Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR RUJUKAN AYAT

I.DASAR-DASAR KEPERCAYAAN

1.An-Nahl: 89

َ ‫ث فِي ُك ِّل أ ُ َّم ٍة َش ِهي ًدا َعلَي ِْهم مِّنْ أَنفُسِ ِه ْم َو ِج ْئ َنا ِب‬
َ ‫ك َش ِه ًيدا َعلَى َهؤُ اَل ِء َو َن َّز ْل َنا َعلَ ْي َك ا ْل ِك َت‬
ِّ ‫اب تِ ْب َيا ًنا لِّ ُكل‬ ُ ‫َو َي ْو َم َنب َْع‬
َ‫ش َرى لِ ْل ُم ْسلِمِين‬ْ ‫ش ْي ٍء َو ُهدًى َو َر ْح َم ًة َو ُب‬ َ
(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari
mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan
Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

Tafsir Jalalain : (Dan) ingatlah (akan hari ketika Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas
mereka dari mereka sendiri) yakni nabi mereka sendiri (dan Kami datangkan kamu) hai Muhammad
(menjadi saksi atas mereka) bagi kaummu. (Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab) yakni Alquran (untuk
menjelaskan) untuk menerangkan (segala sesuatu) yang diperlukan oleh umat manusia menyangkut
masalah syariat (dan petunjuk) supaya jangan tersesat (serta rahmat dan kabar gembira) memperoleh
surga (bagi orang-orang yang beriman) bagi orang-orang yang mentauhidkan Allah.

Tafsir Ibnu Katsir : Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh
umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. Allah Subhanahu wa
ta'ala. berfirman kepada hamba dan rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad ShallAllahu 'alaihi wa sallam. :
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari
mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. (An-Nahl: 89) Yakni
atas umatmu. Maksudnya, ingatlah kamu akan hari itu dan kengerian yang ada padanya serta kemuliaan
yang besar dan kedudukan yang tinggi yang diberikan oleh Allah kepadamu pada hari itu. Ayat ini
mempunyai makna yang mirip dengan ayat yang sahabat Abdullah ibnu Mas'ud menghentikan
bacaannya pada ayat tersebut. Ayat yang dimaksud adalah ayat surat An-Nisa, yaitu firman-Nya: Maka
bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-
tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu. (An-Nisa: 41)
Ketika bacaan sahabat Ibnu Mas'ud sampai pada ayat ini, Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam.
bersabda kepadanya, ""Cukup, "" yakni hentikan bacaanmu. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa lalu ia
berpaling melihat Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam. , tiba-tiba ia melihat kedua mata Rasulullah
ShallAllahu 'alaihi wa sallam. mencucurkan air matanya. Firman Allah Subhanahu wa ta'ala. : Dan Kami
turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89) Ibnu Mas'ud
mengatakan bahwa telah dijelaskan kepada kita di dalam Al-Qur'an ini semua ilmu dan segala sesuatu.
Menurut Mujahid, telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an semua perkara halal dan haram. Pendapat Ibnu
Mas'ud lebih umum dan lebih mencakup, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu mencakup semua ilmu
yang bermanfaat, menyangkut berita yang terdahulu dan pengetahuan tentang masa mendatang.
Disebutkan pula semua perkara halal dan haram, serta segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia
dalam urusan dunia, agama, penghidupan, dan akhiratnya. dan sebagai petunjuk. (An-Nahl: 89) buat
manusia yang berhati. serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (An-Nahl:
89) Al-Auza'i mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami turunkan kepadamu Al-
Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89) Yang dimaksud dengan menjelaskan
dalam ayat ini ialah menjelaskan Al-Qur'an dengan Sunnah. Segi kaitan yang terdapat antara firman
Allah Subhanahu wa ta'ala. yang mengatakan: Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab. (An-Nahl: 89)
dengan firman-Nya yang mengatakan: dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas
mereka. (An-Nahl: 89) Dimaksudkan hanya Allah Yang Lebih Mengetahui bahwa Tuhan yang mewajibkan
atas kamu untuk menyampaikan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu, kelak Dia akan menanyakan hal
tersebut pada hari kiamat. Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-
rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6) Maka
demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan
dahulu. (Al-Hijr: 92-93) (Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya
(kepada mereka), ""Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian'"" Para rasul menjawab, ""Tidak
ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib.""
(Al-Maidah: 109) Adapun Firman Allah Subhanahu wa ta'ala. : Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu
(melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.
(Al-Qashash: 85) Maksudnya, sesungguhnya Tuhan yang telah mewajibkan atas kamu untuk
menyampaikan Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu kepada-Nya. Dia akan
mengembalikan kamu pada hari kiamat dan akan menanyai kamu tentang penyampaian apa yang telah
diwajibkan atas dirimu. Demikianlah menurut salah satu pendapat yang ada, dan pendapat ini
menyampaikan alasan yang cukup baik.".

2.Al-Ikhlas:1-4

‫قُ ْل ه َُو هَّللا ُ أَ َح ٌد‬


Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa

Tafsir Jalalain: (Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa") lafal Allah adalah Khabar dari lafal Huwa,
sedangkan lafal Ahadun adalah Badal dari lafal Allah, atau Khabar kedua dari lafal Huwa.

َّ ‫هَّللا ُ ال‬
‫ص َم ُد‬
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu

Tafsir Jalalain: (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu) lafal ayat ini terdiri dari
Mubtada dan Khabar; artinya Dia adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk
selama-lamanya.

‫َل ْم َيل ِْد َو َل ْم يُو َل ْد‬


Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan

Tafsir Jalalain : (Dia tiada beranak) karena tiada yang menyamai-Nya (dan tiada pula diperanakkan)
karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya.

‫َو َل ْم َي ُكن لَّ ُه ُكفُ ًوا أَ َح ٌد‬


dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia"
Tafsir Jalalain : (Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia) atau yang sebanding dengan-Nya,
lafal Lahu berta'alluq kepada lafal Kufuwan. Lafal Lahu ini didahulukan karena dialah yang menjadi
subjek penafian; kemudian lafal Ahadun diakhirkan letaknya padahal ia sebagai isim dari lafal Yakun,
sedangkan Khabar yang seharusnya berada di akhir mendahuluinya; demikian itu karena demi menjaga
Fashilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat.

Tafsir Ibnu Katsir : Tafsir Surat Al-Ikhlas: 1-4 Katakanlah, ""Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan latar
belakang penurunannya. Ikrimah mengatakan bahwa ketika orang-orang Yahudi berkata, ""Kami
menyembah Uzair anak Allah. "" Dan orang-orang Nasrani mengatakan, ""Kami menyembah Al-Masih
putra Allah. "" Dan orang-orang Majusi mengatakan, ""Kami menyembah matahari dan bulan. "" Dan
orang-orang musyrik mengatakan. Kami menyembah berhala. "" Maka Allah menurunkan firman-Nya
kepada Rasul-Nya: Katakanlah. Dialah Allah Yang Maha Esa. (Al-Ikhlas: 1) Yakni Dialah Tuhan Yang Satu,
Yang Esa, Yang tiada tandingan-Nya, tiada pembantu-Nya, tiada lawan-Nya, tiada yang serupa dengan-
Nya, dan tiada yang setara dengan-Nya. Lafal ini tidak boleh dikatakan secara i'sbat terhadap seseorang
kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala Karena Dia Mahasempurna dalam segala sifat dan perbuatan-
Nya. Firman Allah Subhanahu wa ta'ala: Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Ikrimah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah
yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam kebutuhan dan sarana mereka. Ali ibnu Abu Talhah
telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah Tuhan Yang Mahasempurna
dalam perilaku-Nya, Mahamulia yang Mahasempurna dalam kemuliaan-Nya, Mahabesar yang
Mahasempurna dalam kebesaran-Nya, Maha Penyantun yang Mahasempurna dalam sifat penyantun-
Nya, Maha Mengetahui yang Mahasempurna dalam pengetahuan-Nya, dan Mahabijaksana yang
Mahasempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dialah Allah Yang Mahasempurna dalam kemuliaan dan
akhlak-Nya. Dan hanya Dialah Allah subhanahu wa ta’ala yang berhak memiliki sifat ini yang tidak layak
bagi selain-Nya. Tiada yang dapat menyamai-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya, Mahasuci Allah
Yang Maha Esa lagi Mahamenang. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Syaqiq, dari Abu Wa'il sehubungan
dengan makna firman-Nya: yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Tuhan Yang
akhlak-Nya tiada yang menandingi-Nya. ‘Ashim telah meriwayatkan hal yang semisal dari Abu Wa'il, dari
Ibnu Mas'ud. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya:
Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Yakni As-Sayyid alias penguasa. Al-Hasan dan
Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Yang Kekal sesudah makhluknya. Al-Hasan
telah mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Artinya Yang Hidup, Yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, Yang tiada
kematian bagi-Nya. Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Yang tidak ada sesuatu pun keluar dari-Nya dan tidak makan.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Seakan-akan pendapat ini menjadikan firman berikutnya merupakan tafsirnya, yaitu
firman-Nya: Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (Al-Ikhlas: 3) Pendapat ini merupakan
pendapat yang jayyid. Dalam hadits terdahulu telah disebutkan melalui riwayat Ibnu Jarir, dari Ubay
ibnu Ka'b sebuah hadits mengenainya yang menerangkannya dengan jelas. Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas,
Sa'id ibnul Musayyab, Mujahid, Abdullah ibnu BuraidaJi dan Ikrimah juga, serta Sa'id ibnu Jubair, ‘Atha’
ibnu Abu Rabah, Atiyyah Al-Aufi, Adh-Dhahhak, dan As-Suddi telah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Yakni tiada berongga.
Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Maksudnya, yang padat dan tiada berongga. Asy-
Sya'bi mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang tidak makan dan tidak minum. Abdullah
ibnu Buraidah mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Yaitu cahaya yang berkilauan. Semua pendapat di atas diriwayatkan oleh
Ibnu Abu Hatim, Al-Baihaqi, dan At-Ath-Thabarani, demikian pula Abu Ja'far ibnu Jarir telah
mengetengahkan sebagian besar darinya berikut sanad-sanadnya. Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa
telah menceritakan kepadaku Al-Abbas ibnu Abu Thalib, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Amr ibnu Rumi, dari Ubaidillah ibnu Sa'id penuntun Al-A'masy, telah menceritakan kepada kami
Saleh ibnu Hayyan, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia merasa yakin
bahwa Buraidah telah me-rafa '-kan hadits berikut; ia mengatakan bahwa As-Samad artinya yang tiada
berongga. Ini gharib sekali, tetapi yang shahih hal ini mauquf hanya sampai pada Abdullah ibnu
Buraidah. Al-Hafidzh Abul Qasim At-Ath-Thabarani dalam kitab sunahnya mengatakan sesudah
mengetengahkan banyak pendapat tentang tafsir As-Samad. Bahwa semuanya itu benartermasuk sifat
Rabb kita; yaitu yang menjadi tempat bergantung bagi segala keperluan. Dia adalah menjadi tujuan
semuanya. Dia tidak berongga, tidak makan, dan tidak minum. Dan Dia kekal sesudah semua makhluk
fana. Hal yang semisal dikatakan oleh Baihaqi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dia tiada beranak dan
tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 3-4) Dia tidak
beranak, tidak diperanakkan, dan tidak mempunyai istri. Mujahid mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 4) Yakni tiada beristri;
hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana
Dia mempunyai anak, padahal Dia tidak mempunyai istri, Dia menciptakan segala sesuatu. (Al-An'am:
101) Yaitu Dialah Yang memiliki segala sesuatu dan Yang Menciptakannya, maka mana mungkin Dia
mempunyai tandingan dari kalangan makhluk-Nya yang menyamai-Nya atau mendekati-Nya, Mahatinggi
lagi Mahasuci Allah dari semuanya itu. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Dan mereka berkata,
""Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan
sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah,
dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.
Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun
di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.
Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang
teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam:
88-95) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan mereka berkata, Tuhan Yang Maha Pemurah telah
mengambil (mempunyai) anak, Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-
hamba Allah yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya. (Al-Anbiya: 26-27) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan
mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa
mereka benar-benar akan diseret (ke neraka). Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan. (Ash-
Shaffat: 158-159) Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan: Tiada seorangpun yang lebih sabar daripada
Allah terhadap perlakuan yang menyakitkan: sesungguhnya mereka menganggap Allah beranak, padahal
Dialahy ang memberi mereka rezeki dan kesejahteraan. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami
Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam Yang telah bersabda:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ""Anak Adam telah mendustakan Aku padahal Allah tidak pernah
berdusta dan anak Adam mencaci maki Aku padahal tidak layak baginya mencaci maki Dia. Adapun
pendustaannya terhadap-Ku ialah ucapannya yang mengatakan bahwa Dia tidak akan mengembalikanku
hidup kembali. Sebagaimana Dia menciptakanku pada permulaan padahal penciptaan pertama itu
tidaklah lebih mudah bagi-Ku dari pada mengembalikannya. Dan adapun caci makinya kepada-Ku ialah
ucapannya yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. Padahal Aku adalah Tuhan Yang Maha Esa,
yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku tidak beranak dan tidak diperanakan, dan tidak ada
yang setara dengan-Ku. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula melalui hadits Abdur Razzaq, dari
Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafal yang semisal;
Imam Bukhari meriwayatkan keduanya secara munfarid melalui dua jalur tersebut. ".

3. Al-Hadid : 3

ِ َ‫ه َُو اأْل َ َّو ُل َواآْل ِخ ُر َوالظَّا ِه ُر َو ْالب‬


‫اطنُ َوهُ َو بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.

Tafsir Jalalain : (Dialah Yang Awal) sebelum segala sesuatu ada, keawalan Dia tidak ada permulaannya
(dan Yang Akhir) sesudah segala sesuatu berakhir, keakhiran-Nya tanpa batas (dan Yang Maha Zahir)
melalui bukti-bukti yang menunjukkan kezahiran Nya (dan Yang Batin) yakni tidak dapat dilihat dan
ditemukan oleh panca indra (dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu).

