Anda di halaman 1dari 5

Nama : Putu Sandhya

NIM : 031911133185

Kelas : Etika Profesi A-1

Ethical Opinion

“Kasus Pelanggaran Kode Etik Hakim Syamsul Rakan Chaniago”

FAKTA HUKUM

Hakim Syamsul Rakan Chaniago, merupakan Hakim Ad Hoc tindak pidana korupsi
yang mengadili kasus BLBI dalam tingkat kasasi atas nama terdakwa Syafruddin Arsyad
Temenggung di Mahkamah Agung (MA). Saat itu Terdakwa Syafruddin mengajukan kasasi
atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memvonis 15 tahun penjara. Pada
pengadilan tingkat pertama, Syafruddin divonis 13 tahun penjara.

Pada tanggal 28 Juni 2019, Hakim Syamsul Rakan Chaniago mengadakan kontak
hubungan dan pertemuan dengan Ahmad Yani selaku pengacara dari Terdakwa Syafruddin
Arsyad Temenggung di Plaza Indonesia pukul 17.38 sampai pukul 18.30 WIB. Pertemuan
antara Hakim Syamsul Rakan Chaniago dan Pengacara Ahmad Yani dilakukan kurang lebih
2 minggu sebelum perkara kasasi Terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung diputus.

Hakim Syamsul dan Pengacara Ahmad Yani merupakan teman lama, dimana
keduanya pernah sama-sama aktif di DPP Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN).

ISU HUKUM

1. Apakah perbuatan Hakim Syamsul ketika bertemu dengan seorang teman yang
memiliki kedudukan sebagai pihak yang berpekara dapat dikatakan melanggar
kode etik profesi hakim?

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. UUD NRI 1945


2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU
Kekuasaan Kehakiman)
3. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim

ANALISIS

Kode etik profesi hakim sejatinya merupakan tataran nilai yang sangat penting
bagi hakim untuk mengatur tata tertib dan perilaku hakim dalam menjalankan
profesinya. Hal ini menjadi sangat penting apabila dikaitkan dengan kedudukan dan
peran hakim demi tegaknya negara hukum. Sebagai aktor utama lembaga peradian,
posisi dan peran hakim menjadi sangat penting terlebih dengan segala kewenangan
yang dimilikinya.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam kode etik profesi hakim merupakan sifat
atau kualitas dari sesuatu yang sangat bermanfaat dalam kehidupan seorang hakim,
baik lahir maupun batin. Nilai ini menjadi landasan, alasan ataupun motivasi bagi
hakim dalam bersikap dan bertingkah laku. Nilai yang termanifestasikan ke dalam
kode etika profesi hakim ini menjadi pedoman yang memiliki kekuatan mengikat yang
sangat besar bagi hakim.

Etika hakim merupakan suatu nilai yang melekat atau menyatu dengan pribadi
yang hakim yang bersangkutan di manapun dia berada tidak hanya ketika hakim yang
bersangkutan menjalankan tugasnya tetapi juga harus menjadi bagian dari dirinya
sebagai manusia dimanapun hakim yang bersangkutan di posisikan.

Salah satu nilai yang wajib dianut dan dijadikan pedoman bagi hakim dalam
menjalankan profesinya untuk menyelesaikan konflik yang dihadapkan kepadanya
adalah Imparsial. Imparsial sendiri merupakan sikap netral, tidak memihak pada salah
satu pihak yang berpekara, seimbang dalam pemeriksaan antar kepentingan yang
terkait dalam perkara, menerapkan prinsip audi et alteram partem (hakim harus
mendengarkan kedua belah pihak secara seimbang untuk menemukan kebenaran
materiil) dan putusan diharapkan menjadi solusi hukum yang adil.

Jaminan imparsial atau independensi yang dimiliki oleh hakim selaras dengan
maksud dari The Bangalore Principles of Judicial Conduct, dimana dalam The
Bangalore Principles ditegaskan bahwa independensi kekuasaan kehakiman
mencakup dua aspek, yakni aspek individual dan institusional. Kedua aspek tersebut
wajib dijalankan oleh hakim dalam kehidupannya sehari-hari terutama dalam
menjalankan profesinya. Untuk aspek individual sendiri dapat ditegakan dengan cara
melindungi hakim dari segala bentuk ancaman sehingga tidak takut atau ragu dalam
proses pengambilan keputusan dan cara yang kedua adalah metode seleksi dan prinsip
etika yang diberlakukan kepada para hakim harus dibangun dengan sangat baik agar
meminimalkan risiko korupsi dan pengaruh dari luar.

Hal yang sama juga diatur di dalam konstitusi republic Indonesia yakni UUD
NRI 1945, dimana dalam Pasal 24 ayat (1) diatur bahwa Kekuasaan Kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dalam Pasal 3 ayat (1) diatur bahwa
“dalam menjalankan tugas dan fungsinya hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga
kemandirian peradilan.” Kedua aturan tersebut menandakan bahwa pentingnya
independensi dan imparsial hakim dalam menjalankan tugasnya.

Namun kode etik yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang baik dan benar
tersebut, seringkali dalam pelaksanaannya mengalami gangguan. Hal tersebut dapat
terjadi apabila hakim tidak dapat melepaskan diri dari konflik kepentingan ataupun
dari faktor semangat pertemanan dengan pihak yang berpekara. Sebagaimana yang
terjadi pada Hakim Syamsul Rakan Chaniago yang melakukan pertemuan dengan dalil
bertemu teman lama. Dalam hal ini Hakim Syamsul Rakan Chaniago bertemu dengan
Pengacara Ahmad Yani selaku kuasa hukum dari terdakwa yang proses perkaranya sedang
diperiksa oleh Hakim Syamsul Rakan Chaniago.

Untuk menganalisis apakah perbuatan yang dilakukan oleh Hakim Syamsul Rakan
Chaniago sudah benar atau belum, penulis menggunakan parameter sebagaiamana diatur di
dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.

Terdapat 3 (tiga) kode etik yang dapat dijadikan tolak ukur penilaian terhadap
tindakan Hakim Syamsul Rakan Chaniago, yang pertama Berperilaku Jujur.
Kejujuran disini bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah
benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang
kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil. Dengan
demikian, akan terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik
dalam persidangan maupun diluar persidangan Dimana sikap berperilaku jujur ini
dalam penerapannya hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan
tindakannya, baik di dalam maupun di luar pengadilan, selalu menjaga dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat, penegak hukum lain serta para pihak
berperkara, sehingga tercermin sikap ketidakberpihakan Hakim dan lembaga
peradilan. Namun yang dilakukan oleh Hakim Syamsul berbanding terbalik dengan
penerapan yang dianjurkan oleh kode etik profesi hakim, karena bertemu dengan
pihak yang berpekara di luar forum pengadilan membuat masyarakat meragukan
imparsial hakim syamsul.

Kemudian kode etik yang kedua yang dapat dijadikan tolak ukur adalah
Berperilaku Arif dan Bijaksana dimana hakim harus mampu untuk bertindak sesuai
dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum,
norma-norma keagamaan, kebiasan-kebiasan maupun kesusilaan dengan
memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan
akibat dari tindakannya. Penerapannya sendiri Hakim, dalam hubungan pribadinya
dengan anggota profesi hukum lain yang secara teratur beracara di pengadilan, wajib
menghindari situasi yang dapat menimbulkan kecurigaan atau sikap keberpihakan.
Jelas ini tidak dipenuhi oleh tindakan Hakim Syamsul. Dalam pandangan penulis
rasanya hal yang wajar apabila masyarakat dan pihak-pihak terkait menduga bahwa
ada sikap keberpihakan.
Dan yang terakhir adalah Berintegrasi Tinggi. Integritas bermakna sikap dan
kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada
hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau
norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong
terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan
mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu
berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.

Penerapan dari etika berintegritas tinggi adalah Hakim harus menghindari hubungan,
baik langsung maupun tidak langsung dengan Advokat, Penuntut dan pihak-pihak dalam
suatu perkara tengah diperiksa oleh Hakim yang bersangkutan, yang mana penerapan ini
tidak dilakukan oleh Hakim Syamsul. Meskipun disini Hakim Syamsul mengelak dengan
dalil bahwa pertemuan tersebut tidak disengaja, namun tindakan Hakim Syamsul yang
melanjutkan pertemuan tersebut dengan duduk duduk dan meminum kopi sudah sepantasnya
tidak dapat disebut tindakan “menghindari”

Berdasarkan analisis diatas sudah jelas dan terang bahwa tindakan yang dilakukan
oleh Hakim Syamsul bertentangan dan tidak sesuai dengan kode etik profesi hakim yang
harus dijunjung dalam setiap segi kehidupan seorang hakim.

KESIMPULAN

Kode etik profesi hakim merupakan nilai-nilai yang wajib dijadikan pedoman dan
landasan bagi hakim untuk melakukan perbuatan dalam pergaulan bermasyarakat sekaligus
dalam menjalankan profesi. Kode etik profesi hakim sendiri diatur di dalam 1. Keputusan
Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009-
02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dalam kasus diatas sudah seharusnya Hakim Syamsul menerapkan serta menjunjung
kode etik profesi hakim. Namun kenyatannya berbanding terbalik, dimana ketika Hakim
Syamsul melakukan pertemuan dengan pengacara Terdakwa yang sedang di proses
perkaranya oleh Hakim Syamsul, tidak sesuai dengan kode etik profesi hakim dan melanggar
prinsip berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksan serta tidak memiliki integritas yang
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai