DISUSUN OLEH:
Kelompok HK20C
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nyalah kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik yang berjudul
“PERCOBAAN TINDAK PIDANA” Makalah ini dibuat sebagai tugas yang
diberikan dosen kepada mahasiswa yang mengikuti mata perkuliahan HUKUM
PIDANA untuk memberikan informasi tentang percobaan tindak pidana
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Dosen dari Mata Kuliah
Hukum Ketenagakerjaan yaitu Bapak Abdul Khaliq, SH, MH., Selaku dosen
Pengampu yang telah membimbing dan mengarahkan serta memberi tugas makalah
ini dengan baik. Dengan diberikannya tugas makalah ini, kami dapat mengerti dan
memahami materi mengenai PERCOBAAN TINDAK PIDANA
Dalam menyusun makalah ini tentunya kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dan bisa membuat makalah ini menjadi berguna dan bermanfaat
bagi pembaca terutama mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Buana
Perjuangan Karawang.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
BAB II TUJUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1. Pengertian Hukum Pidana ........................................................ 4
2.2. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana ............................................ 6
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 8
3.1. Percobaan menurut pasal 53 KUHPidana ................................. 8
3.2. Pidana dan Pemidanaan Terhadap Delik Percobaan ................. 8
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 16
4.1. Kesimpulan................................................................................ 16
4.2. Saran ......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
KUHP yang sekarang berlaku jenis-jenis pidana yang dapat diterapkan tercantum
dalam pasal 10 KUHP.
Menurut Van Hamel memberikan batasan bahwa hukum pidana
merupakan keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh negara dalam
kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa yang
bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu penderitaan kepada yang
melanggar larangan tersebut.
Dari definisi diatas, pada hakikatnya untuk hukum pidana bisa dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Hukum pidana materiil, Hukum pidana materiil disini sebagaimana yang
disebutkan oleh Moeljatno dalam huruf a dan b. Dengan demikian dapat diatur
dalam hukum pidana materiil yaitu :
a. Perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang dapat dipidana.
b. Syarat untuk menjatuhkanpidana atau kapan atau dalam hal apa seseorang
yang telah melakukan perbuatan yang dilarang dapat dipidana.
c. Ketentuan tentang pidana.
Contoh Hukum Pidana materiil adalah KUHP.
2. Hukum pidana formil, sebagaimana disebutkan Moeljatno dalam huruf c.
Hukum pidana formil merupakan hukum acara pidana atau suatu proses atau
prosedur untuk melakukan segala tindakan manakala hukum pidana materiil akan,
sedang dan atau sudah dilanggar. Atau dalam arti lain, Hukum pidana formil
merupakan hukum acara pidana atau suatu proses atau prosedur untuk melakukan
segala tindakan manakala ada sangkaan akan, sedang dan atau sudah terjadi tindak
pidana. Contoh hukum pidana formil adalah KUHAP. Akan terjadi tindak pidana
misalnya ada laporan bahwa disuatu rumah dicurigai sedang diadakan pertemuan
untuk melakukan kegiatan pengeboman suatu tempat, sedangkan terjadi tindak
pidana misalnya ada laporan bahwa tempat bank tersebut sedang terjadi
perampokan. Sudah terjadi tindak pidana misalnya ada laporan disuatu tempat
ditemukan mayat penuh dengan luka-luka.
6
e. Harta benda Pasal 362 KUHP, yang merupakan pasal tentang pencurian,
siapapun dilarang melakukan perbuatan atan tindakan pencurian barang milik
orang lain baik seluruh maupun sebagian.
3. Fungsi Hukum Pidana secara umum mengatur kehidupan kemasyarakatan.
Andi Hamzah, dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana”, menulis bahwa
hukum pidana merupakan kode moral suatu bangsa. Disitu dapat dilihat sebenarnya
yang dilarang, tidak diperbolehkan dan yang harus dilakukan dalam suatu
masyarakat atau negara. Hermann Mannheim, bahwa hukum pidana adalah
pencerminan yang paling terpercaya peradaban suatu bangsa.
4. Tujuan Hukum Pidana
a. Untuk menakuti-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik yang
ditujukan:
1) menakut-nakuti orang banyak
2) menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar di
kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi
b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan
suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga
bermanfaat bagi masyarakat.
c. Menurut Wirjono Prodjodikoro, kedua tujuan tersebut merupakan tujuan
yang bersifat tambahan atau sekunder, melalui tujuan tersebut akan berperan
dalam meluruskan neraca kemsyarakatan yang merupakan tujuan primer.
d. Menurut pandangan Van Bemmelen yang menyatakan bahwa hukum pidana
itu sama saja dengan bagian lain dari hukum karena seluruh bagian hukum
menentukan peraturan untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh
hukum.
5. Sanksi Hukum Pidana
a. Preventif
Sanksi Hukum Pidana untuk mencegah terjadinya pelanggaran
BAB III
PEMBAHASAN
8
9
Secara khusus tujuan hukum pidana adalah sebagai upaya pencegahan untuk
tidak dilakukannya delik atau mencegah kejahatan, dengan jalan melindungi
segenap kepentingan dari pada subyek hukum dari pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab. Perlindungan tersebut diwujudkan melalui pemberian sanksi
dengan penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan secara
tegas kepada pihak-pihak yang telah terbukti melanggar hukum.
Tujuan dasar dari adanya pidana bagi seseorang yang telah melanggar
norma-norma hukum pidana adalah dengan pertimbangan untuk membalas si
pelaku delik. Terdapat berbagai teori yang membahas alasan-alasan yang
membenarkan adanya penjatuhan hukuman (sanksi). Di antaranya teori absolut
dan teori relatif.
10
a. Teori absolut.
Menurut teori ini, hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap
para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan
kesengsaraan terhadap orang lain atau anggota masyarakat.
b. Teori relatif.
Teori ini dilandasi oleh tujuan sebagai berikut:
1) Menjerakan Dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau
terpidana menjadi jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya
(speciale preventie) serta masyarakat umum mengetahui bahwa jika
melakukan perbuatan sebagaimana dilakukan terpidana, mereka akan
mengalami hukuman yang serupa (generate preventive). Memperbaiki
pribadi terpidana
2) Berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama
menjalani
3) hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan
mengulangi
4) perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang
baik dan berguna.
5) Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya.
Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan
membuat terpidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan
hukuman seumur hidup.
arti hukum pidana. Menurut arti yang pertama, masyarakat menganggap bahwa
setiap orang yang setelah dipidana, menjalaninya, yang kemudian melakukan
tindak pidana lagi, disini ada pengulangan, tanpa memperhatikan syarat-syarat
lainnya. Tetapi pengulangan dalam arti hukum pidana, yang merupakan dasar
pemberatan pidana ini, tidaklah cukup hanya melihat berulangnya melakukan
tindak pidana, tetapi dikaitkan pada syarat-syarat tertentu yang diberikan undang-
undang. Menurut Pasal 486, Pasal 487, dan Pasal 488 pemberatan pidana dapat
ditambah sepertiga dari ancaman maksimum pidana yang diancam pada kejahatan
yang bersangkutan. Pemberatan pidana sebagaimana diatur Pasal 486, Pasal 487,
dan Pasal 488 harus memenuhi dua syarat:
a) Orang itu harus telah menjalani seluruh atau sebagian pidana yang telah
dijatuhkan oleh hakim, atau ia dibebaskan dari menjalani pidana, atau
ketika ia melakukan kejahatan kedua kalinya itu, hak Negara untuk
menjalankan pidananya belum kadaluarsa.
b) Melakukan kejahatan pengulangannya adalah dalam waktu belum lewat lima
tahun sejak terpidana menjalani sebagian atau seluruh pidana yang
dijatuhkan.
Disebagian tindak pidana tertentu, ada pula dicantumkan dasar
peringanan tertentu yang hanya berlaku khusus terhadap tindak pidana yang
disebutkan itu saja, dan tidak berlaku umum untuk segala macam tindak pidana.
Dasar diperingannya pidana khusus oleh karena di dalamnya terdapat unsur tertentu
yang menyebabkan tindak pidana tersebut menjadi lebih ringan dari pada bentuk
pokoknya.
Selain secara yuridis, dasar yang memberatkan dan meringankan
hukuman/pidana dapat juga dilihat secara subjektif dengan melihat syarat
pemidanaan yang terdiri atas perbuatan dan orang. Unsur perbuatan meliputi
perbuatan yang bersifat melawan hukum dan tidak ada alasan pembenar. Unsur
yang terkait dengan adanya kesalahan pelaku yang meliputi kemampuan
bertanggungjawab dan kesengajaan (dolus) atau kealpaan (Culpa) serta tidak ada
alasan pemaaf. Apabila syarat-syarat pemidanaan tersebut telah terpenuhi maka
dapat dilakukan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana. Namun sebelum
13
Putusan yang adil dan benar adalah putusan yang mencerminkan tingkat
kesadaran hukum masyarakat. Kualitas putusan pengadilan adalah tergantung pula
dengan kualitas dari Hakimnya. Hakim yang berilmu, berpandangan luas,
bermoral dan akhlak yang baik, memegang teguh etika profesi lebih diharapkan
lahir suatu putusan yang berkualitas sebab dengan Hakim yang berkualitas maka
ia akan berfikir, berbuat mengambil putusan dengan pertimbangan yang rasional,
hati-hati dan cermat, dapat memikirkan apa yang akan terjadi. Putusannya akan
memberi manfaat apa tidak bagi terdakwa khususnya bagi masyarakat dan
lingkungannya.
a. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib, yaitu pemidanaan
terhadap terdakwa apabila kesalahan terdakwa pada perbuatan yang telah
dilakukan dan perbuatan itu adalah suatu tindak pidana menurut hukum dan
keyakinan cukup dibuktikan
b. Putusan bebas, yaitu terdakwa dibebaskan apabila menurut hasil pemeriksaan
kesalahan terdakwa menurut hukum dan keyakinan tidak terbukti.
15
c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, yaitu jika kesalahan terdakwa
menurut hukum dan keyakinan cukup terbukti, tetapi apa yang dilakukan
terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana.
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim dalam memberikan atau
menjatuhkan dakwaan terhadap terdakwa mengenai percobaan tindak pidana
hendaknya lebih mencermati dan teliti dalam menjatuhkan dakwaan dan lebih
mengerti tentang dasar-dasar mengenai percobaan walaupun ada peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya tetapi dasar percobaan dalam Pasal 53
KUHP tidak dapat diselewengkan dalam hal percobaan.
Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan maka perlu memperhatikan
terdakwa yang dimana jangan sampai terdakwa sudah sering keluar masuk penjara
dalam kasus yang sama walaupun berbeda maka tujuan dari pemidanaan itu tidak
tercapai, jadi Majelis Hakim perlu mengetahui apakah terdakwa dalam kasus ini
baru pertama kalinya atau sudah berulang kali melakukan tindak pidana.
16
DAFTAR PUSTAKA