Anda di halaman 1dari 6

TINDAK PIDANA TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DILIHAT DARI

ASPEK SOSIOLOGI HUKUM.

BAB I
PENDAHULUAN.
Latar Belakang MasalahSudah menjadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke
dunia selalu mempunyaikecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya
dalam suatu pergaulan hidup.Di dalam hidupnya yang terkecil hidup bersama itu dimulai
dengan adanya sebuah keluarga karena keluarga merupakan gejala kehidupan umat
manusia yang dibentuk paling tidak olehseorang laki-laki dan seorang perempuan. Hidup
bersama antara laki-laki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah
yang disebut perkawinan.Pernikahan merupakan suatu perbuatan yang sangat sakral. Untuk
menjaga kesakralantersebut hendaknya pernikahan dilakukan dengan sebaik-baiknya dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik peraturan agama maupun peraturan negara
tempat berlangsungnya pernikahan tersebut. 1Indonesia dari waktu ke waktu kian akrab
dengan berbagai permasalahan sosial. Satu buktiterkait dengan permasalahan sosial ini
adalah masalah tentang perkawinan anak di bawah umur. Perkawinan tersebut
telah memicu munculnya kontroversi yang hebat. Adapun „tokoh‟ yang terlibat dalam
problema tersebut adalah pelaku perkawinan di bawah umur itu sendiri beserta para
pengikut atau pembela yang bertindak sebagai pihak yang pro, sedangkanmasyarakat
maupun pemerintah duduk sebagai pihak yang kontra. Pujiono Cahyo Widiantoatau yang
lebih dikenal dengan Syekh Puji, seorang pria setengah baya yang menikahi gadis belia yang
belum genap berumur 12 (dua belas tahun), menilai perkawinannya dengan anaktersebut
benar dan sah di mata agama Islam. Ia mengungkapkan bahwa apa yang dilakukannya itu
sesuai dengan sunnah Rasul dan tidak perlu di ributkan khalayak ramai. menggunakan dalih
utama mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW untuk melegalkan perbuatannya.
Sedangkan di sisi lain, Muhammad Maftuh Basyumi, selaku Menteri Agama mempunyai
argumen tersendiri tentang pernikahan anak di bawah umur. Beliau berpendapat
bahwa pernikahan tersebut tidak benar dan bisa-bisa pelakunya dikenai sanksi sesuai
pelanggaran yang dia lakukan. Menteri Agama menjelaskan bahwa di Indonesia orang Islam
terikatdengan dua ukuran. Di satu sisi sebagai muslim, dia terikat pada syariat, sementara di
sisi lainsebagai warga negara yang terikat pada hukum positif, dalam hal UU perkawinan.
Dari sudut pandang peraturan di UU perkawinan, pernikahan tersebut tidak sah dan
berpotensi menimbulkan masalah dalam hal perlindungan anak. Namun, argumen beliau
bertolak belakang dengan opini-opini dari pihak yang membenarkan pernikahan tersebut.
Tak berhenti pada statement yang dikemukakan di atas, dosen sastra Arab Universitas
Negeri Malang jugamenentang pernikahan anak di bawah umur. Beliau menegaskan bahwa
klaim sejumlah pihakyang menikahi gadis di bawah umur dengan dalih meneladani sunnah
Rasul itu adalah bermasalah, baik dari segi normative (agama) maupun sosiologis
(masyarakat). Perkawinan usia muda serta perkawinan di bawah umur sebagian besar
terjadi karena alasanekonomi. Banyak orang tua yang terpaksa menikahkan anak
perempuannya yang masihdibawah umur agar beban ekonomi keluarga menjadi berkurang.
Atau bahkan dengan pernikahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan derajat ekonomi
keluarga. Ada pulayang menikahkan anak perempuannya yang dibawah umur karena
alasan tradisi.
B. Permasalahan
Dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan perkawinan di bawah umur dilihat dari Paraturan Perundang-
undangan di Indonesia ?
2. Bagaimana mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur?

