Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah subjek hukum. Subjek hukum atau persoon dalam bahasa Inggris
merupakan suatu bentukan hukum artinya keberadaannya diciptakan oleh hukum. Salmon
mengatakan atau mengemukakan bahwa baik manusia atau bukan manusia mempunyai
kapasitas sebagai subjek hukum. Pada masa sekarang manusia merupakan subjek hukum,
manusia merupakan subjek hukum selama ia masih hidup, yaitu sejak ia dilahirkan sampai
meninggal dunia. Setiap manusia mempunyai wewenang hukum, akan tetapi ia belum tentu
cakap hukum. Seseorang bisa dikatakan cakap hukum , apabila ia telah dianggap cukup cakap
untuk mempertanggung jawabkan sendiri atas segala tindakan – tindakannya.

Negara Indonesia merupakan negara hukum yang diatur dalam Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dalam konstitusi negara berdasarkan Pasal 1 ayat (3),
dinyatakan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Didalam Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia selain dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum dinyatakan pula tentang warga negara dan penduduk didalam hukum, hal ini
ditegaskan berdasarkan Pasal 27 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Selain
itu pada Pasal 28 Undang – Undang Dasar 1945 juga dinyatakan bahwa kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan Undang – Undang.

Kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat merupakan Hak Asasi Manusia yang
tidak dapat dihilangkan dan harus dihormati. Rakyat Indonesia telah memilih dan
berketetapan hati melindungi kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat itu dalam
Undang – Undang Dasar 1945.

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari persinggungan atau interaksi antar
sesama. Karena bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia
lainnya.Sudah merupakan sifat dasar manusia untuk bertidak egois. Sehingga apabila sifat
tersebut terus menerus dibiarkan, maka yang terjadi adalah ketidak beraturan yang
menyebabkan kehancuran.

Oleh karenanya manusia membutuhkan aturan-aturan yang mengatur hak dan


kewajiban satu antar lainnya. Demi mewujudkan kehidupan yang aman dan sejahterah. Sesuai
dengan saran tujuan KUHP nasional

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1.      Apakah itu perbuatan pidana?
2.      Apakah unsur-unsur perbuatan pidanayang disepakati oleh para sarjana?
3.      Adakah unsur-unsur perbuatan pidana yang tak disepakati oleh para sarjana?
4.     Apa saja faktor pendorong yang memicu tindakan pencuiran?
5.      Apa saja dampak dari adanya tindakan pencurian?
6.      Bagaimana cara mengatasi dan mencegah pencurian ?

C. Tujuan

1.      Mengetahui definisi perbuatan pidana.


2.      Memahami unsur-unsur perbuatan pidana yang disepakati oleh para sarjana.
3.      Mengetahui unsur-unsur perbuatan pidana yang tak disepakati oleh para sarjana.
4. Mengetahui unsur tindak pencurian

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbuatan Pidana

Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut. 1  Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada
itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (yaitu suatu keadaan atau
kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan
kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.  Antara larangan dan ancaman pidana ada
hubungan yang erat, oleh karena antara kajadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu,
ada hubungan yang erat pula. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka
dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua
keadaan konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang
berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.
Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini,
karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-
undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari ”perbuatan” tapi “tindak “ tidak
menunjukkan pada suatu yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan perbuatan
konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah
kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang . Oleh karena tindak sebagai
kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak
pidana baik dalam pasal-pasal sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai
pula kata perbuatan.
Contoh: U.U no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum (pasal 127, 129 dan lain-lain. 2
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunyaasas-asas hukum pidana di
indonesia memberikan definisi “ tindak pidana”atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit,
yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu
delict.
Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana. Dan,
pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana. 3
Sedangkan dalam buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi, S.H
menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum
pidana Belanda yaitu “strafbaar feit “, tetapi tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud
dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari
istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat. 4

Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari berbagai
literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah:

1
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2008), 54.
2
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 55.
3
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), 58
4
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002), 67

3
1. Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan hampir
seluruh peraturan perundang-undangan kita  menggunakan istilah ini.
2. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya, Mr. R. Tresna dalam
bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana.Dan para ahli hukum lainnya.
3. Delik, berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang
dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya Drs.
E. Utrect, S.H.
4. Pelanggaran Pidana, dijumpai dibeberapa buku pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh
Mr. M.H Tirtaamidjaja.
5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam
bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”.
6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam pembentukan undang-undang dalam UUD
No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan bahan peledak (baca pasal 3).
7. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatnomdalam beberapa tulisan beliau. 5

