Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah
Wasiat dengan baik.Penyusunan makalah ini di buat dalam rangka memenuhi
salah satu tugas dalam mempelajari mata kuliah Tafsir Ayat Hukum Keluarga.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen yang telah
membimbing kami untuk lebih mendalami akan materi tersebut pada mata
kuliah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna baik secara paparan materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah selanjutnya.
Akhirnya kami berharap kepada Allah SWT, semoga usaha kami ini
mendapatkan ridha-Nya serta mendapat respon yang positif dari pembaca
sekalian. Dan apabila terdapat kekeliruan didalamnya, kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Cirebon, April 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
A. Pendahuluan .............................................................................................................. 1
1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
3. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
B. Wasiat......................................................................................................................... 1
1. Pengertian Wasiat ................................................................................................... 1
2. Unsur-unsur wasiat ................................................................................................. 2
3. Prinsip Wasiat ..................................................................................................... 6
4. Hikmah Wasiat........................................................................................................ 7
C. Kesimpulan ................................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 9

ii
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kitab suci umat Islam, dimana di dalamnya terkandung
petunjuk-petunjuk bagi umat Islam di dalam menjalani kehidupan.
Penjelasan ayat al-qur’an ada kalanya masih bersifat mujmal, sehingga
diperlukan penafsiran, baik secara tekstual maupun kontekstual dalam
mengartikannya.
Salah satu hal yang telah diatur dalam al-qur’an adalah mengenai wasiat.
Dimana telah dirumuskan dalam surah al-Baqarah ayat 180-181. Meski
demikian masih banyak masyarakat yang belum mengerti akan perihal
wasiat tersebut. Padahal semuannya telah dijelaskan Allah dalam ayat
tersebut.
Berangkat dari masalah di atas, kami mencoba menafsirkan ayat-ayat
mengenai wasiat tersebut, dengan berdasar pada berbagai pendapatbpara
ahli tafsir. Sehingga diharapkan kita tidak lagi bingung akan perihal wasiat
ini.
2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas


di dalam makalah ini adalah permasalahan yang berkaitan dengan wasiat,
baik pengertian,unsur maupun macamnya.

3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini antara lain untuk mengetahui


pengertian, macam, dan unsurnya wasiat.

B. Wasiat
1. Pengertian Wasiat

Secara etimologi, wasiat memiliki beberapa arti, yaitu menjadikan,


menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain. Menurut syara’ wasiat adalah pemberian seseorang

1
kepada orang lain baik itu berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk
dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang memberi wasiat
itu mati. Sebagian fuqaha mengartikan bahwa wasiat itu adalah pemberian
hak milik secara sukarela yang dilaksanakan setelah pemberian hak milik
secara sukarela yang dilaksanakan setelah pemberinya mati.1 Dalam
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal 171 huruf F bahwa yang
disebutkan dengan wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris
kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris
meninggal dunia2.Jadi dapat disimpulkan wasiat adalah pengakuan
seseorang yang dibuat pada masa hayatnya ke atas hartanya atau manfaat
untuk digunakan bagi tujuan kebajikan atau apa-apa tujuan yang
dibenarkan oleh Undang-undang Islam, selepas kematiannya.

2. Unsur-unsur wasiat

Rukun wasiat yaitu:3

1. Ada orang yang berwasiat.


2. Ada yang menerima wasiat.
3. Sesuatu yang diwasiatkan, disyaratkan dapat berpindah milik dari
seseorang kepada orang lain
4. Lafaz (kalimat) wasiat.

Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta dan tidak boleh


lebih dari itu kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris sesudah
orang yag berwasiat itu meninggal.