Tafsir Ibnu Katsir : Semua yang berada di langit dan bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan
kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit
dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal
dan Yang Akhir, YangZahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Allah subhanahu
wa ta’ala menceritakan bahwa bertasbih kepada-Nya semua makhluk yang ada di langit dan di bumi,
yakni semua makhluk hidup dan tetumbuhan. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya: Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak
ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih
mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44) Adapun firman
Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Dialah Yang Mahaperkasa. (Al-Hadid: 1) yang tunduk patuh kepada-Nya
segala sesuatu. lagi Mahabijaksana. (Al-Hadid: 1) terhadap makhluk-Nya lagi Mahabijaksana dalam
perintah dan syariatNya. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan
mematikan. (Al-Hadid: 2) Yakni Dialah yang memiliki lagi yang mengatur makhluk-Nya, maka Dia
menghidupkan dan mematikan, juga memberikan apa yang dikehendaki-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Hadid: 2) Yaitu apa yang dikehendaki-Nya
pasti ada, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tiada. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dialah
Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan YangBatin. (Al-Hadid: 3) Ayat inilah yang diisyaratkan oleh
hadits Irbad ibnu Sariyah, bahwa ayat ini lebih utama daripada seribu ayat. Abu Dawud mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Abbas ibnu Abdul Azim, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami
Abu Zamil yang mengatakan, ""Aku pernah berkata kepada Ibnu Abbas, 'Coba terka apakah yang sedang
kusimpan di dalam hatiku. ' Ibnu Abbas balik bertanya, 'Coba terangkan, apakah itu'' Aku menjawab,
'Demi Allah, aku tidak akan mengutarakannya. ' Ibnu Abbas berkata, 'Apakah suatu dosa'"" Lalu Ibnu
Abbas berkata, 'Tiada seorang pun yang selamat dari dosa. ' Ia mengatakan ini sambil tertawa. "" Ibnu
Abbas melanjutkan, bahwa hingga Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Maka jika kamu
(Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka
tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang
kebenaran kepadamu dari Tuhanmu. (Yunus: 94), hingga akhir ayat. Dan Ibnu Abbas berkata lagi
kepadaku, ""Jika kamu merasakan sesuatu dalam dirimu, maka bacalah firman-Nya: 'Dialah Yang Awal
dan Yang Akhir, Yang Zahir dan YangBatin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu' (Al-Hadid: 3). ""
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna ayat ini, pendapat mereka kurang lebih ada
belasan. Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa Yahya telah berkata bahwa yang dimaksud dengan Zahir
ialah mengetahui lahiriah segala sesuatu. Dan yang dimaksud dengan Batin ialah mengetahui apa yang
tersimpan dalam diri segala sesuatu. Guru kami Al-Hafidzh Al-Mazi mengatakan bahwa Yahya ini adalah
Ibnu Ziad Al-Farra, dia mempunyai sebuah karya tulis yang berjudul Ma'anil Qur'an. Dan mengenai
makna ayat ini banyak hadits yang menerangkannya, antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad. Disebutkan bahwa: . telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Iyasy, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
shallAllahu ‘alaihi wa sallam sering membaca doa ini di saat menjelang tidurnya, yaitu: Ya Allah, Tuhan
Yang Menguasai tujuh langit dan Tuhan yang menguasai 'Arasy yang besar. Ya Tuhan kami, Tuhan segala
sesuatu, Yang menurunkan Taurat, Injil, danAl-Quran, Yang membelah biji dan benih, tiada Tuhan yang
berhak disembah selain Engkau. Aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan segala sesuatu,
Engkaulah yang memegang ubun-ubunnya. Engkau adalah Yang Awal, maka tiada sesuatu pun sebelum
Engkau. Dan Engkau adalah Yang Akhir, maka tiada sesuatu pun sesudah Engkau. Dan Engkau Yang Zahir,
maka tiada sesuatu pun di atas Engkau. Dan Engkau Yang Batin, maka tiada sesuatu pun di balik Engkau.
Tunaikanlah dari kami utang-utang kami, dan berilah kami kecukupan dari kefakiran. Imam Muslim
meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb, telah
menceritakan kepada kami Suhail yang mengatakan bahwa dahulu Abu Saleh menganjurkan kepada
kami bahwa apabila seseorang dari kami hendak tidur, hendaklah ia berbaring pada lambung kanannya,
kemudian mengucapkan doa berikut: Ya Allah, Tuhan yang menguasai langit, Tuhan yang menguasai
bumi, Tuhan yang menguasai Arasy yang besar. Ya Tuhan kami dan Tuhan yang menguasai segala
sesuatu, Yang membelah biji dan benih, Yang menurunkan Taurat, Injil, dan Al-Quran, aku berlindung
kepada Engkau dari kejahatan setiap makhluk yang jahat yang ubun-ubunnya berada di genggaman-Mu.
Ya Allah, Engkau adalah Yang Awal, maka tiada sesuatu pun sebelum Engkau; dan Engkau Yang Akhir,
maka tiada sesuatu pun sesudah Engkau; dan Engkau YangZahir, maka tiada sesuatu pun di atas Engkau;
dan Engkau Yang Batin, maka tiada sesuatu pun di balik Engkau. Maka tunaikanlah dari kami utang-
utang kami dan berilah kami kecukupan dari kefakiran. Tersebutlah bahwa Abu Saleh meriwayatkan
hadits ini dari Abu Hurairah, dari Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam Al-Hafidzh Abu Ya'la Al-Mausuli telah
meriwayatkan di dalam kitab musnadnya, dari Aisyah Ummul Muminin hal yang semisal dengan hadits
ini. Untuk itu dia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Uqbah, telah menceritakan kepada kami
Yunus, telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Ismail, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, dari Aisyah
yang mengatakan bahwa sudah menjadi kebiasaan Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kepadanya untuk menggelarkan kasurnya, maka digelarkanlah kasurnya dengan
menghadap ke arah kiblat. Dan apabila beliau shallAllahu ‘alaihi wa sallam merebahkan diri di atasnya,
maka beliau jadikan telapak tangan kanannya sebagai bantal, lalu bergumam yang tidak kuketahui apa
yang dibacanya. Dan apabila malam hari menjelang akhirnya, maka beliau shallAllahu ‘alaihi wa sallam
mengeraskan suaranya seraya membaca doa berikut: Ya Allah, Tuhan Yang menguasai tujuh langit,
Tuhan Yang menguasai Arasy yang besar, Tuhan segala sesuatu dan Yang menurunkan Taurat, Injil, dan
Al-Quran, Yang membelah biji dan benih, aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan segala sesuatu
yang Engkau pegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkau adalah Yang Awal yang tiada sesuatu pun sebelum
Engkau, dan Engkau adalah Yang Akhir yang tiada sesuatu pun sesudah Engkau; dan Engkau Yang Zahir,
maka tiada sesuatu pun di atas Engkau; dan Engkau Yang Batin, maka tiada sesuatu pun di balik Engkau.
Tunaikanlah dari kami utang-utang kami, dan berilah kami kecukupan dari kefakiran. As-Sirri ibnu Ismail
ini adalah anak lelaki pamannya Asy-Sya'bi, dia orangnya dha’if hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Abu Isa alias Imam At-Tirmidzi dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu
ibnu Humaid dan lainnya yang bukan hanya seorang, tetapi semuanya meriwayatkan hal yang sama.
Mereka mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan
kepada kami Syaiban ibnu Abdur Rahman, dari Qatadah yang telah mengatakan bahwa Al-Hasan telah
menceritakan dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ketika Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam
sedang duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba mendung menutupi mereka, maka Nabi shallAllahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ""Tahukah kalian, apakah awan ini'"" Mereka menjawab, ""Allah dan Rasul-
Nya lebih mengetahui. "" Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ""Awan inilah yang menyirami
bumi, awan ini digiring menuju ke tempat suatu kaum yang tidak mensyukuri Allah dan tidak pernah
berdoa kepada Allah. "" Kemudian Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ""Tahukah kalian apakah
yang ada di atas kalian'"" Mereka menjawab, ""Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. "" Nabi
shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Sesungguhnya di atas kalian adalah langit yang tinggi yang
merupakan atap yang terpelihara dan gelombang yang tertutup. "" Kemudian Nabi shallAllahu ‘alaihi wa
sallam bertanya, ""Tahukah kalian, berapakah jarak antara kalian dan langit itu'"" Mereka berkata,
""Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. "" Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Jarak antara
kalian dan langit adalah lima ratus tahun. "" Kemudian Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
""Tahukah kalian apakah yang ada di atasnya'"" Mereka menjawab, ""Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui. "" Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Sesungguhnya di atas itu ada langit lagi
yang jarak di antara keduanya adalah perjalanan lima ratus tahun, "" hingga Nabi shallAllahu ‘alaihi wa
sallam menyebutkannya sampai tujuh langit, dan bahwa jarak antara tiap-tiap dua langit sama dengan
jarak antara langit dan bumi. Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ""Tahukah kalian apakah yang
ada di atas semuanya itu'"" Mereka menjawab, ""Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. "" Nabi
shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Sesungguhnya di atas semuanya itu terdapat 'Arasy yang jarak
antara 'Arasy dan langit (yang ketujuh) sama dengan jarak antara satu langit ke langit yang lainnya. Nabi
shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Tahukah kalian, apakah yang ada di bawah kalian'"" Mereka
menjawab, ""Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. "" Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
""Sesungguhnya yang di bawah kalian adalah bumi. "" Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
""Tahukah kalian apa yang ada di bawah bumi'"" Mereka menjawab, ""Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui. "" Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Sesungguhnya di bawah bumi ini terdapat
bumi lainnya yang jarak di antara keduanya sama dengan perjalanan lima ratus tahun, "" hingga Nabi
shallAllahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sampai tujuh lapis bumi, dan bahwa jarak dari satu bumi ke
bumi yang lainnya sama dengan perjalanan lima ratus tahun. "" Kemudian Rasulullah shallAllahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ""Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, seandainya kalian
mengulurkan tambang ke bumi yang paling bawah, tentulah tambang itu akan turun sampai kepada
Allah. "" Lalu Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dialah Yang
Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan YangBatin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Hadid: 3)
Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib bila ditinjau dari segi jalurnya.
Diriwayatkan pula dari Ayyub, Yunus ibnu Ubaid, dan Ali ibnu Zaid, mereka mengatakan bahwa Al-Hasan
belum pernah mendengar dari Abu Hurairah. Sebagian ahlul 'ilmi menakwilkan makna hadits ini. Mereka
mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan 'turun sampai kepada Allah' ialah ilmu-Nya,
kekuasaan-Nya, dan pengaruh-Nya. Karena sesungguhnya ilmu, kekuasaan, dan pengaruh Allah
subhanahu wa ta’ala itu berada di mana-mana dan di semua tempat, sedangkan Dia di atas 'Arasy,
sebagaimana yang disebutkan di dalam Kitab-Nya. Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini melalui
Syuraih, dari Al-Hakam ibnu Abdul Malik, dari Qatadah, dari Al-Hasan dan Abu Hurairah, dari Nabi
shallAllahu ‘alaihi wa sallam, lalu disebutkan hal yang semisal. Dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa
jarak dari satu bumi ke bumi lainnya adalah perjalanan tujuh ratus tahun. Disebutkan juga bahwa
seandainya seseorang dari kalian menjulurkan tambang ke bumi lapis yang ketujuh, niscaya sampailah
tambang itu kepada Allah. Kemudian Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam membaca firman-Nya: Dialah
Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-
Hadid: 3) Ibnu Abu Hatim dan Al-Bazzar meriwayatkan hadits ini melalui Abu Ja'far Ar-Razi, dari Qatadah,
dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah, lalu disebutkan hadits yang semisal. Tetapi Ibnu Abu Hatim tidak
menyebutkan bagian terakhirnya, yaitu bahwa seandainya kamu menjulurkan tambang. Akan tetapi,
yang disebutkannya ialah hingga menghitung tujuh lapis bumi yang jarak antara satu lapis bumi ke lapis
bumi lainnya sama dengan perjalanan lima ratus tahun. Kemudian Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa
sallam membaca firman-Nya: Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, YangZahir dan YangBatin; dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Al-Hadid: 3) Dan Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkan
hadits ini dari Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam selain Abu Hurairah. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari
Bisyr, dari Yazid, dari Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dialah Yang Awal dan
Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin. (Al-Hadid: 3) Telah diceritakan kepada kami bahwa ketika Nabi
shallAllahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk di antara para sahabatnya, tiba-tiba berlalulah di atas mereka
sekumpulan awan. Maka Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ""Tahukah kalian, awan apakah
ini'"" Kemudian dilanjutkan seperti konteks yang ada pada hadits Imam At-Tirmidzi, hanya berdasarkan
riwayat ini predikat hadits adalah mursal, dan barangkali jalur inilah yang terkenal; hanya Allah-lah Yang
Maha Mengetahui. Telah diriwayatkan pula hal ini melalui hadits Abu Dzar Al-Gifari yang dikemukakan
oleh Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya, dan Imam Baihaqi di dalam Kitabul Asma Was Sifat, tetapi
sanadnya masih perlu diteliti dan di dalam matannya terdapat hal yang gharib dan munkar; dan hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Jarir sehubungan dengan firman-Nya: dan seperti itu pula bumi.
(Ath-Thalaq: 12) telah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Qatadah yang mengatakan bahwa empat
malaikat bersua di antara langit dan bumi. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain,
""Dari manakah kamu datang'"" Seseorang dari mereka menjawab, ""Tuhanku telah mengutusku dari
langit yang ketujuh dan Dia kutinggalkan di sana. "" Kemudian yang lainnya berkata, ""Tuhanku telah
mengutusku dari bumi yang ketujuh, dan Dia kutinggalkan di sana. "" Yang lainnya berkata, ""Tuhanku
telah mengutusku dari arah timur dan Dia kutinggalkan di sana. "" Dan yang lainnya lagi berkata,
""Tuhanku telah mengutusku dari arah barat dan Dia kutinggalkan di sana. "" Hadits ini gharib sekali,
dan adakalanya hadits yang pertama tadi mauquf hanya. sampai pada Qatadah, sebagaimana pula
hadits ini, yaitu dari perkataan Qatadah sendiri; dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. ".