BAB Il
PEMBAHASAN.
Perkawinan Di Bawah Umur Dilihat Dari Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia
Undang-Undang No.1 Pasal 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mendefinisikan
bahwa perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagaisuami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.Untuk dapat mewujudkan tujuan perkawinan,
salah satu syaratnya adalah bahwa para pihak yang akan melakukan perkawinan telah
masak jiwa raganya. Oleh karena itu di dalamUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
ditentukan batas umur minimal untuk melangsungkan perkawinan.Ketentuan mengenai
batas umur minimal tersebut terdapat di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 yang mengatakan bahwa ”Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. 3. Dari adanya
batasan usia tersebut dapat ditafsirkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak
menghendaki pelaksanaan perkawinan di bawah umur yang telah ditentukan oleh Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974.Menurut Negara pembatasan umur minimal untuk
melaksanakan perkawinan bagi warganegara pada prinsipnya dimaksudkan agar orang yang
akan menikah diharapkan sudahmemiliki kematangan berpikir, kematangan jiwa dan
kekuatan fisik yang memadai.Keuntungan lainnya yang diperoleh adalah kemungkinan
keretakan rumah tangga yang berakhir dengan perceraian dapat dihindari, karena
pasangan tersebut memiliki kesadaran dan pengertian yang lebih matang mengenai
tujuan perkawinan yang menekankan pada aspek kebahagiaan lahir dan batin. 43 UU RI
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hlm.32 Pada pasal 15, KHI (Kompilasi Hukum Islam)
menyebutkan bahwa batas usia perkawinansama seperti pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974,
namun dengan tambahan alasan: untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga.
Penyimpangan terhadapnya hanya dapat dimungkinkan dengan adanya dispensasi
dari pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak
wanita.(Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).Dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa “Setiap
anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Sedangkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa
:Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun
yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan,
Diskriminasi, Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, Penelantaran, Kekejaman,
kekerasan, dan penganiayaan;e. Ketidakadilan; dan. Perlakuan salah lainnya.Jika dilihat dari
aspek ekonomi, perkawinan anak di bawah umur menimbulkan masalahdalam hal
perlindungan anak, sebab dalam realita yang ada terjadi di masyarakat, ini. acapkali
dijadikan dalih para orang tua untuk mengeksploitasi atau mengorbankan anak
mereka demi terpenuhinya kebutuhan ekonomi keluarga.5 Instruksi Presiden No.1 Tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Di samping itu, pernikahan anak di bawah umur dinilai telah mengabaikan dan bahkan
merendahkan derajat serta martabat perempuan. Dampak dari pernikahan ini seringkali
menimbulkan trauma seksual serta berdampak buruk pada kesehatan reproduksi
anak perempuan. Secara mental psikologis, si anak juga dirasa belum mampu membuat
keputusan yang tepat bagi dirinya untuk menanggung beban tanggung jawab mengurus
kehidupan rumah tangga yang semestinya adalah untuk orang yang cukup umur atau
dewasa.Selain itu, bagi pihak anak secara tidak disadari banyak negative yang akan
timbuldiakibatkan pernikahan ini; yakni mulai dari terbatasnya pergaulan hingga hilangnya
masa bermain dengan anak sebaya yang berimbas pada perkembangan mental dan
emosional si anak.
Pasal 288 KUHP menyebutkan bahwa “Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan
seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang
bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila mengakibatkan luka-luka diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun, Jika mengakibatkan luka-luka berat
diancam pidana penjara paling lama delapan tahun dan jika mengakibatkan mati diancam
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Namun perlu diketahui bahwa masalah Perkawinan adalah masalah Perdata. Kalaupun
terjaditindak pidana dalam perkawinan seperti disebut pasal 288 KUHP, seringkali
penyelesaiannya secara perdata atau tidak diselesaikan sama sekali. Sebab, terkait dengan
rahasia ataupun kehormatan rumah tangga. Pencegahan Terjadinya Perkawinan Di
Bawah Umur Di Indonesia Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1974 menegaskan : (1). Yang dapat
mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan ke
bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon mempelaidan pihak-
pihak yang berkepentingan.7 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana8 UU RI No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. (2). Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga
mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di
bawah pengampuan,sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan
kesengsaraan bagi calon mempelai yang lain, yang mempunyai hubungan dengan orang-
orang seperti yang tersebutdalam ayat (1) pasal ini.Di dalam Pasal 60 KHI juga menyebutkan
bahwa pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau calon isteri tidak
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan
peraturan perundang-undangan. Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga
dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara,wali nikah, wali pengampu dari
salah seorang calon mempelai, suami atau isteri yang masih terikat dalam perkawinan
dengan salah seorang calon isteri atau calon suami, serta pejabat yang ditunjuk untuk
mengawasi perkawinan (pasal 62, 63, dan 64 KHI).KHI juga menyebutkan bahwa perkawinan
dapat dibatalkan antara lain bila melanggar batas umur perkawinan sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974. Para pihak yang dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan adalah: (1). Para keluarga dalam garis keturunan lurus
ke atas dan ke bawah dari suami atau isteri.(2). Suami atau isteri, (3). Pejabat yang
berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang-Undang; (4). Para pihak
berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan
menurut hukum Islam dan peraturan perundangan-undangan (pasal 73). Instruksi Presiden
No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum IslamLangkah paling maju yang dapat dilakukan
untuk menekan laju perkawinan di bawah umuradalah dengan mencegah atau
membatalkan perkawinan jenis tersebut. Pasal 20 dan 21 UU No. 1 tahun 1974 cukup tegas
dalam masalah ini. Disebutkan bahwa pegawai pencatat pernikahan tidak diperbolehkan
melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui antara lain
adanya pelanggaran dari ketentuan batas umur minimum pernikahan.Jadi, upaya
pencegahahan pernikahan dibawah umur dirasa akan semakin maksimal bilaanggota
masyarakat turut serta berperan aktif dalam upaya pencegahan perkawinan anak di bawah
umur. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat merupakan langkah terbaik yang
diharapkan untuk mencegah atau meminimalisir perkawinan anak di bawah umur. Kontrol
sosial masyarakat sangat diharapkan untuk hal ini, sehingga ke depannya anak-anak
negeriini tidak lagi menjadi korban perkawinan di usia muda, tetapi memiliki masa depan
yangcerah untuk meraih cita-citanya.

