HUKUM PIDANA
Dosen
Kelompok :3
Terima kasih saya ucapkan kepada yang telah membantu Penulis menulis
makalah ini dengan sangat baik. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-
teman seperjuangan yang telah mendukung Penulis sehingga Penulis bisa
menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari, bahwa makalah yang Penulis buat ini masih jauh dari
kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena
itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Palembang, 20
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah dibuat, dapat diperoleh tujuan dari makalah ini
yaitu:
1. Apa yang di maksud dengan hukum pidana.
2. Apa saja macam-macam pidana dan klasifikasinya.
3. Apa yang di maksud dengan tindak pidana ringan.
4. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana berat.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Perbuatan Pidana
Moeljatno mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai sanksi yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga
dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana, asal saja perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada
perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan
yang erat, oleh karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian
ada hubungan yang erat pula. Untuk menyatakan hubungan yang erat itu
dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk
kepada dua keadaan konkrit pertama adanya kejadian tertentu dan kedua adanya
orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.
Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya mengenai perbuatan pidana
yaitu sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai
perbuatan yang dilarang.
Apabila disimpulkan, maka perbuatan pidana hanya menunjukkan sifatnya
perbuatan yang terlarang dengan diancam pidana[5]. Jadi perbuatan pidana
dipisahkan dari pertanggungjawaban pidana dipisahkan dengan kesalahan. Lain
halnya strafbaarfeit dicakup pengertian perbuatan pidan dan kesalahan.
Macam-Macam Pidana
Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang
dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pedana, di mana
hukuman yang akan dijatuhkan itu dapat berupa:
1. Pidana pokok:
a. Pidana mati
Mengenai hukum mati ini banyak negara yang sudah meniadakan
hukuman mati, termasuk Belanda sejak abad XVIII telah meniadakan
hukuman mati atau pidana mati tersebut dari undang-undang hukum
pidana umumnya. Tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati kadang
7
masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyak
pro-kontra terhadap hukuman ini.
Beberapa alasan dari mereka yang menentang hukuman mati antara
lain sebagai berikut:
1. Sekali pidana mati dijatuhkan dan dilaksanakan, maka tidak ada
jalan lagi untuk memperbaiki apabila ternyata di dalam
keputusannya hukum tersebut mengandung kekeliruan.
2. Pidana mati itu bertentangan dengan perikemanusiaan.
3. Dengan menjatuhkan pidana mati akan tertutup usaha untuk
memperbaiki terpidana.
4. Apabila pidana mati itu dipandang sebagai usaha untuk menakut-
nakuti calon penjahat, maka pandangan tersebut adalah kelitru
karena pidana mati biasanya dilakukan tidak di depan umum.
5. Penjatuhan pidana mati biasanya mengandung belas kasihan
masyarakat yang dengan demikian mengundang protes-protes
pelaksanaanya.
6. Pada umumnya kepala negara lebih cenderung untuk mengubah
pidana mati dengan pidana terbatas maupun pidana seumur hidup.
8
dengan baik apakah jika dipidana seumur hidup yang dijatuhkan itu
kembali lagi dalam kehidupan masyarakat.
b. Pidana penjara
Pidana penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan
kemerdekaan. Ada beberapa sistem dalam pidana penjara, yaitu:
1. Pensylvanian System: terpidana menurut sistem ini dimasukkan dalam sel-
sel tersendiri, ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar maupun sesama
narapidana, ia tidak boleh bekerja diluar sel, satu-satunya pekerjaan adalah
membaca buku suci yang diberikan padanya. Karena pelaksanaanya
dilakukan di sel-sel maka disebut juga Cellulaire System.
2. Auburn System: pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel secara sendiri-
sendiri, pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan narapidana
lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara di antara mereka, biasanya
disebut dengan Silent System.
3. Progressive System: cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini adalah
bertahap, biasa diebut dengan English/Ire System.
9
membayar pidana denda yang dijatuhkan kepadanya, maka dapat diganti
dengan pidana kurungan. Pidana ini yang disebut pidana kurungan
pengganti, maksima pidana kurungan pengganti adalah 6 bulan dan
boleh menjadi 8 bulan dalam ha terjadi pengulangan, perbarengan atau
penerapan pasal 52 atau pasal 52 a KUHP.
