Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI ADMINISTRASI PERADILAN AGAMA

KEJURISTAAN

(TUGAS POKOK JURUSITA DAN FUNGSINYA)

Deni Ahmad Nurudin, Febriyanti Syamsudin Putri, Devi Permata Putri Iryanti

Jurusan Hukum Keluarga Islam

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon

e-mail: deniahmad175@gmail.com , devipermataputrii09@gmail.com ,


febriyantisyamsudin@gmail.com

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan memaparkan tentang tugas pokok jurusita dan fungsinya serta
menguraikan tentang macam-macam sita, syarat menjadi seorang jurusita dan jurusita
pengganti di pengadilan agama, pendeglasian sita dan penyitaan. Metode dalam kajian
ini adalah penelitian kepustakaan. Yang mana referensi dalam tulisan ini di ambil dari
buku - buku dan jurnal - jurnal yang relevan dengan materi tugas pokok jurusita dan
fungsinya, macam - macam jurusita, syarat menjadi jurusita dan jurusita pengganti di
pengadilan agama, pendeglasian sita dan penyitaan. Dalam penelitiannya, mengenai
pengertian kejurusitaan adalah bagian dari fungsi kepaniteraan pengadilan, dan dalam
beberapa hal bertanggung jawab kepada dan berkoordinasi dengan Panitera disebut
dalam SK/004/SK/11/92. Sedangkan dalam Kamus Istilah Hukum, Jonaedi Efendi
menyebutkan bahwa juru sita adalah pegawai negeri yang melakukan tugas
kejurusitaan sebagaimana ditentukan Pasal 6 (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1986
atau Pasal 103 (1) Undang-Undang No.7 Tahun 1989. Adapun dalam penelitian ini
mengenai pengertian Juru Sita Pengganti adalah pelaksana tugas kejurusitaan pada
pada Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama yang diangkat dan diberhentikan oleh
Ketua Pengadilan. Inti dari tugas pokok jurusita dan fungsinya adalah Sebagai
Koordinator para Juru Sita Pengganti, membantu Majelis Hakim dalam pemanggilan

1
para pihak atau saksi-saksi untuk menghadiri persidangan, pengucapan ikrar talak,
melaksanakan penyitaan, menjalankan putusan Hakim (eksekusi), menyampaikan
pemberitahuan isi putusan, membuat berita iklan/pengumuman dan melaksanakan
tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan.

Kata Kunci : Jurusita, Jurusita pengganti, Pengadilan

2
A. PENDAHULUAN
Juru sita merupakan salah satu pejabat yang bertugas di pengadilan agama, selain
hakim, panitera dan pejabat lainnya. Pada setiap pengadilan agama ditetapkan
adanya juru sita dan juru sita pengganti (Pasal 38 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009).
Sebelum memangku jabatannya, juru sita dan juru sita pengganti diambil
sumpahnya menurut agama Islam oleh ketua pengadilan agama (Pasal 41 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009).

Tugas juru sita dan juru sita pengganti sangat berkaitan erat dengan administrasi
persidangan dan penyelesaian perkara. Pekerjaan juru sita dan juru sita pengganti
diawali sejak masuknya atau diterimanya perkara di pengadilan agama sampai
pelaksanaan (eksekusi) putusan hakim. Seorang juru sita dan juru sita pengganti
berkedudukan sebagai pejabat umum yang dingkat atas usul ketua pengadilan
agama. Juru sita dan juru sita pengganti termasuk pejabat fungsional di pengadilan
agama karena tugasnya sesuai fungsinya membantu tugas-tugas administrasi
pengadilan dan bagian dari fungsi pengadilan yang bertanggung jawab kepada
panitera.

Salah satu tugasnya antara lain memanggil para pihak dengan cara yang sah dan
patut. Agar panggilannya sah dan patut ia harus pandai mengatur waktu
pemanggilan dengan jeda waktu persidangan, disamping itu ia harus pandai bergaul
karena tugasnya menghubungi media massa tempat panggilan dimuat, menghubungi
lurah/ kepala desa tempat pihak yang dipanggil ketika tidak bertemu dengan yang
bersangkutan. Pandai melobi, berkoordinasi dengan petugas keamanan. Disamping
itu masih banyak tugas-tugas lain yang harus dilaksanakan oleh juru sita dan juru
sita pengganti antara lain melaksanakan perintah penyitaan, eksekusi dan lelang.

