Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan


kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan
menertibkan fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas
menegakkan hukum menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta
didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang
hendak dicapai.
Tingkat perkembangan masyarakat tempat hukum diberlakukan
mempengaruhi pola penegakan hukum, karena dalam masyarakat modern
yang bersifat rasional dan memiliki tingkat spesialisasi dan differensiasi yang
tinggi penggorganisasian penegak hukumnya juga semakin kompleks dan
sangat birokratis.
Kajian secara sistematis terhadap penegakan hukum dan keadilan
secara teoritis dinyatakan efektif apabila 5 pilar hukum berjalan baik yakni:
instrument hukumnya,aparat penegak hukumnya, faktor warga masyarakatnya
yang terkena lingkup peraturan hukum, faktor kebudayaan atau legal culture,
factor sarana dan fasilitas yang dapat mendukung pelaksanaan hukum.
Hikmahanto Juwono menyatakan di Indonesia secara tradisional
institusi hukum yang melakukan penegakan hukum adalah kepolisian,
kejaksaan, badan peradilan dan advokat. Di luar institusi tersebut masih ada
diantaranya , Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorak Jenderal Pajak,
Direktorat Jenderal Imigrasi. Problem dalam penegakan hukum meliputi hal:1
1. Problem pembuatan peraturan perundangundangan. 2. Masyarakat pencari
kemenangan bukan keadilan. 3. Uang mewarnai penegakan hukum. 4.
Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang
diskriminatif dan ewuh pekewuh. 5. Lemahnya sumberdaya manusia. 6.
Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi. 7. Keterbatasan anggaran.
8. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.
Problem tersebut di atas memerlukan pemecahan atau solusi, dan
negara yang dalam hal ini diwakili pemerintah telah mengeluarkan kebijakan
yang bertujuan memperbaiki kinerja institusi hukum, aparat penegak hukum
dengan anggaran yang cukup memadai sedang outputnya terhadap
perlindungan warganegara di harapkan dapat meningkatkan kepuasan dan
sedapat mungkin mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh anggota masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasrkan latar belakang masalah maka diperoleh masalah yang


harus di bahas sebagai berikut:
1. Bagaimana Upaya meningkatkan kedudukan penegak hukum untuk
menumbuhkan kesadaran hukum anggota masyarakat?
2. Bagaimana Proses Penegakan Hukum di lingkungan Peradilan?
3. Bagaimana upaya Pemberdayaan Lembaga Peradilan dan Lembaga
Penegak Hukum Lainnya dalam hal kompetensinya?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka diharpkan dapat


memberikan manfaat dan tujuan dari penulisan makalh tersebut:

1. Untuk mengetahui Upaya meningkatkan kedudukan penegak


hukum untuk menumbuhkan kesadaran hukum anggota
masyarakat.
2. Untuk memahami Proses Penegakan Hukum di lingkungan
Peradilan.
3. Untuk mengetahui upaya Pemberdayaan Lembaga Peradilan
dan Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam hal
kompetensinya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Upaya meningkatkan kedudukan penegak hukum untuk menumbuhkan


kesadaran hukum anggota masyarakat

Pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada


kesadaran hukum masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh aparat
penegak hukum, oleh karena sering terjadi beberapa peraturan hukum tidak
dapat terlaksana dengan baik oleh karena ada beberapa oknum penegak
hukum yang tidak melaksanakan suatu ketentuan hukum sebagai mana
mestinya. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan oleh penegak hukum itu
sendiri yang tidak sesuai dan merupakan contoh buruk dan dapat menurunkan
citra .Selain itu teladan baik dan integritas dan moralitas aparat penegak
hukum mutlak harus baik, karena mereka sangat rentan dan terbuka peluang
bagi praktik suap dan penyelahgunaan wewenang. Uang dapat mempengaruhi
proses penyidikan, proses penuntutan dan putusan yang dijatuhkan.

