Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA PROFESI ADVOKAT


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Etika Profesi Hukum
Dosen Pengampu: H. Didi Sukardi, MH

Disusun oleh Kelompok 7 :


Hanny Maramatus Sa’diah (1415201023)
Resti Merlinda (1415201047)

JURUSAN AHWAL SYAKHSHIYYAH


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
IAIN SYEKH NURJATI
CIREBON
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesi advokat merupakan profesi yang relative sudah cukup tua usianya. Jauh sebelum
masa kemerdekaan, profesi advokat sudah dikenal dalam masyarakat Indonesia. Pada tahun
1947 telah diperkenalkan satu peraturan yang mengatur profesi advokat. Peraturan yang
dikenal dengan nama Reglement op de Rechterlijke organisatie en het Beleid der Justutue in
Indonesia atau dengan segala perubahan dan penambahannya, antara lain menyebutkan
advokat juga Procureur.
Perkataan Advokat sudah dikenal sejak abad pertengahan (abad ke 5-15), yang dinamakan
advokat gereja (kerkelijke advocaten, duivel advocaten), yaitu advokat yang tugasnya
memberikan segala macam keberatan-keberatan dan/atau nasehat dalam suatu acara
penyataan suci bagi seorang yang telah meninggal. Pada zaoman kerajaan romawi, advokat
hanya memberikan nasihat-nasihat, sedangkan yang bertindak sebagai pembicara dinamakan
patronus-procureur. Terakhir, pengertian advokat menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat, dalam pasal 1 angka (1) dikatakan:
“advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik didalam maupun diluar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.”
Berdasarkan uraian diatas, pengertian advokat memperoleh penekanan pada pekerjaan yang
berkaitan dengan pengadilan. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 8/2003, sudah
ditegaskan bahwa advokat adalah orang yang melakukan pekerjaannya baik didalam maupun
diluar pengadilan.
Berdasarkan pemaparan diatas, cakupan advokat meliputi mereka yang melakukan pekerjaan
baik pengadilan maupun diluar pengadilan, sebagaimana di atur undang-undang advokat.
Berdasarkan hal tersebut dan apabila kita mengikuti pendapat Purnadi Purbacakara dan
Soerjono Soekanto, dari sudut ilmu hukum, cakupan advokat tersebut sebagai politik hukum
(legal policy). Politik hukum yang dimaksudkan disini adalah mencari kegiatan untuk
memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai.
Nilai-nilai (value) di atas merupakan pencerminan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud disini adalah pembentuk undang-undang (pemerintah dan dewan
perwakilan rakyat) yang mewujudkan aspirasi masyarakat, yang dalam hal ini antara lain
mencakup para praktisi hukum. Hal itu dimaksudkan agar antara praktisi hukum yang dulu
terkotak-kotak (adokat/pengacara dan konsultan hukum) kiranya dapat bersatu dan dihimpun

2
dalam wadah (organisasi) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas advokat dan menadi
profesi yang disegani pada masa mendatang.
menjadi tanggung jawab pengurus organisasi advokat.ini merupakan suatu tantangan baru
bagi organisasi advokat mengingat sebelumnya pengangakatan advokat dilakukan oleh ketua
pengadilan tinggi atau menteri kehakiman. Menurut Undang-Undang itu, salah satu
persyaratan seseorang diangkat menjadi advokat adalah melewati pendidikan khusus profesi
advokat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kode Etik dan Penjelasannya mengenai Kode Etik Advokat?
2. Bagaimana dan untuk apa Etika Kepribadian Advokat?
3. Apa saja Etika Pelayanan Terhadap Klien?
4. Bagaimana Etika Advokat dengan sesama rekan advokat?
5. Apa Inti dari Etika Pengawasan?
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui perbedaan Kode Etik dengan Kode Etik advokat?
2. Untuk mengetahui definisi Kepribadian Advokat?
3. Untuk mengetahui Apa saja Etika Pelayanan Terhadap Klien?
4. Untuk mengetahui bagaimana Etika Advokat dengan sesama rekannya?
5. Untuk mengetahui apa itu Etika Pengawasan?

