NIM : 4301416040
LEGAL DRAFTING
legal drafting merupakan konsep dasar tentang penyusunan peraturan perundang-undangan yang
berisi tentang naskah akademik hasil kajian ilmiah beserta naskah awal peraturan perundang-
undangan yang diusulkan. Sedangkan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah
proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan,
persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Tegasnya, kegiatan legal drafting adalah dalam rangka pembentukan peraturan
perundang-undangan.( Author, 2007).
Adapun dasar hukum legal drafting dalam proses penyusunan Peraturan adalah Undang-undnag
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai payung hukum tertinggi, Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010
tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pada umumnya terdapat berbagai asas-asas hukum umum atau prinsip hukum (general
printciples of law) harus diperhatikan dan diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan yaitu:
1. Asas lex superiot derogate legi inferiori, yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya daripada peraturan perundang- undangan
yang lebih rendah dan sebaliknya.
2. Asas lex specialis derogate legi generali, yaitu peraturan perundangan-undangan khusus
didahulukan berlakunya daripada peraturan perundang-undangan yang umum.
3. Asas lex posterior derogate legi priori, peraturan perundang-undangan yang baru
didahulukan berlakunya dsripada yag terdahulu.
4. Asas lex neminem cogit ade impossobilia, yaitu peraturan perundang-undangan yang
tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan atau
disering disebut sebagai asas kepatutan.
5. Asas lex perfecta, yaitu peraturan perundang-undangan tidak saja melarang suatu
tindakan tetapi juga menyatakan tindakan terlarang itu batal.
6. Asas non retroactive, yaitu peraturan perundang-undangan tidak dimaksukan untuk
berlaku surut karena akan menimbulkan kepastuan hukum.
Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peratura
Perundang-undangan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 5, menyatakan bahwa dalam
mebentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik, meliputi:
1. asas kejelasan tujuan
2. asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
3. asas kesesuian antara jenis dan materi muatan
4. asas kedayagunaan dan kehasilgunaan
5. asas kejelasan rumusan
6. asas keterbukaan
Sementara itu asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan peraturan perundang-
undangan di Negara Republik Indonesia dirumuskan dalam pasal 6 sebagi berikut:
1. asas pengayoman
2. asas kemanusiaan
3. asas kebangasaan
4. asas kekeluargaan
5. asas kenusantaraan
6. asas bhineka tunggal ika
7. asas keadilan
8. asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
9. asas ketertiban dan kepastian hukum
10. asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(Yusnani, dkk. 2017)
Adapun tahapan dalam membuat Peraturan Perundang-undangan :
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap awal dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Dalam
perencanaan diinventarisasi masalah yang ingin diselesaikan beserta latar belakang dan tujuan
penyusunan peraturan perundang-undangan. Masalah yang ingin diselesaikan setelah melalui
pengkajian dan penyelarasan, dituangkan dalam naskah akademik. Setelah siap dengan naskah
akademik, kemudian diusulkan untuk dimasukkan ke dalam program penyusunan peraturan.
Untuk undang-undang, program penyusunannya disebut Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
b. Penyusunan
Penyusunan peraturan perundang-undangan dapat diartikan dalam 2 (dua) maksud. Pertama,
penyusunan dalam arti proses, yakni proses penyampaian rancangan dari
Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota atau DPR/DPD setelah melalui tahap perencanaan. Proses
penyusunan ini berbeda untuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan presiden.
Kedua, penyusunan dalam arti teknik penyusunan, yakni pengetahuan mengenai tata cara
pembuatan judul, pembukaan, batang tubuh, penutup, penjelasan, dan lampiran.
c. Pembahasan
Pembahasan adalah pembicaraan mengenai substansi peraturan perundang-undangan di antara
pihak-pihak terkait. Untuk undang-udang, pembahasan dilakukan oleh DPR bersama Presiden
atau menteri melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Untuk peraturan di bawahnya, pembahasan
dilakukan oleh instansi terkait tanpa keterlibatan DPR.
d. Pengesahan
Untuk undang-undang, rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-
undang. Untuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, disampaikan oleh
Menteri Hukum dan HAM kepada Presiden melaui Kementerian Sekretariat Negara atau
Sekretariat Kabinet.
e. Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik
Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan
Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. Tujuan pengundangan adalah agar masyarakat
mengetahui isi peraturan perundang-undangan tersebut dan dapat menjadi acuan kapan suatu
peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mengikat.
NASKAH AKADEMIK
Naskah akademik sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah naskah hasil penelitian
atau pengkajian terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan perundang-
undangan sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan NA
sebagai acuan pembentukan RUU atau RAPERDA tertentu.
Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan RUU atau RAPERDA
memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau
pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan RUU atau RAPERDA yang
akan dibentuk.
2) Mengapa perlu RUU atau PAPERDA sebagai dasar pemecahan masalah tersebut,
yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut.
4) Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah
pengaturan.
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan NA.
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan
penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1) Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut.
Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis
empiris.
Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group
discussion), dan rapat dengar pendapat.
Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalahpenelitian yang diawali dengan penelitian
normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang
dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk
mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap
Peraturan
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan
masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
C. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan
hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang
akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau
materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.
Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan
yangtidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-
Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai,
atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
Dalam Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran
yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan.
Materi didasarkan pada ulasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya.
BAB VI PENUTUP
Bab penutup terdiri atas sub-bab simpulan dan saran.
A. A.Simpulan
B. Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik
penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam bab
sebelumnya.
C. B.Saran
Saran memuat antara lain:
1) Perlunya pemilahan substansi NA dalam suatu Peraturan Perundang-undangan atau
Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.
2) Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan RUU atau RAPERDA dalam
Program Legislasi Nasional atau /Program Legislasi Daerah.
3) Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan penyusunan NA
lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundang-undangan, dan jurnal yang menjadi
sumber bahan penyusunan Naskah Akademik.
LAMPIRAN RUU ATAU RAPERDA