PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan
menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia
terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan,
serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Akhlak adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang
darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu
kepada pemikiran dan pertimbangan. Dalam pandangan akhlak Islam,
seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik
bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia
dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan
terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan
manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan.
Berdasarkan hal tersebut, maka di dalam makalah ini penulis membahas
tentang “Akhlak Terhadap Lingkungan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan?
2. Apa saja aspek-aspek akhlak terhadap lingkungan?
3. Apa saja prinsip-prinsip dalam pengelolaan lingkungan?
4. Kewajiban apa saja yang harus dilakukan oleh manusia terhadap
lingkungan?
C. Batasan Masalah
Di dalam makalah ini penulis hanya membahas tentang “Akhlak
Terhadap Lingkungan” beserta aspek- aspek yang berkaitan dengan hal
tersebut
PEMBAHASAN
1. Pengertian akhlak
2. Pengertian lingkungan.
1
Amin, Ahmad. 1955. Ethika (ilmu akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.
2
Ibid.
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani “ethos”
dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, akhlak, perasaan, cara
berpikir. Dalam bentuk jamak (taetha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan
3
Muhammad Al-Ghazali. Akhlak seorang muslim. Bandung: Pustaka Beta.
4
Drs. H. Ambo Asse. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-Ulum.Makassar:
Berkah Utami.
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
kewajiban moral.
c. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Budaya yang baik tentulah melahirkan sikap dan perilaku yang baik
pula kepada generasi penerusnya dimasa yang akan datang. Sedangkan
budaya yang buruk tercipta dari ulah sesorang atau sebagian kelompok yang
menentang nilai-nilai positif yang terkandung dalam masyarakat. Contoh
budaya baik adalah seorang ibu mengajari anaknya menanam pohon di
pekarangan rumah,agar rumah senantiasa indah. Contoh lain, membiasakan
diri bangun pagi, mengembangkan malu sebagai kontrol diri, dan lain
sebagainya.
5
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
1. Prinsip kepemilikan
Bahwa seluruh isi alam semesta adalah milik Tuhan dan ciptaan-
Nya. Prinsip ini merupakan bagian dari keyakinan tauhid seorang Muslim
sehingga mengingkarinya berimplikasi kufur. Prinsip ini juga merupakan
bagian yang inheren dengan kalimah syahadat atau kalimah tauhid.
Kalimat tauhid/syahadat (pengakuan akan keesaan Allah) diibaratkan oleh
al-Qur’an sebagai satu pohon yang akarnya teguh, cabangnya menjulang
ke langit dan menghasilkan setiap saat buah yang banyak lagi lezat.
Pengakuan akan keesaan Allah melahirkan sekian banyak buah. Salah
satunya adalah keyakinan, bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Allah dan
milik-Nya. Kepemilikan Tuhan atas alam seluruhnya ini ditegaskan pada
ayat (Q.S. al-Baqarah: 284)
6
http://badalfatanrayhan.blogspot.com/2011/04/ilmu-budaya-dasar-dan-kaitannya-
dengan.html.
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi.Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan
kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Kata lillah( ) هلل, yang memulai ayat ini biasa diterjemahkan dengan
milik-Nya. Oleh banyak pakar tafsir kata tersebut tidak hanya dipahami
dalam arti milik-Nya, tetapi juga hasil ciptaan-Nya serta Pengelola dan
Pengatur-Nya. Memang seluruh jagat raya adalah ciptaan Allah, milik-Nya
dan disamping itu Dia Pengelola dan Pengatur-Nya, sehingga semua
tunduk kepada-Nya suka atau tidak.7
2. Prinsip Istikhlaf
آ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َوأَنفِقُوا ِم َّما َج َعلَ ُكم ُّم ْست َْخلَفِينَ فِي ِه ۖ فَالَّ ِذينَ آ َمنُوا ِمن ُك ْم َوأَنفَقُوا
لَهُ ْم أَجْ ٌر َكبِي ٌر
Artinya:
7
Drs. H. Ambo Asse. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-Ulum.Makassar:
Berkah Utami.