B.  Unsur Unsur Perbuatan Pidana yang Disepakati Oleh Para Sarjana


Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh
perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. 6 Sebuah perbuatan
tidak bisa begitu saja dikatakan perbuatan pidana. Oleh karena itu, harus diketahui apa saja unsur
atau ciri dari perbuatan pidana itu sendiri.
Ada begitu banyak rumusan terkait unsur-unsur dari perbutan pidana. Setiap sarjana memiliki
perbedaan dan kesamaan dalam rumusannya. Seperti Lamintang yang merumuskan pokok-pokok
perbuatan pidana  sejumlah tiga sifat. Wederrechtjek (melanggar hukum), aan schuld te
wijten (telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja), dan strafbaar (dapat
dihukum).7
Duet Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus bersifat melanggar hukum,
perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling (perbuatan manusia), Strafbaar
gesteld (diancam dengan pidana), toerekeningsvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab), dan adanya schuld (terjadi karena kesalahan).8
Sementara itu, trio Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris merumuskan empat hal pokok dalam
perbuatan pidana. Seperti yang terlihat dalam definisinya sendiri. Perbuatan pidana adalah
perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum,
dan dapat dicela.9 Sehingga perbuatan pidana mengandung unsur Handeling (perbuatan
manusia), termasuk dalam rumusan delik, Wederrechtjek (melanggar hukum), dan dapat dicela.
Tidak jauh berbeda dengan berbagai rumusan diatas. Moelyatno menyebutkan bahwa
perbuatan pidana terdiri dari lima elemen. Yaitu kelakuan dan akibat (perbuatan), Hal ikhwal
atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur
melawan hukum yang subjektif, dan unsur melawan hukum yang objektif.
Dari kesemua rumusan diatas dapat kita lihat bahwa ada beberapa kriteria yang satu atau dua
bahkan semua sarjana lenyebutkannya. Pertama, unsur melanggar hukum yang disebutkan oleh
seluruh sarjana. Kedua, unsur  “perbuatan” yang disebutkan oleh seluruh sarjana kecuali
Lamintang. Selebihnya para sarjana berbeda dalam penyebutannya.
5
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana,68
6
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, ,64
7
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1992), 173
8
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007),38
9
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana, (Yogyakarta: LIBERTY, 1995), 27

4
 

1. Handeling (perbuatan manusia) 
Meskipun lamintang tidak menyebutkan perbuatan manusia sebagai salah satu unsur
perbuatan pidana. Namun, secara tidak langsung ia juga mengakui perbuatan manusia sebagai
bagian dari perbuatan pidana.Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke
dalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu
tindakan manusia10
Handeling yang dimaksudkan tidak saja een doen (melakukan sesuatu) namun
juga een nalatenatau niet doen (melalaikan atau tidak berbuat). 11 Juga dianggap sebagai
perbuatan manusia adalah perbuatan badan hukum. 12
Penjelasan terkait melakukan sesuatu dan tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu
dapat dijelaskan dengan menggambarkan perbedaan antara kelakuan seorang pencuri dan
kewajiban seorang ibu. Seorang pencuri dapat dipidana dikarenakan ia berbuat sesuatu.
Dalam hal ini seperti yang dirumuskan dalam pasal 362 KUHP.Barang siapa mengambil
barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. 13
Terlihat dari pasal tersebut, seorang dapat diancam karena pencurian disebabkan oleh
perbuatan mengambil barang. Inilah yang disebut sebagai een doen (melakukan
sesuatu).Seorang ibu yang tidak memberi makan kepada anaknya yang masih bayi sehingga
anak itu meninggal dunia. Kini, ibu itu dapat dipersalahkan melakukan pembunuhan dari
pasal 338 KUHP.ibu tersebut tidak diancam karena pembunuhan yang diakibatkan oleh
ketidak berbuatannya. Inilah yang dikenal sebagai een nalaten atau niet doen.Perlu diingat,
bahwasannya ibu tersebut dapat dipidana dikarenakan ia memiliki kewajiban untuk merawat
anaknya. Hal tersebut berdasar pada pasal 298 KUHPdt. Masalah ini haruslah di jelaskan
demi membatasi cakupan subjek perbuatan pidanan.
Kalau seorang anak mati karena tidak diberi makan, maka dapat dikatakan bahwa
semua orang yang tidak mencegah kelaparannya, merapas nyawa anak itu. Dengan demikian
lingkuangan pembuat tidak dibatasi. Yang dapat dipidana hanya tidak adanya perbuatan yang
diwajibkan oleh undang-undang.

