DOSEN :
Innocentius D . Kondamaru, S.H.,M.H
DISUSUN OLEH :
A. Pengertian Logika
1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hlm. 519-520.
2
Victorianus M.H, Randa Puang, Filsafat Hukum, Sub Cabang Filsafat Umum, PT Sofmedia, Jakarta, 2013, hlm.
42
3
Stephen Palmnus, Pohon Filsafat, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2007, hlm. 116-117
merupakan keseluruhan dari hal-hal yang diketahui dan dibuktikan dengan prinsip-
prinsip, seperti pada semua ilmu. Karya-karya akal budi –pengertian, putusan, dan
pemikiran –merupakan sasaran dari logika; hal ini menggunakan objek material dari
logika. Dikatakan untuk membimbing menuju yang benar,” karena logika memandang
karya-karya akal budi untuk mengaturnya; logika menyediakan hukum-hukum, dengan
mana akal budi memperoleh yang benar. Dengan kata lain objek formil dari pada logika
adalah aturan-aturan yang harus diperhatikan pada karya-karya akal budi atau pengaturan
pada karya-karya akal budi itu dank arena logika itu dibedakan dengan bagian-bagian
filsafat yang lain tentang pengetahuan. Maka dari itu, logika merupakan keseluruhan
daripada hukum-hukum untuk memperoleh yang benar dalam pemikiran kita; sehingga
logika juga disebut teknik berpikir/techne-ars. 4 Karena itu, maka :
Apabila logika menyajika hukum-hukum dan membimbing pemikiran,
logika merupakan teknik; apabila logika mebuktikan hukum-hukum
dengan menggunakan prinsip-prnsip, maka logika merupakan ilmu,
dengna satu kata: logika adalah teknik ilmiah.
1. Substansi
2. Kuantitas
Substansi
3. Kualitas
4. Relasi
Aristoteles : Pengertian
5. Tempat
memuat dua golongan
6. Waktu
7. Keadaan
Aksidensia 8. Mempunyai
9. Berbuat
10.Menderita
4
Victorianus MH Randa Puang, Op. cit., hlm. 43.
sifat yang secara tidak kebetulan. Dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh
jenis kategori.
Apabila penulis merunutnya dalam konteks yang logis, maka di dalam hukum,
hubungan antara apa yang dikatakan oleh Aristoteles diatas sangat erta kaitannya. Dalam
kasus tindak pidana korupsi berdaasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat disistematisasi konsep
Aristoteles tersebut. Yang mana bunyi UU tersebut :
Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kata “orang” menunjuk pada manusia sebagai subjek hukum. Subjek Hukum ada
dua yakni orang dan badan hukum. “Setiap ekor ayam, setiap batang kayu, setiap biji
kedelai”, bukanlah subjek hukum, itu adalah objek. Misalnya :
“ Setiap ekor ayam milik Pak Malik yang keluar dari kadangnya dicuri oleh
Jonathan.” Ayam adalah objek yang dicuri sedangkan Jonathan adalah si pencuri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 362 KUHP, pencurian dapat dipidana.
Eksistensi ayam sebagai objek yang dicuri tidak ditanyakan, tapi Jonathan
sebagai si pencuri dan Pak Malik sebagai pemilik ayam yang dicuri, sekaligus mewakili
ayam. Pertentangan antara subjek hukum vs. subjek hukum, mengenai ayam (objek)
dengan memegang pada norma hukum. Itulah hakikat defenitif yang diuraikan
Aristoteles.
Oleh karena itu, logika mensyaratkan tersistemasinya satu premis hingga ke
konklusi, sehingga ia menciptakan jalan “berpikir” yang lurus. Maka jangan heran
apabila sering diulang-ulang mengenai :
Premis Mayor
Premis minor
Konklusi
Dimana ketiganya menjadi satu kesatuan sistem berpiki yang koheren, radikal,
sistematis, dan konstruktif.