2. Pidana Tambahan:
a. Pencabutah hak-hak tertetu.
b. Perampasan barang-barang tertentu.
c. Pengumuman putusan hakim.
10
tersebut dapat ditemukan dalam penerapan sistem hukum yang menganut
sistem civil law dan dalam hukum pidana Indonesia teori ini telah
mendapat penegasan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Indonesia tahun 2004 Pasal 35 ayat (1). Teori Arrest tersebut
menjelasan bahwa pertanggungjawaban pidana ditentuan berdasarkan
pada kesalahan pembuat (liability based on fault) dan bukan hanya
dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana. Dengan demikian,
kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban
pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak
11
sedangkan tindak pidana materill, yaitu suatu akibat yang dilarang
dan ditimbulkan dari suatu perbuatan tertentu dimana perbuatan yang
dilakukan bukan menjadi soal.
3. Menurut bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja
(doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose
delicten).
4. Menurut macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana
aktif/positif yang dapat disebut juga dengan tindak pidana komisi
(delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif yang dapat
disebut juga dengan istilah tindak pidana omisi (delicta ommissionis).
Tindak pidana aktif atau komisi adalah suatu perbuatan yang dilarang
oleh undang- undang dan perbuatan tindak pidana tersebut dilakukan
secara aktif, sedangkan tindak pidana pasif atau omisi adalah delik
yang dapat diwujudan baik berbuat sesuatu ataupun tidak berbuat
sesuatu.
5. Menurut saat dan jangka watu terjadinya, dapat dibedakan antara
tindak pidana yang terjadi seketika dan tindak pidana yang terjadi
dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus. Tindak
pidana yang terjadi seketika adalah delik yang hanya dilakukan
sekali perbuatan dan diancam pidana oleh undang-undang yang telah
selesai dilakukan atau telah selesai menimbulkan suatu akibat;
sedangkan tindak pidana berlanjut adalah delik yang meliputi
beberapa perbuatan dimana perbuatan satu dengan lainnya sangat
saling berhubungan erat dan berlangsung terus menerus.
6. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum
dan tindak pidana khusus. Definisi tindak pidana umum adalah
semua delik yang berbentuk pokok atau sederhana tanpa dengan
pemberatan ancaman pidana; sedangkan tindak pidana khusus atau
berkualifikasi adalah delik yang dilakukan karena adanya keadaan-
keadaan tertentu yang dapat memberatkan atau mengurangi ancaman
pidananya.
7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak
pidana communia (delicta communia), yang dapat dilakukan oleh
12
siapa saja) dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh
orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu).
8. Menurut pada perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka
dibedakan menjadi tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak
pidana aduan (klacht delicten). Tindak pidana aduan adalah suatu
delik yang dapat dituntut dengan membutuhkan atau diisyaratkan
adanya pengaduan dari orang yang dirugikan, apabila tidak ada aduan
maka delik itu tidak dapat dituntut; sedangkan tindak biasa atau
umum adalah suatu delik yang dapat ditutntut tanpa membutuhkan
adanya pengaduan.
9. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, antara lain:
a. tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten) yaitu delik
pidana yang didasarkan atas penilaian pada saat penjatuhan
hukuman dengan pidana penjara maksimum 1 tahun sampai
dengan 7 tahun.
b. tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) yaitu delik
yang diancam dengan pidana penjara diatas 7 tahun atau diancam
dengan pidana lebih berat (pidana mati atau seumur hidup) untuk
menunjukkan sifat berat pidananya.
c. tindak pidana yang diperingan (gepriviligeerde delicten) yaitu delik
yang hanya diancam secara tunggal dan penjatuhan hukuman
penjara selama-lamanya 1 tahun.
d. Selain itu, dalam hal-hal tertentu ada penyimpangan dari pola
penetapan berat ringannya pidana seperti pada ketentuan diatas,
yakni dengan diberlakukannya tindak pidana ringan dimana dalam
menjatuhkan sifat berat ringannya hukuman pidana ini didasarkan
pada nilai objek perkara pidana yang dilakukannya dan hanya
dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya 3 bulan.
10. Menurut kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana
tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang
dilindungi seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap
harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama
baik, terhadap kesusilaan, dan lain sebagainya.