Hal ini dapat gambarkan sebagai bentuk perumpaan, ibarat kita masuk
di sebuah rumah, dan tentunya akan menemukan “empat pilar yang menjadi
penyangga “utama”. Hal demikian bisa dipahami bahwa rumah bisa tegak jika
keempat pilarnya tetap kokoh berdiri dan saling menopang antara yang satu
dengan yang lainnya. Dan begitu juga sebaliknya akan menjadi “roboh” bila
salah satu atau bahkan keempat pilarnya rusak atau rapuh. Di Indonesia juga
terdapat empat pilar penegak hukum. Keempatnya sama-sama penting. Dan
apabila salah satu penegak hukum telah ternodai akibat dari tindakan dari
salah satu oknum aparat penegak hukum, maka dipastikan hukum tak akan
bisa berjalan dengan baik, dan menghilangkan rasa keperjayaan masyarakat
terhadap penegak hukum tersebut. Empat pilar penegak hukum tersebut
adalah;
1) Hakim
Kata hakim sebenarnya diambil dari bahasa Arab,
“hakima” yang memiliki arti aturan, peraturan, kekuasaan,
pemerintah. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata hakim berarti orang yang mengadili perkara
baik dalam pengadilan atau mahkamah. Hakim bisa juga
berarti sebagai orang yang menjadi penilai atau juri dalam
suatu perlombaan. Karena itulah kata hakim atau seorang
hakim tidak hanya kita jumpai pada pengadilan dan dunia
hukum tapi juga di beberapa permainan seperti hakim garis
pada permainan sepak bola.
Hakikatnya tugas pokok hakim adalah menerima,
memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya. Meskipun demikian tugas
dan kewajiban hakim dapat diperinci lebih lanjut, yang dalam
hal ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu tugas
hakim secara normative dan tugas hakim secara konkret dalam
mengadili suatu hukum. Beberapa tugas dan kewajiban pokok
hakim dalam bidang peradilan secara normative telah diatur
dalam UU No. 4 Tahun 2004 antara lain: 1) Mengadili menurut
hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (pasal 5 ayat 1).
2) Membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-
kerasnya mengetasi segala hambatan dan rintangan demi
terciptanya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan
(pasal 5 ayat 2). 3) Tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa
dan mengadilinya (pasal 14 ayat 1). 4) Memberi keterangan,
pertimbangan dan nasihat-nasihat tentang soal-soal hukum
kepada lembaga Negara lainnya apabia diminta (pasal 25). 5)
Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami bilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (pasal
28 ayat 1).10 Di samping tugas hakim secara normative
sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan, hakim
juga mempunyai tugas secara konkret dalam memeriksa dan
mengadili suatu perkara melalui tiga tindakan secara bertahap,
yaitu: 1) Mengkonstatasi peristiwa kongkret, Mengkonstatasi
berarti menetapkan atau merumuskan peristiwa kongkret
dengan jalan membuktikan peristiwa. 2) Mengkualifikasi
peristiwa kongkret.
Mengkualifikasi adalah menetapkan peristiwa
hukumnya dari peristiwa yang telah dikonstatir (terbukti). 3)
Mengkonstitusi, Mengkonstitusi adalah tahap untuk
menetapkan hukum atau hukumnya dengan memberikan
keadilan dalam suatu putusan Dalam praktik hakim terkadang
terlalu lunak sikapnya terhadap permohonan penundaan sidang
dari para pihak atas kuasanya. Beberapa hahl yang sering
menyebabkan tertundanya sidang antara lain: 1) Tidak
hadirnya para pihak atau kuasanya secara bergantian. 2) Selalu
minta ditundanya sidang secara bergantian. 3) Tidak datangnya
saksi walau sudah dipanggil. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, maka diperlukan peranan hakim yang aktif terutama
dalam mengatasi hambatan dan rintangan untuk dapa
tercapainya peradilan yang cepat. Perlu ketegasan hakim untuk
mennolak permohonan penundaan sidang dan pihak, kalau ia
beranggapan hal itu tidak perlu. Berlarut-larutnya atau
tertunda-tundanya jalannya peradilan yang mengakibatkan
berkurangnya kewibawaan pengadilan
2) Jaksa
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam
Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap
provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan
berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam
pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di
poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses
pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana
penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan
apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak
berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan Pasal 30 Undang-undang No. 16 Tahun
2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia berikut adalah
tugas dan wewenang Kejaksaan. Di bidang pidana: Melakukan
penuntutan;Melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan
pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan
lepas bersyarat;Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan undang-undang;Melengkapi berkas
perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Di bidang
perdata dan tata usaha Negara; Kejaksaan dengan kuasa
khusus, dapat bertindak baik didalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Dalam bidang keterbitan dan ketentraman umum, Kejaksaan
turut menyelenggarakan kegiatan;Peningkatan kesadaran
hukum masyarakat;Pengamanan kebijakan penegakan
hukum;Pengawasan peredaran barang cetakan;Pengawasan
aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan
agama;Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik
kriminal.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga
telah mengatur tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 30, yaitu di bidang pidana, Kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang: Melakukan penuntutan;
Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap; Melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang.
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik. Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004
menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim
untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau
tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena
bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh
hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau
dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang
tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi
tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan
kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta
badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34
menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan
pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi
pemerintah lainnya.
3) Polisi
Tugas dan wewenang bisa dilihat dalama pasal Pasal 13
undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 tentang
kepolisian, sebagai berikut; Memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat;Menegakkan hukum; danMemberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.12 Istilah “polisi” berasal dari bahasa latin, yaitu
“politia”, artinya tata negara, kehidupan politik, kemudian
menjadi “police” (Inggris), “polite” (Belanda). “polizei”
(Jerman) dan menjadi “polisi” (Indonesia), yaitu suatu badan
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan
menjadi penyidik perkara kriminal. Oleh karena itu dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada
etika moral dan hukum, bahkan menjadi komitmen dalam batin
dan nurani bagi setiap insan polisi, sehingga penyelenggaraan
fungsi, tugas dan wewenang kepolisian bisa bersih dan baik.
Dengan demikian akan terwujud konsep good police sebagai
prasyarat menuju good-governance. Hal yang patut
disayangkan saat ini ialah banyaknya polisi yang masih belum
bisa menjalankan fungsi dan perannya secara baik dan benar.
Polisi yang seharusnya berfungsi sebagai pihak penegak
hukum justeru memanfaatkan setatusnya tersebut untuk
melanggar hukum, membela pihak yang salah asalkan ada
kompensasi dan menelantarkan pihak yang benar yang
mestinya mendapatkan pembelaan.
4) Advokat
Beracara dan berargumentasi di Pengadilan;Meneliti
dan membuat drafting yang berhubungan dengan
pengadilan;Melakukan pemeriksaan terkait berkaitan dengan
administratifMembedah kasus;Memberikan legal advice;
Melakukan negosiasi;Mendampingi tersangka.
Undang-undang No. 18 Tahun 2003 terkait dengan Hak
dan Kewajiban Advokat. Pasal 14, Advokat bebas
mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang
pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan
peraturan perundang-undangan. Pasal 15, Advokat bebas
dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara
yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada
kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Pasal 16,
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun
pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad
baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang
pengadilan. Pasal 17, dalam menjalankan profesinya, Advokat
berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya,
baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang
berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk
pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan
perundangundangan.