B. PEMBAHASAN

3
1. Pengertian Kejurusitaan
Istilah kejurusitaan dalam Peradilan Agama sudah tidak asing lagi bagi
para ahli hukum. Istilah jurusita merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda, deurwaarder. Pekerjaan ini memang sudah ada dalam organisasi
peradilan sejak zaman Belanda. Seorang jurusita berkedudukan sebagai pejabat
umum yang diangkat atas usul Ketua Pengadilan. Ia termasuk tenaga fungsional
di pengadilan, karena bertugas sesuai fungsi yang dimilikinya membantu tugas-
tugas administrasi pengadilan. Karena itu, jurusita adalah bagian dari fungsi
kepaniteraan pengadilan, dan dalam beberapa hal bertanggung jawab kepada
dan berkoordinasi dengan Panitera disebut dalam SK/004/SK/11/92. Perannya
sangat penting untuk melaksanakan tugas kejurusitaan pada Pengadilan tingkat
pertama dibawah Mahkamah Agung RI yaitu Peradilan Umum, Peradilan
Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara. dalam menjamin proses administrasi
perkara berjalan sesuai dengan kode etik panitera dan juru sita pasal 1 (3).
.Sebagaimana dari penjelasan diatas, bahwa juru sita merupakan bagian
pejabat organisasi peradilan. Begitu juga di Peradilan Agama, juru sita
memanglah bagian penting dalam organisai peradilan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), istilah juru sita terdapat gabungan dari dua huruf
“juru” dan “sita”. Juru adalah orang yang pandai dalam suatu pekerjaan yang
memerlukan latihan, kecakapan, dan kecermatan (keterampilan). Sedangkan sita
adalah tuntunan pengadilan atu perihal mengambil dan menahan barang
menurut keputusan pengadilan oleh alat negara (polisi dan sebagainya). Jadi
singkatnya juru sita ialah pegawai pengadilan yang bertugas menyita barang-
barang, serta melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua
Pengadilan, Ketua Sidang, dan Panitera. 1 Pekerjaan jurusita banyak di lapangan,
sehingga tidak akan menemukan jurusita duduk di belakang hakim saat sidang
berlangsung. Meskipun demikian, hasil kerja jurusita berpengaruh pada
administrasi pengadilan. Tenaganya terutama dibutuhkan dalam perkara perdata
sejak awal hingga eksekusi putusan

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengenai Juru Sita https://kbbi.kata.web.id/juru-sita/

4
Sedangkan dalam Kamus Istilah Hukum, Jonaedi Efendi menyebutkan
bahwa juru sita adalah pegawai negeri yang melakukan tugas kejurusitaan
sebagaimanaditentukan Pasal 6 (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum atau Pasal 103 (1) Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang menyebutkan bahwasannya masing-masing juru sita
tersebut diangkat dan diberhentikan oleh menteri yakni Menteri Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia dan Menteri Agama atas usul Ketua Pengadilan. Adapun
Juru Sita Pengganti adalah pelaksana tugas kejurusitaan pada pada Pengadilan
Umum dan Pengadilan Agama yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Pengadilan. 2

2. Syarat Menjadi Seorang Juru sita dan Juru sita Pengganti di Peradilan
Agama
Seseorang yang ingin menjadi juru sita di Peradilan Agama pada
umumnya tentu harus warga negara Indonesia dan beragama Islam. Non-
muslim tidak bisa menjadi juru sita di Peradilan Agama, hanya bisa di Peradilan
Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Syarat untuk dapat diangkat menjadi juru sita sesuai UU No.7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 39, seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:3
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. berijazah serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat atas;
f. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Juru Sita
Pengganti.
Dan untuk dapat diangkat menjadi juru sita pengganti, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

2
Jonaedi Efendi, Kamus Istilah Hukum, (Jakarta: Kencana), 206.

3
Pasal 39 UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

5
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai
negeri pada Pengadilan Agama.