BAB III
PENUTUPAN.
Kesimpulan
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Inpres No.1 Tahun 1991
tentang KHI (Kompilasi Hukum Islam) menentang keberadaan perkawinan anak di bawah
umur. Hal tersebut didukung pula dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23
Tahun2002 Tentang Perlindungan Anak guna menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar
dapathidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Akibat dari pelaksanaan perkawinan di bawah umur apabila mengakibatkan hal-hal yang
tidak diinginkan (luka-luka atau kematian) dapat dijerat sesuai dengan KUHP. Jadi, tidak ada
alasan lagi bagi pihak-pihak tertentu untuk melegalkan tindakan mereka menikahi anak
di bawah umur.
2. Perkawinan di bawah umur sebagian besar terjadi dengan dalih utama mengikuti
sunnah Nabi Muhammad SAW untuk melegalkan perbuatannya atau karena alasan
ekonomi. Banyak orang tua yang terpaksa menikahkan anak perempuannya yang masih
dibawah umur agar beban ekonomi keluarga menjadi berkurang atau diharapkan dapat
meningkatkan derajat ekonomi keluarga.
Saran
1. Peran serta aktif antara kedua belah pihak, yaitu antara pemerintah dan masyarakat
dalammencegah terjadinya perkawinan di bawah umur merupakan jalan keluar
terbaik yang bisa. diambil sementara, agar pernikahan anak di bawah umur bisa
dicegah dan ditekan seminimalmungkin keberadaannya di tengah masyarakat.

2. Terkait dengan pernikahan anak di bawah umur yang merupakan suatu fenomena
sosia lyang seringkali terjadi di Indonesia, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan
tertinggidiharapkan bisa menjadi penengah di antara pihak-pihak yang berselisih dan
mampu menegakkan peraturan hukum dalam hal pernikahan anak di bawah umur.
DAFTAR PUSTAKA

I Rahman Abdul, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Jakarta : Rineka Cipta,


1992.
Ramulyo, Idris Mohd, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
1996.
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang KHI (Kompilasi Hukum
Islam).
Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Anda mungkin juga menyukai