8
Muhammad Al-Ghazali. Akhlak seorang muslim. Bandung: Pustaka Beta.
Terjemahnya:
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air
hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah
menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan
kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus
menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam
dan siang.”
9
Anwar, Rosihan. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.
10
Ibid.
ان َوإِيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى ع َِن ْالفَحْ َشا ِء ِ إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل ِ حْ َس
ََو ْال ُمن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون
Artinya:
Berlaku adil dan ihsan yang diperintahkan dalam ayat ini, selama ini
dipahami, sebagai berlaku adil dan ihsan hanya kepada manusia. Tetapi
dari berbagai hadis dan praktek amaliah Rasulullah SAW diketahui, bahwa
berlaku adil dan ihsan itu tidak hanya terbatas terhadap manusia tetapi juga
kepada makhluk lain seperti binatang dan tumbuhan, bahkan terhadap
benda mati sekali pun.
5. Prinsip Peruntukan
Terjemahnya:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu.”
11
Mustofa, A, 1997. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.
ُصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ْغ ِرسُ غَرْ سًا إِاَّل َكانَ َما أُ ِك َل ِم ْنهُ لَهَ ِ قَا َل َرسُو ُل هَّللا
ُت الطَّ ْي ُر فَه َُو لَه ْ َص َدقَةٌ َو َما أَ َكل
َ ُص َدقَةٌ َو َما أَ َك َل ال َّسبُ ُع ِم ْنهُ فَه َُو لَه
َ ُق ِم ْنهُ لَهَ ص َدقَةً َو َما س ُِر
َ
َ ُص َدقَةٌ َواَل يَرْ َز ُؤهُ أَ َح ٌد إِاَّل َكانَ لَه
)ص َدقَةٌ (رواه مسلم َ
Artinya :
Rasulullah SAW bersabda, tiadalah seseorang dari kalangan orang Islam yang
menanam tanaman, kecuali dia mendapat pahala sedekah atas hasil tanaman
yang telah dimakannya. Apa yang telah dicuri (oleh orang) dari tanaman itu,
maka dia (si penanam) mendapat pahala sedekah. Apa yang dimakan oleh
binatang buas dari tanaman itu, maka dia (si penanam) juga mendapat pahala
sedekah, dan apa yang dimakan oleh burung dari tanaman itu, maka dia (si
penanam) mendapat pahala sedekah. Dan tidaklah seseorang dapat
mengambilnya, terkecuali bahwa si penanam tetap mendapat pahala sedekah
(H. R. Muslim, dari Jabir).12
Artinya :
7) Janganlah memotong unta, kecuali bila domba dan unta itu untuk dimakan;
13
Ibid.
10) Janganlah menakut-nakuti (rakyat) (H. R. Malik, dari Yahya bin Sa’id).
Dari sepuluh wasiat Abu Bakar ini, dua diantaranya adalah: jangan
memotong pohon yang sedang berbuah, dan jangan membakar pohon kurma
dan jangan pula menenggelamkannya (memusnahkannya). Dari wasiat
tersebut dapat dipahami, bahwa dalam keadaan perang pun sedapat mungkin
dihindari pembabatan pohon-pohon, terutama yang sedang berbuah, karena
pohon-pohon tersebut sangat bermanfaat bagi manusia dan makhluk lainnya.
Dalam kerangka ini pulalah, buah yang belum mencapai kematangannya,
dianjurkan untuk tidak dipetik karena hal ini berarti tidak memberi
kesempatan kepada makhluk itu untuk mencapai tujuan penciptaannya.14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
14
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Study Akhlak Tasawuf Dalam Perspektif Islam. Jakarta:
Amzah.
Oleh karena itu kita harus berakhlak baik kepada lingkungan yaitu
dengan menjaga, merawat dan melestarikannya sehingga akan terwujud
kehidupan yang aman damai sejahtera dan hal itu tentunya menjadi tujuan
adanya etika di dalam masyarakat baik berbangsa maupun bernegara.
B. Saran .