PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Hal ini dapat gambarkan sebagai bentuk perumpaan, ibarat kita masuk
di sebuah rumah, dan tentunya akan menemukan “empat pilar yang menjadi
penyangga “utama”. Hal demikian bisa dipahami bahwa rumah bisa tegak jika
keempat pilarnya tetap kokoh berdiri dan saling menopang antara yang satu
dengan yang lainnya. Dan begitu juga sebaliknya akan menjadi “roboh” bila
salah satu atau bahkan keempat pilarnya rusak atau rapuh. Di Indonesia juga
terdapat empat pilar penegak hukum. Keempatnya sama-sama penting. Dan
apabila salah satu penegak hukum telah ternodai akibat dari tindakan dari
salah satu oknum aparat penegak hukum, maka dipastikan hukum tak akan
bisa berjalan dengan baik, dan menghilangkan rasa keperjayaan masyarakat
terhadap penegak hukum tersebut. Empat pilar penegak hukum tersebut
adalah;
1) Hakim
Kata hakim sebenarnya diambil dari bahasa Arab,
“hakima” yang memiliki arti aturan, peraturan, kekuasaan,
pemerintah. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata hakim berarti orang yang mengadili perkara
baik dalam pengadilan atau mahkamah. Hakim bisa juga
berarti sebagai orang yang menjadi penilai atau juri dalam
suatu perlombaan. Karena itulah kata hakim atau seorang
hakim tidak hanya kita jumpai pada pengadilan dan dunia
hukum tapi juga di beberapa permainan seperti hakim garis
pada permainan sepak bola.
Hakikatnya tugas pokok hakim adalah menerima,
memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya. Meskipun demikian tugas
dan kewajiban hakim dapat diperinci lebih lanjut, yang dalam
hal ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu tugas
hakim secara normative dan tugas hakim secara konkret dalam
mengadili suatu hukum. Beberapa tugas dan kewajiban pokok
hakim dalam bidang peradilan secara normative telah diatur
dalam UU No. 4 Tahun 2004 antara lain: 1) Mengadili menurut
hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (pasal 5 ayat 1).
2) Membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-
kerasnya mengetasi segala hambatan dan rintangan demi
terciptanya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan
(pasal 5 ayat 2). 3) Tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa
dan mengadilinya (pasal 14 ayat 1). 4) Memberi keterangan,
pertimbangan dan nasihat-nasihat tentang soal-soal hukum
kepada lembaga Negara lainnya apabia diminta (pasal 25). 5)
Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami bilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (pasal
28 ayat 1).10 Di samping tugas hakim secara normative
sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan, hakim
juga mempunyai tugas secara konkret dalam memeriksa dan
mengadili suatu perkara melalui tiga tindakan secara bertahap,
yaitu: 1) Mengkonstatasi peristiwa kongkret, Mengkonstatasi
berarti menetapkan atau merumuskan peristiwa kongkret
dengan jalan membuktikan peristiwa. 2) Mengkualifikasi
peristiwa kongkret.
Mengkualifikasi adalah menetapkan peristiwa
hukumnya dari peristiwa yang telah dikonstatir (terbukti). 3)
Mengkonstitusi, Mengkonstitusi adalah tahap untuk
menetapkan hukum atau hukumnya dengan memberikan
keadilan dalam suatu putusan Dalam praktik hakim terkadang
terlalu lunak sikapnya terhadap permohonan penundaan sidang
dari para pihak atas kuasanya. Beberapa hahl yang sering
menyebabkan tertundanya sidang antara lain: 1) Tidak
hadirnya para pihak atau kuasanya secara bergantian. 2) Selalu
minta ditundanya sidang secara bergantian. 3) Tidak datangnya
saksi walau sudah dipanggil. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, maka diperlukan peranan hakim yang aktif terutama
dalam mengatasi hambatan dan rintangan untuk dapa
tercapainya peradilan yang cepat. Perlu ketegasan hakim untuk
mennolak permohonan penundaan sidang dan pihak, kalau ia
beranggapan hal itu tidak perlu. Berlarut-larutnya atau
tertunda-tundanya jalannya peradilan yang mengakibatkan
berkurangnya kewibawaan pengadilan
2) Jaksa
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam
Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap
provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan
berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam
pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di
poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses
pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana
penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan
apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak
berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Berdasarkan Pasal 30 Undang-undang No. 16 Tahun
2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia berikut adalah
tugas dan wewenang Kejaksaan. Di bidang pidana: Melakukan
penuntutan;Melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan
pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan
lepas bersyarat;Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan undang-undang;Melengkapi berkas
perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Di bidang
perdata dan tata usaha Negara; Kejaksaan dengan kuasa
khusus, dapat bertindak baik didalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Dalam bidang keterbitan dan ketentraman umum, Kejaksaan
turut menyelenggarakan kegiatan;Peningkatan kesadaran
hukum masyarakat;Pengamanan kebijakan penegakan
hukum;Pengawasan peredaran barang cetakan;Pengawasan
aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan
agama;Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik
kriminal.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga
telah mengatur tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 30, yaitu di bidang pidana, Kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang: Melakukan penuntutan;
Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap; Melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang.
