Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM PIDANA

Ruang dan Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS PADA BIDANG


MATA KULIAH HUKUM PIDANA
Dosen pembimbing: Trisna Agus Brata, SH,MH

 Disusun Oleh :
                             Nama   :   Purnama Kurniawan
                             Nim     :   2160208564
                            

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SULTAN


ADAM BANJARMASIN
2017

1
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang paling dalam kami sampaikan kepada tuhan yang maha esa
karena berkat limpahan dan rahmatnyalah makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
dengan yang diharapkan. Dalam masalah ini kami ingin membahas berlakunya KUHP
menurut tempat, serta berlakunya hukum pidana menurut tempat diatur dalam pasal
apa saja,serta contoh kasus yang terjadi di dalam masyarakat indonesia.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang berlakunya
kuhp menurut tempat dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa
yang mengikuti kuliah Hukum pidana, dalam proses pendalaman materi ini tentunya
kami mendapatkan bimbingan arahan,koreksi dan saran, untuk itu kami ucapkan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
 Trisna Agus Brata, SH, MH selaku dosen mata kuliah ''Hukum Pidana''

Banjarmasin, 4 maret 2017

Penyusun,

purnama kurniawan

2160208564

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.…………………………………………............………….. 4
1.1 Latar belakang.................................................................................. 4
1.2 Rumusan permasalahan................................................................... 4
1.3 Manfaat............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 6
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 16

3
A. Latar Belakang

Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan


perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan
hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Hukum pidana
disusun dan dibentuk dengan maksud untuk diberlakukan di dalam masyarakat agar
dapat dipertahankan dari segala kepentingan hukum yang dilindungi dan terjaminnya
kedamaian dan ketertiban
Sumber utama dari hukum pidana di indonesia hukum yang tertulis (KUHP),
disamping itu di daerah-daerah tertentu dan orang-orang tertentu hukum pidana yang
tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum pidana yakni apa yang disebut dengan
hukum adat.
Hukum pidana adalah bagian dari hukum positif yang berlaku di suatu negara
dan dibagi menurut waktu, tempat yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan
mengenai tindakan larangan dan tindakan keharusan dan bagi siapa yang
melanggarnya diancam dengan pidana.
Dalam makalah ini maka saya akan membahas mengenai berlakunya KUHP
menurut tempat

B. Rumusan masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:
1. Apa saja asas-asas hukum pidana menurut tempat?
2. Apa maksud dari asas-asas tersebut?
3. Dalam Kuhp terdapat pada pasal berapakah asas-asas tersebut?

4
C. Manfaat

Suatu kenyataan bahwa manusia disebut sebagai makhluk sosial dimana


manusia itu tidak dapat hidup sendiri dan seiring dengan waktu mengadakan hubungan
dengan sesamanya. hubungan ini terjadi karena manusia memiliki kebutuhan, dan
untuk memenuhi kebutuhannya manusia tidak mungkin menjalaninya sendiri. sebagai
manusia tentunya setiap orang menginginkan kebebasan, namun kebebasan tersebut
tidak selalu membawa hasil yang baik,oleh karena itu harus ada aturan yang mengatur
manusia agar manusia tersebut bisa diterima oleh kelompok sosialnya.
Aturan-aturan tersebut terdapat perintah dan larangan, larangan ini jika dilanggar
harus diberikan sanksi dan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku, di
sini saya ingin membuat makalah tentang berlakunya KUHP menurut tempat agar para
pembaca bisa memahami dari isi makalah ini.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat


Pembentuk undang-undang dapat menetapkan ruang berlakunya undang-
undang yang dibuatnya. Pembentuk undang-undang pusat dapat menentukan ruang
berlakunya undang-undang pidana terhadap tindak-tindak pidana yang terjadi di dalam
atau di luar wilayah Negara sedang pembentuk undang-undang di daerah hanya
terbatas pada daerahnya masing-masing. Wilayah suatu Negara itu hanya pengertian
dalam hokum tata Negara. Wilayah suatu Negara meliputi : 1. Daratan Negara, 2.
Peraiaran laut territorial yang lebarnya ditentukan oleh hukum internasional, 3.udara
yang ada di atas wilayah Negara itu.

Mengenai ruang berlakunya  peraturan-peraturan pidana menurut tempatnya


dapat disebutkan beberapa azas sebagai berikut yaitu :
1. Asas Territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah Negara
2. Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas
nasional aktif atau asas subyektif
3. Asas perlindungan   (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif
4. Asas universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.

1)         ASAS TERITORIAL
Azas ini terdapat dalam pasal 2 KUHP, yang berbunyi :
“aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah Indonesia.” Setiap orang disini berarti baik
orang Indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan
tindak pidana itu, orang tidak perlu berada di wilayah Indonesia. Seseorang yang
berada diluar negeri dapat pula melakukan delik di Indonesia. Hal ini adalah persoalan
mengenai “tempat terjadinya delik”.