4.Al-Baqarah : 115

‫َوهَّلِل ِ ْال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِربُ َفأ َ ْي َن َما ُت َولُّوا َف َث َّم َو ْج ُه هَّللا ِ إِنَّ هَّللا َ َواسِ ٌع َعلِي ٌم‬
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Tafsir Jalalin : Ketika orang-orang Yahudi mengecam penggantian kiblat atau tentang salat sunah di atas
kendaraan selama dalam perjalanan dengan menghadap ke arah yang dituju, turunlah ayat, (Dan milik
Allahlah timur dan barat) karena keduanya merupakan ujung dan pangkalnya, (maka ke mana saja kamu
menghadap) maksudnya menghadapkan mukamu di waktu salat atas titah-Nya, (maka di sanalah) di
arah sanalah (wajah Allah) maksudnya kiblat yang diridai-Nya. (Sesungguhnya Allah Maha Luas)
maksudnya kemurahan-Nya meliputi segala sesuatu (lagi Maha Mengetahui) tentang pengaturan
makhluk-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Makna ayat ini
hanya Allah yang mengetahuinya merupakan penghibur bagi Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat yang telah diusir dari Mekah dan berpisah meninggalkan masjid dan tempat shalat mereka.
Pada mulanya Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam shalat di Mekah menghadap ke arah Baitul
Maqdis, sedangkan Ka'bah berada di hadapannya. Ketika beliau shallAllahu ‘alaihi wa sallam tiba di
Madinah, beliau masih menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan.
Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala memalingkannya ke arah Ka'bah. Karena itu, Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kamu menghadap, di
situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115) Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam telah meriwayatkan di dalam
kitab Nasikh wal Mansukh, telah menceritakan kepada kami Hajaj ibnu Muhammad, telah menceritakan
kepada kami Juraij dan Usman ibnu ‘Atha’, dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa bagian
permulaan dari Al-Qur'an yang dimansukh bagi kami menurut apa yang diceritakan kepada kami hanya
Allah Yang lebih mengetahui adalah mengenai masalah kiblat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan
kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-
Baqarah: 115) Maka Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke arah Baitul Maqdis dalam
salatnya dan meninggalkan arah Baitul 'Atiq (Ka'bah). Kemudian Allah me-nasakh-Nya dan
memalingkannya ke arah Baitul 'Atiq, yaitu melalui firman-Nya: Dan dari mana saja kamu berangkat,
maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu sekalian berada, maka
palingkanlah wajahmu ke arahnya. (Al-Baqarah: 150) Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa permulaan ayat Al-Qur'an yang di-mansukh adalah mengenai masalah kiblat.
Hal ini terjadi ketika Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah yang penduduknya antara
lain adalah orang-orang Yahudi. Maka Allah memerintahkannya untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis
(dalam salatnya), hingga orang-orang Yahudi gembira melihat hal itu. Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa
sallam menghadap ke arah Baitul Maqdis (dalam salatnya) selama belasan bulan, padahal Rasulullah
shallAllahu ‘alaihi wa sallam sendiri lebih menyukai kiblat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam (yaitu Ka'bah).
Karena itu, beliau shallAllahu ‘alaihi wa sallam selalu menengadahkan pandangannya ke langit. Maka
Allah menurunkan firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit sampai
dengan firman-Nya maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (Al-Baqarah: 144-150) Melihat hal tersebut
orang-orang Yahudi merasa curiga, lalu mereka berkata, ""Apakah gerangan yang memalingkan mereka
dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang pada mulanya mereka telah berkiblat kepada-Nya'"" Lalu Allah
Subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Katakanlah, ""Kepunyaan Allah-lah timur dan barat.""
(Al-Baqarah: 142) Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115)
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, ""Maka ke mana pun
kalian menghadap, di situlah wajah Allah"" (Al-Baqarah: 115). Yang dimaksud dengan wajah Allah ialah
kiblat Allah, yakni ke mana pun kamu menghadap, di situlah kiblat Allah, baik ke arah timur ataupun ke
arah barat. Mujahid mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya, ""Maka ke mana pun kalian
menghadap, di situlah wajah Allah"" (Al-Baqarah: 115), yakni di mana pun kalian berada, maka
menghadaplah kalian ke arah kiblat yang kalian sukai, yaitu Ka'bah. Sesudah mengetengahkan riwayat
atsar di atas, Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sebuah atsar mengenai pe-nasakh-an
kiblat ini melalui ‘Atha’, dari Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan dari Abul Aliyah, Al-Hasan, ‘Atha’ Al-
Khurrasani, Ikrimah, Qatadah, As-Suddi, dan Zaid ibnu Aslam hal yang semisal. Ibnu Jarir mengatakan,
ulama lainnya bahkan ada yang mengatakan bahwa Allah menurunkan ayat ini sebelum ada kewajiban
menghadap ke arah Ka'bah. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat ini hanya untuk
memberitahukan kepada Nabi-Nya dan para sahabatnya bahwa dalam salatnya mereka boleh
menghadapkan wajah ke arah mana pun yang mereka sukai di antara arah timur dan barat. Karena
sesungguhnya tidak sekali-kali mereka menghadapkan wajahnya ke suatu arah mana pun melainkan
Allah Subhanahu wa ta’ala berada di arah tersebut, mengingat semua arah timur dan barat hanyalah
milik-Nya belaka; dan bahwa tiada suatu arah pun melainkan Allah Subhanahu wa ta’ala selalu berada
padanya, seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya: Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang
kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. (Al-
Mujadilah: 7) Mereka mengatakan bahwa setelah itu keharusan yang ditetapkan atas mereka adalah
menghadap ke arah Masjidil Haram. Demikianlah menurut keterangan Ibnu Jarir. Mengenai penjelasan
yang mengatakan bahwa tiada suatu tempat pun melainkan Allah selalu berada padanya; jika yang
dimaksudkan adalah ilmu Allah Subhanahu wa ta’ala, berarti benar. Tetapi jika yang dimaksudkan adalah
Zat-Nya, maka tidak benar, karena Zat Allah tidak dapat dibatasi oleh sesuatu pun dari makhluk-Nya
(yakni Allah tidak membutuhkan tempat). Mahasuci Allah dari hal tersebut, dan Maha Tinggi Dia dengan
ketinggian yang setinggi-tingginya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, bahkan
ayat ini diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya sebagai izin dari-Nya boleh menghadap ke arah mana
pun baik ke arah timur atau-pun ke arah barat dalam shalat sunatnya; juga dalam perjalanannya, ketika
perang sedang berkobar, dan dalam keadaan yang sangat menakutkan. Telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Abdul
Malik alias Ibnu Abu Sulaiman, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah shalat
menghadap ke arah mana unta kendaraannya menghadap, lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah
shallAllahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan hal itu berdasarkan takwil ayat berikut: maka ke mana
pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115) Asar ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai serta Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Mardawaih melalui
berbagai jalur dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman dengan lafal seperti tersebut di atas. Asal hadits ini
berada di dalam kitab Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim) melalui hadits Ibnu Umar dan
Amir ibnu Rabi'ah, tetapi tanpa menyebutkan ayat. Di dalam kitab Shahih Al-Bukhari melalui hadits Nafi
dari Ibnu Umar disebutkan bahwa Ibnu Umar apabila ditanya mengenai shalat Khauf, ia menggambarkan
(memperagakan)nya. Kemudian ia mengatakan, ""Apabila keadaan semakin menakutkan, maka mereka
shalat dengan berjalan kaki, ada pula yang berkendaraan, ada yang menghadap ke arah kiblat ada pula
yang tidak menghadap ke arah kiblat."" Selanjutnya Nafi' mengatakan, ""Aku merasa yakin bahwa Ibnu
Umar tidak sekali-kali menyebutkan hal ini melainkan dari Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam"" Imam
Syafii, menurut pendapat yang masyhur darinya, tidak membedakan antara perjalanan biasa dan
perjalanan untuk melakukan perang. Keduanya memang bersumber dari dia, ia memperbolehkan shalat
tatawwu' di atas kendaraan (dalam dua keadaan tersebut). Pendapat ini dianut oleh Imam Abu Hanifah,
lain halnya dengan Imam Malik dan jamaahnya yang berpendapat berbeda. Sedangkan Abu Yusuf dan
Abu Sa'id Al-Astakhri memilih pendapat boleh melakukan shalat sunat di atas kendaraan ketika di Mesir.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Abu Yusuf melalui Anas ibnu Malik , tetapi Abu Ja'far At-Tabari memilih
pendapat ini dan pendapat yang membolehkannya bagi orang yang berjalan kaki. Ibnu Jarir mengatakan
bahwa ulama yang lainnya lagi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum
yang buta sama sekali akan arah kiblat hingga mereka tidak mengetahui mana arahnya, lalu mereka
melakukan salatnya menghadap ke arah yang berbeda-beda. Maka Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman, ""Dan kepunyaan Akulah timur dan barat itu. Maka ke arah mana pun kalian menghadapkan
wajah kalian, di situlah terdapat wajah-Ku yang merupakan kiblat kalian; hal ini sebagai pemberitahuan
buat kalian bahwa shalat kalian harus tetap dilangsungkan."" Telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ishaq Al-Ahwazi, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah
menceritakan kepada kami Abur Rabi' As-Samman, dari ‘Ashim ibnu Ubaidillah, dari Abdullah ibnu Amir
ibnu Rabi'ah, dari ayahnya yang menceritakan: Kami pernah bersama Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa
sallam di suatu malam yang gelap gulita dan kami turun istirahat di suatu tempat, lalu seseorang mulai
mengambil batu-batu untuk membuat masjid (tempat sujud) untuk shalat. Ketika pagi harinya, ternyata
jelas bagi kami bahwa kami telah shalat bukan menghadap ke arah kiblat. Maka kami berkata, ""Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami tadi malam shalat bukan menghadap ke arah kiblat."" Maka Allah
Subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya, ""Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke
mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah."" (Al-Baqarah: 115), hingga akhir ayat. Kemudian
Ibnu Jarir meriwayatkan pula hadits yang semisal melalui Sufyan ibnu Waki', dari ayahnya, dari Abur
Rabi' As-Samman. Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Mahmud ibnu Gailan, dari Waki'; sedangkan
Ibnu Majah, dari Yahya ibnu Hakim, dari Abu Dawud, dari Abur Rabi' As-Samman. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, dari Sa'id ibnu Sulaiman, dari Ar-Rabi'
As-Samman yang nama aslinya ialah Asy'as ibnu Sa'id Al-Basri, dia orang yang dha’if hadisnya. Imam At-
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini berpredikat hasan, tetapi sanadnya tidaklah demikian, dan kami
tidak mengetahuinya kecuali melalui hadits Al-Asy'as As-Samman, sedangkan Asy'as dinilai lemah
hadisnya. Menurut kami (penulis), gurunya juga (yaitu ‘Ashim) dinilai lemah; bahkan menurut Imam Al-
Bukhari hadisnya dinilai munkar. Ibnu Mu'in mengatakan bahwa dia orangnya dha’if, hadisnya tidak
dapat dijadikan hujah. Ibnu Hibban mengatakan bahwa hadisnya berpredikat matruk. Sesungguhnya
telah diriwayatkan dari jalur yang lain melalui Jabir. Untuk itu, Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih
telah meriwayatkan di dalam tafsir ayat ini bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ali ibnu
Ismail, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Syabib, telah menceritakan kepadaku
Ahmad ibnu Abdullah ibnul Hasan yang mengatakan bahwa di dalam kitab catatan ayahnya ia pernah
menemukan hal berikut, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdul Malik Al-Azrami, dari ‘Atha’ ibnu
Jabir yang menceritakan hadits berikut: Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam mengutus suatu pasukan
yang aku termasuk salah satu anggotanya, maka kami mengalami malam yang gelap gulita hingga kami
tidak mengetahui arah kiblat. Lalu segolongan orang dari kami berkata, ""Sesungguhnya kami telah
mengetahui arah kiblat mengarah ke sebelah ini, yakni sebelah utara."" Maka mereka melakukan shalat
dan membuat garis-garis sebagai tandanya; ketika mereka berada di pagi hari dan matahari terbit,
ternyata garis-garis tersebut bukan menghadap ke arah kiblat. Ketika kami kembali dari perjalanan misi
kami, maka kami tanyakan hal itu kepada Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam, tetapi beliau diam (tidak
menjawab), dan Allah menurunkan firman-Nya, ""Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke
mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah"" (Al-Baqarah: 115). Kemudian Al-Hafidzh Abu Bakar
ibnu Mardawaih meriwayatkannya pula melalui hadits Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Azrami, dari
‘Atha’, dari Jabir dengan lafal yang sama. : (1) Imam Daruqutni mengatakan, telah dibacakan kepada
Abdullah ibnu Abdul Aziz, sedangkan aku mendengarkannya. Si pembaca hadits mengatakan, telah
menceritakan kepada kalian Daud ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid Al-
Wasiti, dari Muhammad ibnu Salim, dari ‘Atha’, dari Jabir yang menceritakan, ""Kami pernah bersama
Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, kemudian awan menutupi (pandangan
kami) hingga kami kebingungan. Maka kami berbeda pendapat dalam masalah kiblat, dan masing-
masing orang dari kami melakukan shalat dengan menghadap ke arahnya masing-masing, dan seseorang
di antara kami membuat garis di depannya sebagai tanda untuk mengetahui tempat kami menghadap.
Kemudian kami ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam, dan ternyata beliau
tidak memerintahkan kami untuk mengulangi shalat kami, lalu beliau shallAllahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ""Salat kalian telah lewat"" Kemudian Imam Daruqutni mengatakan bahwa demikianlah apa
yang telah dikatakan oleh Muhammad ibnu Salim. Sedangkan selain Imam Daruqutni meriwayatkannya
dari Muhammad ibnu Abdullah Al-Azrami, dari ‘Atha’, tetapi keduanya (Muhammad ibnu Salim dan
Muhammad ibnu Abdullah Al-Azrami) berpredikat dha’if. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu
Mardawaih melalui hadits Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas: Bahwa Rasulullah shallAllahu ‘alaihi
wa sallam pernah mengirim suatu pasukan sariyyah, lalu mereka tertutup oleh kabut hingga mereka
tidak mendapat petunjuk untuk mengetahui arah kiblat. Maka mereka shalat dengan menghadap ke
arah selain kiblat, kemudian jelaslah bagi mereka setelah matahari cerah, bahwa mereka shalat
menghadap ke arah selain kiblat. Ketika mereka datang kepada Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam,
mereka menceritakan hal itu kepadanya, lalu Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat ini, yaitu:
""Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah
Allah"" (Al-Baqarah: 115). Semua sanad yang telah diketengahkan di atas mengandung ke-dha’if-an,
barangkali sebagian darinya memperkuat sebagian yang lain. Mengulangi shalat bagi orang yang keliru
(menghadap bukan ke arah kiblat), sehubungan dengan masalah ini ada dua pendapat di kalangan para
ulama. Semua hadits yang telah dikemukakan merupakan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa qada itu
tidak ada. Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa ayat ini (Al-Baqarah ayat 115)
diturunkan karena masalah Raja Najasyi, seperti yang diceritakan oleh Muhammad ibnu Basysyar
kepada kami, bahwa telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku
ayahku, dari Qatadah, bahwa Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, ""Sesungguhnya
seorang saudara kalian telah meninggal dunia, maka salatkanlah dia oleh kalian."" Mereka bertanya,
""Apakah kami akan menyalatkan seorang lelaki yang bukan muslim'"" Qatadah melanjutkan
riwayatnya, bahwa setelah itu turunlah firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang
yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kalian dan apa yang diturunkan
kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah. (Ali Imran: 199) Qatadah melanjutkan
kisahnya, bahwa mereka mengatakan, ""Sesungguhnya dia (Raja Najasyi) tidak shalat menghadap ke
arah kiblat."" Maka Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Dan kepunyaan Allah-lah timur
dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115) Hadits ini
berpredikat gharib. Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Raja Najasyi shalat menghadap ke arah
Baitul Maqdis sebelum sampai kepadanya pe-nasakh-an yang memerintahkan beralih menghadap ke
arah Ka'bah, menurut riwayat yang diketengahkan oleh Al-Qurthubi melalui Qatadah. Imam Qurtubi
menyebutkan pula bahwa ketika Raja Najasyi meninggal dunia, Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam
menyalatkannya. Maka hadits ini dijadikan sebagai dalil oleh orang-orang yang mengatakan
disyariatkannya shalat gaib. Selanjutnya Imam Quitubi mengatakan, hal ini merupakan suatu
kekhususan menurut pendapat di kalangan kami, dengan alasan-alasan sebagai berikut: Pertama,
Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan kematiannya. Di saat Raja Najasyi meninggal dunia,
maka bumi dilipat untuk Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam hingga beliau dapat menyaksikannya.
Kedua, ketika Raja Najasyi meninggal dunia, tiada seorang pun yang menyalatkannya di negeri tempat
tinggalnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Arabi. Tetapi menurut Imam Qurtubi, mustahil bila ada
seorang raja muslim, sedangkan di kalangan kaumnya tiada seorang pun yang seagama dengannya.
Ibnul Arabi menjawab sanggahan tersebut, barangkali di kalangan mereka masih belum disyariatkan
shalat mayat. Jawaban ini cukup baik. Ketiga, Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam sengaja menyalatkannya
dengan maksud untuk memikat hati raja-raja lainnya. Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih
meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadits Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Amr ibnu
Alqamah, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda: Di antara timur dan barat terdapat kiblat bagi penduduk Madinah, penduduk Syam, dan
penduduk Irak. Hadits ini mempunyai kaitan dengan bab ini, dan telah diriwayatkan pula oleh Imam At-
Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadits Abu Ma'syar yang nama aslinya ialah Nujaih ibnu Abdur
Rahman As-Suddi Al-Madani dengan lafal yang sama, yaitu: Di antara timur dan barat terdapat kiblat.
Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Abu
Hurairah. Sebagian kalangan ahlul ilmi mengenai diri Abu Ma'syar dari segi hafalan hadisnya (yakni
hafalannya lemah). Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan: telah menceritakan kepadaku Al-Hasan
ibnu Bakar Al-Mawarzi, telah menceritakan kepada kami Al-Mala ibnu Mansur, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Ja'far Al-Makhzumi, dari Usman ibnu Muhammad ibnul Mugirah Al-Akhnas,
dari Abu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah , dari Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam yang telah
bersabda: Di antara timur dan barat terdapat kiblat. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini
berpredikat hasan shahih. Telah diriwayatkan dari Imam Al-Bukhari bahwa dia telah mengatakan hadits
ini lebih kuat dan lebih shahih daripada hadits Abu Ma'-syar. Imam At-Tirmidzi mengatakan, telah
diriwayatkan hadits berikut oleh bukan hanya seorang dari kalangan sahabat, yaitu: Di antara timur dan
barat terdapat kiblat. Di antara mereka adalah Umar ibnul Khattab, Ali, dan Ibnu Abbas radiyAllahu
'anhum. Ibnu Umar pernah mengatakan: Apabila engkau jadikan arah barat di sebelah kananmu dan
arah timur di sebelah kirimu, maka di antara keduanya adalah arah kiblat, jika engkau hendak
menghadap ke arah kiblat. Kemudian Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnu Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Yusuf maula Bani
Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Namir, dari Abdullah ibnu Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam yang
telah bersabda: Di antara timur dan barat terdapat arah kiblat. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam
Daruqutni dan Imam Baihaqi. Ibnu Mardawaih mengatakan, menurut pendapat yang masyhur hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar adalah perkataan Ibnu Umar sendiri. Ibnu Jarir mengatakan, makna
ayat ini (Al-Baqarah ayat 115) dapat diinterpretasikan seperti berikut: ""Ke mana pun kalian
mengarahkan wajah kalian dalam doa kalian kepada-Ku, maka di situlah terdapat wajah-Ku; Aku akan
memperkenankan doa yang kalian panjatkan."" Seperti yang diceritakan kepada kami oleh Al-Qasim
yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj yang
mengatakan bahwa Ibnu Juraij pernah meriwayatkan dari Mujahid, ketika ayat ini diturunkan (yaitu
firman-Nya): Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. (Al-Mumin: 60) maka
mereka bertanya, ""Ke arah manakah kami menghadap'"" Lalu turunlah firman-Nya: Maka ke arah mana
pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115) Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna
firman-Nya: Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 115)
Artinya, rahmat Allah mencakup semua makhluk-Nya dengan memberi mereka kecukupan, karunia, dan
anugerah dari-Nya. Firman-Nya, ""'Alimun"" artinya sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala Maha
Mengetahui perbuatan-perbuatan mereka; tiada sesuatu pun dari amal mereka yang tidak diketahui-
Nya dan tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi pengetahuan-Nya, bahkan Allah Subhanahu wa
ta’ala Maha Mengetahui kesemuanya itu (baik yang lahir maupun yang batin).".