Rasulullah Saw bersabda:

1
http://tanggaislam.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-wasiat-hukum-dan-
hikmahnya.html?m=1, diakses pada tanggal 22 April 2018 pukul 18.47 wib
2
Kompilasi Hukum Islam Software
3
Pasribu, Chairuman dan Surahwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta, Sinar
Grafika, 1994), hlm. 251

2
‫عن ابن عباس قال الناس غضوا من الثلث الى الربع فا ان رسول هللا ص م قال‬
( ‫الثلث والثلث كثير) رواه البخارى ومسلم‬

“ Dari Ibnu Abbas, berkata: alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiat
mereka dari sepertiga ke seperempat. Karena sesungguhnya Rasulullah Saw telah
bersabda: wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak.” (HR
Bukhari dan Muslim).

Wasiat hanya ditujukan kepada orang yang bukan ahli waris.Adapun


kepada ahli waris, wasiat tidak sah kecuali mendapat persetujuan dari semua ahli
waris.

Rasulullah Saw bersabda:

‫عن ابى اما مة قال سمعت النبى صلى هللا عليه وسلم يقول ان هللا قد اعطى كل ذى حق حقه‬
(‫فال وصية لوارث ) رواه الخمسة اال النساء‬

“dari Abu Amamah, ia berkata, “saya telah mendengar Nabi Saw bersabda.
‘sesungguhnya Allah menentukan hak-hak tiap ahli waris. Maka dengan
ketentuan itu tidak ada hak wasiat lagi bagi seorang ahli waris” (HR lima orang
ahli hadis, selain Nasa’i).

Syarat-syarat Orang Dapat di Serahi Wasiat:4

1. Beragama Islam.
2. Sudah baligh.
3. Orang yang berakal sehat.
4. Orang yang merdeka.
5. Amanah (dapat dipercaya).
6. Cakap dalam menjalankan sebagaimana yang dikehendaki oleh orang yang
berwasiat.

4
Pasribu, Chairuman dan Surahwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta, Sinar
Grafika, 1994), hlm.252

3
Dalam kaitannya dengan wasiat, di dalam Al-qur’an telah dijelaskan mengenai
wasiat yaitu dalam surat Al-baqarah ayat 180-181. Adapun bunyi ayatnya yaitu
sebagai berikut :

‫ص ي َّ ة ُ لِ لْ َو ا ل ِ دَ يْ ِن‬ ِ ‫ك َخ يْر ا الْ َو‬ َ ‫ت إ ِ ْن ت ََر‬ ُ ‫ب ع َ ل َ يْ ك ُ ْم إ ِ ذ َ ا َح ضَ َر أ َ َح دَ ك ُ مُ الْ َم ْو‬ َ ِ ‫كُ ت‬


ُ ‫ف ۖ َح ق ًّ ا عَ ل َ ى الْ ُم ت َّقِ ي َن * ف َم ْن ب َ دَّ ل َ ه ُ ب َ ع ْ دَ َم ا سَ ِم ع َ ه ُ ف َ إ ِن َّ َم ا إ ِ ث ْ ُم ه‬
ِ ‫اْل َق ْ َر ب ِ ي َن ب ِ الْ َم ع ْ ُر و‬
ْ ‫َو‬

َّ ‫عَ ل َ ى ال َّ ِذ ي َن ي ُ ب َ د ِ ل ُ و ن َ ه ُ ۚ إ ِ َّن‬
* ٌ‫َّللا َ سَ ِم ي ٌع عَ لِ ي م‬

Artinya:

180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak
dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.

181. Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya,


maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

1. Makna Mufradat

‫ُك ِتب‬ : diwajibkan.

‫حضر‬ : telah datang tanda-tanda maut (kematian).

‫خي ًْرا‬ : harta.

ِ ‫ِب ْالم ْع ُر‬


‫وف‬ : dengan adil, yaitu tidak boleh lebih dari sepertiga.

ُ‫بدَّله‬ : mengubah wasiat itu.

