Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam yang memiliki tingkat keaslian
serta keluasan pembahasan dalam ilmu pengetahuan tidak akan pernah kering dari
panafsiran, ibarat lautan tanpa batas yang tidak akan pernah kering di minum oleh
zaman, oleh karena itu penafsiran dalam Al Qur’an tidak akan pernah mencapai
titik akhir kecuali atas kehendak Allah, Al Qur’an sendiri diturunkan Allah
sebagai kitab terakhir bagi umat di alam semesta artinya tidak akan ada lagi kitab
suci yang akan di turunkan oleh Allah SWT. Walaupun Allah mampu untuk
menurunkannya, itulah janji Allah.
Akhir-akhir ini, kita disuguhkan dengan slogan-slogan baik di media
cetak, elektronik, atau spanduk yang bertebaran di jalan-jalan, yang berisi ajakan,
seruan dari para calon pemimpin untuk mempercayai dan memilih mereka dalam
pemilu yang akan datang. Mereka memberikan janji bahwa mereka adalah orang
yang dapat dipercaya untuk mengemban amanah rakyat dan berlaku adil jika
terpilih. Meskipun pada kenyataannya, setelah terpilih banyak yang terkena
amnesia sesaat, yaitu lupa dengan janji dan amanah yang telah diberikan kepada
mereka. Selain itu, akhir-akhir ini pun kita disuguhkan dengan berita-berita terkait
kasus suap dan korupsi yang melibatkan banyak pejabat Negara. Jumlah uang
suap dan yang dikorupsi pun sangat mencengangkan. Kasus tersebut membuka
mata kita, bahwa tidaklah mudah untuk menjalankan amanah dan berlaku adil.
Oleh sebab itu, lewat prolog di atas tentunya kami sebagai pemakalah akan
berusaha menjelaskan tafsir surat al-Nisa ayat 58-60 dan surat al-Maidah ayat 8
yang isi dari pembahasan ayat tersebut adalah menjelaskan tentang kewajiban
menegakkan keadilan dan menunaikan amanah.
Tentunya kami sadar bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, kritik opini dan saran selalu penulis harapkan, agar semakin
melengkapi materi makalah ini. Semoga apa yang ada dalam makalah ini dapat
bermanfaat. Dan kesalahan dalam penyusunan dapat dimaafkan dan diperbaiki di
masa mendatang.
BAB II
PEMBAHASAN

AYAT TENTANG KEWAJIBAN MENEGAKKAN KEADILAN DAN


MENUNAIKAN AMANAH

A. QS Al-Nisaa: 58-60
    
  
  
   
   
    
   

Artinya : (58) Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.

 
  
 
    
   
   
  
   
   
Artinya : (59) Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
   
  
   
   
  
  
   
  
  
Artinya : (60). Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ?
mereka hendak berhakim kepada thaghut, Padahal mereka telah
diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.

Sabab Nuzul
Dari Ibnu Abbas ra. Menjelaskan bahwa setelah makkah berhasil ditakhlukkan,
Rasulullah saw. Memanggil Usman Bin Thalhah ra. Untuk meminta kunci ka’bah
kepada Rasul saw. Tiba-tiba Abbas ra. Berdiri dan berkata, “ wahai Rasulullah,
demi Allah, berikan kunci itu kepadaku, agar aku rangkap tugas pemberi minum
dan pemegang kunci ka’bah sekaligus.” Usman ra. Pun kembali menahan
tangannya. Melihat itu Rasulullah saw. Pun berdiri membuka pintu ka’bah, dan
masuk kedalamnya. Setelah itu, beliau melakukan thawaf. Tak lama, Jibril as.
Dating dan menyampaikan pesan dari Allah agar kunci itu di kembalikan kepada
Usman ra. Rasul saw pun memanggil Usman ra. Dan menyerahkan kunci itu
kepadanya. Maka turunlah ayat ini. ( HR. Ibnu Mardawaih )
Dari Ibnu Abbas ra. Menjelaskan, bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan
Abdullah bin Hudzafah bin Qaisra. Ketika ia diutus Rasulullah saw. Untuk
memimpin suatu pasukan perang. ( HR. Bukhari dan Muslim)

Kosa Kata
Al-Amaanaat jamak dari amanat ialah sesuatu yang dipercayakan kepada
seseorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata amanat dengan
pengertian ini sangat luas, meliputi manat Allah terhadap hamba-Nya, amanat
seseorang terhadap sesamanya dan terhadap dirinya sendiri. Amanah adalah lawan
dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya
dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu.Agama mengajarkan
bahwa amanah/kepercayaan adalah asas keimanan berdasarkan sabda Nabi saw.
“tidak ada iman bagi yang tidak memiliki amanah.” Selanjutnya, amanah yang
merupakan lawan dari khianat adalah sendi utama interaksi. Amanah tertsebut
membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan itu melahirkan ketenangan batin
yang selanjutnya melahirkan keyakinan.bahwa ayat ini menggunakan bentuk
jamak dari kata manah. Hal ini karena amanah bukan sekedar sesuatu yang
bersifat material, tetapi juga non-material dan bermacam-macam. Semuanya
diperintahkan Allah agar ditunaikan.