2. Wederrechtjek (melanggar hukum)
Terkait dengan sifat melanggar hukum, ada empat makna yang berbeda-beda yang
masing-masing dinamakan sama. Maka haruslah dijelaskan ke-empat-nya.
a. Sifat melawan hukum formal
Artinya bahwa semua bagian atau rumusan (tertulis) dalam undang-undang telah
terpenuhi. Seperti dalam pasal 362 KUHP tentang pencurian. Maka rumusannya adalah
1)      Mengambil barang orang lain
2)      Dengan maksud dimiliki secara melawan hukum

b. Sifat melawan hukum materil

10
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, 183
11
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana
12
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana
13
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

5
Artinya perbuatan tersebut telah merusak atau melanggar kepentingan hukum yang
dilindungi oleh rumusan delik tersebut. Kepentingan yang hendak dilindungi
pembentuk undang-undang itu dinamakan “kepentingan hukum”. 14
Seperti dipidananya pembunuhan itu demi melindungi kepentingan hukum berupa
nyawa manusia. Pencurian diancam pidana karena melindungi kepentingan hukum
yaitu kepemilikan.

c.  Sifat melawan hukum umum


Sifat ini sama dengan sifat melawan hukum secara formal. Namun, ia lebih menuju
kepada aturan tak tertulis. Dalam artian ia bertentangan dengan hukum yang berlaku
umum pada masyarakat yaitu keadilan.

d. Sifat melawan hukum khusus


Dalam undang-undang dapat ditemukan pernyataan-pernyataan tertulis terkait melawan
hukum. Seperti pada rumusan delik pencurian “...dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum..”. Meskipun pada rumusan perbuatan pidana lainnya tidak ditemukan
adanya pernytaan tersebut. Dicontohkan dengan pasal 338 KUHP.Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.

Seperti yang terlihat dari rumusan pencurian, sifat perbuatan pengambilan saja tidaklah cukup untuk
menyifati sebuah pencurian. Ia baru disebut mencuri bila memiliki maksud untuk memiliki secara
melawan hukum. Sehingga, bila seorang mahasiswa mengambil buku mahal dari kamar temannya.
Tidaklah berarti bahwa dia berbuat melawan hukum. Ini tergantung dari apakah ia telah mendapat izin
dari si pemilik atau tidak.

Selain itu, sifat melawan hukum dilihat dari sumber perlawanannya terbagi menjadi dua.
Pertama,  unsur melawan hukum yang objektif yaitu menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif
yang menyertai perbuatan.15 Hal ini digambarkan pada pasal 164 ayat 1 KUHP 

(1)   Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai
orang lain dengan me- lawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan
yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Hal yang menjadi tuntutan atau larangan disitu ialah keadaan ekstern dari si pelaku. Yaitu tidak
dizinkan atau dalam istilah di atas “dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi
dengan segera”. Maka ia melanggar atau melawan hukum yang objektif.

Kedua, unsur melawan hukum yang subjektif yaitu yang kesalahan atau peanggarannya terletak dihati
terdakwa sendiri. Seperti rumusan pencurian yang mencantumkan maksud pengambilan untuk
memiliki barang secara melawan hukum.

14
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana, 23
15
Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 68

6
Selain kedua rumusan yang disepakati oleh banyak sarjana diatas. Masih ada begitu banyak rumusan
lain yang muncul dari setiap sarjana. pada pembahasan selanjutnya kami akan mencoba menjabarkan
beberapa unsur-unsur atau rumusan-rumusan tersebut.