6
Azas territorial ini diperluas dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 3 KUHP, yang
menyatakan bahwa “peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan pada setiap orang
yang berada diluar negeri yang melakukan suatu tindak pidana dalam perahu
Indonesia.”
Pasal ini merupakan luasnya kekuasaan undang-undang pidana Republik Indonesia
berlaku kepada siapa dan dimana.
Dalam hal ini dikecualikan orang-orang bangsa Asing yang menurut hokum
internasional diberi hak “exterritorialiteit”, tidak boleh diganggu-gugat, sehingga
ketentuan-ketentuan pidana Indonesia tidak berlaku kepadanya dan mereka itu hanya
tunduk kepada undang-undang pidana negaranya sendiri. Mereka itu ialah misalnya:
a.       Para kepala Negara asing yang berkunjung di Indonesia dengan sepengetahuan
pemerintah kita;
b.      Para korps diplomatik Negara-negara asing seperti ambassador, duta istimewa, dan
lain sebagainya;
c.       Para konsul seperti konsul Djenderal, konsul, wakil konsul dan agen konsul apabila
memang ada perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Negara asing yang saling
mengakui adanya hak tidak boleh diganggu-gugat (immuniteit diplomatic) untuk para
konsul negaranya masing-masing;
d.      Pasukan-pasukan tentara asing dan para anak buahkapal-kapal perang asing yang
ada di bawah pimpinan langsung dari komandonya, yang dating di Indonesia atau
melalui wilayah Indonesia atau melalui wilayah Indonesia dengan setahu pemerintah
kita;
e.       Para wakil dari badan-badan internasional seperti para utusan perserikatan bangsa-
bangsa, palang merah internasional dan lain-lainnya.

Dasar berlakunya hukum adalah tempat  atau wilayah negara tanpa mempersoalkan


kualitas atau kewarganegaraan siapapun yang melakukan tindak pidana.
Wilayah indonesia :
·         Keputusan konstituante no. 47/k/1957 — wilayah bekas hindia belanda dulu menurut
keadaan pada saat perang pasifik

7
·         UU No. 4/PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ---- batas-batas teritorial
Indonesia lebarnya 12 mil dari titik-titik terluar dari pulau Indonesia
·         Wilayah udara adalah wilayah di atas daratan dan laut Indonesia
“Dalam Indonesia” berarti di seluruh daratan wilayah Indonesia dengan ruangan udara
di atas daratan itu, termasuk pula lautan sepanjang pantai sejauh 3 mil (3X1851,50 m)
diukur dari pantai waktu air surut, yang biasa disebut laut territorial.
Diperluas dalam pasal 3 kuhp :
“ketentuan pidana dalam perundang-undangan indonesia berlaku bagi setiap orang
yang di luar wilayah indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau
pesawat udara Indonesia.”
Ini merupakan pengeluasan dari apa yang ditentukan dalam pasal 2, ialah bahwa
ketentuan-ketentuan pidana Indonesia juga berlaku diluar wilayah Indonesia, akan
tetapi orang itu harus berbuat tindak pidana dalam kendaraan air atau pesawat udara
Indonesia.
Yang dimaksud dengan kendaraan air Indonesia ialah kapal atau perahu Indonesia,
lihatlah ketentuan dalam Pasal 95 KUHP, dan yang dimaksud dengan pesawat udara
Indonesia lihtalah pasal 95a KUHP.
contoh kasus: pembunuhan Munir yang terjadi di pesawat garuda,dimana saat itu beliau
sedang terbang ke amsterdam,namun karena beliau meninggal di pesawat
indonesia,maka hukum yang berlaku saat itu adalah hukum indonesia,dan pelakunya
diadili di indonesia.

2)           Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif


atau asas subyektif
Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi
setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri,
maupun di luar negeri.
Seakan-akan asas ini berkata bahwa peraturan undang-undang pidana itu bergantung
atau mengikuti subyek hukum atau orangnya yakni warga negara di manapun
keberadaannya (nasional aktif).