Tafsir Ayat
Allah SWT. Mengabarkan, bahwa Dia memerintahkan untuk menunaikan
amanah kepada ahlinya. Di dalam hadis al-Hasan dari Samurah, bahwa Rasulullah
saw. Bersabda “ tunaikanlah amanah kepada yang memberikan amanah dan
jangan khianati orang yang berkhianat kepadamu.” ( HR. Ahmad dan Ahlu al
sunnah).
Hal itu mencakup seluruh amanah yang wajib bagi manusia, berupa hak-
hak Allah SWT. Terhadap para hamba-Nya, seperti shalat, zakat, puasa, kafarat,
nazar dan selain dari itu, yang kesemuanya adalah amanah yang diberikan tanpa
pengawasan hamba-Nya yang lain. Serta amanah yang berupa hak-hak sebagian
hamba dengan hamba lainnya, seperti titipan dan selanjutnya, yang kesemuanya
adalah amanah yang dilakukan tanpa pengawasan saksi. Itukah yang
diperintahkan oleh Allag SWT. Untuk ditunaikan. Barang siapa yang tidak
melakukannya di dunia ini, maka akan dimintai pertanggung jawabnya di hari
kiyamat, sebagaimana yang terdapat di dalam hadis shahih , bahwasanya
Rasulullah saw. Bersabda: “ Sungguh, kamu akan tunaikan hak kepada ahlinya,
hingga akan di qisas untuk (pembalasan) seekor kambing yang tidak bertanduk
terhadap kambing yang bertanduk”.
Amanat Allah terhadap hamba-Nya yang harus dilaksanakan adalah antara
lain : melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjahui larangan-Nya.
Semua nikmat Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarraub
kepada-Nya.
Amanat seseorang terhadap hambanya yang harus dilaksanakan antara
lain; mengembalikan titipan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu
apapun, tidak menipunya, memelihara rahasia dan lain sebagainya dan termasuk
juga di dalamnya:
a. Sifat adil penguasa terhadap rakyat dalam bidang apapun dengan tidak
membeda-bedakan antara satu dengan yang lain di dalam pelaksanaan hokum,
sekalipun terhadap keluarga dan anak sendiri.
b. Sifat adil ulama terhadap orang awam, seperti menanamkan kedalam hati
mereka aqidah yang benar, membimbingnya kepada mal-amal yang
bermanfaat baginya di dunia dan akhirat, memberikan pendidikan yang baik,
menganjurkan usaha yang halal, memberikan nasehat-nasehat yang menambah
kuat imannya, menyelamatkannya dari perbuatan dosa dan maksiat,
membangkitkan semangat untuk berbuat baik dan melakukan kebajikan
mengeluarkan fatwa yang berguna dan bermanfaat di dalam melaksanakan
syariat dan ketentuan Allah SWT.
c. Sifat adil seorang suami terhadap istrinya, begitupun sebaliknya, seperti
melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain, tidak
membeberkan rahasia pihak yang lain, terutama rahasia khusus antara
keduanya yang tidak baik diketahui orang lain.
Amanat seorang terhadap dirinya sendiri; seperti berbuat sesuatu yang
menguntungkan dan bermanfaat bagi dirinya dalam soal dunia dan agamanya.
Janganlah ia berbuat hal-hal yang membahayakannya di dunia dan akhirat, dan
lain sebagainya.
Ayat di atas, ketika memerintahkan menunaikan amanah, di tekankannya
bahwa amanah tersebut harus di tunaikan kepada ahlaha yakni pemiliknya, dan
ketika memerintahkan menetapkan hokum dengan adil, di nyatakan apabila kamu
menetapkan hokum di antara manusia. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil itu
ditujukan terhadap manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanah
maupun keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama,
keturunan, atau ras. Dan Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya,
Muhammadsaw supaya memperhatikan bagaimana anehnya sikap dan tingkah
laku orang-orang yang telah mengaku dirinya beriman kepada Al-Quran yang di
turunkan kepada Rasulullah saw. Dan kepada kitab-kitab suci lainnya yang
diturunkan kepada para Nabi dan rasul sebelumnya. Orang-orang yang mengaku
beriman ini, telah berbuat sesuatu yang sangat berlawanan dengan pengakuan
keimanan yang mereka ucapkan.

