DELIK
DOSEN PENGAMPU :
Muhammad Ishar Helmi S.Sy., SH.M.H.
DISUSUN OLEH :
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Bahan kuliah ini sangat singkat dan jauh dari sempurna, sehingga kedepannya selalu diadakan
perbaikan-perbaikan dan sangat diperlukan saran dan masukan dari berbagai pihak
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Sebagai akhir kata, tetap berharap semoga bahan
kuliah ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi mahasiswa
Penulis
1
DAFTAR ISI
Bab 2 .............................................................................................................................
2.1 Pengertian Delik .......................................................................................................
2.2 Macam-Macam Delik ...............................................................................................
2.3 Pengertian gabungan tindak pidana............................................................................
2.4 Jenis jenis gabungan tindak pidana ............................................................................
2.5 Pengertian dan jenis perbarengan dalam melakukan tindak pidana .............................
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Delik
Hukum pidana Belanda memakai istilah strafbaar feit, kadang-kadang juga delicht yang
berasal dari bahasa Latin delictum. Perbuatan pidana atau delik ialah perbuatan yang
dilarang oleh aturan hukum dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut
dikenakan sanksi pidana. Selain itu perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai perbuatan
yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, perlu diingat bahwa
larangan ditujukan pada perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada
orang yang menimbulkan perbuatan pidana itu.
Menurut Van Hamel, delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak
orang lain. Sedangkan menurut Prof. Simons, delik adalah suatu tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum
Berdasarkan rumusan Prof. Saimans maka delik memuat beberapa unsur yaitu :
a.Suatu perbuatan manusia
b.Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang
c.Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) KUHP maka seseorang dapat dihukum bila memenuhi hal-
hal sebagai berikut
a. Ada suatu norma pidara tertentu.
b. Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-undang
c. Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi.
Dengan kata lain, tidak seorang pun dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu
hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu.
4
2. Delik Kejahatan dan Delik Pelanggaran
Delik Kejahatan (Misdrijven)
Delik Kejahatan adalah perbuatan melawan hukum, sekalipun belum diatur di dalam
undang-undang. contohnya, dalam pasal 338 KHUP tentang pembunuhan. Tanpa
penegakan hukum, masyarakat sudah mengetahui bahwa pembunuhan adalah
perbuatan yang tidak baik dan patut dihukum.
Delik culpa
Delik Culpa adalah tindakan yang dilarang yang juga dapat dihukum dengan pidana
yang dilakukan karena kelalaian. contohnya dapat ditemukan dalam Pasal 359 KUHP.
Delik Biasa
Delik Biasa adalah delik yang dapat dituntut meskipun korban tidak
melaporkannya.contohnya terdapat dalam pasal 338 KHUP tentang pembunuhan,
dalam pasal 362 KHUP tentang pencurian, dalam pasal 205 KHUP tentang kelalaian
membiarkan barang yang membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain.
5
6. Delik Selesai Dan Delik Berlanjut
Delik Selesai
Delik Selesau dapat diartikan sebagai suatu delik yang menyangkut perbuatan yang
boleh atau tidak boleh dilakukan seseorang dan delik itu selesai ketika dilakukan.
Contohnya adalah pembunuhan dan pembakaran.
Delik Berlanjut
Delik Berlanjut adalah delik yang terjadi karena meneruskan suatu perbuatan yang
dilarang. contohnya terdapat pada Pasal 333 tentang perlindungan kebebasan orang,
Pasal 250 tentang pelepasan uang palsu.
6
Di dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada definisi mengenai
gabungan tindak pidana (samenloop, concursus), walaupun demikian dari rumusan pasal -
pasal tersebut di atas diperoleh pengertian sebagaimana berikut di bahwa ini :
Adapun perbuatan - perbuatan yang dilakukan pada concursus realis dan perbuatan berlanjut
yakni perbuatan yang belum memiliki keputusan dari hakim. Sebagaimana diketahui adanya
istilah perbuatan (feit) dalam rumusan pasal - pasal tersebut di atas menimbulkan masalah yang
cukup sulit, khususnya dalam hal terdakwa hanya melakukan perbuatan.
Kesulitan ini timbul karena dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, hal mana
perbuatan (feit) perlu ditinjau secara materiil dan secara fisik jasmaniah yang terlepas dari
akibat dan unsur - unsur tambahan. Selain dari pada itu juga ada yang melihatnya dari sudut
hukum yaitu yang dihubungkan dengan adanya akibat atau keadaan yang terlarang.
Sehubungan dengan adanya kesulitan tersebut, maka para sarjana mengemukakan beberapa
pendapat sebagaimana di bawah ini :
Hazewinkel Suringa
Dalam hal ini concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang sudah memenuhi suatu rumusan
delik maka mau tidak mau masuk pula dalam peraturan pidana lain seperti contohnya tindak
pidana pemerkosaan di jalan umum yang tidak hanya tindak pidana pemerkosaan saja
melainkan juga melanggar kesusilaan di muka umum (vide: Pasal 281 KUHP).