8
Asas Personal atau Asas Nasional yang aktif tidak mungkin digunakan
sepenuhnya terhadap warga Negara yang sedang berada dalam wilayah Negara lain
yang kedudukannya sama-sama berdaulat. Apabila ada warga Negara asing yang
berada dalam suatu wilayah Negara telah melakukan tindak pidana dan tindak pidana
dan tidak diadili menurut hokum Negara tersebut maka berarti bertentangan dengan
kedaulatan Negara tersebut. Pasal 5 KUHP hukum Pidana Indonesia berlaku bagi
warga Negara Indonesa di luar Indonesia yang melakukan perbuatan pidana tertentu
Kejahatan terhadap keamanan Negara, martabat kepala Negara, penghasutan, dll.
Pasal 5 KUHP menyatakan :
“(1). Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi
warga Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut
dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451.
Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan
Negara dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
(2). Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan
juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan”.
Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan bagi warga Negara
Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas
personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi
kepentingan nasional (asas nasional pasif)karena :
Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial
wilyah Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap penting
sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional. Sedangkan untuk asas personal,
harus diberlakukan seluruh perundang-undangan hukum pidana bagi warga Negara
yang melakukan kejahatan di luar territorial wilayah Negara.
Ketentuan pasal 5 ayat (2) adalah untuk mencegah agar supaya warga Negara
asing yang berbuat kejahatan di Negara asing tersebut, dengan jalan menjadi warga
Negara Indonesia (naturalisasi).
Bagi Jaksa maupun hakim Tindak Pidana yang dilakukan di negara asing
tersebut, apakah menurut undang-undang disana merupakan kejahatan atau

9
pelanggaran, tidak menjadi permasalahan, karena mungkin pembagian tindak
pidananya berbeda dengan di Indonesia, yang penting adalah bahwa tindak pidana
tersebut di Negara asing tempat perbuatan dilakukan diancam dengan pidana,
sedangkan menurut KUHP Indonesia merupakan kejahatan, bukan pelanggaran.
Ketentuan pasal 6 KUHP :
“ Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak
dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan
dilakukan terhadapnya tidak diancamkan pidana mati”.
Latar belakang ketentuan pasal 6 ayat (1) butir 2 KUHP adalah untuk melindungi
kepentingan nasional timbal balik (mutual legal assistance). Oleh karena itu menurut
Moeljatno, sudah sewajarnya pula diadakan imbangan pulu terhadap maksimum pidana
yang mungkin dijatuhkan menurut KUHP Negara asing tadi.
contoh: kasus siti aisyah yang merupakan warga negara indonesia namun dia
melakukan tindak pidana di malaysia,kemudian dia diadili di malaysia,berhubung
negara malaysia tidak ada perjanjian extradisi,maka siti aisyah diadili di
malaysia,namun jika ada maka siti aisyah bisa dideportasi dan diadili di indonesia
3)   Asas Perlindungan
Sekalipun asas personal tidak lagi digunakan sepenuhnya tetapi ada asas lain
yang memungkinkan diberlakukannya hukum pidana nasional terhadap perbuatan
pidana yang terjadi di luar wilayah Negara
Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan ditambah berdasarkan Undang-undang No. 4
Tahun 1976)
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan  Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan di luar Indonesia :
1.   Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;
2.   Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara
atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan
oleh Pemerintah Indonesia;
3.   Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan suatu daerah atau
bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda
bunga yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai

10
pengganti surat tersebut atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu
atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak palsu;
4.   Salah satu kejahatan yang disebut dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446
tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada
kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara
melawan hukum, pasal 479 l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam
keselamatan penerbangan sipil.  

Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas melindungi kepentingan yaitu


melindungi kepentingan nasional dan melindungi kepentingan internasional (universal).
Pasal ini menentukan berlakunya hukum pidana nasional bagi setiap orang (baik warga
Negara Indonesia maupun warga negara asing) yang di luar Indonesia melakukan
kejahatan yang disebutkan dalam pasal tersebut. 

Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena pasal 4 KUHP ini


memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar
wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kepentingan nasional, yaitu :
a.          Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat /
kehormatan Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal
4 ke-1)
b.         Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel /
materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2)
c.          Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang
yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3)
d.         Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat
udara Indonesia (pasal 4 ke-4)
4)  Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan
Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam
hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas

11
universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut
melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).
Dikatakan melindungi kepentingan internasional (kepentingan universal) karena
rumusan pasal 4 ke-2 KUHP (mengenai kejahatan pemalsuan mata uang atau uang
kertas) dan pasal 4   ke-4 KUHP (mengenai pembajakan kapal laut dan pembajakan
pesawat udara) tidak menyebutkan mata uang atau uang kertas Negara mana yang
dipalsukan atau kapal laut dan pesawat terbang negara mana yan dibajak. Pemalsuan
mata uang atau uang kertas yang dimaksud dalam pasal 4 ke-2 KUHP menyangkut
mata uang atau uang kertas Negara Indonesia, akan tetapi juga mungkin menyangkut
mata uang atau uang kertas Negara asing. Pembajakan kapal laut atau pesawat
terbang yang dimaksud dalam pasal 4 ke-4 KUHP dapat menyangkut kapal laut
Indonesia atau pesawat terbang Indonesia, dan mungkin juga menyangkut kapal laut
atau pesawat terbang Negara asing.
Jika pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal, laut atau
pesawat terbang adalah mengenai kepemilikan Indonesia, maka asas yang berlaku
diterapkan adalah asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif). Jika
pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat terbang
adalah mengenai kepemilikan Negara asing, maka asas yang berlaku adalah asas
melindungi kepentingan internasional (asas universal).