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kode Etik Advokat1
Mengenai kode etik advokat dan keterkaitannya dengan Undang-Undang Advokat.
Pembahasan ini menjadi penting sebagai rambu-rambu moral bagi seorang advokat dalam
menjalankan profesinya. Namun harus dipahami bahwa hanya ada satu kode etik advokat
yang diberlakukan untuk seluruh advokat. Dalam pasal 33 Undang-Undang No.18 Tahun
2003 diatur kode etik advokat sebagai berikut:
Kode etik dan ketentuan Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat
Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Huium Indonesia (AKHI), Himpunan
Konsultan Pasar Modal (HKPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan
hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang baru
yang dibuat Organisasi Advokat.
Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa, sebelum diundangkan Undang-
Undang Advokat, organisai advokat pra-Undang-Undang Advokat telah menentukan satu
kode etik advokat yang akan diberlakukan kepada seluruh advokat. Selain itu, pengaturan
dalam pasal tersebut tampak sejalan dengan pasa; 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat yang
menginginkan agar hanya ada satu organisasi advokat. Oleh karena itu, apabila seorang
advokat telah dinyatakan bersalah, lalu dia melakukan banding ke organisasi di luar Peradi,
seperti Dewan Pimpinan Kongres Advokat Indonesia yang menangani kasus banding Todung
Mulya Lubis,2 tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum yang tidak
memahami Undang-Undang Advokat. Sebagaimana diketahui, Todung Mulya Lubis dipecat
berdasarkan putusan Majelis Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia DKI
Jakarta karena dia dinilai telah melakukan pelanggaran berat terhadap larangan konflik
kepentingan dan lebih mengedepankan materi dalam menjalankan profesi, dibandingkan
dengan penegakan hukum dan kebenaran. 3
Kode etik atau sumpah profesi adalah merupakan perangkat moral yang
sesungguhnya mesti ada pada semua profesi termasuk di dalamnya profesi advokat. Objek
material dari etika adalah moralitas yang melekatpada suatu profesi. Etika dalam perspektif

1
V. Harlen Sinaga, Dasar-Dasar Profesi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), 78-79
2
Kompas, 21 Juni 2009
3
Kompas, 17 Mei 2008

4
Islam bisa di identikan dengan akhlakul karimah. Secara etimologis dapat diartikan sebagai
kebiasaan kehendak. Kebiasaan diamksud adalah perbuatan dan perilaku yang baik, terukur
dan berlangsung terus menerus. Seseorang yang biasa berbuat adil dalam segala hal, di
manapun ia akan selalu berbuat adil yang menjadi akhlak bagi dirinya. Etika semestinya
tetanam dalam hati nurani setiap profesi hukum seperti halnya advokat dalam menjalankan
perannya, agar selalu berada di jalan yang benar menurut hukum dan bukan benar menurut
interest pribadi. Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik dibandingkan dengan
pekerjaan. Dengan perkataan lain, pekerjaan memiliki konotasi yang lebih luas daripada
profesi. Suatu profesi adalah pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan merupakan profesi.
Berbicara tentang etika dapat dibedakan menjadi etika umum dan etika khusus. Etika
khusus selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika umum
membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi
etika, masalah kebebasan, tanggung jawab dan peranan suara hati. Etika khusus yang
individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial membicarakan
tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia. Etika sosial ini banyak
pembidangannya, seperti etika keluarga, etika politik, etika lingkungan hidup, etika kritik,
dan etika profesi. Dalam konteks lain etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku
manusia dalam mengelola kehidupan ini tidak sampai trgais. Etika berusaha mencegah
terpecahnya fracticida yang secara legendaris dan historis mewarnai hidup manusia.
Berkaitan dengan kode etik advokat4, diartikan sebagai pengaturan tentang perilaku
anggota-anggota, baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota organisasi advokat
lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan, baik beracara di dalam maupun di luar
pengadilan. Muhammad Sanusi mendefinisikan kode etik profesi penasehat hukum sebagai
ketentuan atau norma yang mengatur sikap, perilaku dan perbuatan yang boleh atau tidak
boleh dilakukan seorang penasehat hukum dalam menjalankan kegiatan profesinya, baik
sewaktu beracara di muka pengadilan maupun di luar pengadilan.
Kode etik ini dapat dijadikan rambu-rambu bagi advokat dalam menentukan suatu
pelanggaran hukum secara objektif. Bagaimanapun hukum adalah hukum, sementara itu
dalam hal terjadi suatu perbedaan interpretasi, hukum dengan tegas dan tanpa ragu-ragu
menyatakan suatu tindakan legal dan illegal. Akan tetapi, untuk menentukan apakah suatu
tindakan dianggap etis atau tidak etis, lebih banyak bersifat subjektif. Bagi kalangan profesi
advokat tentu saja tidak seharusnyademikian, karena objentivitas dalam memandang suatu