Pompe
Dalam hal ini concursus Idealis yaitu orang melakukan sesuatu perbuatan konkrit yang
diarahkan kepada 1 (satu) tujuan yang merupakan benda atau obyek peraturan hukum seperti
7
contohnya seorang pria yang bersetubuh dengan anak kandung perempuannya yang belum
cukup umur atau berusia 15 (lima belas) tahun, hal mana perbuatan ini masuk kedalam
perbuatan cabul dengan anak sendiri yang belum cukup umur (vide: Pasal 294 KUHP) dan
bersetubuh dengan wanita yang belum berusia 15 tahun di luar perkawinan (vide: Pasal 287
KUHP).
Taverne
Dalam hal ini concursus Idealis yaitu :
1. Dipandang dari sudut hukum pidana ada 2 (dua) perbuatan atau lebih; dan
2. Antara perbuatan - perbuatan itu tidak dapat dipikirkan terlepas satu sama lain.
Seperti contohnya orang yang dalam keadaan mabuk mengendarai mobil di waktu malam tanpa
lampu. Dalam hal ini perbuatan hanya satu yaitu “mengendarai mobil”, akan tetapi jika di lihat
dari sudut hukum ada 2 (dua) perbuatan yang masing - masing dapat dipikirkan terlepas satu
sama lain atau dengan kata lain dalam hal ini terdapat concursus realis, yaitu:
Van Bemmelen
Dalam hal ini concursus Idealis yaitu :
Seperti contohnya tindak pidana pemerkosaan di jalan umum, hal mana perbuatan tersebut
melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 285 dan Pasal 281 Kitab Undang - undang
Hukum Pidana (KUHP).
8
Perbuatan berlanjut (pasal 64 KUHP)
Perbuatan berlanjut merupakan gabungan daripada beberapa perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang, di mana antara perbuatan satu yang satu dengan perbuatan lain belum pernah ada
putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sehingga terhadap pelaku di
lakukan cara penghukuman tertentu, sebagaimana ditentukan dalam pasal 64 KUHP.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat menarik
kesimpulan yang sebagai berikut: 1. Di dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 rumusan delik yang dikualifisir
menyimpang dari ketentuan hukum pidana seharusnya, baik yang bersifat umum
(KUHP), maupun yang bersifat khusus (dalam penelitian ini menggunakan UU
Narkotika). Delik yang dikualifisir di dalam peraturan ini tidak jelas karena bersifat
fakultatif, artinya tidak diancamkan secara pokok atau alternative namun bisa saja
tidak diterapkan. Tidak tercermin adanya asas kepastian hukum dikarenakan
kualifisir delik yang digunakan dalam kasus bencana alam nasional berimplikasi
dengan peraturan terhadap bencana alam, yaitu Undang-undang UU Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 2. Kejahatan yang dimungkinkan
untuk dijatuhi pidana mati di dalam Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana
korupsi yang dilakukan pada dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan
bencana alam nasional adalah yang memenuhi rumusan delik yang ada pada Pasal 2
ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2). Unsur delik yang ada pada Pasal 2 ayat (1) harus
merujuk kepada 2 beberapa peraturan lainnya, terkait penjelasan “melawan
hukum”, “merugikan keuangan Negara” dan “keuangan Negara”. Sementara
Penjelasan Pasal 2 ayat (2) merujuk pada ketentuan penetapan status bencana alam
nasional dan kriteria dari sebuah bencana bisa dikategorikan sebagai bencana alam
nasional yang ada di dalam Undang-undang penanggulangan bencana. Hal ini
mengakibatkan sulitnya menjatuhkan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak
pidana korupsi karena berkaitan dengan banyak peraturan terkait. Aturan tersebut
menimbulkan banyak penafsiran dan celah hukum bagi para pelaku tindak pidana
korupsi untuk lepas dari sanksi pidana mati yang diatur dalam UU P-TPK.
Perbarengan tindak pidana atau biasa disebut dengan istilah concurcus merupakan
salah satu cabang penting dari ilmu pengetahuan hukum pidana.Pada dasarnya yang
dimaksud dengan perbarengan ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh
satu orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana,
atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi
oleh suatu putusan hakim.1 Perbarengan tindak pidana juga memiliki 3 (tiga) bentuk
9
yakni perbarengan peraturan (concurcus idealis), perbuatan berlanjut dan
perbarengan perbuatan (concurcus realis). Dalam hal perbarengan tindak pidana
banyak masyarakat yang awam tentang ilmu hukum berfikir bahwa jika seseorang
melakukan beberapa perbuatan tindak pidana, maka masing-masing tindak pidana
itu akan dijatuhi sanksi sendiri-sendiri atau bisa dikatakan hukuman yang berat. Dan
hal itu dirasa adil dan setimpal dengan perbuatan seorang pelaku perbarengan
tindak pidana.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat
banyakkekurangan, oleh karena itu keritik, saran, dan masukan yang sifatnya
membangunsangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah ini ke depannya.
Daftar Pustaka
http://scholar.unand.ac.id/18290/3/BAB%20IV.pdf
http://mh.uma.ac.id/apa-itu-delik/
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/2430/1/Asmir%20Reskianto.pdf
10