Orientasi Hukum
Ketahuilah, bahwa muamalah manusia, baik itu dilakukan dengan Rabb-
Nya, atau dengan sesame manusia, atau terhadap dirinya, ia mesti memelihara
amanah. Inilah tugas kaum muslimin sekaligus akhlak mereka, yaitu menunaikan
amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya dan memutuskan hokum
dengan adil di antara manusia sesuai dengan manhaj dan ajaran Allah.
Amanat-amanat itu sudah tentu di mulai dengan amanat yang terbesar, yaitu
amanat yang dihubungkan Allah dengan fitrah manusia, amanat yang bumi dan
langit serta gunung-gunung tidak mau memikulnya, tetapi manusialah yang mau
memikulnya. Yang dimaksud adalah amanat hidayah, makrifah, dan iman kepada
Allah dengan niat, kehendak hati, kesungguhan, dan arahan. Inilah amanat fitrah
insaniyyah yang husus. Selain manusia, makhluk yang lain diberi ilham oleh
Allah untuk mengimani-Nya, mengenal-Nya, beribadah kepada-Nya, dan
menaati-Nya. Juga ditetapkan-Nya untuk mengikuti undang-undang alamnya
tanpa melakukan upaya, tanpa kesengajaan, tanpa kehendak, dan tanpa arahan.
Maka hanya manusia sendirilah yang diserahkan kepada fitrah, akal,
makrifah, iradah, tujuan dan usahanya untuk sampai kepada Allah.
Di antara amanat-amanat ini yang masuk di tengah-tengah amanat yang
disebutkan adalah amanat kepada mereka, yaitu amanat dalam bermuamalah,
amanat yang berupa titipan materi, amanat yang berupa kesetiaan rakyat kepada
pemimpin dan kesetiaan pemimpin kepada rakyat, amanat untuk memelihara
anak-anak kecil, amanat untuk menjaga kehormatan jamaah-harta benda dan
wilayah serta semua kewajiban dan tugas dalam kedua lapangan kehidupan itu
secara garis besar. Inilah manat-amanat yang diperintahkan Allah untuk
ditunaikan dan disebutkan di dalam nash ini secara global.
Adapun dalam perintah agar memutuskan hokum dengan adil di antara
manusia, maka nash ini bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang
menyeluruh di antara semua manusia, bukan keadilan di natara sesame kaum
muslimin dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia
hanya karena dia diidentifikasi sebagai manusia. Maka, identitas sebagai manusia
inilah yang menjadikannya berhak terhadap keadilan itu menurut . identitas ini
terkena untuk semua manusia, mukmin ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang
berkulit putih ataupun berkulit hitam, orang Arab ataupun orang ajam.
Umat islam harus menegakkan keadilan ini di dalam memutuskan hokum di
antara manusia-apabila mereka memutuskan hokum di dalam urusan mereka
dengan keadilan yang sama sekali belum pernah di kenal oleh manusia kecuali
hanya di tangan Islam saja, kecuali di dalam hokum kaum muslimin saja. Orang
yang kehilangan keadilan sebelum dan sesudah kepimpinan ini, maka ia tidak
akan merasakannya sama sekali dalam bentuknya yang mulia, seperti yang
diberikan kepada seluruh manusia karena semata-mata mereka sebagai manusia
bukan karena sifat-sifat lalin sebai tambahan dari identitas pokok yang dimiliki
oleh semua manusia.
Itulah prinsip hokum dalam Islam. Sebagai amanat dengan segala yang di
tunjukinya maka ia juga merupakan prinsip kehidupan dalam masyarakat Islam.
Perintah menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan perintah
memutuskan hokum di antara manusia dengan adil ini diiringi dengan peringatan
bahwa yang demikian itu merupakan pengajaran dan pengarahan yang sangat baik
dari Allah SWT. Penutup ayat ini memberikan lecutan semangat kepada manusia
untuk menjalankan perintah-Nya. Manusia tidak boleh merasa aman ketika tidak
menunaikan amanah. Allah Swt. pasti mengetahuinya. Seorang penguasa juga
tidak boleh merasa tenteram ketika tidak menetapkan keputusan yang tidak adil.
Meskipun pihak yang dizalimi tidak mampu menuntutnya, Allah Swt. mendengar
dan mengetahui ketidakadilan itu.