C. Unsur Unsur Perbuatan Pidana yang Tidak Disepakati Oleh Para Sarjana
1. Schuld (kesalahan)
Tidak mengetahui atau tidak memahami akan adanya perundang-undangan bukanlah alasan
untuk mengecualikan penuntutan atau bahkan bukan pula alasan untuk memperingan
hukuman.16 Asas “setiap orang dianggap tahu isi undang-undang” menekankan pentingnya
mengetahui hukum. Sehingga seseorang tidak dengan mudah mengelak dari pelanggaran
hukum dengan alasan tidak paham hukum.
Dengan berdasarkan asas tersebut, maka seorang dunilai berbuat kesalahan ketika melanggar
hukum. Sedangkan secara mendasar dalam kesalahan ada dua pembagian, yaitu
Pertama, opzet (kesengajaan) dan kedua, Culpa (kurang berhati-hati atau kelalaian). 17Cansil-
christine membagi kesalahan kedalam empat kategori. Pertama,Doluis(kesengajaan) yang
sama artinya dengan opzet. Kedua, Culpa (alpa, lalai). Ketiga,dolus generalis (kesengajaan
tak tentu). Keempat, Aberratio Ictus (salah kena). Berikut akan kami paparkan satu persatu
secara singkat.
a.  Dolus
Seperti dikemukakan diatas, dolus memiliki arti yang sama dengan opzetyaitu
kesengajaan. Perlu diketahui bahwa kitab undang-undang hukum pidana tidak
merumuskan apa yang dimaksud dengan kesengajaan.
Dalam hal ini pasangan cansil merumuskan bahwa kesengajaan merupakan suatu niat
atau i’tikad diwarnai sifat melawan hukum, kemudian dimanifestasikan dalam sikap
tindak.18 Biasanya diajarkan bahwa kesengajaan itu tiga macam. Pertama, kesengajaan
yang bersifat suatu tujuan untuk mencapai sesuatu. Kedua, kesengajaan yang bukan
mengandung suatu tujuan, melainkan keinsyafan suatu akibat pasti akan terjadi. Ketiga,
kesengajaan disertai dengan keinsyafan akan adanya kemungkinan. 19

b. Culpa
Culpa atau ketidak sengajaan ialah berarti kesalahan pada umumnya. 20Maka seorang
hakim tidak bisa mengukur ketidak sengajaan atau kelalaian berdasar pada dirinya
sendiri, melainkan melihat bagaimana hal umumnya pada masyarakat.Ketidak sengajaan
dibedakan antara ketidak sengajaan yang disadari dan yang tidak disadari. Kealpaan
yang disadari bermakna menimbulkan delik tau perbuatan pidana secara sadar dan telah
berusaha untuk menghalangi, akan tetapi terjadi juga. Sedangkan kealpaan yang tidak
disadari bermakna orang melakukan suatu delik tanpa membayangkan akibat yang
terjadi atau tidak mengetahuinya.

c. Dolus generalis
Hal yang mebedakan antara dolus generalis dan dolus atau opzet ialah dari tujuannya.
Bila dolus dan opzet memiliki satu tujuan yang pasti, maka dolus generalis tak memiliki
16
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, 50
17
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, 65
18
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana
19
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, 66
20
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, 54

7
tujuan yang pasti.Digambarkan dengan seseorang yang meracuni pusat air minum
dengan maksud agar semua orang yang meminum air tersebut akan terbunuh. Tidak
melihat siapa yang terbunuh.

d. Aberratio Ictus
Seperti makna katanya, salah kena berarti akibat tidak sesuai dengan tujuan. Contoh
sederhana seseorang yang akan menembak burung meleset dan mengenai manusia.
Terkait penjelasan macam kesengajaan ini, insya Allah akan didapati pada makalah
kelompok ke-6.

2. Hal Ikhwal atau Keadaan yang Menyertai Perbuatan


Van hamel membagi hal ihwal ini menjadi dua. 21  Pertama, mengenai diri orang yang
melakukan perbuatan. Dicontohkan dengan pasal 413 KUHP mengenai kejahatan
jabatan.Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaia mengabaikan
untuk menggunakan kekuntan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang
berwenang menurut undang-undang, diancam dengan pidana penjara lama empat
tahun.Dalam kejahatan ini haruslah ada unsur jabatan, sehingga tanpa adanya unsur ini maka
tidak mungkin terjadi kejahatan tersebut.
Kedua, mengenai di luar diri si pelaku. Seperti pasal 160 KUHP terkait
penghasutan.Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya
melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak
menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diherikan berdasar
ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun utau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Kejahatan tersebut memiliki unsur di muka umum. Maka tanpa adanya unsur ini
kejahatan tersebut tak bisa dikatakan terjadi.