5.Al-Hadid: 4

‫ض َو َما َي ْخ ُر ُج‬ ِ ْ‫ش َيعْ لَ ُم َما َيلِ ُج فِي اأْل َر‬ ِ ْ‫َّام ُث َّم اسْ َت َوى َعلَى ْال َعر‬ َ
ٍ ‫ض فِي سِ َّت ِة أي‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫ه َُو الَّذِي َخلَ َق ال َّس َم َاوا‬
‫ون بَصِ ي ٌر‬ َ ُ‫نز ُل م َِن ال َّس َما ِء َو َما َيعْ ُر ُج فِي َها َوه َُو َم َع ُك ْم أَ ْينَ َما ُكن ُت ْم َوهَّللا ُ ِب َما َتعْ َمل‬
ِ ‫ِم ْن َها َو َما َي‬
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy.
Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun
dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Tafsir Jalalain: (Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari) yakni sebagaimana hari-hari
di dunia; dimulai dari hari Ahad dan berakhir pada hari Jumat. (Kemudian Dia bersemayam/berkuasa di
atas Arasy) di atas Al Kursiy sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya (Dia mengetahui apa yang
masuk) semua yang masuk (ke dalam bumi) seperti air hujan dan orang-orang yang mati (dan apa yang
keluar daripadanya) seperti tumbuh-tumbuhan dan mineral (dan apa yang turun dari langit) seperti
rahmat/hujan dan azab (dan apa yang naik kepada-Nya) seperti amal-amal saleh dan amal-amal yang
buruk. (Dan Dia bersama kalian) melalui ilmu-Nya (di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat
apa yang kalian kerjakan).

Tafsir Ibnu Katsir : Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya
dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi.
Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan
memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Allah menceritakan
penciptaan langit dan bumi yang dilakukan-Nya selama enam hari (masa); kemudian Allah
memberitahukan tentang bersemayam-Nya di atas 'Arasy sesudah Dia menciptakan semuanya. Dalam
pembahasan yang lalu telah disebutkan penjelasan mengenai makna ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang
semisal sehingga tidak perlu diulang lagi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dia mengetahui apa yang
masuk ke dalam bumi. (Al-Hadid: 4) Yakni mengetahui jumlah biji dan benih yang dimasukkan ke dalam
bumi. dan apa yang keluar darinya. (Al-Hadid: 4) Yaitu berupa tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan, dan
buah-buahan yang dihasilkan darinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-
Nya: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak
sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-
An'am: 59) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan apa yang turun dari langit. (Al-Hadid: 4) Yakni
berupa hujan, salju, embun, takdir, dan hukum-hukum serta para malaikat yang mulia-Mulia. Dalam
pembahasan terdahulu yaitu tafsir surat Al-Baqarah telah disebutkan bahwa tiada setetes hujan pun
yang diturunkan dari langit melainkan bersama malaikat yang menjatuhkannya di tempat yang
diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan kehendakNya. Firman Allah subhanahu wa
ta’ala: dan apa yang naik kepadanya. (Al-Hadid: 4) Maksudnya, malaikat-malaikat dan amal-amal
perbuatan yang dibawanya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang mengatakan:
Dinaikkan (dilaporkan) kepada-Nya amal perbuatan malam hari sebelum siang hari, dan amal siang hari
sebelum malam hari. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid: 4) Yakni Dia Maha Mengawasi
kalian lagi Maha Menyaksikan semua amal kalian di mana pun kalian berada, baik di daratan ataupun di
lautan, baik di malam ataupun siang hari, baik di dalam rumah maupun di tengah hutan. Semuanya itu
bagi ilmu Allah sama saja dan berada di bawah penglihatan dan pendengaran-Nya. Maka Dia mendengar
pembicaraan kalian dan melihat tempat kalian dan mengetahui rahasia dan apa yang dibisikkan oleh
kalian, seperti yang diterangkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Ingatlah, sesungguhnya (orang
munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri darinya (Muhammad). Ingatlah, di
waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain. Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan
apa yang mereka lahirkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (Hud: 5) Dan firman
Allah subhanahu wa ta’ala lainnya yang menyebutkan: Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang
merahasiakan ucapannya dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang
bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. (Ar-Ra'd: 10) Maka tidak
ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, dan tidak ada Penguasa (Rabb) selain Dia. Di dalam kitab
shahih disebutkan bahwa Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Malaikat Jibril saat
Jibril menanyakan kepadanya tentang ihsan: Hendaklah engkau sembah Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya; dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Al-Hafidzh Abu
Bakar Al-Isma'ili telah meriwayatkan melalui hadits Nasr ibnu Khuzaimah ibnu Junadah ibnu Mahfuz
ibnu Alqamah, bahwa telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Nasr ibnu Alqamah, dari saudaranya
(yaitu Abdur Rahman ibnu Amir) yang mengatakan bahwa Umar pernah bercerita bahwa seorang lelaki
datang kepada Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ""Bekalilah aku dengan hikmah yang akan
kuamalkan sepanjang hayat dikandung badan. "" Maka Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Malulah kamu kepada Allah sebagaimana malumu kepada seorang yang saleh dari kalangan kaum
kerabatmu yang selamanya tidak berpisah darimu. Hadits ini gharib. Abu Na'im telah meriwayatkan pula
melalui hadits Abdullah ibnu Alawaih Al-Amiri secara marfu': Ada tiga hal yang bila dikerjakan pelakunya
berarti telah merasakan manisnya iman, yaitu jika ia selalu beribadah kepada Allah dalam
kesendiriannya, dan menyerahkan zakat hartanya dengan hati yang tulus ikhlas setiap tahunnya, dan
tidak membayarnya dengan ternak yang sudah tua, ternak yang buruk, ternak yang cacat parah, dan
tidak pula ternak yang sakit, tetapi dari standar harta yang dimilikinya dan menyucikan dirinya. Lalu ada
seorang lelaki bertanya, ""Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan pengertian seseorang
menyucikan dirinya'"" Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Bila dia selalu merasakan
bahwa Allah selalu bersamanya di mana pun ia berada. Na'im ibnu Hammad rahimahullah mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'Md ibnu Kasir ibnu Dinar Al-Himsi, dari Muhammad
ibnu Muhajir, dari Urwah ibnu Ruwayyim, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, dari Ubadah ibnus Samit
yang mengatakan bahwa Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Sesungguhnya iman
yang paling utama ialah bila engkau mengetahui bahwa Allah selalu bersamamu di mana pun engkau
berada. Hadits ini gharib. Dan tersebutlah bahwa Imam Ahmad rahimahullah mengucapkan kedua bait
syair berikut: Jika di suatu hari engkau merasa sendirian, maka janganlah kamu anggap dirimu sendirian,
tetapi resapilah oleh dirimu bahwa kamu berada dalam pengawasan Tuhan Yang Maha Mengawasi. Dan
jangan sekali-kali kamu mengira Allah lalai dalam suatu saat, dan jangan pula beranggapan bahwa apa
yang engkau sembunyikan itu tidak kelihatan (oleh-Nya). Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kepunyaan-
Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. (Al-Hadid: 5) Yakni
Dialah Yang memiliki dunia dan akhirat, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-
Nya: dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia. (Al-Lail: 13) Dan Dialah Yang Terpuji atas
semuanya itu, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lainnya: Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat. (Al-Qashash: 70)
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan bagi-Nya (pu la) segala puji di akhirat. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha
Mengetahui. (Saba': 1) Maka semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik-Nya, dan para
penghuninya adalah hamba-hamba-Nya yang tunduk patuh di hadapanNya. Seperti yang disebutkan di
dalam firman-Nya: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang
Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan
menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada
hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 93-95) Karena itulah maka disebutkan dalam surat ini oleh
firman-Nya: Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. (Al-Hadid: 5) Yakni hanya kepada-Nyalah
semuanya dikembalikan pada hari kiamat nanti, lalu Dia menghukumi makhluk-Nya menurut apa yang
dikehendaki-Nya. Dia Mahaadil dan tidak akan lalim, tidak pula melampaui batas barang seberat zarrah
pun. Bahkan jika seseorang dari mereka melakukan suatu kebaikan, Dia melipat gandakan pahalanya
sampai sepuluh kali lipatnya. dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40) Semakna
pula dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada
hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat
biji Shallallahu 'alaihi wa sallami pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai
Pembuat perhitungan. (Al-Anbiya: 47) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dialah yang
memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. (Al-Hadid: 6) Yaitu Dialah
Yang mengatur makhluk, membolak-balikkan malam dan siang hari, dan menentukan kadar waktu
masing-masing dengan kebijaksanaan-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Adakalanya malam hari
berwaktu panjang dan siang hari menjadi pendek, dan adakalanya sebaliknya, adakalanya pula Dia
membiarkan keduanya pertengahan. Dialah yang menjadikan musim, adakalanya musim dingin, lalu
musim semi, musim panas, dan musim gugur. Semaunya itu berdasarkan kebijaksaan dan ukuran-Nya
menurut apa yang dikehendaki-Nya terhadap makhluk-Nya. Dan Dia mengetahui segala isi hati. (Al-
Hadid: 6) Artinya, Dia mengetahui semua rahasia, betapapun kecil dan tersembunyinya. ".