4
Ropuan Rambe, Tehnik Praktek Ibadah, (Jakarta: Grasindo, 2001), 45

5
masalah harus tetap selalu ditegakkan. Mereka berusaha menciptakan dan memiliki suatu
kode etik profesi yang tegas, agar memudahkan dalam pembinaan dan pengendaliannya bila
terjadi pelanggaran.
Oleh karena itu, pada tanggal 14 April 1996, berdasarkan kesepakatan antar tiga
organisasi pfofesi hukum Indonesia, taitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), dan Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) memutuskan untuk
menciptakan dan memiliki suatu kode etik yang betlaku untuk semua penasehat hukum
Indonesia tidak terkecuali penasehat hukum berkebangsaan asing yang berpraktek di
Indonesia. Dengan adanya kesepakatan antar tiga organisasi tersebut, berarti dunia profesi
hukum telah melakukan langkah terobosan penting dalam rangka memberikan suatu kesatuan
pandang kepada masyarakat. Hal ini tentunya dicatat sebagai sumbangan kepada
pembangunan hukum nasional/ berikutnya kode etik dan kesatuan tentang Dewan Kehornatan
Advokat Indonesia, maka kode yang selama ini dibuat dan berlaku untuk tiap-tiap asosiasi
atau organisasi profesi hukum menjadi gugur dan tidak berlaku lagi.
Pada tanggal 5 April 2003 telah sah diundangkan dan dimulai berlaku pada tanggal
tersebut Undang-Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Dengan lainnya Undang-
Undang ini diharapkan adanya satu wadah organisasi Advokat di Indonesia. Organisasi
Advokat ini diharapkan segera menyusun Kode Etik Profesi dan membentuk Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat. Hal ini mengigat masih banyaknya organisasi-organisasi
advokat, penasehat hukum, pengacara praktek dan konsultan hukum yang visi dan misinya
berbeda-beda, meskipun terdapat kesamaan-kesamaan dalam prakteknya. Paling lambat dua
tahun setelah Undang-undang yang diberikan organisasi advokat harus terbentuk (pasal 32).
Kemudian mengenai kode etik organisasi advokat yang belum terbentuk, kode etik
dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum
Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara
Indonesia (AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal
23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut
undang-undangini sampai ada ketentuan baru yang dibuat oleh organisasi advokat (pasal 33
UU No. 18 Tahun 2003). Untuk memperjelas Kode Etik yang berlaku bagi para Advokat,
maka Kode Etik yang disajikan di bawah ini adalah Kode Etik IKADIN.
Dalam Kode Etik Advokat, terdapat lima bagian yang diwajibkan yang diatur di dalamnya,
yaitu:

6
1. Kepribadian Advokat (pasal 1 dengan 7 ayat);
2. Hubungan dengan Klien (pasal 2 dengan 13 ayat);
3. Hubungan dengan teman sejawat (pasal 3 dengan 8 ayat);
4. Cara bertindak dalam menangani perkara (pasal 4 dengan 11 ayat);
5. Pelaksanaan Kode Etik Advokat (pasal 6 dengan 3 ayat).5
2.2 Etika Kepribadian Advokat
Prinsip yang melandasi kepribadian advokat ialah bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Hal ini untuk mewujudkan sikap untuk bekerja dengan bebas dan
mandiri dalam menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran serta memperjuangkan hak-hak
asasi manusia dalam negara hukum Indonesia, dan dalam melaksanakan tugasnya tidak
semata-mata mencari imbalan materiil. Dengan tetap mempertahankan hak dan martabat
advokat, maka seorang advokat dalam melaksanakan tugasnya harus bersedia memberi
nasehat dan bantuan hukum kepada setiap seorang yang memerlukannya tanpa membedakan
agama, kepercayaan, suku, keturunan, keyakinan politik atau kedudukan sosialnya. Juga
harus bersikap sopan dan santun terhadappara pejabat penegak hukum, sesama advokat dan
masyarakat. Solidaritas dan kesetiaan terhadap sesama advokat harus tetap melandasi
peilakunya. Seorang advokat senior harus membimbing yang lebih muda dan apabila rekan
sejawatnya diajukan sebagai tersangka dalam suatu perkara pidana, maka ia wajibdibela
secara sukarela. Sebagai suatu profesi yang terhormat (officium nobile) seorang advokat tidak
boleh memasang iklan hanya untuk menarik perhatian. Pemasangan papan nama yang
berlebihan dan publitas yang tidak untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib
diperjuangkannya harus dihindari. Tanggung jawab lain yang wajib diperhatikan oleh
seorang advokat ialah tidak mengijinkan karyawannya yang tidak berkualifikasi untuk
mengurus perkara, memberi nasehat pada klien dan tidak boleh pula mencantumkan bekas
jabatannya yang dahulu.6Keberhasilan dan kegagalan sebuah organisasi profesi tergantung
pada kemampuan advokat dalam membungan kepribadiannya yang merupakan gambaran jati
diri dalam melakoni profesinya. Diantara pengaturan kepribadian seorang advokat Indonesia
di atur dalam pasal 2 Kode Etik Advokat.7
1. Kepribadian Advokat/penasehat Hukum adalah warganegara Imdonesia yang
bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan

5
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2011), 96-97
6
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2011), 97-98
7
Sutrisno, Wiwin yulianingsih, Etika Provesi Hukum, (Yogyakarta: Andi, 2016), 160-161

7
keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia demi tegaknya
hukum, setia kepada falsafah pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Advokat/penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu
menjungjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
3. Advokat/penasehat Hukum harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum
kepada setiap orang yang memerlukannya tanpa membeda-bedakan kepercayaan,
agama, suku, jenis kelamin, keturunan, kedudukan sosial dan keyakinan politiknya.
4. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya tidak semata-mata
mencari imbalan materiil, tetapi diutamakan bertujuan untuk menegakkan hukum
keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
5. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas dan
mandiri tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh siapapun.
6. Advokat/Penasehat Hukum wajib memperjuangkan serta melindungi hak-hak asasi
manusia dan kelestarian lingkungan hidup dalam Negara Hukum republic Indonesia.
7. Advokat/Penasehat Hukum wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang teguh
rasa solidaritas antara sesama sejawat.
8. Advokat/Penasehat Hukum wajib memberikan bantuan pembelaan Hukum kepada
sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang disangka atau didakwa dalam suatu perkara
pidana oleh yang berwajib, secara suka rela baik secara pribadi maupun atas
penunjukkan/permintaan organisasi profesi.
9. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat
merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat/Penasehat Hukum dan harus
senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai profesi
terhormat (officium nobile).
10. Advokat/penasehat Hukum dalam melakukan tugas pekerjaannya harus bersikap
sopan santun terhadap para pejabat hukum, terhadap sesama sejawat Advokat/
Penasehat Hukum dan terhadap masyarakat, namun ia wajib mempertahankan hak
dan martabat Advokat/Penasehat Hukum di mimbar manapun.
11. Advokat/Penasehat Hukum berkewajiban membela kepentingan kliennya tanpa rasa
takut akan menghadapi segala kemungkinan resiko yang tidak diharapkan sebagai
konsekuensi profesi baik resiko atas dirinya ataupun orang lain.
12. Seorang Advokat/Penasehat Hukum yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu
jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif), tidak dibenarkan untuk tidak
dicantumkan/dipergunakan namanya oleh kantor dimana semulanya ia bekerja.
8
2.3 Etika Pelayanan Terhadap Klien.
Titik kunci hubungan Advokat dengan Kliennya adalah terjalinnya Hubungan dan
kerja sama yang dilandasi oleh rasa kepercayaan yang tinggi satu sama lain ia harus
menyimpan rahasia dari klien serta informasi yang diterimanya, pemberitahuan dari sumber
berita.8 Dalam kaitannya dengan hubungan klien tersebut maka dalam pasal 4 Kode Etik
Advokat Indonesia yang baru dinyatakan bahwa:9
1. Dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai
2. Tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai
perkara yang sedang diurusnya
3. Tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan
menang
4. Dalam menentukan besarnya honorarium, wajib mempertimbangan kemapuan klien
5. Tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya yang tidak perlu
6. Dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian yang sama
7. Harus menolak perkara yang menurut keyakinannya tidak mempunyai dasar Hukum
8. Wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan klien secara
kepercayaan dan wajib menjaga harasia itu, sekalipun telah berakhir kepentingannya
9. Tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak
menguntungkan posisi klien pada saat itu akan menimbulkan kerugian yang tidak
dapat diperbaiki lagi bagi klien atau pada saat itu akan menimbulkan kerugian yang
tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana dalam pasal 3 huruf (a)
10. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus
mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan tersebut, apabila
dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
bersangkutan
11. Hak retensi Advokat terhadap klien sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian
kepentingan klien.
Secara factual dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa sehubungan
antara advokat dengan klien merupakan hubungan kepercayaan sebab jika poin-poin tersebut