Pasal 7 KUHP :
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap
pejabat yang di luar Indonsia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana
dimaksudkan dalam Bab XXVIII Buku Kedua”.
Pasal ini mengenai kejahatan jabatan yang sebagian besar sudah diserap menjadi
tindak pidana korupsi. Akan tetapi pasal-pasal tersebut (pasal 209, 210, 387, 388, 415,
416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435) telah dirubah oleh Undang-undang No. 20
Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dengan rumusan tersendiri sekalipun masih menyebut unsur-
unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal KUHP yang diacu. Dalam hal
demikian apakah pasal 7 KUHP masih dapat diterapkan ? untuk masalah tersebut
harap diperhatikan pasal 16 UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak

12
Pidana Korupsi yang berbunyi : “setiap orang di luar wilayah Negara republik Indonesia
yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya
tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana
korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal
14”.

Pasal 8 KUHP :

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku nahkoda dan


penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu,
melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku
Kedua  dan Bab IX buku ketiga, begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai
surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam ordonansi perkapalan”.

Dengan telah diundangkannya tindak pidana tentang kejahatan penerbangan dan


kejahatan terhadap sarana / prasarana penerbangan berdasarkan UU No. 4 Tahun
1976 yang dimasukkan dalam KUHP pada Buku Kedua Bab XXIX A. pertimbangan lain
untuk memasukkan Bab XXIX A Buku Kedua ke dalam pasal 8 KUHP adalah juga
menjadi kenyataan bahwa kejahatan penerbangan sudah digunakan sebagai bagian
dari kegiatan terorisme yang dilakukan oleh kelompok terorganisir pasal 9 KUHP.
Diterapkannya pasal-pasal 2-5-7 dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian
yang diakui dalam hukum-hukum internasional.
Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
a.       Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai
hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka
b.      Duta besar Negara asing beserta keluarganya meeka juga mempunyai hak
eksteritorial.
c.       Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di
luar kapal. Menurut hukum internasional kapal perang adalah teritoirial Negara yang
mempunyainya.
d.      Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan persetujuan Negara
itu.

13
BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan penulis diatas, dapat disimpulkan bahwa ruang
berlakunya  peraturan-peraturan pidana menurut tempatnya dapat disebutkan beberapa
azas sebagai berikut yaitu :
a.          Asas Territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah Negara;
Asas ini terdapat dalam dalam pasal 2 KUHP, yaiyu yang berbunyi : “aturan pidana
dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan sesuatu
tindak pidana di wilayah Indonesia.” Setiap orang disini berarti baik orang Indonesia
maupun orang asing yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan tindak pidana
itu, orang tidak perlu berada di wilayah Indonesia. Seseorang yang berada diluar negeri
dapat pula melakukan delik di Indonesia. Hal ini adalah persoalan mengenai “tempat
terjadinya delik”.
b.         Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif
atau asas subyektif;
Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap
warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri, maupun di
luar negeri.
Terdapat dalam pasal 5 KUHP, dan di perlunak oleh pasal 6 KUHP.
c.          Asas Perlindungan (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif;
Berlakunya hukum pidana didasarkan atas kepentingan hukum suatu negara yang
dilanggar di luar wilayah Indonesia.
Ketentuan hukum pidana indonesia dapat diberlakukan terhadap wni maupun wna baik
di dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan hukum
Indonesia seperti yang di sebut pasal 4 KUHP.
Pasal 4 KUHP adalah jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum Indonesia
yang mendasar, berupa keamanan dan keselamatan negara, perekonomian Indonesia,
serta sarana dan prasarana angkutan Indonesia
d.         Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.
Asas berlakunya hukum pidana yang didasarkan atas kepentingan hukum Internasional
yang dilanggar oleh suatu perbuatan.

14
Berdasarkan ketentuan ini, maka ketentuan hukum pidana indonesia dapat berlaku
terhadap setiap WNI ataupun WNA, baik di dalam wilayah maupun di luar wilayah
Indonesia.
Terutama pasal 4 (2), 4 (3) dan 4 (4) KUHP.

15
DAFTAR PUSTAKA

Prof,Dr.Teguh Prasetyo,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

A. Zainal Abidin Farid, 1995

Erdianto Effendi, 2011. HUKUM PIDANA INDONESIA Suatu Pengantar.

Kitab undang-undang hukum pidana cetakan 2016

Asas-asas hukum pidana Prof.moeljatno,S.H.

16

Anda mungkin juga menyukai