2. Asbabun Nuzul
Adapun sebab turunnya ayat ini adalah sesungguhnya masyarakat jahiliyah
mewasiatkan harta mereka kepada orang-orang yang jauh dengan tujuan pamer
(riya’) dan agar terkenal (mencari kemasyhuran), serta mencari kebesaran dan
kemuliaan. Dan meninggalkan kerabat dekatnya dalam keadaan fakir dan

4
miskin. Kemudian Allah menurunkan ayat ini pada awal Islam, serta
mengembalikan hak yang diberikan orang-orang yang jauh kepada sanak
kerabat yang dekat, hal tersebut dilakukan untuk mencari kebaikan dan
hikmah. Ada pendapat yang mengatakan ayat ini dinasakh oleh ayat waris pada
surat an-nisa’, maka sekarang tidak diwajibkan seseorang berwasiat kepada
orang yang dekat maupun orang yang jauh dan jika ada yang berwasiat pada
orang yang dekat ataupun jauh maka mereka bukan termasuk dalam orang-
orang yang menerima waris.5
3. Tafsir Ayat

‫ص ي َّ ة ُ ل ِ لْ َو ا ل ِ دَ يْ ِن‬
ِ ‫ك َخ يْر ا الْ َو‬ َ ‫ت إ ِ ْن ت َ َر‬ ُ ‫ح دَ ك ُ مُ الْ َم ْو‬َ َ ‫ض َر أ‬َ ‫ب ع َ ل َ يْ ك ُ ْم إ ِ ذ َ ا َح‬ َ ِ ‫كُ ت‬
‫ف ۖ َح ق ًّ ا عَ ل َ ى الْ ُم ت َّقِ ي َن * ف َم ْن ب َ دَّ ل َ ه ُ ب َ عْ دَ َم ا سَ ِم ع َ ه ُ ف َ إ ِن َّ َم ا‬ ِ ‫اْل َق ْ َر ب ِ ي َن ب ِ الْ َم عْ ُر و‬
ْ ‫َو‬

َّ ‫إ ِ ث ْ ُم ه ُ عَ ل َ ى ال َّ ِذ ي َن ي ُ ب َ د ِ ل ُ و ن َ ه ُ ۚ إ ِ َّن‬
* ٌ‫َّللا َ سَ ِم ي ٌع عَ لِ ي م‬

Artinya: “ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,


berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Maka barangsiapa yang
mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya
adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dalam menafsirkan ayat di atas kami mengutip dari pendapatnya imam


Jalaluddin Al-Mahalli dalam kitabnya Tafsir Jalalain, yaitu sebagai berikut;
(Diwajibkan atas kamu, apabila salah seorang di antara kamu didatangi maut)
maksudnya tanda-tandanya (jika ia meninggalkan kebaikan) yakni harta yang
banyak, (berwasiat) baris di depan sebagai naibul fa`il dari kutiba, dan tempat
berkaitnya 'idzaa' jika merupakan zharfiyah dan menunjukkan hukumnya jika
ia syartiyah dan sebagai jawaban pula dari 'in', artinya hendaklah ia berwasiat
(untuk ibu bapak dan kaum kerabat secara baik-baik) artinya dengan adil dan

5
Ismail Haqiy Al-Burusawa, Tafsir Ruhul Bayan Juz 1, (Lebanon : Dar al Fiqr, 2006), hlm.329

5
tidak lebih dari sepertiga harta dan jangan mengutamakan orang kaya
(merupakan kewajiban) mashdar yang memperkuat isi kalimat yang
sebelumnya (bagi orang-orang yang bertakwa) kepada Allah. Ayat ini telah
dihapus dan diganti dengan ayat tentang waris dan dengan hadis, "Tidak ada
wasiat untuk ahli waris." (H.R. Tirmizi). (Barang siapa yang mengubahnya)
mengubah wasiat, baik ia sebagai saksi atau yang menyampaikannya (setelah
ia mendengarnya) atau mengetahuinya, (maka sesungguhnya dosanya)
maksudnya dosa dari pemalsuan wasiat itu (atas orang-orang yang
mengubahnya.) Di sini terdapat penempatan zahir pada tempat mudhmar.
(Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) perbuatannya dan akan
membalasnya.6