Mengenai Juru Sita dan Juru Sita Pengganti ternyata terdapat perbedaan
dalam hal pengangkatan. Dalam pasal 40 (1) UU No.7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama Juru Sita diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama atas
usul Ketua Pengadilan Agama. Dan sedangkan Juru Sita Pengganti diangkat
dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan Agama. Ini artinya Juru Sita lebih
tinggi dari Juru Sita Pengganti.
Perlu anda ketahui juga bahwa baik seorang Juru Sita maupun Juru Sita
Pengganti tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang
berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan. Juru Sita
tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
Kemudian sebelum memangku jabatan dan tugasnya, Juru Sita dan Juru
Sita Pengganti diambil sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan
Agama. Bunyi sumpah adalah sebagai berikut :
 "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan
saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau
cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu
kepada siapa pun juga".
 "Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesusatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian".
 "Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang
serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
 "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya
ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang
dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya

6
dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Juru Sita, Juru Sita
Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan
keadilan.”4

3. Tugas dan Fungsi Juru Sita di Peradilan Agama


Pada intinya tugas Pokok dan fungsi Jurusita adalah sebagai koordinator
para Juru Sita Pengganti, membantu Majelis Hakim dalam pemanggilan para
pihak atau saksi-saksi untuk menghadiri persidangan, pengucapan ikrar talak,
melaksanakan penyitaan, menjalankan putusan Hakim (eksekusi),
menyampaikan pemberitahuan isi putusan, membuat berita iklan/pengumuman
dan melaksanakan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada
atasan.
Adapun penjabarannya mengenai tugas pokok dan fungsi Juru Sita
disebutkan pada pasal 103 adalah sebagai berikut:
1) Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ktua Sidang.

2) Menyampaikan pengumuman, teguran dan pemberitahuan penetapan atau

putusan pengadilan.
3) Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan Agama.

4) Membuat berita acara penyitaan yang salinan resminya diberikan kepada

pihak yang berkepentingan. 5

4. Tugas Pokok dan Fungsi Juru Sita Pengganti di Peradilan Agama


Dikutip dari halaman situs Peradilan Agama Banggai, bahwa tugas dan
fungsi Juru Sita Pengganti intinya adalah membantu Majelis Hakim dalam
pemanggilan para pihak atau saksi-saksi untuk menghadiri persidangan,
pengucapan ikrar talak, melaksanakan penyitaan, menjalankan putusan Hakim
(eksekusi), menyampaikan pemberitahuan isi putusan, membuat berita
iklan/pengumuman dan melaksanakan tugas khusus serta melaporkan
pelaksanaan tugas kepada atasan.

4
Pasal 41 UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
5
Adiyono, Buku Ajar Hukum Acara Perdata Peradilan Agama, (Pamekasan: Duta Media,2018),
100.

7
Tugas Pokok dan Fungsi Jurusita Pengganti antara lain:
1) Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Pengadilan,

Ketua Majelis dan Panitera atau Panitera Pengganti


2) Membantu Majelis Hakim dalam upaya mewujudkan proses
pemeriksaan dan mengadili secara seksama, cepat dan biaya ringan
sesuai hukum acara
3) Melaksanakan tugas kejurusitaan antara lain : Pemanggilan terhadap

para pihak yang berperkara, Saksi-saksi Ahli, pemanggilan untuk


tegoran, pemanggilan untuk persidangan, pengucapan ikrar thalak dan
penyitaan
4) Menyampaikan pemberitahuan isi putusan, Banding, Kasasi dan atau

Peninjauan Kembali
5) Menjalankan putusan Hakim (Eksekusi)

6) Membuat berita iklan/Pengumuman bagi perkara ghoib

7) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasannya6

5. Macam-Macam Sita
Setelah anda mengetahui apa itu Juru Sita tugas dan fungsinya, perlu
anda ketahui juga macam-macam sita. Sita adalah tindakan menempatkan harta
kekayaan tergugat (harta sengketa) secara paksa berada dalam penjagaan yang
dilakukan secara resmi berdasarkan perintah pengadilan atau Hakim. Di
lingkungan peradilan agama jenis-jenis sita yang harus anda tahu, yaitu :
a. Conservatoir Beslag (Sita Jaminan Barang Milik Tergugat)
Dapat diketahui bahwa apabila ada dugaan yang beralasan sebelum
perkaranya diputus di pengadilan atau sudah diputus tetapi belum dijalankan,
sedangkan Tergugat berusaha menggelapkan atau membawa pergi barang-
barang bergerak atau barang tetap, maka Ketua Pengadilan Agama atas
pemohonan yang berkepentingan dapat memerintahkan agar dilakukan
penyitaan terhadap barang-barang tersebut untuk memenuhi hak bagi yang

