecuali bila domba dan unta itu untuk dimakan;

13
Ibid.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 11


8) Janganlah membakar pohon kurma dan jangan pula menenggelamkannya
(memusnahkannya);

9) Janganlah berlaku khianat;

10) Janganlah menakut-nakuti (rakyat) (H. R. Malik, dari Yahya bin Sa’id).

Dari sepuluh wasiat Abu Bakar ini, dua diantaranya adalah: jangan
memotong pohon yang sedang berbuah, dan jangan membakar pohon kurma
dan jangan pula menenggelamkannya (memusnahkannya). Dari wasiat
tersebut dapat dipahami, bahwa dalam keadaan perang pun sedapat mungkin
dihindari pembabatan pohon-pohon, terutama yang sedang berbuah, karena
pohon-pohon tersebut sangat bermanfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.
Dalam kerangka ini pulalah, buah yang belum mencapai kematangannya,
dianjurkan untuk tidak dipetik karena hal ini berarti tidak memberi
kesempatan kepada makhluk itu untuk mencapai tujuan penciptaannya.14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

14
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Study Akhlak Tasawuf Dalam Perspektif Islam. Jakarta:

Amzah.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 12


Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Semua yang ada di bumi
termasuk alam semesta diciptakan untuk manusia. Seharusnya kita menyadari
bahwa Allah manciptakan segala sesuatunya untuk kemanfaatan manusia,
seperti halnya, dengan mengambil manfaat dari buah-buahan, jangan sampai
kita membuat kerusakan terhadapnya.

Oleh karena itu kita harus berakhlak baik kepada lingkungan yaitu
dengan menjaga, merawat dan melestarikannya sehingga akan terwujud
kehidupan yang aman damai sejahtera dan hal itu tentunya menjadi tujuan
adanya etika di dalam masyarakat baik berbangsa maupun bernegara.

B. Saran .

Marilah dengan bijak kita menyikapi musibah yang diberikan oleh


Allah SWT dan tetap berharap mudah-mudahan kita dijauhkan dari musibah
dan bencana, dengan cara dalam memanfaatkan SDA harus tetap
memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan agar tidak
menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan.

Akhlak Terhadap Limgkumgan 13

Anda mungkin juga menyukai