3. Prinsip Wasiat
Ulama jumhur dan ulama salaf menetapkan besarnya wasiat itu tidak lebih
dari sepertiga dari seluruh harta warisan yang dibagikan kepada ahli waris.
Diriwayatkan dari sebagian sahabat, bahwa wasiat itu hanya boleh diberikan
kepada kerabat yang bukan ahli wais, karena Nabi saw bersabda :
ٍّ ‫صيَّةَ ِل َوا ِر‬
‫ث‬ ِ ‫ق َحقَّهُ فَ ََل َو‬ َ ‫َّللاَ قَ ْد أ َ ْع‬
ٍّ ‫طى ِل ُك ِل ذِي َح‬ َّ ‫إِ َّن‬

“sungguh Allah telah memberikan kepada tiap-tiap yang berhak apa yang
menjadi haknya. Dan ketahuilah bahwa tidak ada wasiat bagi seorang ahli
waris”

Sebagian ulama membolehkan ahli waris menerima wasiat, asalan ia


dipandang leih memerlukan bantuan dari ahli waris lainnya, seperti ahli waris
yang miskin dan tidak bekerja, sedangkan yang lainnya kaya. Jadi adalah satu
kebijaksanaan yang baik jka ahli waris yang kaya tidak disamakan dengan
yang miskin dan yang masih kuat berusaha dengan yang sedang lemah. 7

6
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-180#tafsir-jalalayn, diakses pada tanggal 22 April 2018,
pukul 22.57
7
Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Bandung: ROSDA, 1987) hlm.

6
4. Hikmah Wasiat
Hikmah dari disyariatkannya wasiat ini meski telah adanya hukum
waris diantaranya adalah sebagai sarana yang disediakan Allah swt kepada
seorang yang akan meninggal dunia untuk bisa mendekatkan dirinya kepada
Allah swt untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan pahala di
akherat. Wasiat juga merupakan sarana untuk memberikan bantuan kepada
orang-orang yang membutuhkan, menguatkan silaturahim dan hubungan
kekerabatan yang bukan ahli warisnya.
Akan tetapi apabila saudara-saudaranya yang dinyatakan dalam surat
wasiat itu ternyata termasuk kedalam ahli warisnya maka wasiat tersebut
dinyatakan batal karena bertentangan dengan sabda Rasulullah saw,”Tidak
ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. al Baihaqi). Untuk selanjutnya harta
tersebut dimasukkan kedalam warisan dan dibagi-bagikan kepada para ahli
warisnya sesuai dengan ketentuan hukum waris setelah sebelumnya dikurangi
hutang-hutangnya jika ada.
C. Kesimpulan

wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik itu berupa
barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat
sesudah orang yang memberi wasiat itu mati. Rukun wasiat yaitu: Ada orang
yang berwasiat, ada yang menerima wasiat, sesuatu yang diwasiatkan,
disyaratkan dapat berpindah milik dari seseorang kepada orang lain, lafaz
(kalimat) wasiat. Syarat-syarat Orang Dapat di Serahi Wasiat: Beragama
Islam, sudah baligh, Orang yang berakal sehat, orang yang merdeka, amanah
(dapat dipercaya), cakap dalam menjalankan sebagaimana yang dikehendaki
oleh orang yang berwasiat. Hikmah dari disyariatkannya wasiat diantaranya
adalah sebagai sarana yang disediakan Allah swt kepada seorang yang akan
meninggal dunia untuk bisa mendekatkan dirinya kepada Allah swt untuk
mendapatkan kebaikan di dunia dan pahala di akherat, juga merupakan sarana
untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan,

7
menguatkan silaturahim dan hubungan kekerabatan yang bukan ahli
warisnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Pasribu, Chairuman dan Surahwardi K. Lubis. Hukum Perjanjian dalam Islam.


(Jakarta, Sinar Grafika, 1994)
Al-Burusawa, Ismail Haqiy, Tafsir Ruhul Bayan Juz 1, (Lebanon : Dar al Fiqr,
2006),

Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Bandung:


ROSDA, 1987)

Kompilasi Hukum Islam Software

http://tanggaislam.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-wasiat-hukum-dan-
hikmahnya.html?m=1

https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-180#tafsir-jalalayn

Anda mungkin juga menyukai