13
11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,
dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan
tindak pidana berangkat (samengestelde delicten).
14
KUHPidana Hindia – Belanda. Dalam KUHPidana, tindak pidana ringan
lebih dikenal dengan jenis-jenis perbuatan ringan, seperti: penganiayaan
ringan, pencurian ringan, penggelapan ringan, dsb.
16
pertimbangan nilai objek perkara pidana, sebagaimana yang termuat dalam Pasal
1, berbunyi :
“Kata-kata dua ratus lima puluh rupiah dalam pasal 364, 373, 379,
384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua
juta lima ratus ribu rupiah).”
17
Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam Pasal 362KUHP adalah:
1. Unsur Obyektif
a.Unsur Perbuatan
Mengambil Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus
ada perbuatan aktif ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan
benda tersebut kedalam kekuasaanya. Perbuatan para pelaku yaitu
mengambil uang korban sebesar delapan ratus ribu rupiahyang ada di
meja kasir dan tiga buah coklat Silver Queen, kemudian membawa
barang- barang tersebut bersamanya.
b.Unsur benda
Benda atau barang yang menjadi obyek dari perbuatan pelaku
adalah benda bergerakyaitu uang sebesar delapan ratus ribu rupiah dan tiga
buah coklat Silver Queen seharga tiga pulu satu ribu rupiah.
2. Unsur subyektifa.
a. Unsur maksud untuk memiliki
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama
kesengajaan sebagai maksuddan unsur memiliki. Sebagai unsur subyektif,
18
memiliki adalah untuk memiliki bagi dirisendiri atau untuk dijadikan
barang miliknya.Pelaku pada tindak pidana di indomart bermaksud ingin
memiliki, karena telah membawakabur benda yang bukan kuasanya.
b. Melawan hokum
Maksud memiliki dengan melawan hokum atau maksud memiliki
itu ditujukan pada melawanhokum, artinya ialah sebelum bertindak
melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudahmengetahui, sudah sadar
memiliki benda orang lain itu adalah bertentangan dengan hokum.
Unsur-unsur yang harus dipenuhi pada pasal 365 (1) KUHP adalah sebagai
berikut:
1. Unsur-unsur yang terdapat pasal 362, baik yang bersifat obyektif maupun
subyektif
2.Unsur-unsur khusus, yaitu unsur-unsur yang bersifat memberatkan pencurian,
yakni:
a. Unsur-unsur obyektif.
19
1) Cara atau upaya yang digunakan berupa kekerasan, atau ancaman
kekerasan.
2) Yang ditujukan kepada orang.
3) Waktu penggunaan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan itu, ialah
sebelum, padasaat, atau setelah berlangsungnya pencurian.
b. Unsur-unsur subyektif.
Unsur subyektifnya ialah maksud digunakannya kekerasan ataupun
anacaman kekerasanitu ditujukan pada empat hal, yaitu untuk
mempersiapkan, untuk mempermudah pencurian,apabila tertangkap tangan
memungkinkan untuk melarikan diri sendiri atau peserta lainnya,apabila
tertangkap tangan dapat tetap menguasai benda hasil
curiannya.Berdasarkan uraian kasus yang dilakukan di indomart, pelaku
telah memenuhi rumusan unsur-unsur obyektif dan subyektif pada pasal
365 (1) KUHP, yaitu, pada saat melakukan tindak pidana pencurian,
pelaku melakukan ancaman kekerasan dengan cara menodongkan pistol
kepada salah satukaryawan yang ada di indomart, untuk mempersiapkan
dan mempermudah pencurian yang merekalakukan
2. 3 Tindak Pidana Berat
Liputan6.com, Jakarta - Pembunuhan aktivis lingkungan Jopi
Peranginangin, ternyata berawal dari cekcok. Tersangka, Praka Joko Lestanto
tidak berkenan dengan perkataan Jopi. Hal tersebut terungkap dalam rekonstruksi
kasus pembunuhan Jopi. Penyidik Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal)
mengungkapkan Praka Joko merasa dilecehkan.
Pada saat itu, Praka Joko langsung menghampiri dan menarik baju korban
diiringi dengan pukulan. "Terjadi cekcok mulut dalam Kafe Venue antara korban
dengan tersangka. Korban telah mengatakan sesuatu yang melecehkan tersangka.