8
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet ke-1,
2006) 92
9
Sutrisno, Wiwin Yulianingsih, Etika Profesi Hukum, (Yogyakarta: Andi, 2016) 163-164

9
dilanggar maka akan berakibat hilangnya kepercayaan klien terhadap Advokat. Dalam
hubungan dengan klien ini, advokat juga mempunyai hak-hak, yaitu:10
1. Hak retensi
2. Hak memperoleh imbalan jasa
3. Hak mengundurkan diri
4. Hak menolak perkara yang tidak ada dasar hukumnya.
2.4 Etika Hubungan sesama rekan Advokat
Kesetiaan kepada sesama advokat dan bertanggung jawab terhadap kepentingan klien
merupakan dua sisi yang tidak dapat di kesampingkan. Artinya, dua orang advokat itu
bertarung di sidang pengadilan untuk kepentingan kliennya masing-masingpada perkara yang
sama, hubungan baik dan solidaritas antar sesama advokat harus tetap dijaga dan di junjung
tinggi tanpa meninggalkan atau mengesampingkan kepentingan kliennya msing-masing.11
Etika dengan teman sejawat juga di atur dalam kodean Etik Advokat. Hubungan dengan
teman sejawat ditegaskan dalam pasal 5 Kode Etik advokat yang menerangkan:12
1. Saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai
2. Dalam persidangan hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik
secara lisan maupun tertulis
3. Keberatan-keberatan tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan
Kode Etik Advokat harus diajukan kepada dewan kehormatan untuk diperiksa dan
tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain
4. Tidak diperkenankan untuk merebut seorang klien dari teman sejawat
5. Apabila klien menghendaki mengganti advokat, maka advokat yang baru hanya dapat
menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa
kepadaadvokat semula dan berkewajiban mengingatkan kliennya untuk memenuhi
kewajibannya apabila masih ada terhadap advokat semula
6. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap advokat yang baru,
maka advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang
penting untuk mengurus perkara ini, dengan memperhatikan hak retensi advokat
terhadap Klien tersebut.

10
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2011), 99
11
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2011), 99
12
Sutrisno, Wiwin Yulianingsih, Etika Profesi Hukum, (Yogyakarta: Andi, 2016) 163-168

10
Sedangkan khusus bagi advokat asing yang bekerja di Indonesia atau Advokat asing
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di
Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik yang ada.