B. QS. Al-Maidah; 8

 
   
   
  
   
  
    
   
 
Artinya : 8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Tafsir Ayat
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang yang mukmin agar dapat
melaksanakan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat jujur dan ikhlas karena
Allah, baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan
yang bertalian dengan urusan kehidupan duniawi. Karena hanya dengan
demikianlah mereka bisa sukses dan memperoleh hasil atau balasan yang mereka
inginkan dan harapkan. Dalam penyaksikan, mereka harus adil menerangkan apa
yang sebenarnya tanpa memperbedakan siapa orangnya, sekalipun akan
menguntungkan lawan dan merugikan sahabat dan kerabat.aayt ini senafas dengan
surat al-Nisa ayat;135
  
  
  
   

   
   
   
  
   
   
  
 
Artinya : 135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan.

Yaitu sama-sama menerangkan tentang seseorang berlaku adil dan jujur


dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalah ayat tersebutditerangkan kewajiban
berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu merugikan diri
sendiri, ibu, bapak dan kerabat, sedang dalam ayat ini diterangkan bahwa
kebencian terhadap sesuatu kaum tidak boleh mendorong seseorang untuk
memberikan penyaksian yang tidak adil dan tidak jujur, walaupun terhadap
lawan.Di atas dinyatakan bahwa adil lebih dekat kepada takwa. Bahwa keadilan
dapat merupakan kata yang menunjuk subtansi subtansi ajaran islam. Jika ada
agama yang menjadikan kasih sebagai tuntunan tertinggi, islam tidak demikian.
Ini karena kasih, dalam kehidupan pribadi apalagi masyarakat, dapat berdampak
buruk.

Orientasi Hukum
Ayat tersebut menganjurkan untuk menegakkan keadilan, juga menjadi
saksi dengan adil dan terhadap keadilan, yakni jangan menjadi saksi dalam
sesuatu yang tidak adil. Dan jangan karena terdorong oleh rasa kebencian dan
permusuhan sehingga berlaku tidak adil. Dan bertakwalah selalu pada Allah
dalam semua amal perbuatan. Sunnguh Allah mengetahui sedalam-dalamnya amal
perbuatan semua yang baik akan dib alas dengan baik sedang yang jahat akan
menerima akibat balasannya. Jika seseorang melakukan pelanggaran dan wajar
mendapat sangsi yang berat, ketika itu kasih tidak boleh berperan karena ia dapat
menghambat ketetapan hokum atasnya. Ketika itu yang dituntut adalah adil, yakni
menjatuhkan hukuman setimpal atasnya.
Bertindak Amanah dan Adil . Pada dasarnya, seluruh manusia
diperintahkan untuk menunaikan amanah dan berlaku adil. Akan tetapi, dilihat
dari besarnya amanah yang diemban oleh manusia pemimpin atau penguasalah
yang amanahnya lebih besar dari manusia yang lain. Karena itu, posisi seorang
pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya dengan amanah, melaksanakan
kepercayaan rakyatnya, dan menetapkan hukum sesuai prinsip keadilan. Dan
pemimpim yang diberi amanat untuk mengurusi segala permasalahan, dan berjanji
terhadap mereka untuk melakukan persamaan. Keadilan wajib dilakukan termasuk
terhadap musuh sekalipun. Keadilan harus ditegakkan dan ini adalah salah satu
kelebihan agama Islam,sebagaimana dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah
ayat 8.
Makna awal kata al-‘adl adalah al-musâwah fî kulli syay’ (setara dalam
segala sesuatu). Karena itu, setiap perkara yang keluar dari kezaliman dan
permusuhan disebut adil. Realitas itu bisa terjadi jika hukum yang digunakan
untuk memutuskannya adalah hukum yang adil. Bagi mereka yang telah
memimpin dengan adil, Rasulullah Saw memberikan janji kebahagiaan dalam
sabdanya yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a., “Sesungguhnya orang-
orang yang berlaku adil akan berada di atas punggung yang terbuat dari cahaya di
sebelah kanan Allah Azza wa jalla, dan kedua sisinya dalam keadaan baik, yaitu
orang-orang berlaku adil dalam hukum, dalam keluarga, dan dalam melaksanakan
tugas yang diberikan kepada mereka”(HR. Muslim).
Keadilan adalah kata-kata yang paling sering dikeluhkan banyak orang
saat ini. Kata keadilan memiliki berbagai macam definisi menurut persepsi
masing-masing. Mereka berusaha menuntut keadilan ditegakkan bagi mereka atas
orang-orang yang telah menindas mereka, atau merampas sesuatu yang menjadi
milik mereka dan lain sebagainya. Kemudian, kejaksaan berusaha tampil ke depan
sebagai pemberi harapan bagi pernuntut keadilan dengan menuntut para pelanggar
keadilan dan hak-hak orang lain dengan tuntutan yang seadil-adilnya menurut
persepsi mereka. Hakim pun tak kalah sigap dalam bersaing dengan yang lain
untuk tampil sebagai penegak keadilan, bahkan mereka berada pada posisi vital
tegaknya keadilan. Merekalah ujung tombak penegak keadilan.
Ini juga tak lepas dari perbedaan definisi keadilan dalam pandangan masing-
masing orang, serta beda pendapat tentang kadar suatu hukuman yang benar-benar
adil. Itulah jadinya, kalau manusia menuruti hawa nafsunya dan berpaling dari
hukum Allah. Mereka terus akan berselisih tanpa henti. Menolak hukum Allah
Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk apa yang baik dan adil bagi
hamba-Nya adalah suatu kesombongan di hadapan Allah. Maka, seharusnyalah
orang-orang yang beriman menegakkan keadilan karena Allah, juga menjadi saksi
karena Allah. Karena jika hal itu dilakukan karena selain Allah, maka niscaya
keadilan tidak akan pernah tegak.
Karena itulah, Allah menyeru orang-orang beriman dengan sebutan orang-
orang yang beriman, karena dengan begitu orang-orang yang benar-benar beriman
merasa mendapat suatu penghormatan dari Allah yang juga mengandung unsur
pengakuan Allah terhadap iman mereka. Dengan begitu, mereka akan lebih patuh
akan perintah yang akan diberikan Allah setelah seruan itu. Perintah pertama
adalah menegakkan keadilan karena Allah, kedua adalah menjadi saksi juga
karena Allah. Meskipun dapat berakibat buruk pada diri sendiri,
selama itu merupakan kebenaran, maka kesaksian itu harus dilakukan.
BAB III
PENUTUP