6
PA Banggai, “Tugas Pokok Dan Fungsi Jabatan Dari Ketua Sampai Jurusita Pengganti Pada Pengadilan
Agama Banggai” https://pa-banggai.go.id/tugas-pokok-dan-fungsi-jabatan (diakses tanggal 02
September 2021)

8
mengajukan permohonan itu. Permohonan sita itu dapat diajukan oleh yang
berkepentingan bersama-sama dengan gugatan, atau juga secara lisan dalam
persidangan, dapat juga dilaksanakan sita setelah perkara diputus jika
perkara itu dalam proses banding dan kasasi. (pasal 227 HIR/Pasal 261
RBG).7
Jika kita lihat penjelasan tentang apa itu sita jaminan, dapat ditarik
kesimpulan tentang ciri-ciri dari sita jaminan yaitu :
 sita jaminan diletakkan atas harta yang disengketakan status
pemiliknya atau terhadap harta kekayaan Tergugat dalam sengketa
utang piutang atau juga dalam sengketa dan tuntutan ganti rugi.
 objek sita jaminan itu bisa meliputi barang yang bergerak atau tidak
bergerak, dapat dilaksanakan terhadap yang berwujud dan tidak
berwujud.
 pembatasan sita jaminan bisa hanya pada barang-barang tertentu jika
gugatan didalilkan berdasarkan sengketa hak milik atas barang yang
tertentu atau bisa meliputi seluruh harta kekayaan Tergugat sampai
mencakup jumlah seluruh tagihan apabila gugatan didasarkan atas
piutang atau tuntutan ganti rugi.
 tujuan sita jaminan dimaksudkan untuk menjamin gugatan Penggugat
tidak illussoir (hampa) pada saat putusan nanti memperoleh kekuatan
hukum yang tetap dan tetap terjamin keutuhannya sampai tiba saatnya
putusan itu dieksekusi.
b. Revindacotoir Beslag (Sita Jaminan Milik Penggugat)

Revindacotoir berasal dari dari kata revindiceer yang berarti


mendapatkan jadi revindacotoir berarti penyitaan untuk mendapatkan hak
kembali. Atau sita yang dilakukan oleh Pengadilan terhadap benda bergerak
milik sendiri yang telah dijual tetapi belum dibayar harganya oleh pembeli.
Gugatan diajukan untuk memperoleh kembali hak atas barang milik
penggugat yang berada di tangan tergugat. Barang yang dimohon agar disita

7
Tim Yuridis, “Macam-Macam Sita Di Lingkungan Peradilan Agama”,
https://yuridis.id/macam-macam-sita-di-lingkungan-peradilan-agama/ (diakses tanggal 02 September
2021)

9
harus disebutkan dalam surat gugatan secara jelas dan rinci dengan
menyebutkan ciri-cirinya. Apabila gugatan dikabulkan untuk seluruhnya
maka sita Revindicotoir dinyatakan sah dan berharga,dan tergugat dihukum
untuk menyerahkan barang tersebut kepada penggugat.Dalam rangka
eksekusi barang yang dikabulkan tersebut diserahkan kepada penggugat.
Sita Revindicotoir maksudnya adalah agar barang yang tergugat itu
jangan sampai dipindahkan selama proses perkara berlangsung. Barang yang
dapat disita secara Revindicotoir adalah hanya barang bergerak milik
penggugat yang ada di tangan tergugat (Pasal 226 HIR/Pasal 260 RBG).
Dari ketentuan sebagaimana di atas tersebut, maka dapat dikemukakan
bahwa sita revindikasin mempunnyai ciri-ciri sebagai berikut:8
 Sita revindikasin dilaksanakan atas permintaan Penggugat terhadap
barang milik Penggugat yang saat ini dikuasai oleh Tergugat.
 Penyitaan tersebut dilaksanakan atas benda yang dikuasai oleh Tergugat
secara tidak sah atau melawan hukum atau juga Tergugat tidak berhak
atasnya.
 Objek sita hanya terbatas pada benda bergerak saja sekalipun dalil
gugatan berdasarkan hak milik.
c. Executorial Beslag (Sita Eksekusi)
Sita Eksekusi adalah sita yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan
suatu putusan Pengadilan Agama karena pihak Tergugat tidak mau
melaksanakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
meskipun pihak Pengadilan Agama telah memperingatkan pihak Tergugat
agar putusan Pengadilan Agama yang telah berkekuatan hukum tetap itu
supaya dilaksanakan oleh Tergugat secara sukarela sebagaimana
mestinya.Sita Eksekusi mengharuskan Tergugat membayar sejumlah uang. 9
Berdasarkan pengertian diatas tentang sita eksekusi, maka ciri-ciri sita
eksekusi adalah :

8
Adiyono, Buku Ajar Hukum Acara Perdata Peradilan Agama…,86.
9
Adiyono, Buku Ajar Hukum Acara Perdata Peradilan Agama…,91.

10
 Dilaksanakan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan
sebelumnya tidak dilaksanakan sita terhadap barang-barang yang
disengketakan.
 Tujuan sita ini adalah untuk memenuhi pelaksanaan putusan pengadilan
agama dan berakhir dengan tindakan pelelangan.
 Hanya terjadi dalam hal-hal yang berkenaan dengan pembayaran
sejumlah uang dan ganti rugi.
 Kewenangan memerintah sita eksekusi sepenuhnya berada di tangan
ketua pengadilan agama bukan atas perintah ketua majelis hakim.
 Dapat dilaksanakan secara berulang-ulang sampai pembayaran atau
pelunasan sejumlah uang dan ganti rugi terpenuhi.
d. Maritale Beslag (Sita Atas Harta Perkawinan)

Sita Marital diatur dalam pasal 823.a Rv. Sita marital bukanlah untuk
menjamin suatu tagihan hutang atau penyerahan barang atau karena
perbuatan melawan hukum, melainkan menjamin agar harta kekayaan dalam
perkawinan tidak dijual atau dialihkan kepada pihak lain. Sita marital
fungsinya untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa
perceraian. Sita marital dimohonkan oleh pihak istri terhadap barang-barang
di dalam penguasaan suami sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya
sehubungan dengan gugatan perceraian, agar selama proses berlangsung
barang-barang tersebut jangan dipindahkan oleh suami. 10
6. Pendelegasian Sita Dan Penyitaan
Untuk melaksanakan penyitaan terhadap barang-barang yang bergerak
maupun barang-barang yang tidak bergerak yang berada di luar wilayah hukum
suatu pengadilan agama dimana barang –barang itu berada. Surat permohonan
sita dibuat oleh Ketua Pengadilan Agama dengan melampirkan penertapan sita
yang telah dibuat oleh Majelis Hakim. Penetapan sita dibuat oleh Majelis
Hakim dengan mencantumkan kata-kata “memerintahkan panitera/Juru Sita
Pengadilan Agama ………………. dengan perantaraan panitera/Juru Sita

10
Tim Yuridis, “Macam-Macam Sita Di Lingkungan Peradilan Agama”,
https://yuridis.id/macam-macam-sita-di-lingkungan-peradilan-agama/ (diakses tanggal 02 September
2021)

11
Pengadilan Agama ………………. (PA tempat ojek sita berada).” Tentang
berapa biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan sita itu dapat dikonfirmasikan
dengan Pengadilan Agama yang dimintakan sita tersebut.
Kemudian Pengadilan Agama yang mendapat pendelegasian sita itu
menujuk panitera/Juru Sita untuk melaksanakan sita tersebut dengan apa yang
tersebut dalam penetapan sita. Jadi, Pengadilan Agama yang dimintakan
bantuan sita itu tidak perlu membuat penetapan sita baru, tapi dapat secara
langsung membuat surat tugas atau menujuk panitera/Juru Sita itu berkewajiban
segera mengirim hasil pelaksanaan situ itu kepada Pengadilan Agama yang
meminta sita dalam tempo 2x24 jam dalam bentuk berita acara penyitaan sesuai
dengan maksud pasal 193 ayat (5) HIR. Pengiriman berita acara itu
dilaksanakan denan surat pengantar yang ditanda tangani oleh ketua Pengadilan
Agama. 11

C. KESIMPULAN
Jadi singkatnya juru sita ialah pegawai pengadilan yang bertugas menyita
barang-barang, serta melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua
Pengadilan, Ketua Sidang, dan Panitera. Pekerjaan jurusita banyak di lapangan,
sehingga tidak akan menemukan jurusita duduk di belakang hakim saat sidang
berlangsung.
Sedangkan dalam Kamus Istilah Hukum, Jonaedi Efendi menyebutkan bahwa
juru sita adalah pegawai negeri yang melakukan tugas kejurusitaan
sebagaimanaditentukan Pasal 6 (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum atau Pasal 103 (1) Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang menyebutkan bahwasannya masing-masing juru sita tersebut
diangkat dan diberhentikan oleh menteri yakni Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia dan Menteri Agama atas usul Ketua Pengadilan.
Adapun Juru Sita Pengganti adalah pelaksana tugas kejurusitaan pada pada
Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama yang diangkat dan diberhentikan oleh
Ketua Pengadilan. Perlu anda ketahui juga bahwa baik seorang Juru Sita maupun

11
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2005), 107-108.

12
Juru Sita Pengganti tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat
yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
Kemudian sebelum memangku jabatan dan tugasnya, Juru Sita dan Juru Sita
Pengganti diambil sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan Agama.
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan
jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam
melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya
bagi seorang Juru Sita, Juru Sita Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam
menegakkan hukum dan keadilan.” Sita Eksekusi adalah sita yang berhubungan
dengan masalah pelaksanaan suatu putusan Pengadilan Agama karena pihak
Tergugat tidak mau melaksanakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, meskipun pihak Pengadilan Agama telah memperingatkan pihak Tergugat
agar putusan Pengadilan Agama yang telah berkekuatan hukum tetap itu supaya
dilaksanakan oleh Tergugat secara sukarela sebagaimana mestinya. Sita Eksekusi
mengharuskan Tergugat membayar sejumlah uang. (PA tempat ojek sita berada).”
Tentang berapa biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan sita itu dapat
dikonfirmasikan dengan Pengadilan Agama yang dimintakan sita tersebut.
Kemudian Pengadilan Agama yang mendapat pendelegasian sita itu menujuk
panitera/Juru Sita untuk melaksanakan sita tersebut dengan apa yang tersebut dalam
penetapan sita.
Jadi, Pengadilan Agama yang dimintakan bantuan sita itu tidak perlu membuat
penetapan sita baru, tapi dapat secara langsung membuat surat tugas atau menujuk
panitera/Juru Sita itu berkewajiban segera mengirim hasil pelaksanaan situ itu
kepada Pengadilan Agama yang meminta sita dalam tempo 2x24 jam dalam bentuk
berita acara penyitaan sesuai dengan maksud pasal 193 ayat (5) HIR.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Efendi, Jonaedi. Kamus Istilah Hukum, Jakarta: Kencana, 2009.

UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Adiyono, Buku Ajar Hukum Acara Perdata Peradilan Agama, Pamekasan: Duta
Media,2018.
Banggai, PA. “Tugas Pokok Dan Fungsi Jabatan Dari Ketua Sampai Jurusita Pengganti
Pada Pengadilan Agama Banggai”, https://pa-banggai.go.id/tugas-pokok-dan-fungsi-
jabatan (diakses tanggal 02 September 2021)
Yuridis, Tim. “Macam-Macam Sita Di Lingkungan Peradilan Agama”,
https://yuridis.id/macam-macam-sita-di-lingkungan-peradilan-agama/ (diakses tanggal
02 September 2021)

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,


Jakarta: Prenada Media Group, 2005.

14

Anda mungkin juga menyukai