2.5 Etika Pengawasan13


Tentang pengawasan ini, dalam pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003
ditentukan sebagai berikut:
Pengawasan asalah sebagai tindakan teknis dan administrative terhadap advokat dalam
menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur profesi advokat. Sementara itu, siapa yang akan mengawasi ditentukan dalam
pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Advokat, yaitu:
Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawasan yang dibentuk oleh
organisasi advokat.
Kalau Undang-Undang Advokat dibolak-balik, tidak satu pasal pun menerangkan
cakupan pengawasan teknis maupun pengawasan administrative, selain hanya mengatur
bahwa organisasi advokatlah yang akan menentukan lebih lanjut mengenai tata cara
pengawasan. Namun, tentu saja jelas bahwa maksud pengawasan tersebut adalah agar
advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjujung tinggi kode etik dan peraturan serta
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Advokat, pengawasan sehari-hari terhadap
advokat sekarang dilakukan oleh Komisi Pengawas, yang terdiri atas advokat senior, ahli atau
akademisi dan masyarakat. Keberadaan Komisi Pengawasan merupakan hal baru dalam
sejarah advokat Indonesia, khususnya disertakannya unsur non-advokat. Namun demikian,
salah satu keprihatinan dan sorotan Denny Kailimang dalam suatu loka karya tentang Kode
Etik Advokat Indonesia, ialah bahwa masyarakat dapat melihat dan menyaksikan para
advokat yang masih melakukan keributan dalam acara-acara televise dan di pengadilan, suatu
fenomena yang merupakan pelanggaran terhadap kode etik. Tindakan tersebut sulit
ditertibkan karena dewan kehormatan hanya bersifat pasif, yang akan melakukan tindakan
apabila ada pengaduan dari subjek hukum yang akan melakukan tindakan apabila ada
pengaduan dari subjek hukum yang ditentukan dalam pasal 11 KEAI.
Hanya saja, kesulitan tersebut dengan jelas kemudian terjawab melalui pengaturan
tentang Komisi Pengawas dalam pasal 20 dan 21 Anggaran Dasar Peradi. Berdasarkan kedua
pasal tersebut, Komisi Pengawasan dapat melakukan temuan pelanggaran KEAI, yang akan

13
V. Harlen Sinaga, Dasar-Dasar Profesi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), 96-97

11
disampingkan kepada Dewan Pimpinan Nasional dan Dewan Kehormatan untuk ditindak
lanjuti. Pengaturan tersebut merupakan penegasan kembali funsi pengawas karena telah
ditentukan bahwa Komisi Pengawas menjadi salah satu subjek hukum pengadu sebagaimana
diatur dalam pasal 11 KEAI, yang selengkapnya meliputi:
1. Klien;
2. Teman sejawat;
3. Pejabat pemerintah;
4. Anggota masyarakat;
5. Dewan Pimpinan Cabang Pusat/Cabang Daerah dan Organisasi Profesi di mana
berada.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kewajiban Advokat Adalah merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dan diperoleh dari
kliennya karena hubugan profesinya. Dengan demikian untuk menjadi Profesi Advokat yang
Profesional dan Proporsional tidak bisa membebaskan diri dari segala aturan yang mengatur
organisasi advokat. Di samping di tuntut untuk bersikap cepat, tepat, tegas dan cerdas.
Bagi Provesi Advokat Kode Etik yang harus dijunjung tentunya adalah Kode Etik yang
berlaku di organisasi Profesinya. Kemungkinan yang terjadi dikemudian hari dalam
bagaimana jika terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik tersebut? Pelanggaran Kode Etik
Advokat sanksinya bervariasi. Biasanya mulai dari teguran lisan sampai paling berat adalah
ancaman pencatatan dari organisasi Profesinya. Namun, laporan pelanggaran Kode Etik,
apalagi memberikan sanksi, masih menjadi sesuatu yang langka dalam Era Penegakan
Hukum di Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA
Rambe, Ropuan. Tehnik Praktek Ibadah. Jakarta: Grasindo. 2001
Sinaga, Harlen. Dasar-Dasar Profesi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2011
Supriadi. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Cet ke-1. 2006
Sutrisno, Wiwin Yulianingsih, Etika Profesi Hukum. Yogyakarta: Andi. 2016
Tedjosaputro, Liliana. Etika Profesi dan Profesi Hukum. Semarang: CV. Aneka Ilmu.
2011

14

Anda mungkin juga menyukai