Allah mewajibkan kepada setiap muslim yang memikul amanat, supaya


melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, baik amanat yang diterimanya dari
Allah SWT. Atau amanat sesama manusia. Allah SWT memerintahkan kepada
setiap muslim supaya berlaku adil, dalam setiap tindakannya. Allah SWT
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, supaya selalu cermat, jujur dan
ikhlas karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang bertalian dengan
Agama Allah maupun dengan urusan duniawi.
Kebencian terhadap sesuatu kaum, tidak boleh mendorong seseorang
untuk tidak berbuat jujur atau berlaku tidak adil. Harus adil dalam memberikan
persaksian tanpa melihat siapa orangnya, walaupun akan merugikan diri sendiri,
sahabat dan kerabat. Keadilan wajib di tegakkan dalam segala hal, karena keadilan
menimbulkan ketentraman, kemakmuran dan kebahagiaan, dan ketidak adilan
akan menimbulkan sebaliknya. Pada dasarnya, seluruh manusia diperintahkan
untuk menunaikan amanah dan berlaku adil.
DAFTAR PUSTAKA

Al Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsir Al-Munir, Beirut: Daar Al Fikr, 2003

As’ad, Yasin, Fi zhilalil Quran terj, Jakarta; Gema Insani Press, 1992

Bahraesyi, Salim, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Kasir, Surabaya: Bina Ilmu, 2004

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI,
1991

Ghaffar, Abdul, Tafsir Ibnu Kasir tarj, Bogor : Pustaka Imam As-Safi’I, 2001

Shihab, M Quraish, Tafsir Al-Misbah , (pesan, kesan dan keserasian al-Quran).


Jakarta: Lentera Hati, 2002

Syihabuddin, Terjemah Tafsir Ruhul Bayan, juz V, Bandung; Diponegoro, 1996


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


MAKALAH

TAFSIR AYAT AHKAM II

TENTANG
AYAT TENTANG KEWAJIBAN MENEGAKAN KEADILAN
DAN MENUNAIKAN AMANAH

Disusun oleh :

KELOMPOK VI
1. AGUSNEDI
2. YULIA FITRI
3. AGUSTA WIJAYA
4. DENI SETIAWAN
5. SUHARDIMAN
6. IQBALUZAKI

DOSEN PEMBIMBING :
SYUKRAN,M.A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM UMAR BIN KHATTAB


JURUSAN AHWAL AL-SYAKSIYYAH
UJUNG GADING KAB.PASAMAN BARAT
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai