Anda di halaman 1dari 5

KODE ETIK PROFESI HAKIM

1. Profesi Hakim dan Karakteristik


Sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan proses di pengadilan,
definisi hakim tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana atau yang biasa disebut Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP). Pasal 1 angka 8 KUHAP menyebutkan, hakim adalah
pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili. Sedangkan mengadili diartikan sebagai serangkaian tindakan hakim
untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas,
jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata
cara yang diatur dalam undang-undang.
Profesi hakim sebagai salah satu bentuk profesi hukum sering
digambarkan sebagai pemberi keadilan. Oleh karena itu, hakim juga
digolongkan sebagai profesi luhur (officium nobile), yaitu profesi yang pada
hakikatnya merupakan pelayanan pada manusia dan masyarakat. Sebagai
suatu profesi di bidang hukum yang secara fungsional merupakan pelaku
utama dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, hakim dituntut untuk
memiliki suatu keahlian khusus sekaligus memahami secara mendalam
mengenai ruang lingkup tugas dan kewajibannya. Salah satu unsur yang
membedakan profesi hakim dengan profesi lainnya adalah adanya proses
rekrutmen serta pendidikan bersifat khusus yang diterapkan bagi setiap orang
yang akan mengemban profesi ini.
2. Pedoman Perilaku Hakim
Pasal 3 (Sifat-sifat Hakim) :
Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenaldengan
Panca Dharma Hakim: Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa
kepada Tuhan YME, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; Cakra, yaitu
sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan
ketidakadilan; Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa;
Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela; Tirta, yaitu sifat
jujur.
Pasal 4 (Sikap Hakim) :
Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang
harus dipedomaninya: Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang
ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan
azas-azas peradilan yang baik; Tidak dibenarkan menunjukkan sikap
memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang
berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku; Harus bersifat
sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan
maupun dalam perbuatan; Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan
keadilan. .
Pasal 5 (Kewajiban & Larangan) :
-) Kewajiban: Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak
berperkara secara berimbang dengan tidak memihak; Sopan dalam
bertutur dan bertindak; Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan
sabar; Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan;
Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.
-) Larangan: Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak
yang berperkara; Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar
acara persidangan; Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang
ditanganinya baik dalam persidanganmaupun diluar persidangan
mendahului putusan; Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat
Hukum, Para pihak Berperkara; Memberikan komentar terbuka atas
putusan Hakim lain.
Pasal 9 (Sanksi) :
Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi
Hakim kepada PP IKAHI adalah :
-) Teguran.
-) Skorsing dari anggota PP IKAHI.
-) Pemberhentian sebagai anggota PP IKAHI.
3. Tanggung Jawab Moral Hakim
Tujuan akhir profesi hakim adalah ditegakkannya keadilan. Cita
hukum keadilan yang terapat dalam kenyataan normatif harus dapat
diwujudkan dalam das sein (kenyataan alamiah) melalui nilai-nilai yang
terdapat dalam etika profesi. Salah satu etika profesi yang telah lama
menjadi pedoman profesi ini sejak masa awal perkembangan hukum
dalam peradaban manusia adalah The Four Commandments for Judges
dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri dari empat butir, yakni: To
hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab); To answer
wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana); To consider soberly
(mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun); To decide impartially
(memutus tidak berat sebelah).
4. Kasus Pelanggaran Etika Profesi Hakim
1. Asmadinata
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi pemecatan
secara tidak hormat kepada hakim ad hoc tipikor, Asmadinata. Sanksi
berat diberikan kepada Asmadinata karena hakim ini telah menemui
seorang broker atau makelar kasus. Alasan pemecatan menurut
Pimpinan sidang MKH, I Made Tara, ialah karena Asmadinata telah
terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.Kasus
Asmadinata berawal dari kasus korupsi Ketua DPRD Grobogan yang
ditangani oleh Asmadinata dan beberapa hakim lainnya- di Pengadilan
Tipikor Semarang.
2. Lumban Tobing
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjatuhkan sanksi
pemberhentian secara hormat dengan hak pensiun terhadap Hakim PN
Binjai Raja MG Lumban Tobing. Lumban Tobing dinyatakan terbukti
melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) lantaran diketahui sebagai
pengguna narkoba dan pernah bertemu dengan pihak yang
berperkara.Lumban Tobing terima uang sebesar Rp 8 juta dan sabu dari
terdakwa narkoba melalui rekannya bernama Yuwono.

5. Kesimpulan
Dengan banyaknya kasus pelanggaran pada kode etik hakim di
Indonesia, dapat di simpulkan bahwa pada kenyataanya kode
kehormatan hakim sudah tidak dianggap sebagai pedoman lagi. Kode
kehormatan hakim hanya ada sebagai perhiasan teori untuk menarik
kepercayaan masyarakat dan kemudian menjebak masyarakat sendiri
demi kepentingan pribadi hakim-hakim nakal itu , banyaknya kasus
pelanggaran kode etika hakim ini menjelaskan bahwa lembaga-lembaga
pengawas tampak bekerja namun tidak maksimal.

Anda mungkin juga menyukai