Tersangka yang di bawah pengaruh minuman keras menarik baju korban dan
memukulnya," ujar Kadisgakum Lantamal III Letkol Laut (PM) Febber HS di
Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (11/6/2015).
Akibat perselisihan tersebut, rekan Jopi yang tengah bersamanya di Venue
20
Lounge and Bar di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, berusaha melerai. Petugas
Venue pun ikut melerai. Petugas memerintahkan tersangka untuk keluar dari
Venue. "Petugas ikut membantu melerai dan memerintahkan tersangka untuk
keluar kafe. Keributan kecil teman korban dengan tersangka pun terjadi di luar,"
lanjut Febber membacakan kronologi singkat kasus pembunuhan Jopi.
Keributan kecil tersebut membuat tangan kiri teman Jopi terluka. Luka itu
akibat sangkur yang dikeluarkan Praka Joko dari tas pinggangnya sambil
mengucap, "Saya tentara." Namun, Praka Joko tidak berhenti sampai di situ.
Walaupun Jopi sudah dituntun temannya yang lainnya ke mobil, tersangka masih
melampiaskan kekesalannya. "Tersangka masih penasaran ingin memukuli
korban. Korban lari ke parkiran mobil di depan Habibie Center. Tersangka
mengejar dan menusuk Jopi di bagian punggung sebelah kanan," terang Febber.
Setelah menusuk Jopi, tersangka langsung lari menunju parkiran motor
dan meninggalkan lokasi. "Tersangka langsung lari menuju parkiran motor dan
langsung pulang. Ini disusun dari keterangan tersangka dengan petunjuk dan alat
bukti yang kami miliki," tutup Febber. (Bob/Sss)
21
adalah nyawa (leven) manusia lebih lanjut diuraikan bahwa kejahatan terhadap
nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atas 2 (dua) dasar, yaitu:
a. Atas dasar unsur kesalahannya;
b. Atas dasar unsur objeknya (nyawa).
Sebagian pakar mempergunakan istilah “merampas jiwa orang lain”.
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan segaja untuk menghilangkan/merampas
jiwa orang lain adalah pembunuhan. Tindakan untuk menghilangkan
“nyawa”orang yang sering disamakan dengan menghilangkan “jiwa”dengan
pembunuhan yang mengandung makna mematikan yang berarti cara melanggar
hukum yang biasanya selalu dilatarbelakangi oleh bermacam motif, misalnya
politik, kecemburuan, dendam, sakit hati, membela diri, dan sebagainya. Pada
pembunuhan yang dilakukan oleh Praka Joko sebagai pelaku tunggal pada
perbuatan menghilangkan nyawa Jopi P. dengan menggunakan sangkur (senjata
tajam milik mariner). Pada tanggal 23 sekitar jam 10 pagi WIB, Sawit Watch
mendampingi Jerry (Keponakan Korban (Jopi) memberitahukan peristiwa tindak
pidana Pembunuhan Jopi yang diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK)
Kepolisian Jakarta Selatan, Setelah melakukan Laporan ke SPK Kepolisian
Jakarta Selatan karena berada diwilayah hukum Jakarta Selatan pada saat
peristiwa pembunuhan terjadi, maka pihak Kepolisian akan melakukan gelar
perkara termasuk mendapatkan keterangan saksi-saksi dan bukti-buktidari
lapangan seperti CCTV yang berada pada sekitar pembunuhan di kafe Venue.
Dimana gelar perkara dan dengar kesaksian ini fungsinya untuk mengetahui
peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi pada pembunuhan Jopi. Di dalam
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut KUHAP dimana
pada Pasal 108 KUHAP dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan Pelapor,
yaitu:
“Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau menjadi
korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan
laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun
tertulis.” Pada Senin, 25 Mei 2014 Sekitar jam 14.00
22
Audensi dengan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Wahyu Hadiningrat,
hasil pertemuan dan keterangan Kapolres dari hasil penyidikan pembunuhan Jopi
termasuk pelaku dan jumlah pelaku tetapi beliau keberatan untuk menjawab
dengan alasan kasusnya sudah dilimpahkan ke POM AL daerah Pasar Senen.