B. Proses Penegakan Hukum di lingkungan Peradilan.

Peradilan sebagai salah satu institusi penegak hukum, oleh karenanya


aktivitasnya tidak terlepas dari hukum yang telah dibuat dan disediakan oleh
badan pembuat hukum itu. Dalam hal ini ada perbedaan peradilan dan
pengadilan, peradilan menunjukan kepada proses mengadili, sedangkan
pengadilan adalah merupakan salah satu lembaga dalam proses tersebut,
lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam proses mengadili adalah kepolisian,
kejaksaan dan advokat.

Berjalannya proses peradilan tersebut berhubungan erat dengan


substansi yang diadili yaitu berupa perkara perdata atau pidana, keterlibatan
lembaga-lembaga dalam proses peradilan secara penuh hanya terjadi pada saat
mengadili perkara pidana. Dalam perkembangannya terbentuklah beberapa
badan peradilan dalam lingkup Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan perpajakan dimana
masing-masing mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara sesuai
dengan kewenangan masing-masing peradilan tersebut.

Menurut hemat penulis peranan lembaga peradilan dalam mewujudkan


pengadilan yang mandiri, tidak dipengaruhi oleh pihak manapun, bersih dan
profesional belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Hal tersebut tidak
hanya disebabkan oleh:

a. adanya intervensi dari pemerintah dan pengaruh dari pihak lain


terhadap putusan pengadilan, tetapi juga karena kualitas
profesionalisme, moral dan akhlak aparat penegak hukum yang masih
rendah. Akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
peradilan sebagai benteng terakhir untuk mendapatkan keadilan
semakin menurun.
b. lemahnya penegakan hukum juga disebabkan oleh kinerja aparat
penegak hukum lainnya seperti Hakim, Polisian, Jaksa, Advokat dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang belum menunjukan sikap
yang profesional dan integritas moral yang tinggi. Kondisi sarana dan
prasarana hukum yang sangat diperlukan oleh aparat penegak hu kum
juga masih jauh dari memadai sehingga sangat mempengaruhi
pelaksanaan penegakan hukum untuk berperan secara optimal dan
sesuai dengan rasa keadilan di dalam masyarakat

Sebagai upaya untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap lembaga


peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya langkahlangkah yang perlu
dilakukan yaitu:

a. Peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak hukum yang


lebih profesioanal, berintegritas, berkepribadian, dan bermoral tinggi.
b. Perlu dilakukan perbaikan–perbaikan sistem perekrutan dan promosi
aparat penegak hukum, pendidikan dan pelatihan, serta mekanisme
pengawasan yang lebih memberikan peran serta yang besar kepada
masyarakat terhadap perilaku aparat penegak hukum.
c. Mengupayakan peningkatan kesejahteraan aparat penegak hukum
yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum disebabkan antara lain
karena masih banyaknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum tuntas penyelesaiannya
secara hukum.
Dalam rangka memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap
hukum, upaya yang harus dilakukan adalah :
a. Menginventarisasi dan menindak lanjuti secara hukum berbagai kasus
KKN dan HAM.
b. Melakukan pemberdayaan terhadap aparat penegak hukum,
khususnya aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan masyarakat.
c. Pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu.
Adanya kekerasan horizontal dan vertikal pada dasarnya disebabkan
melemahnya penerapan nilai-nilai budaya dan kesadaran hukum masyarakat
yang mengakibatkan rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan
timbulnya berbagai tindakan penyalahgunaan wewenang. Demikian juga
kurangnya sosialisasi. peraturan perundang-undangan baik sebelum maupun
sesudah diterapkan baik kepada masyarakat umum maupun kepada
penyelenggara negara termasuk aparat penegak hukum. Upaya yang akan
dilakukan adalah dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum di
semua lapisan masyarakat terhadap pentingnya hak-hak dan kewajiban
masing-masing individu yang pada akhirnya diharapkan akan membentuk
budaya hukum yang baik. Penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh keadaan
dan interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat, dapat dicantumkan dalam
masyarakat yang memelihara atau mengembangkan sistem hak-hak
berdasarkan atas status, atau suatu masyarakat dengan perbedaan yang tajam
antara “ the have “ dan “the have not “, atau suatu masyarakat yang berada
dalam lingkungan kekuasaann otoriter, akan menempatkan sistem penegakan
hukum yang berbeda dengan masyarakat yang terbuka dan egaliter. Dengan
kata lain penegakan hukum yang benar dan adil ditentukan oleh kehendak dan
partisipasi anggota masyarakat, bukan semata-mata keinginan pelaku penegak
hukum.
C. Upaya Pemberdayaan Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum
Lainnya dalam hal kompetensinya
Pemberdayaan peradilan dan lembaga penegak hukum bertujuan untuk
meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap peran dan citra
lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum seperti; Pengadilan, Kejaksaan,
Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lainnya (PPNS) sebagai bagian
dari upaya mewujudkan upaya supremasi hukum dengan dukungan hakim dan
aparat penegak hukum lainnya yang profesional, berintegritas dan bermoral
tinggi. Dalam rangka mewujudkan Penegakan Hukum dilingkungan peradilan
demi terciptanya lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa
maupun pihak lain dengan tetap mempertahankan prinsip cepat, sederhana dan
biaya ringan hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Meningkatkan pengawasan dalam proses peradilan secara transparan
untuk memudahkan partisipasi masyarakat dalam rangka pengawasan
dan pembenahan terhadap sistem manajemen dan administrasi
peradilan secara terpadu
2) Menyususn sistem rekruitmen dan promosi yang lebih ketat dan
pengawasan terhadap proses rekruitmen dan promosi dengan
memegang asas kompetensi, transparansi, dan partisipasi baik bagi
hakim maupun bagi aparat penegak hukum lainnya.
3) Meningkatkan kesejahteraan hakim dan aparat penegak hukum lainnya
seperti jaksa, Polisi dan PNS melalui peningkatan gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya sampai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup
yang disesuaikan dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab kerja
yang dibebankan.
4) Menunjang terciptanya sistem peradilan pidana yang terpadu melalui
sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas dan
wewenang hakim dan aparat penegak hukum lainnya.
5) Meningkatkan peran Advokat dan Notaris melalui optimalisasi standar
kode etik di lingkungan masing-masing
6) Menyempurnakan kurikulum dibidang pendidikan hukum guna
menghasilkan aparatur hukum yang profesional, berintegrasi dan
bermoral tinggi.
7) Meningkatkan kualitas hakim dalam melakukan penemuan hukum baru
melalui putusanputusan pengadilan (yurisprudensi) yang digunakan
sebagai dasar pertimbangan hukum, yang dapat digunakan oleh aparat
penegak hukum dilingkungan peradilan.
8) Meningkatkan pembinaan terhadap integritas moral, sikap perilaku dan
pemberdayaan kemampuan dan kerterampilan aparat penegak hukum.
9) Mengembangkan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar
pengadilan atau Alternative Dispute Resolution (ADR) dan dengan