6.Al-Anám: 73
‫ُّور‬ ُ ‫ض ِبا ْل َح ِّق َو َي ْو َم َيقُو ُل ُكن َف َي ُكونُ َق ْولُ ُه ْال َح ُّق َولَ ُه ْالم ُْل‬
Eِ ‫ك َي ْو َم يُن َف ُخ فِي الص‬ َ ‫ت َواأْل َ ْر‬ ِ ‫س َم َاوا‬َّ ‫َوه َُو الَّذِي َخلَ َق ال‬
‫ب َوال َّش َها َد ِة َوه َُو ْال َحكِي ُم ْال َخ ِبي ُر‬
ِ ‫َعالِ ُم ْال َغ ْي‬
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia
mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala
ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui.

Tafsir Jalalain : (Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar.) dengan secara hak (Dan)
ingatlah (di waktu Dia mengatakan) kepada sesuatu ("Jadilah, " lalu terjadilah) pada hari kiamat Allah
mengatakan kepada makhluk semua, "Bangkitlah kamu, " lalu bangkitlah mereka (yakni perkataan-Nya
yang benar) benar terjadi dan sudah pasti (dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala
ditiup) pada masa malaikat Israfil meniup sangkakalanya yang kedua pada waktu itu tidak ada kekuasaan
selain dari kekuasaan-Nya. Pada waktu itu kekuasaan hanya milik-Nya. (Dia mengetahui yang gaib dan
yang tampak) apa-apa yang gaib dan apa-apa yang nyata. (Dan Dialah Yang Maha Bijaksana) dalam
mengatur makhluk-Nya (lagi Maha Waspada) terhadap rahasia segala sesuatu sama halnya dengan
lahiriahnya.