Dengan alasan bahwa pelakunya adalah seorang TNI maka penyidik Polisi tidak
berwenang menangani kasus ini, sehingga penyidikan terhadap motif dan mencari
aktor pembunuhan jopi dilakukan oleh POM AL sesuai dengan NOMOR 31
TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER pasal 198;
(1) Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum,
diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum
kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri
Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer.
(2) Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari Polisi Militer, Oditur,
dan Penyidik dalam lingkungan peradilan umum, sesuai dengan
wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk
penyidikan perkara pidana.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dengan surat
keputusan bersama Menteri dan Menteri Kehakiman.
Dan untuk perkara pidana prajurit PRAKA JOKO merupakan kekuasaaan
Pengadilan Militer sesuai pasal 40 UU Peradilan Militer yang akan memeriksa
dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana dimana Terdakwanya adalah:
Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah; “termasuk tingkat kepangkatan”
Kapten ke bawah; Pada Kamis, 11 Juni 2015, Rekontruksi di Kafe Venue oleh
Penyidik POM AL untuk mengetahui peristiwa terjadinya pembunuhan Jopi hal
ini dilakukan untuk melihat mata rantai peristiwa tidak terputus sehingga fakta
hukumnya bisa diungkap dan dijelaskan dalam penyidikan.
23
Dengan diawali pemgumunan penyidik dihalaman depan Cafe Venue
pembunuhan Jopi P dengan pasal yangdisangkakan kepada Praka Joko yang
disebut oleh Letkol Feber HS yaitu;
Pasal 351 ayat (3):
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Tugas penyidik menemukan semua unsur unsur pidananya pada pasal yang
disangkakan dan undang-undang juga tidak memberikan ketentuan apakah yang di
artikan dengan ,”penganiayaan” (mishandeling) pada pembunuhan Jopi dan juga
Praka Joko sebagai terdakwa dihadapkan kedalam persidangan oleh Oditurat
Militer yaitu melanggar pasal 351 ayat (3) KUHPidana yang unsur-unsurnya
sebagai berikut :
1. Barang Siapa ;
Yang dimaksud dengan “Barang Siapa” adalah setiap orang yang telah
melakukan suatu perbuatan, sedangkan orang tersebut mampu mempertanggung
jawabkan tersebut. dibuktikan bahwa terdakwa adalah orang yang sehat jasmani
dan rohani, olehkarena itu mampu mempertanggung jawabkan setiap
perbuatannya dan selama dalam pemeriksaan tidak dapat suatu hal yang
menghilangkan tanggung jawab nyata perbuatan yang dilakukan kepadanya ;
2. Dengan Sengaja ;
Bahwa pengertian dengan sengaja yaitu perbuatan yang dilakukan
terdakwa dilakukan secara sadar sehingga terdakwa bisa memperkirakan akibat
dari perbuatannya, serta sesuai yang menyangkut keterangan saksi, surat dan
24
petunjuk dengan keterangan terdakwa yaitu Bahwa peristiwa penyaniayaan
dilakukan terhadap diri korban (Jopi) oleh terdakwa dengan menggunakan
tangannya sendiri sehingga sadar akan perbuatannya ;
3.Melakukan Penganiayaan ;
Yang dimaksud melakukan penganiayaan adalah perbuatan dengan sengaja
menimbulkan kematian Jopi Peranginangin Penutup atas keinginan Audensi
oleh Tim Kuasa Hukum Keluarga Jopi kepada Panglima TNI Jenderal
Moeldoko untuk mendukung penyelesaian kasus secara Terbuka dan
mendapatkan respon dari Panglima dan segera akan dijadwal untuk bisa
bertemu dengan para Kuasa Hukum.
Hal penting yang akan didorong pada pertemuan dengan Panglima adalah
memastikan pengeroyokan serta pelaku pelakunya segera bisa ditangkap dan
POM AL untuk transparan dan segera mengumumkan nama-nama tersangka
pelaku dan menangkap/menahan serta memecat para pembunuh Jopi dari Militer.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/26077892/Analisis_Kasus_Tindak_Pidana_Penipuan_
dalam_KUHP
https://cahayaniaya.blogspot.com/2016/10/makalah-hukum-pidana.html
https://www.liputan6.com/news/read/2250201/pembunuhan-aktivis-jopi-berawal-
dari-cekcok
https://sawitwatch.or.id/2015/08/26/analisis-hukum-kasus-pembunuhan-jopi/
25
26