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik. Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004
menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim
untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau
tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena
bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh
hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau
dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang
tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi
tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan
kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta
badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34
menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan
pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi
pemerintah lainnya.
3) Polisi
Tugas dan wewenang bisa dilihat dalama pasal Pasal 13
undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 tentang
kepolisian, sebagai berikut; Memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat;Menegakkan hukum; danMemberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.12 Istilah “polisi” berasal dari bahasa latin, yaitu
“politia”, artinya tata negara, kehidupan politik, kemudian
menjadi “police” (Inggris), “polite” (Belanda). “polizei”
(Jerman) dan menjadi “polisi” (Indonesia), yaitu suatu badan
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan
menjadi penyidik perkara kriminal. Oleh karena itu dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada
etika moral dan hukum, bahkan menjadi komitmen dalam batin
dan nurani bagi setiap insan polisi, sehingga penyelenggaraan
fungsi, tugas dan wewenang kepolisian bisa bersih dan baik.
Dengan demikian akan terwujud konsep good police sebagai
prasyarat menuju good-governance. Hal yang patut
disayangkan saat ini ialah banyaknya polisi yang masih belum
bisa menjalankan fungsi dan perannya secara baik dan benar.
Polisi yang seharusnya berfungsi sebagai pihak penegak
hukum justeru memanfaatkan setatusnya tersebut untuk
melanggar hukum, membela pihak yang salah asalkan ada
kompensasi dan menelantarkan pihak yang benar yang
mestinya mendapatkan pembelaan.
4) Advokat
Beracara dan berargumentasi di Pengadilan;Meneliti
dan membuat drafting yang berhubungan dengan
pengadilan;Melakukan pemeriksaan terkait berkaitan dengan
administratifMembedah kasus;Memberikan legal advice;
Melakukan negosiasi;Mendampingi tersangka.
Undang-undang No. 18 Tahun 2003 terkait dengan Hak
dan Kewajiban Advokat. Pasal 14, Advokat bebas
mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang
pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan
peraturan perundang-undangan. Pasal 15, Advokat bebas
dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara
yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada
kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Pasal 16,
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun
pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad
baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang
pengadilan. Pasal 17, dalam menjalankan profesinya, Advokat
berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya,
baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang
berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk
pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
B. Saran
Ari Yusuf Amir, Strategi Bisnis Jasa Advokat, Navila Idea, Yogyakarta,
Maret, 2008.
Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper, “Memahami UU tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.2006.
Jimly Assiddiqie dan Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum,Konstitusi Press,Jakarta, 2006.
Juwono, Hikmahanto. 2006. Penegakan Hukum Dalam kajian Law and
Development: Problem dan Fundamen bagi Solusi di Indonesia. Varia
Peradilan No. 244, Jakarta.
Kitab Advokat Indonesia, Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) PT.
Almuni, Bandung, 2007.
Philipus M. Hadjo., Tatiek Sri Djatmiati., Anddink. G.H., Ten Berge.,J.B.J.M,
Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi,Gadjah Mada
University Press, 2011.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 1982.
Soekanto, Soerjono, 1983, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. Jakarta: Rajawali Pers; Sutiyoso, Bambang. 2004. Aktualita
Hukum Dalam Era Reformasi. Jakarta: RajawaliPers.
Soetandyo Wignjosoebroto, “Korupsi Sebagai Masalah Sosial-Budaya”,
Jurnal Dinamika Masyarakat, Jakarta, Ristek, 2004.
Rahardjo, Satjipto. 1983. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan
Sosiologis. Bandung: Sinar Baru.