Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KASUS

“ETIKA PROFESI TERHADAP


PELANGGARAN KODE ETIK HAKIM”

Oleh : Marfia
Sasgita Putri
S1/ Semester VI
HASIL PENGAMATAN
• Hakim adalah salah satu aparat penegak hukum
(Legal Aparatus) yang sudah memiliki kode etik
sebagai standar moral atau kaedah seperangkat
hukum formal, namun realitanya para kalangan
profesi hakim belum menghayati dan
melaksanakan kode etik profesi dalam
melaksanakan profesinya sehari-hari, terlihat
dengan banyaknya yang mengabaikan kode etik
profesi, sehingga profesi ini tidak lepas mendapat
penilaian negatif dari masyarakat.
Banyak realita yang bisa dilihat mengenai
pelanggaran yang dilakukan oleh kalangan
profesi hakim yang menyimpang dari kode
etiknya. Misalnya, hakim disuap agar pihak yang
salah tidak diberikan hukuman yang berat
bahkan dibebaskan dari segala tuntutan. Hal ini
jelas melanggar kode etik hakim yaitu yang
terdapat dalam UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman pasal 5 ayat (1) dimana
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang.
• Selain itu, hakim juga sering menggunakan
jabatannya tidak pada tempatnya. Misalnya,
seorang hakim menggunakan jabatannya
untuk menguntungkan pribadinya karena
orang melihatnya sebagai seorang hakim
dimana ketika memanfaatkan jabatan tersebut
banyak orang lain yang dirugikan.
• Berbagai kasus gugatan publik terhadap profesi hakim
merupakan bukti bahwa adanya penurunan kualitas
hakim sangat wajar sehingga pergeseranpun terjadi dan
sampai muncul istilah mafia peradilan. Indikasi tersebut
menunjukan hal yang serius dalam penegakkan standar
profesi hukum di Indonesia. Kode etik tampaknya belum
bisa dilaksanakan dan nilai-nilai yang terkandung belum
bisa diaplikasikan oleh pengembannya sendiri. Padahal
untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan
menegakkan etika, profesionalisme serta disiplin
• Berdasarkan realita bahwa banyaknya kalangan
profesi hakim yang mengabaikan nilai-nilai moral
terutama nilai-nilai yang ada dalam kode etik
hakim.Sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan
proses di pengadilan, definisi hakim tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana atau yang biasa disebut Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 1 angka
8 KUHAP menyebutkan, hakim adalah pejabat
peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk mengadili. Sedangkan mengadili
diartikan sebagai serangkaian tindakan hakim untuk
menerima, memeriksa, dan memutus perkara
berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di
sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara
yang diatur dalam undang-undang.
Kode etik hakim tersebut terdiri dari empat
butir di bawah ini:
• To hear corteously (mendengar dengan sopan
dan beradab).
• To answer wisely (menjawab dengan arif dan
bijaksana).
• To consider soberly (mempertimbangkan
tanpa terpengaruh apapun).
• To decide impartially (memutus tidak berat
sebelah).
Dalam bertingkah laku, sikap dan sifat hakim
tercermin dalam lambing kehakiman dikenal
sebagai Panca Dharma Hakim, yaitu:
• Kartika, melambangkan Ketuhanan Yang
Maha Esa;
• Cakra, berarti seorang hakim dituntut untuk
bersikap adil;
• Candra, berarti hakim harus bersikap
bijaksana atau berwibawa;
• Sari, berarti hakim haruslah berbudi luhur
atau tidak tercela; dan
• Tirta, berarti seorang hakim harus jujur.
CONTOH KASUS PELANGGARAN KODE ETIK HAKIM

Hakim Syarifuddin Umar tertangkap tangan


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait
dugaan suap dalam proses kepailitan
perusahaan garmen, PT
Skycamping Indonesia (SCI Syarifuddin
Umar).
Hakim Syarifudin Umar yang menerima
sejumlah uang sebesar Rp 250 juta dan mata
uang asing dari kurator pada kasus niaga yang
dia tangani menunjukan moralitas hakim
tersebut sangat buruk dan bertentangan
dengan sifat air yang melukiskan sifat hakim
yang harus jujur dan bersih dan bertentangan
dengan sikap haki, meliputi: berkelakuan baik
dan tidak tercela, tidak menyalahgunakan
wewenang untuk kepentingan pribadi, tidak
melakukan perbuatan yang merendahkan
martabat hakim.

Anda mungkin juga menyukai