memperbaiki upaya perdamaian di Pengadilan.
10) Meningkatkan mekanisme pertanggungjawaban lembaga pengadilan
kepada publik, kemudahan akses masyarakat untuk memperoleh
putusan pengadilan dan publikasi mengenai ada tidaknya perbedaan
pendapat di antara majelis hakim terhadap setiap pengambilan
keputusan
11) Melakukan pembinaan pemasyarakatan baik pembinaan di dalam
maupun di luar lembaga pemasyarakatan, agar bekas warga binaan
dapat kembali hidup normal di dalam masyarakat.
Negara Indonesia sebagai negara hukum tentang adanya kebebasan
peradilan telah di jamin sebagimana tersebut dalam Undangundang Dasar 1945
hasil Amandemen dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan Kehakiman menurut UUD 1945 merupakan
kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Perubahan
UUD Dasar RI 1945 telah membawa perubahan penting terhadap
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman Undangundang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah diubah
dengan UU Nomor 35 Tahun 1999 dan kemudian dirubah lagi menjadi UU
Nomor 4 Tahun 2006.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 Tahun
2004 menyebutkan bahwa:
“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia”.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam ketentuan tersebut di atas
adalah bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak
eksternal yudisial kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam UUD Negara RI
Tahun 1945. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak
mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila sehingga putusannya mencerminkan keadilan rakyat
Indonesia. Aparat penegak hukum yang turut membantu dalam
penyelenggaraan pelaksanaan peradilan untuk menciptakan kepastian hukum
selain lembaga kehakiman meliputi:
1. Kejaksaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor. 16
Tahun 2005 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Kejaksaan
Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negera di bidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan Undangundang yang dilaksanakan secara merdeka.
Kejaksaan mempunyai tugas:
a. melakukan penuntutan;
b. melaksakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat.
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
Undang-undang
e. Melengkapi berkas perkara tertentu, melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan kepengadilan.
f. Di bidang perdata dan tata usaha negara kejaksaan dengan kuasa
khusus dapat bertindak baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk
dan atau atas nama pemerintah.
g. Di bidang ketertiban dan ketentraman melaksanakan kegiatan
peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan
penegak hukum, pengawasan peredaran barang cetakan, pengawasan
kepercayaan yang dapat membahayakan negara, pencegah
penyelahgunaan dan penodaan negara.
2. Kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian
Negara RI mempunyai tugas dan fungsi untuk memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman dan pelanan kepada masyarakat.
Dalam rangka peningkatan upaya pelaksanaan dan penegakan hukum
baik bagi masyarakat maupun aparat penegak hukum itu sendiri, maka
pemerintah Negara RI telah melakukan pembaharuan terhadap beberapa
peraturan untuk memperbaiki sistem hukum yang ada demi tercapainya
masyarakat yang adil dan tentram, dengan adanya perbaikan peraturan bagi
para aparat penegak hukum maka masing-masing pihak diharapkan dapat
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya masing-masing secara
bertanggung jawab, pelaksanaan tersebut tidak lepas dari pengawasan
pemerintah dan masyarakat.
Pembicaraan Penegakan hukum dalam kenyataan sehari-hari tampak
bahwa hubungan antara penegakan hukum dan struktur masyarakat
memberikan pengaruh yang kuat terhadap cara-cara penegakan hukum suatu
Negara.4 Indonesia sebagai Negara modern tampak dari ciri-cirinya sebagai
berikut :
1) Adanya UUD dalam bentuk yang tertulis
2) Hukum itu berlaku untuk wilayah Negara
3) Hukum merupakan sarana yang dipakai secara sadar untuk
mewujudkan keputusankeputusan politik masyarakatnya.
4) Menurut Max Weber cara penegakan hukum pada suatu masa berbeda
dengan masa yang sebelumnya yang tentunya tidak terlepas dari
dominasi yang disebabkan karena keadaan masyarakatnya yang
berbeda, dimana tatanan kehidupan masyarakatnya menurut Hart dalam
Satjipto Rahardjo didasarkan Secondary Rules Obligation di mana
masyarakatnya mempunyai kehidupan yang terbuka, luas, dan komplek
seperti saat ini maka terdapat diferensiasi dan institusionalisasi
pekerjaan hukum berupa :
a. Rules of Recognition.
b. Rules of Change
c. Rules of adjudication.
Salah satu yang menonjol yang dirasakan di Indonesia saat ini
adalah sifat birokratisnya penegakan hukum yang sesuai dengan
kewenangan masing-masing institusi atau lembaga hukum yang
bertugas menegakkan hukum sesuai dengan kewenangan yang telah
diberikan undang-undang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan upaya untuk