Tafsir Ibnu Katsir : Katakanlah, ""Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat
mendatangkan kemanfaatan kepada kita, tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita, dan
(apakah) kita akan dikembalikan ke belakang sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang
yang telah disesatkan oleh setan di peShallAllahu 'alaihi wa sallamangan yang menakutkan; dalam
keadaan bingung dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan
mengatakan), ""Marilah ikuti kami!"" Katakanlah, ""Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang
sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam, dan agar
mendirikan shalat serta bertakwa kepada-Nya. Dan Dialah Tuhan Yang kepada-Nyalah kalian akan
dihimpunkan. Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya
di waktu Dia mengatakan, ""Jadilah, lalu terjadilah, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu
sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang tampak Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi
Maha Mengetahui. As-Suddi mengatakan bahwa orang-orang musyrik berkata kepada orang-orang
muslim, ""Ikutilah kami, dan tinggalkanlah agama Muhammad itu."" Maka Allah menurunkan firman-
Nya: Katakanlah, ""Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan
kemanfaatan kepada kita, tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan
dikembalikan ke belakang. (Al-An'am: 71) Yakni kembali kepada kekafiran. sesudah Allah memberi
petunjuk kepada kita. (Al-An'am: 71) Yang akibatnya perumpamaan kita sama dengan orang yang
disesatkan oleh setan di tanah yang mengerikan. Dikatakan bahwa perumpamaan kalian jika kalian
kembali kepada kekafiran sesudah kalian beriman sama halnya dengan seorang lelaki yang berangkat
bersama suatu kaum dalam suatu perjalanan, dan ternyata ia tersesat, lalu setan datang
menyesatkannya di tempat ia tersesat sehingga ia kebingungan, padahal teman-temannya berada di
jalan yang sebenarnya. Lalu teman-temannya menyerunya agar ia bergabung dengan mereka seraya
berkata, ""Kemarilah, ikutilah kami!"" Tetapi ia tidak mau bergabung dengan mereka. Demikianlah
perumpamaan orang yang mengikuti orang-orang kafir sesudah ia mengetahui keadaan Nabi
Muhammad shallAllahu ‘alaihi wa sallam Sedangkan dalam perumpamaan ini orang yang memanggilnya
ke jalan yang benar adalah Nabi Muhammad shallAllahu ‘alaihi wa sallam, dan Islam diserupakan
sebagai jalannya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Qatadah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: yang disesatkan oleh setan di peShallAllahu 'alaihi wa sallamangan yang
menakutkan. (Al-An'am: 71) Artinya, disesatkan oleh setan dari jalan yang ditempuhnya, yakni setan
membujuknya dari jalan yang ditempuhnya. Pengertian istahwa ini sama dengan lafal tahwi yang
terdapat di dalam firman-Nya: cenderung kepada mereka. (Ibrahim: 37) Ali ibnu Abu Talhah telah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, ""Apakah kita akan
menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita, tidak (pula)
mendatangkan kemudaratan kepada kita. (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat. Ungkapan ini merupakan
tamsil yang dibuat oleh Allah, ditujukan kepada tuhan-tuhan (sesembahan-sesembahan) dan orang-
orang yang menyeru kepadanya, serta orang-orang yang menyeru kepada petunjuk Allah subhanahu wa
ta’ala Disamakan dengan seorang lelaki yang sesat jalan dalam keadaan kebingungan, tiba-tiba ia
mendengar suara yang berseru, ""Wahai Fulan ibnu Anu, kemarilah, ikutilah jalan ini!"" Sedangkan dia
mempunyai teman-teman yang juga menyerunya dengan panggilan, ""Wahai Fulan ibnu Anu, ikutilah
jalan kami ini!"" Jika dia mengikuti penyeru pertama, maka penyeru pertama itu akan membawanya
kepada kebinasaan; dan jika ia mengikuti penyeru yang mengajaknya ke jalan petunjuk, niscaya dia akan
memperoleh petunjuk. Seruan seperti ini yang sering terdengar di padang pasir disebut gailan (hantu).
Hal ini diungkapkan sebagai perumpamaan orang yang menyembah tuhan-tuhan tersebut selain Allah.
Karena sesungguhnya dia menduga bahwa dirinya berada dalam suatu pegangan hingga masa
kematiannya, maka saat itulah ia akan menghadapi penyesalan dan kebinasaannya. Firman Allah
subhanahu wa ta’ala: seperti orang yang disesatkan oleh setan di peShallAllahu 'alaihi wa sallamangan
yang menakutkan. (Al-An'am: 71) Setan-setan tersebut adalah gailan (hantu-hantu) yang memanggil-
manggil namanya lengkap dengan nama ayah dan kakeknya, sehingga ia mengikuti suara itu. Karena itu,
ia merasa bahwa dirinya mempunyai pegangan. Tetapi pada pagi harinya ternyata dia dilemparkan ke
dalam kebinasaan, dan barangkali hantu-hantu itu memakannya atau melemparnya di tanah yang jauh,
di mana dia akan binasa karena kehausan. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang
menyembah tuhan-tuhan selain Allah subhanahu wa ta’ala Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Ibnu
Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: seperti orang yang telah
disesatkan oleh setan di peShallAllahu 'alaihi wa sallamangan yang menakutkan, dalam keadaan
bingung. (Al-An'am: 71) Makna yang dimaksud ialah seorang lelaki dalam keadaan bingung, lalu
dipanggil-panggil oleh teman-temannya untuk mengikuti jalan mereka. Hal ini merupakan
perumpamaan bagi orang yang sesat sesudah mendapat petunjuk. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan firman-Nya: seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di peShallAllahu
'alaihi wa sallamangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan. (Al-
An'am: 71) Bahwa dia adalah orang yang tidak mau memenuhi seruan yang mengajak kepada hidayah
Allah, dia orang yang menaati setan dan gemar melakukan maksiat di muka bumi dan menyimpang dari
perkara yang hak serta tersesat jauh darinya. Dia mempunyai kawan-kawan yang menyerunya ke jalan
hidayah, mereka menduga bahwa apa yang mereka perintahkan kepadanya merupakan petunjuk yang
telah dikatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada kekasih-kekasih-Nya dari kalangan manusia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).
(Al-An'am: 71) Sedangkan kesesatan itu adalah yang diserukan jin (setan) kepadanya. Demikianlah
riwayat Ibnu Jarir. Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan, pengertian ini menunjukkan bahwa teman-
temannya menyerukan kepada kesesatan, dan mereka menduga bahwa apa yang mereka serukan itu
adalah jalan petunjuk. Ibnu Jarir mengatakan, pengertian ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat,
karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa teman-temannya mengajaknya ke
jalan petunjuk, maka mustahil bila hal ini dikatakan sebagai jalan kesesatan. Allah subhanahu wa ta’ala
dengan tegas menceritakan bahwa hal itu adalah jalan petunjuk. Pendapat Ibnu Jarir benar, mengingat
konteks pembicaraan menunjukkan bahwa orang yang disesatkan oleh setan di peShallAllahu 'alaihi wa
sallamangan yang menakutkan ini berada dalam kebingungan. Lafal hairana yang ada dalam ayat
dinasabkan karena menjadi hal atau kata keterangan keadaan. Dengan kata lain, dalam keadaan
kebingungan, kesesatan, dan ketidaktahuannya akan jalan yang harus ditempuhnya, dia mempunyai
teman-teman yang berada di jalan yang sedang mereka tempuh. Lalu mereka menyerunya untuk
bergabung dengan mereka dan berangkat bersama-sama mereka meniti jalan yang benar. Akan tetapi,
dia menolak ajakan mereka dan tidak mau menoleh kepada mereka. Seandainya Allah menghendakinya
mendapat petunjuk, niscaya Allah memberinya petunjuk dan mengembalikannya ke jalan yang benar.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang
sebenarnya) petunjuk. (Al-An'am: 71) Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu:
Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya.
(Az-Zumar: 37) Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah
tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai
penolong. (An-Nahl: 37) Arti firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan kita disuruh agar menyerahkan diri
kepada Tuhan semesta alam. (Al-An'am: 71) ialah ikhlaslah dalam beribadah kepada-Nya, hanya untuk
Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya. dan agar mendirikan shalat serta bertakwa kepada-Nya. (Al-An'am:
72) Yakni dan kami diperintahkan untuk mendirikan shalat serta bertakwa kepada Allah dalam semua
keadaan. Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya lah kalian akan dihimpunkan. (Al-An'am: 72) Maksudnya,
pada hari kiamat nanti. Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. (Al-An'am: 73)
Yakni dengan adil. Dialah yang menciptakan keduanya, yang memiliki keduanya, dan yang mengatur
keduanya serta semua makhluk yang ada pada keduanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: di waktu
Dia mengatakan. Jadilah"" lalu terjadilah (Al-An'am: 73) Yaitu hari kiamat yang dikatakan oleh Allah,
""Jadilah kamu."" Maka jadilah hari kiamat atas perintah-Nya dalam sekejap mata atau lebih cepat
daripada itu. Lafal yauma dinasabkan karena di'atafkan kepada lafal wattaquhu yang arti lengkapnya
ialah takutlah kalian akan hari di mana Allah berfirman, ""Jadilah kamu hari kiamat, "" maka jadilah hari
kiamat. Atau dapat pula dikatakan bahwa ia di'atafkan kepada firman-Nya: menciptakan langit dan
bumi. (Al-An'am: 73) Artinya, dan Dialah yang menciptakan hari di mana Dia berfirman, ""Jadilah kamu,
"" maka jadilah ia. Pada permulaan ayat disebutkan permulaan penciptaan dan pengembaliannya, hal ini
sesuai. Atau dapat pula dikatakan ada fi'il (kata kerja) yang tidak disebutkan; bentuk lengkapnya,
""Ingatlah, di hari Dia mengatakan, Jadilah, ' lalu terjadilah."" Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Benarlah perkataan-Nya, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan. (Al-An'am: 73) Kedudukan Irab mahalli
dari kedua kalimat ini adalah jar karena keduanya berkedudukan sebagai sifat dari Tuhan semesta alam.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: di waktu sangkakala ditiup. (Al-An'am: 73) Dapat ditakwilkan sebagai
badai dari lafal wayauma yaqulu kun fayakun. Dapat pula diinterpretasikan sebagai zaraf dan firman-
Nya: dan di tangan-Nyalah kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. (Al-An'am: 73) sama halnya dengan
makna firman-Nya: Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini' Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa
lagi Maha Mengalahkan. (Al-Mumin: 16) Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang
Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. (Al-
Furqan: 26) Banyak pula ayat lainnya yang bermakna serupa. Ulama tafsir berbeda pendapat
sehubungan dengan makna firman-Nya: di waktu sangkakala ditiup. (Al-An'am: 73) Sebagian ulama tafsir
mengatakan, yang dimaksud dengan sur dalam ayat ini ialah bentuk jamak dari surah (bentuk), yakni
pada hari ditiupkan roh padanya, lalu ia menjadi hidup. Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini
berpandangan menyamakannya dengan contoh lain, yaitu sur yang artinya tembok-tembok yang
mengelilingi sebuah kota; ia merupakan bentuk jamak dari lafal surah. Tetapi pendapat yang benar ialah
yang mengatakan bahwa makna sur dalam ayat ini ialah sangkakala yang ditiup oleh Malaikat Israfil
‘alaihissalam Selanjutnya Ibnu Jarir menegaskan, ""Pendapat yang benar menurut kami ialah yang
berlandaskan kepada sebuah hadits yang banyak diriwayatkan dari Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa
sallam"" Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Sesungguhnya Malaikat Israfil telah
mengulum sangkakala dan mengernyitkan dahinya siap menunggu perintah untuk meniupnya. Hadits
riwayat Imam Muslim di dalam kitab Shahih-Nya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Isma'il, telah menceritakan kepada kami Sulaiman At-Taimi, dari Aslam Al-Ajali, dari Bisyr ibnu
Syagaf, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa ada seorang Arab Badui bertanya kepada
Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam, ""Wahai Rasulullah, apakah sur itu'"" Rasulullah shallAllahu
‘alaihi wa sallam menjawab: Sangkakala yang siap untuk ditiup. Kami telah meriwayatkan hadits
mengenai sur ini dengan panjang lebar melalui jalur An-Hafidzh Abul Qasim At Ath-Thabarani di dalam
kitabnya yang berjudul Al-Mutawwalat. . Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnul Hasan Al-Muqri Al-Abli, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim An-Nabil, telah
menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Rafi', dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-
Qurazi, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam pernah
bercerita kepada kami ketika beliau berada di tengah-tengah sejumlah sahabatnya. Beliau shallAllahu
‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah itu setelah selesai dari menciptakan langit dan bumi,
maka Dia menciptakan sur, lalu diberikan-Nya kepada Malaikat Israfil. Maka Malaikat Israfil meletakkan
sur itu di mulutnya, sedangkan matanya ia tujukan ke arah 'Arasy menunggu perintah (peniupannya).
Abu Hurairah berkata, ""Wahai Rasulullah, apakah sur itu'"" Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, ""Sangkakala."" Abu Hurairah bertanya, ""Bagaimanakah bentuknya'"" Nabi shallAllahu
‘alaihi wa sallam bersabda bahwa sangkakala itu besar sekali bentuknya. Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ""Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, sesungguhnya besar lingkaran
moncong sangkakala itu sama besarnya dengan luas langit dan bumi. Malaikat Israfil akan meniup
sebanyak tiga kali. Tiupan pertama mengakibatkan huru-hara yang dahsyat, tiupan kedua menyebabkan
semua makhluk binasa, dan tiupan yang ketiga adalah tiupan dihidupkan-Nya kembali makhluk untuk
menghadap kepada Tuhan semesta alam."" Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Malaikat Israfil
untuk melakukan tiupan pertama. Untuk itu Allah berfirman, ""Tiuplah!"" Maka ditiuplah tiupan yang
menimbulkan huru-hara yang dahsyat, semua penduduk langit dan bumi mengalami huru-hara yang
dahsyat, kecuali orang-orang yang diselamatkan oleh kehendak Allah. Allah subhanahu wa ta’ala
memerintahkan untuk meniup sangkakala, maka Malaikat Israfil melakukan tiupan yang panjang, lama,
dan tidak pernah berhenti. Hal inilah yang diungkapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-
Nya: Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat
berselang. (Sad: 15) Maka pada hari itu semua gunung yang ada di muka bumi hancur lebur bagaikan
debu yang beterbangan, lalu menjadi seperti fatamorgana; bumi pun bergempa dengan sangat
hebatnya, mengguncangkan seluruh penghuninya dengan guncangan yang hebat. Nasib mereka seperti
perahu yang diombang-ambingkan oleh ombak besar, atau seperti lampu gantung yang ditiup oleh angin
besar sehingga bergoyang ke sana kemari. Pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam,
tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua, hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 6-8)
Maka semua manusia bergelimpangan di muka bumi, semua wanita yang mengandung melahirkan
anak-anaknya, semua anak menjadi beruban (karena susahnya hari itu), dan semua setan lari
menghindari huru-hara yang dahsyat itu ke tempat-tempat yang sangat jauh, tetapi para malaikat
mengejarnya dan memukul wajahnya sehingga kembali ke tempat asal. Semua manusia hiruk-pikuk
melarikan diri, tetapi tiada yang dapat melindungi mereka dari azab Allah pada hari itu; sebagian dari
mereka memanggil-manggil (meminta tolong) sebagian yang lain, hal inilah yang disebutkan oleh Allah
dalam firman-Nya: siksaan hari panggil-memanggil. (Al-Mumin: 32) Ketika mereka dalam keadaan
seperti itu, tiba-tiba bumi retak dari satu kawasan ke kawasan yang lain. Maka mereka menyaksikan
suatu peristiwa yang sangat besar lagi mengerikan yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Karena
hal itu, mereka tertimpa rasa takut yang sangat mengerikan, hanya Allah sajalah yang mengetahui
ketakutan dan kengerian mereka. Kemudian mereka memandang ke langit, tiba-tiba langit tampak
seperti perak yang lebur mendidih, lalu terbelah dan semua bintangnya bertaburan (bertabrakan), dan
matahari serta bulannya pudar. Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Orang-orang yang
mati tidak mengetahui sesuatu pun dari peristiwa tersebut. Abu Hurairah r. a, mengajukan pertanyaan,
""Wahai Rasulullah, siapakah yang dikecualikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya: Maka
terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah (An-Naml:
87) Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Mereka adalah para syuhada."" Dan sesungguhnya
keguncangan itu hanyalah dialami oleh orang-orang yang masih hidup di masa itu. Para syuhada adalah
orang-orang yang tetap hidup di sisi Tuhan mereka seraya diberi rezeki, maka Allah memelihara mereka
dari guncangan yang terjadi pada hari itu dan menyelamatkan mereka darinya. Karena sesungguhnya
azab tersebut dikirimkan oleh Allah untuk makhluk-Nya yang jahat-jahat. Hari itulah yang diungkapkan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian,
sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah)
pada hari (ketika) kalian melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari
anak yang disusukannya, dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil; dan kamu lihat manusia
dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.
(Al-Haj: 1-2) Mereka mengalami azab itu menurut apa yang dikehendaki oleh Allah, hanya saja azab itu
masanya cukup lama. Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Israfil untuk melakukan tiupan yang
membinasakan, lalu Israfil melakukan tiupan yang membinasakan, maka binasalah semua penduduk
langit dan bumi kecuali siapa yang dikehendaki oleh Allah. Maka dengan serta merta mereka semuanya
mati, lalu malaikat maut datang menghadap kepada Tuhan Yang Mahaperkasa, dan berkata, ""Wahai
Tuhanku, telah mati semua penduduk langit dan bumi kecuali siapa yang Engkau kehendaki."" Allah
subhanahu wa ta’ala Yang Maha Mengetahui siapa yang masih hidup berfirman, ""Siapakah yang masih
hidup'"" Malaikat maut menjawab, ""Yang masih hidup adalah Engkau Yang Mahakekal dan tidak akan
mati, para malaikat penyangga Arasy, Jibril, Mikail, dan saya."" Maka Allah berfirman, ""Hendaklah Jibril
dan Mikail mati."" Lalu Allah menyuruh 'Arasy berbicara, maka 'Arasy bertanya, ""Wahai Tuhanku,
apakah Jibril dan Mikail harus dimatikan'"" Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ""Diamlah kamu,
karena sesunguhnya Aku telah menetapkan mati atas semua makhluk yang ada di bawah 'Arasy-Ku.""
Lalu Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail mati. Kemudian malaikat maut datang menghadap Tuhan Yang
Mahaperkasa, lalu berkata, ""Wahai Tuhanku, Jibril dan Mikail telah mati."" Allah berfirman, Dia lebih
mengetahui siapa yang masih hidup saat itu, ""Siapakah yang masih hidup'"" Malaikat maut menjawab,
""Yang masih ada ialah Engkau Yang Hidup Kekal yang tidak akan mati, malaikat-malaikat penyangga
Arasy, dan saya sendiri."" Allah berfirman, ""Hendaklah semua malaikat penyangga 'Arasy mati."" Maka
semuanya mati. Lalu Allah memerintahkan 'Arasy untuk mengambil sangkakala dari Malaikat Israfil.
Malaikat maut datang menghadap, lalu berkata, ""Wahai Tuhanku, semua malaikat penyangga' Arasy-
Mu telah mati."" Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, Dia Maha Mengetahui siapa yang masih hidup,
""Siapakah yang masih hidup'"" Malaikat maut menjawab, ""Yang masih ada adalah Engkau yang Hidup
Kekal dan tidak akan mati, dan saya sendiri."" Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ""Engkau adalah
salah satu dari makhluk-Ku, Aku ciptakan kamu menurut apa yang Aku maui, maka matilah kamu."" Lalu
malaikat maut itu mati. Tiada yang kekal kecuali hanya Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa, Dialah
Allah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, Dia
adalah Yang Mahaakhir sebagaimana Dia adalah Yang Mahaawal. Allah menggulung langit dan bumi
seperti menggulung lembaran-lembaran kertas, lalu membulatkan keduanya seperti telur dan
menelannya sebanyak tiga kali. Setelah itu Allah berfirman, ""Akulah Yang Mahaperkasa, Akulah Yang
Mahaperkasa, "" sebanyak tiga kali. Lalu Allah berseru dengan suara yang lantang: Kepunyaan siapakah
kerajaan pada hari ini' (Al-Mumin: 16) Seruan itu diucapkan sebanyak tiga kali, tetapi tiada seorang pun
yang menjawab. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada diri-Nya: Hanya Kepunyaan
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Al-Mumin: 16) Allah subhanahu wa ta’ala berfirman pula:
Pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit. (Ibrahim: 48) Maka
Allah menghamparkan keduanya dan menjadikannya rata, lalu digelarkan sebagaimana kulit di pasar
'Ukaz digelarkan. tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi. (Thaha:
107) Kemudian Allah menghardik semua makhluk dengan sekali hardikan (teriakan). Maka dengan serta
merta mereka berada di bumi yang telah diganti tersebut sebagaimana keadaan mereka semula pada
bumi yang pertama. Orang yang berada di dalam perutnya tetap berada di dalam perutnya, dan orang
yang berada di permukaannya tetap berada di permukaannya. Selanjutnya Allah menurunkan kepada
mereka air dari bawah Arasy, dan Allah memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka turunlah
hujan selama empat puluh hari. sehingga air mencapai ketinggian dua belas hasta di atas mereka.
Kemudian Allah memerintahkan semua jasad untuk tumbuh, maka tumbuhlah semua jasad bagaikan
kecambah atau seperti tumbuhnya sayur-mayur hingga jasad mereka kembali seperti sediakala dalam
keadaan sempurna. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ""Hiduplah malaikat-malaikat penyangga
'Arasy!"" Maka semua malaikat penyangga 'Arasy hidup kembali. Allah memerintahkan Malaikat Israfil,
lalu Malaikat Israfil mengambil sangkakala dan meletakkannya di mulutnya. Allah berfirman, ""Hiduplah
Jibril dan Mikail!"" Maka keduanya hidup kembali. Kemudian Allah memanggil semua roh, maka
semuanya dihadapkan kepada-Nya; roh-roh orang-orang muslim memancarkan cahaya yang berkilauan,
sedangkan arwah orang-orang kafir gelap gulita. Lalu Allah menggenggam semua arwah dan
memasukkannya ke dalam sangkakala. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Malaikat
Israfil untuk melakukan tiupan kebangkitan, maka Malaikat Israfil melakukan tiupan untuk
menghidupkan mereka kembali. Lalu keluarlah semua roh bagaikan lebah yang banyaknya memenuhi
kawasan antara bumi dan langit. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ""Demi keperkasaan dan
keagungan-Ku, hendaknya setiap roh benar-benar kembali kepada jasadnya masing-masing."" Maka
semua roh masuk ke dalam bumi ke jasadnya masing-masing dan memasukinya melalui lubang
hidungnya, lalu menjalar ke seluruh tubuh seperti menjalarnya racun pada tubuh orang yang
disengatnya. Kemudian bumi terbelah membuka, dan aku (Nabi shallAllahu ‘alaihi wa sallam) adalah
orang yang mula-Mula dibelahkan bumi. Kemudian kalian cepat-cepat keluar, bersegera menghadap
Tuhan. mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, ""Ini adalah hari
yang berat. (Al-Qamar: 8) Pada saat itu kalian dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang bulat, dan
tidak dikhitan. Lalu kalian semua berdiri di suatu tempat yang lamanya adalah tujuh puluh tahun
perjalanan. Saat itu kalian tidak diperhatikan, dan tidak dilakukan peradilan di antara kalian (yakni kalian
didiamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala). Maka kalian semua menangis hingga air mata kalian kering,
yang keluar adalah darah kalian. Kalian berkeringat dengan derasnya hingga kalian tenggelam di dalam
lautan keringat, atau ketinggian keringat mencapai batas janggut kalian. Kalian mengatakan, ""Siapakah
yang memohonkan syafaat kepada Tuhan buat kami semua, hingga Dia mau memutuskan perkara di
antara kami'"" Lalu kalian berkata, ""Tiadalah orang yang berhak mengajukan hal tersebut selain dari
bapak kalian semua, yaitu Adam. Allah menciptakan dia dengan tangan (kekuasaan)-Nya secara
langsung, Dia meniupkan sebagian dari roh-Nya ke dalam tubuhnya, dan Dia telah mengajaknya
berbicara secara langsung."" Maka mereka mendatangi Adam dan meminta hal tersebut (syafaat)
kepadanya, tetapi Adam menolak dan mengatakan, ""Aku bukanlah orang yang layak untuk mengajukan
hal tersebut."" Kemudian mereka mendatangi para nabi satu persatu, tetapi setiap mereka datangi
seorang nabi, dia menolak permintaan mereka. Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan
kisahnya, ""Pada akhirnya mereka datang kepadaku, lalu aku berangkat menuju Al-Fahs, dan aku
langsung menyungkur bersujud."" Abu Hurairah bertanya, ""Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud
dengan Al-Fahs'"" Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ""Halaman depan 'Arasy. Kemudian
Allah mengutus malaikat kepadaku, dan malaikat itu memegang lenganku dan mengangkatku. Maka
Allah berfirman kepadaku, 'Wahai Muhammad!' Dan aku menjawab, 'Ya, wahai Tuhanku. ' Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman, 'Mengapa kamu ini'' Padahal Dia Maha Mengetahui. Aku berkata,
'Wahai Tuhanku, Engkau telah menjanjikan syafaat kepadaku, maka berilah aku izin untuk memberi
syafaat kepada makhluk-Mu, putuskanlah peradilan di antara mereka. ' Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, 'Aku terima syafaatmu, sekarang Aku datang kepada kalian untuk memutuskan peradilan di
antara kalian'."" Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu beliau
kembali dan berdiri (bergabung) dengan manusia. Ketika kami sedang berdiri, tiba-tiba kami mendengar
suara yang sangat keras dari langit yang membuat kami semua takut. Ternyata suara itu muncul dari
malaikat penghuni langit pertama yang turun ke bumi dalam jumlah dua kali lipat dari jumlah manusia
dan jin yang ada di bumi. Ketika mereka telah berada di dekat bumi, bumi menjadi terang benderang
oleh cahaya mereka, lalu mereka mengambil saf (barisan)nya. Maka kami bertanya, ""Apakah Tuhan kita
ada bersama kalian'"" Mereka menjawab, ""Tidak, tetapi Dia akan datang."" Kemudian turunlah
penduduk langit yang kedua dalam jumlah dua kali lipat dari jumlah rombongan malaikat yang pertama
dan dua kali lipat dari jumlah makhluk manusia dan jin yang ada di bumi. Ketika mereka telah dekat
dengan bumi, maka bumi menjadi terang benderang karena cahaya mereka, lalu mereka mengambil
safnya. Kami bertanya kepada mereka, ""Apakah Tuhan kita ada bersama kalian'"" Mereka menjawab,
""Tidak, tetapi Dia akan datang."" Selanjutnya para malaikat penghuni langit berikutnya turun pula
dalam jumlah dua kali lipat dari jumlah yang telah ada, lalu turunlah Tuhan Yang Mahaperkasa dalam
naungan awan dan malaikat. Saat itu yang memikul 'Arasy-Nya adalah delapan malaikat, sekarang
empat malaikat, telapak kaki mereka berada di bagian bumi yang paling bawah. Bumi dan langit hanya
sampai sebatas pinggang mereka, sedangkan 'Arasy mereka pikul di atas pundak mereka; dari mereka
keluar suara gemuruh karena bacaan tasbih mereka, yaitu: Mahasuci Tuhan yang memiliki Arasy dan
keperkasaan. Mahasuci Tuhan yang mempunyai kerajaan dan alam malakut. Mahasuci Tuhan Yang
Hidup Kekal dan tidak akan mati. Mahasuci Tuhan Yang mematikan semua makhluk, sedangkan Dia tidak
mati. Mahasuci dengan sesuci-sucinya, Mahasuci Tuhan kami Yang Mahatinggi, Tuhan semua malaikat
dan roh. Mahasuci Tuhan kami Yang Mahatinggi, yang mematikan semua makhluk, sedangkan Dia tidak
mati. Maka Allah meletakkan kursi-Nya di salah satu bagian dari bumi yang dikehendaki-Nya, lalu
berseru dengan suara-Nya seraya berfirman, ""Wahai semua makhluk jin dan manusia, sesungguhnya
Aku telah mendengarkan kalian sejak Aku menciptakan kalian sampai hari ini. Aku mendengar semua
ucapan kalian dan melihat semua amal perbuatan kalian. Maka sekarang dengarkanlah Aku,
sesungguhnya apa yang Aku utarakan hanyalah amal perbuatan kalian dan catatan-catatan amal
perbuatan kalian sendiri yang akan dibacakan kepada kalian. Barang siapa yang menjumpai kebaikan
padanya, hendaklah ia memuji kepada Allah. Dan barang siapa yang menjumpai selain itu, maka
janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri."" Selanjutnya Allah memerintah kepada neraka
Jahannam, maka keluarlah darinya sesuatu seperti leher yang kelihatan hitam legam (gelap) oleh
semuanya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala membacakan firman-Nya: Bukankah Aku telah
memerintahkan kepada kalian, wahai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan' Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian, dan hendaklah kalian menyembah-Ku. Inilah jalan yang
lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian. Maka apakah kalian
tidak memikirkan' Inilah Jahannam yang dahulu kalian diancam (dengannya). (Yasin: 60-63) Atau
dikatakan, ""Yang dahulu kalian dustakan, "" ragu dari pihak Abu ‘Ashim. Dan (dikatakan kepada
mereka), ""Berpisahlah kalian (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai orang-orang yang jahat.
(Yasin: 59) Maka Allah memisah-misahkan manusia (antara ahli surga dan ahli neraka), dan saat itu
semua umat manusia berlutut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-
tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kalian
diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Al-Jasiyah: 28) Lalu Allah subhanahu wa ta’ala
memutuskan peradilan di antara makhluk-Nya. kecuali jin dan manusia. Allah memutuskan peradilan di
antara semua hewan liar dan binatang ternak, hingga Dia memutuskan untuk kemenangan hewan yang
tidak bertanduk terhadap hewan bertanduk (yang dahulu pernah menanduknya). Apabila Allah
subhanahu wa ta’ala telah selesai dari hal tersebut dan tidak ada lagi utang bagi seekor hewan atas
hewan lainnya, maka Allah berfirman kepada semua binatang, ""Jadilah kalian tanah!"" Maka pada saat
itu orang kafir mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu
adalah tanah. (An-Naba:40) Kemudian barulah Allah memutuskan peradilan di antara semua hamba.
Peradilan yang mula-Mula dilakukan-Nya ialah masalah yang berkaitan dengan darah. Setiap orang yang
terbunuh di jalan Allah datang, lalu Allah memerintahkan kepada setiap orang yang membunuh untuk
membawa kepala orang yang dibunuhnya, sedangkan urat leher si terbunuh penuh berlumuran darah.
Lalu ia berkata, ""Wahai Tuhanku, karena apakah orang ini membunuhku'"" Allah subhanahu wa ta’ala
Yang Maha Mengetahui bertanya, ""Karena apakah kamu membunuh mereka'"" Maka si pembunuh
menjawab, ""Saya membunuh mereka agar keagungan hanyalah bagi-Mu (yakni membela agama
Allah)."" Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ""Kamu benar."" Maka Allah menjadikan wajahnya
bercahaya seperti sinar matahari, selanjutnya para malaikat menuntunnya masuk ke dalam surga.
Setelah itu datanglah setiap orang yang membunuh bukan karena niat tersebut seraya membawa
kepada orang yang dibunuhnya dalam keadaan berlumuran darah dari urat lehernya. Lalu ia berkata,
""Wahai Tuhanku, mengapa orang ini membunuhku'"" Allah subhanahu wa ta’ala, Yang Maha
Mengetahui, bertanya, ""Mengapa kamu membunuh mereka'"" Ia menjawab, ""Saya membunuh
mereka agar keagungan hanyalah bagi saya, wahai Tuhanku."" Maka Allah berfirman, ""Celakalah
kamu!"" Kemudian tiada seorang pun yang pernah membunuh orang lain melainkan ia balas dibunuh
karenanya, dan tidak ada suatu perbuatan zalim yang dilakukan seseorang melainkan ia mendapat
hukumannya. Hal ini sepenuhnya berada di dalam kehendak Allah. Dengan kata lain, jika Dia hendak
mengazabnya, niscaya Dia mengazabnya; dan jika Dia hendak merahmatinya, niscaya Dia merahmatinya.
Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala memutuskan peradilan di antara makhluk-Nya yang perkara
mereka masih belum diputuskan, hingga tiada suatu perbuatan aniaya pun yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain melainkan Allah membalaskannya bagi si teraniaya terhadap si
penganiaya. Pada saat itu seorang penjual susu yang mencampuri susunya dengan air (ketika di dunia)
benar-benar disuruh memurnikan susunya dari air. Apabila Allah subhanahu wa ta’ala telah selesai dari
hal tersebut, maka terdengarlah suara seruan yang terdengar oleh semua makhluk, ""Ingatlah,
hendaklah masing-masing kaum bergabung dengan tuhan-tuhan mereka dan segala sesuatu yang
mereka sembah selain Allah!"" Saat itu tidak ada seorang pun yang menyembah selain Allah kecuali
ditampakkan baginya tuhan yang disembahnya itu di hadapannya. Pada hari itu ada malaikat yang
diserupakan bentuknya seperti Uzair, ada pula yang diserupakan dengan Isa putra Maryam. Maka orang-
orang Yahudi mengikuti Uzair, dan orang-orang Nasrani mengikuti Isa. Kemudian tuhan-tuhan
sesembahan mereka menggiring mereka ke dalam neraka, dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di
dalamnya. (Al-Anbiya: 99) Apabila tidak ada yang tersisa kecuali hanya orang-orang mukmin yang di
dalamnya terdapat orang-orang munafik, maka Allah mendatangi mereka dalam bentuk menurut apa
yang dikehendaki-Nya, lalu Dia berfirman, ""Wahai manusia, semua orang telah pergi, maka sekarang
bergabunglah dengan tuhan-tuhan kalian dan apa yang kalian sembah."" Mereka berkata, ""Demi Allah,
kami tidak mempunyai Tuhan selain Allah, dan kami sama sekali tidak pernah menyembah selain-Nya.""
Maka Allah pergi meninggalkan mereka, dan Dialah yang mendatangi mereka. Kemudian Allah tinggal
selama yang dikehendaki-Nya untuk tinggal, setelah itu Dia datang lagi kepada mereka dan berfirman,
""Wahai manusia, semua orang telah pergi, maka bergabunglah kalian dengan tuhan-tuhan kalian dan
apa yang kalian sembah!"" Mereka menjawab, ""Demi Allah, kami tidak mempunyai Tuhan selain Allah,
dan kami sama sekali tidak pernah menyembah selain-Nya."" Maka Allah menampakkan sebagian dari
betis-Nya dan sebagian dari kebesaran-Nya sehingga mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan
mereka. Lalu mereka menyungkur di atas muka mereka seraya bersujud, sedangkan semua orang
munafik menyungkur di atas tengkuknya (terbalik), dan Allah menjadikan tulang iga mereka mencuat
seperti tanduk sapi (menjangan). Kemudian Allah mengizinkan mereka untuk mengangkat mukanya.
Allah memasang sirat di antara kedua tepi neraka Jahannam, tajamnya seperti pisau cukur atau pedang
yang tajam. Sirat- (jembatan) itu mempunyai banyak pengait, belalai, dan duri-duri seperti duri pohon
sa'dan, dan di bagian bawahnya terdapat jembatan yang licin sekali. Maka mereka melaluinya, ada yang
cepat seperti kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang seperti cepatnya angin, seperti cepatnya
kuda balap, seperti cepatnya unta yang baik, atau seperti orang yang berjalan cepat. Di antara mereka
ada yang selamat sampai ke tepi yang lain, ada yang selamat tetapi dalam keadaan terluka, ada pula
yang terperosok di bawah mukanya, masuk ke dalam neraka Jahannam, Manakala ahli surga telah
sampai di depan pintu surga, maka semua ahli surga berkata, ""Siapakah orang yang mau memohon
syafaat kepada Tuhan kita buat kita semua hingga kita dapat masuk surga'"" Mereka menjawab, ""Siapa
lagi yang lebih berhak untuk itu selain dari kakek moyang kalian sendiri, yaitu Adam ‘alaihissalam Allah
telah menciptakannya dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri, dan meniupkan sebagian dari roh
(ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya serta berbicara dengannya secara berhadapan."" Kemudian mereka
mendatangi Adam dan meminta hal tersebut kepadanya, tetapi Adam ingat akan suatu dosa, lalu ia
berkata, ""Saya bukanlah orang yang berhak melakukan hal itu. Tetapi kalian harus meminta kepada
Nuh, karena sesungguhnya dia adalah rasul Allah yang pertama."" Maka Nabi Nuh didatangi dan diminta
agar melakukan hal tersebut, tetapi ia ingat akan suatu dosa, lalu ia berkata, ""Saya bukanlah orang yang
berhak untuk melakukan hal tersebut. Pergilah kalian kepada Ibrahim, karena sesungguhnya Allah telah
menjadikannya sebagai seorang kekasih."" Maka Nabi Ibrahim didatangi dan diminta untuk melakukan
hal itu. Tetapi ia mengingat akan suatu dosa, maka berkatalah ia, ""Aku bukanlah orang yang pantas
melakukan hal tersebut. Pergilah kalian kepada Musa, karena sesungguhnya Allah telah
mendekatkannya dalam munajatnya dan berbicara langsung kepadanya serta menurunkan kitab Taurat
kepadanya."" Nabi Musa didatangi dan diminta untuk melakukan hal tersebut. Ia ingat akan suatu dosa,
lalu berkata, ""Saya bukanlah orang yang pantas melakukan hal tersebut. Pergilah kalian kepada roh
ciptaan Allah dan kalimah (perintah)-Nya, yaitu Isa putra Maryam."" Maka Isa didatangi dan diminta
untuk melakukan hal itu, tetapi Isa berkata, ""Saya bukanlah orang yang kalian cari. Datanglah kalian
kepada Muhammad."" Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Lalu mereka datang kepadaku,
sedangkan aku mempunyai tiga kali syafaat di sisi Tuhanku yang telah Dia janjikan kepadaku. Aku
berangkat dan mendatangi surga, lalu aku memegang pegangan pintunya dan meminta izin untuk
dibuka. Maka pintu surga dibukakan untukku, dan aku disambut dengan penghormatan serta ucapan
selamat datang. Setelah aku berada di dalam surga, aku melihat Tuhanku, lalu aku menyungkur
bersujud, dan Allah mengizinkan kepadaku untuk mengucapkan sesuatu dari pujian dan pengagungan
yang belum pernah Dia izinkan kepada seorang pun dari makhluk-Nya. Kemudian Allah berfirman,
""Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah syafaat, niscaya engkau diberi izin untuk memberi
syafaat; dan mintalah, niscaya engkau diberi apa yang engkau minta. Ketika aku mengangkat kepalaku,
Allah Yang Maha Mengetahui bertanya, ""Apa yang kamu inginkan'"" Aku berkata, ""Wahai Tuhanku,
Engkau telah menjanjikan kepadaku syafaat, maka berilah aku izin memberi syafaat kepada ahli surga
agar mereka dapat masuk surga. Allah berfirman, ""Sesungguhnya Aku telah memberikan syafaat
kepadamu, dan Aku telah mengizinkan bagi mereka untuk boleh masuk surga. Rasulullah shallAllahu
‘alaihi wa sallam acap kali bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-
Nya, tiadalah kalian di dunia lebih mengenal istri-istri dan tempat-tempat tinggal kalian daripada
penduduk surga mengenal istri-istri mereka dan tempat-tempat tinggalnya. Setiap orang lelaki dari
kalangan penduduk surga menggauli tujuh puluh dua orang istri; tujuh puluh orang istri dari kalangan
bidadari yang diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala (buatnya), sedangkan yang dua orang istri dari
kalangan Bani Adam yang jauh lebih utama daripada bidadari yang diciptakan oleh Allah berkat
keutamaan ibadah mereka di dunia. Lalu ia menggauli salah seorang istrinya (yang dari kalangan Bani
Adam) di dalam sebuah kamar yang terbuat dari batu yaqut di atas sebuah ranjang dari emas yang
dihiasi dengan intan. Pada ranjang (pelaminan) itu terdapat tujuh puluh pasang kain sutera tipis dan
sutera tebal. Kemudian si lelaki itu meletakkan tangannya di antara kedua tulang belikat istrinya, lalu ia
dapat melihat tangannya dari bagian dada istrinya, yaitu dari balik pakaian, kulit, dan dagingnya. Dan
sesungguhnya si lelaki itu benar-benar dapat melihat sumsum betisnya, sebagaimana seseorang di
antara kalian melihat sebuah kabel yang ada di dalam lubang batu yaqut. Hati si istri merupakan cermin
bagi suaminya, dan hati si suami merupakan cermin bagi istrinya. Ketika si lelaki sedang bersama istrinya
itu, maka si lelaki tidak pernah merasa bosan terhadap istrinya, dan istrinya tidak pernah merasa bosan
terhadap suaminya. Tidak sekali-kali si suami menggauli istrinya melainkan ia selalu menjumpainya
dalam keadaan masih tetap perawan; zakarnya tidak pernah lemas, dan farji istrinya tidak pernah
merasa sakit. Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba ada suara yang menyerukan, ""Sesungguhnya
Kami mengetahui bahwa engkau tidak pernah merasa bosan, dan dia tidak pernah merasa bosan pula,
hanya saja tidak ada air mani, tidak ada pula air mani wanita. Perlu diketahui bahwa kamu mempunyai
banyak istri selainnya. Lalu si lelaki keluar dan mendatangi (menggauli) mereka seorang demi seorang.
Setiap kali ia menggauli seorang bidadari, maka bidadari mengatakan kepadanya, ""Demi Allah, saya
tidak pernah melihat sesuatu yang lebih tampan daripada kamu, dan tidak ada seorang pun di dalam
surga ini yang lebih aku cintai daripada kamu. Apabila ahli neraka dimasukkan ke dalam neraka, maka
yang dimasukkan ke dalam neraka adalah sebagian dari makhluk Tuhanmu yang dibinasakan oleh amal
perbuatan mereka sendiri. Di antara mereka ada orang yang dimakan oleh api neraka sebatas kedua
telapak kakinya, tidak lebih dari itu. Di antara mereka ada orang yang dimakan oleh api neraka hanya
sampai batas kedua betisnya, ada yang dilahap api neraka sampai batas kedua lutut kakinya, ada yang
dimakan oleh api neraka sampai batas pinggangnya, ada pula yang terbakar api neraka seluruh
tubuhnya kecuali wajahnya, karena Allah mengharamkan gambaran-Nya atas neraka. Rasulullah
shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Maka aku memohon, ""Wahai Tuhanku, izinkanlah aku
memberikan syafaat kepada orang yang telah masuk neraka dari kalangan umatku. Allah berfirman,
""Keluarkanlah (dari neraka) semua orang yang telah kamu kenal. Kemudian mereka dikeluarkan dari
neraka, sehingga tiada seorang pun dari mereka yang tertinggal. Sesudah itu Allah memberikan izin
dalam hal syafaat. Maka tiada seorang nabi, tiada pula seorang syuhada, melainkan memberi syafaat.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ""Keluarkanlah (dari neraka) orang-orang yang kalian
jumpai dalam hatinya iman seberat mata uang dinar!"" Maka mereka dikeluarkan dari neraka hingga
tiada seorang pun yang tersisa dari kalangan mereka. Allah memberikan syafaat-Nya lagi seraya
berfirman, ""Keluarkanlah dari neraka orang-orang yang kalian jumpai dalam hatinya iman seberat dua
pertiga mata uang dinar!"" Kemudian Allah memerintahkan yang sepertiga dinar, lalu yang seperempat
dinar, lalu yang satu qirat, dan yang terakhir ialah orang-orang yang di dalam hatinya terdapat iman
seberat biji ShallAllahu 'alaihi wa sallami. Mereka semua dikeluarkan dari neraka, sehingga tidak ada
seorang pun dari mereka yang tertinggal, tidak ada seorang pun yang pernah berbuat suatu kebaikan
karena Allah yang masih tertinggal di dalam neraka, dan tidak ada seorang pun yang berhak memberikan
syafaat kecuali memberikan syafaatnya, sehingga iblis pun memajukan dirinya melihat rahmat Allah
yang sedang dibagi-bagikan, dengan harapan ingin mendapat syafaat. Sesudah itu Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman, ""Masih ada yang tersisa, sedangkan Aku adalah Maha Pelimpah Rahmat."" Lalu Allah
memasukkan tangan (kekuasaan)-Nya ke dalam neraka Jahannam, dan mengeluarkan sejumlah orang
yang tak terhitung jumlahnya, hanya Dia Yang Mengetahuinya. Keadaan mereka seakan-akan seperti
arang yang hitam legam, lalu mereka dilemparkan ke dalam sungai yang dikenal dengan nama Nahrul
Hayat (Sungai Kehidupan). Maka tumbuhlah mereka bagaikan biji-bijian yang tumbuh di bekas tanah
yang terkena banjir; yang terkena sinar matahari menjadi hijau, sedangkan yang ternaungi menjadi
kuning. Mereka tumbuh bagaikan kecambah, jumlah mereka sangat banyak sehingga seperti semut-
semut kecil. Pada leher mereka tertulis jahannamiyyun (penghuni neraka Jahannam) yang dimerdekakan
oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. Semua penghuni surga mengetahui mereka melalui tulisan tersebut,
mereka adalah orang-orang yang sama sekali tidak pernah berbuat suatu kebaikan pun karena Allah.
Mereka tinggal di dalam surga selama waktu yang dikehendaki Allah, sedangkan tulisan tersebut masih
tetap tertera pada leher mereka. Kemudian mereka berkata, ""Wahai Tuhan kami, sudilah kiranya
Engkau menghapuskan tulisan ini dari kami."" Maka Allah subhanahu wa ta’ala menghapuskan tulisan
itu dari mereka. Imam Ath-Thabarani melanjutkan hadits ini hingga selesai, kemudian di penghujungnya
ia mengatakan bahwa hadits ini berpredikat masyhur. Padahal hadits ini gharib sekali, tetapi sebagian
darinya mempunyai syawahid (bukti) yang menguatkannya terdapat pada hadits-hadits yang terpisah-
pisah. Pada sebagian teks hadits ini terdapat hal-hal yang diingkari. Hadits diriwayatkan secara munfarid
(menyendiri) oleh Isma'il ibnu Rafi', kadi penduduk Madinah. Sehubungan dengan predikat Isma'il ibnu
Rafi' ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian menilainya tsiqah, sebagian lain menilai-Nya dha’if.
Predikat munkar hadits yang diriwayatkannya disebutkan secara nas (diputuskan) oleh bukan hanya
seorang dari kalangan para imam, seperti Imam Ahmad, Abu Hatim Ar-Razi, dan Amr ibnu Ali Al-Fallas.
Di antara ulama ada yang menilainya matruk (tidak terpakai hadisnya). Ibnu Addi mengatakan bahwa
semua hadits yang diriwayatkan melalui Isma'il ibnu Rafi' masih perlu dipertimbangkan, hanya saja
hadits-hadisnya dikategorikan ke dalam hadits-hadits yang dha’if. Menurut hemat kami sanad hadits ini
masih diperselisihkan oleh banyak pendapat yang semuanya telah kami bahas secara terpisah di dalam
sebuah kitab secara rinci. Adapun mengenai teksnya memang gharib sekali, bahkan dikatakan bahwa dia
menghimpunnya dari berbagai hadits yang cukup banyak, lalu ia rangkaikan dalam satu rangkuman.
Karena itulah maka hadits ini dinilai munkar. Kami pernah mendengar guru kami yaitu An-Hafidzh Abul
Hajjaj Al-Mazi mengatakan bahwa beliau pernah melihat karya tulis Al-Walid ibnu Muslim yang
merangkum karya tulisnya itu seakan-akan seperti syawahid (bukti yang menguatkan) sebagian dari
suku-suku hadits ini.".

7.Al-Furqaan: 2

ً ‫ش ْي ٍء َف َقدَّ َرهُ َت ْقد‬


‫ِيرا‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ٌ ‫ض َولَ ْم َي َّتخ ِْذ َولَ ًدا َولَ ْم َي ُكن لَّ ُه َش ِري‬
َ َّ ‫ك فِي ْالم ُْلكِ َو َخلَ َق ُكل‬ ُ ‫الَّذِي لَ ُه م ُْل‬
ِ ‫ك ال َّس َم َاوا‬
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu
bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

Tafsir Jalalain : (Yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan
tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya, dan Dia telah menciptakan segala sesuatu) karena
hanya Dialah yang mampu menciptakan kesemuanya itu (dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya) secara tepat dan sempurna.

Tafsir Ibnu Katsir : Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya,
agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan
bumi, dan Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-(Nya), dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. Allah
Subhanahu wa ta'ala. berfirman, memuji diri-Nya sendiri Yang Mahamulia atas apa yang telah
diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya, yaitu Al-Qur'an yang mulia, seperti pengertian yang terdapat di
dalam firman-Nya: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-
Nya, dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya, sebagai bimbingan yang lurus, untuk
memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah, dan memberi berita gembira kepada
orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh. (Al-Kahfi: 1-2), hingga akhir ayat. Dan dalam
surat ini Allah Subhanahu wa ta'ala. berfirman: Mahasuci Allah. (Al-Furqan: 1) Lafaz tabaraka adalah
wazan tafa'ala dari lafaz al-barakah, yakni keberkahan yang tetap, kokoh, lagi kekal. yang telah
menurunkan Al-Furqan (Al-Qufan). (Al-Furqan: 1) Nazzala adalah kata kerja yang menunjukkan
pengertian menurunkan secara berulang-ulang dan banyak. Sama dengan pengertian yang terdapat di
dalam firman-Nya: dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. (An-Nisa: 4) Kalau Al-Qur'an disebutkan dengan nazzala yang menunjukkan
makna turun secara berulang-ulang dengan ulangan yang banyak, sedangkan kitab-kitab terdahulu
disebutkan dengan nazala. Karena kitab-kitab terdahulu diturunkan sekaligus, sedangkan Al-Qur'an
diturunkan secara berangsur-angsur, terpisah-pisah, dan terinci ayat demi ayat, hukum demi hukum dan
surat demi surat. Hal ini lebih berkesan dan lebih mendapat perhatian yang sangat dari orang yang Al-
Qur'an diturunkan kepadanya. Seperti yang disebutkan oleh firman Allah Subhanahu wa ta'ala. dalam
pertengahan surat ini, yaitu: Berkatalah orang-orang yang kafir, Mengapa Al-Quran itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja' Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacakannya kelompok demi kelompok. Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu
(membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datang kepadamu suatu yang benar dan yang paling
baik penjelasannya. (Al-Furqan: 32-33) Karena itulah Allah menemakan Al-Qur'an dalam ayat ini dengan
Al-Furqan, sebab Al-Qur'an membedakan antara perkara yang hak dan yang batil, membedakan antara
jalan petunjuk dan jalan kesesatan, dan membedakan antara jalan yang menyimpang dan jalan yang
lurus, serta membedakan antara yang halal dan yang haram. Firman Allah Subhanahu wa ta'ala. : kepada
hamba-Nya. (Al-Furqan: 1) Kata sifat ini mengandung makna pujian dan sanjungan karena di-Mudafi-kan
kepada predikat kehambaan yang berarti hamba Allah, sebagaimana hal ini disebutkan pula dalam salah
satu keadaannya yang paling mulia, yaitu saat ia di-Isra-kan, melalui firman-Nya: Mahasuci Allah yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (Al-Isra: 1) Sebagaimana disebutkan pula pujian
ini di saat ia sedang berdoa melalui firman-Nya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad)
berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak
mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Sebagaimana disebutkan pula predikat ini saat wahyu diturunkan
kepadanya dan malaikat turun menemuinya, melalui firman-Nya: Mahasuci Allah yang telah
menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam. (Al-Furqan: 1) Adapun firman Allah Subhanahu wa ta'ala. : agar dia menjadi pemberi
peringatan kepada seluruh alam. (Al-Furqan: 1) Yakni sesungguhnya dia (Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam. ) dikhususkan oleh Allah untuk menerima Kitab yang mufassal, mulia, menjelaskan, lagi muhkam.
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang
diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42) Yaitu Kitab yang dijadikan
sebagai Furqan yang besar; tiada lain hal ini agar ia mengemban risalah secara khusus ditujukan kepada
orang-orang yang bernaung di bawah pohon-pohon yang hijau dan orang-orang yang hidup di padang
sahara (yakni semua bangsa), sebagaimana yang disebutkan oleh salah satu dari sabdanya yang
mengatakan: Aku diutus kepada bangsa yang berkulit merah dan berkulit hitam. Dan sabda lainnya yang
mengatakan: Sesungguhnya aku dianugerahi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang
pun dari kalangan para nabi sebelumku. Yang antara lain disebutkan: Dahulu seorang nabi diutus hanya
kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia. Sama halnya dengan apa
yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, ""Hai
manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua. (Al-A'raf: 158), hingga akhir ayat.
Yakni Tuhan yang mengutusku adalah Allah Yang memiliki langit dan bumi, yang berfirman kepada
sesuatu, ""Jadilah, "" maka terjadilah dia, Dialah Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Seperti yang
disebutkan dalam ayat ini melalui Firman-Nya: yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan
Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaannya). (Al-Furqan: 2) Allah
Subhanahu wa ta'ala. membersihkan diri-Nya dari beranak dan sekutu. Kemudian dalam firman
berikutnya disebutkan: Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya. (Al-Furqan: 2) Yakni segala sesuatu selain Dia adalah makhluk lagi dimiliki, sedangkan
Dialah Yang Menciptakan segala sesuatu, Yang Menguasai, Yang Memiliki dan Tuhannya, segala sesuatu
berada di bawah kekuasaan-Nya, diatur oleh-Nya, tunduk kepada-Nya dan kepada takdir-Nya. ".

Anda mungkin juga menyukai