mencapai ketertiban dan keadilan dalam penegakan hukum telah ada
perubahan dan perbaikan dari sistem peradilan itu sendiri, serta upaya
meningkatkan sumber daya manasia dan pemberdayaan lembaga peradilan
dan lembaga penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Kejaksaan) serta adanya
partisipasi masyarakat demi mewujudkan hukum yang berkeadilan dan
mengayomi masyarakat

B. Saran

Dalam paparan makalah diatas apalagi banyak terjadi kekeliruan


mengenai maka kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, selain itu saya
memohon maaf kalau ada perilaku dan ucapan ku yang salah.
DAFTAR PUSTAKA

Ari Yusuf Amir, Strategi Bisnis Jasa Advokat, Navila Idea, Yogyakarta,
Maret, 2008.
Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper, “Memahami UU tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.2006.
Jimly Assiddiqie dan Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum,Konstitusi Press,Jakarta, 2006.
Juwono, Hikmahanto. 2006. Penegakan Hukum Dalam kajian Law and
Development: Problem dan Fundamen bagi Solusi di Indonesia. Varia
Peradilan No. 244, Jakarta.
Kitab Advokat Indonesia, Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) PT.
Almuni, Bandung, 2007.
Philipus M. Hadjo., Tatiek Sri Djatmiati., Anddink. G.H., Ten Berge.,J.B.J.M,
Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi,Gadjah Mada
University Press, 2011.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 1982.
Soekanto, Soerjono, 1983, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. Jakarta: Rajawali Pers; Sutiyoso, Bambang. 2004. Aktualita
Hukum Dalam Era Reformasi. Jakarta: RajawaliPers.
Soetandyo Wignjosoebroto, “Korupsi Sebagai Masalah Sosial-Budaya”,
Jurnal Dinamika Masyarakat, Jakarta, Ristek, 2004.
Rahardjo, Satjipto. 1983. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan
Sosiologis. Bandung: Sinar Baru.

Anda mungkin juga menyukai