Kerangka Teori

A.     Pengertian Pencurian
                Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik
orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan
arti “pencurian” adalah proses, cara, perbuatan. Di dalam hadist dikatakan bahwa mencuri
merupakan tanda hilangnya iman seseorang.

“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang peminum
khamar ketika ia sedang meminum khamar. Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang
mencuri”. (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah : 2295)

Sedangkan secara istilah banyak pendapat yang mengemukakan definisi mengenai mencuri :

1. Menurut Sabiq (1973:468), mencuri adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-


sembunyi.
21
Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 64

8
2. Menurut Ibnu Arafah, orang arab memberi definisi, mencuri adalah orang yang datang dengan
sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang orang lain untuk mengambil apa-apa yang
ada di dalamnya yang pada prinsipnya bukan miliknya.

3. Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, mencuri adalah


mengambill barang orang lain (tanpa izin pemiliknya) dengan cara sembunyi-sembunyi dan
mengeuarkan dari tempat penyimpanannya.

4. Menurut Al-Jaziri (1989:756), mencuri adalah prilaku mengamsil barang orang lain minimal


satu nisab atau seharga satu nisab, dilakukan orang berakal dan baligh, yang tidak mempunyai
hak milik ataupun syibih milik terhadap harta tersebut dengan jalan sembunyi-sembunyi dengan
kehendak sendiri tanpa paksaan orang lain, tanpa perbedaan baik muslim, kafir dzimni, orang
murtad, laki-laki, perempuan, merdeka ataupun budak. 

5. Menurut A. Djazuli dalam bukunya Fiqh Jinayah, pencurian


mempunyai makna perpindahan harta yang dicuri dari pemilik kepada
pencuri.

6. Menurut Mahmud Syaltut (kata Rahmat Hakim), ”Pencurian adalah


mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak
dipercayai menjaga barang tersebut”.

7. Sedangkan dalam bukunya Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang


dimaksud mencuri adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-bunyi.

                Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur - unsurnya dirumuskan


dalam pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang
berbunyi :

"Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 900.000.000,00".

                Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur - unsur
ojektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang menyertai/melekat
pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain) dan unsur - unsur
subjektif (adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).

Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua
unsur tersebut di atas:

1.       Unsur-Unsur Objektif

9
 Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)
                Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil” barang.
“Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-
jari, memegang barangnnya, dan mengalihkannya ke lain tempat”.
                Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan bahwa
pencurian adalah berupa tindak pidana formill. Mengambil adalah suatu tingkah laku
psoitif/perbuatan materill, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang disengaja. Pada
umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya,
memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ke tempat lain atau dalam
kekuasaannya. Unsur pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan
pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya.Berdasarkan hal
tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda
dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya secara nyata dan mutlak.

                Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupaka syarat
untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi
selesainya suatu perbuatan pencurian yang sempurna.

 Unsur benda
                Pada objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van toelichting
(MvT) mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak
(roerend goed). Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah
terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang
berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil.
                Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat berpindah sendiri atau
dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata). Sedangkan benda yang tidak bergerak adalah benda-
benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu pengertian lawandari
benda bergerak.

 Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain


                Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja,
sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik
bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya.
Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian
menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).

2. Unsur-Unsur Subjektif

 Maksud untuk memiliki

10
                Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertamamaksud
(kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam
pencurian, dan kedua unsur memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat dibedakan dan dipisahkan
satu sama lain.
                Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk
memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukan bahwa dalam tindak pidana
pencurian, pengertian memiliki tidak mengisyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang
dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan.Pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan
perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah
maksudnya (subjektif) saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi
diri sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya. Apabila dihubungkan dengan unsur maksud,
berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri pelaku sudah terkandung suatu
kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.

 Melawan hukum
                Menurut Moeljatno, unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian
yaitu Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditunjukan pada
melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia
sudah mengetahui dan sudah sadar memiliki benda orang lain itu adalah bertentangan dengan
hukum. Karena alasan inilah maka unsur melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan
hukum subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT yang menyatakan
bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti
kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya
                Apabila dikaitkan dengan unsur 362 KUHP maka kejahatan curanmor adalah perbuatan
pelaku kejahatan dengan mengambil suatu barang berupa kendaraan bermotor yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki kendaraan bermotor tersebut
secara melawan hukum.

                Kejahatan curanmor sebagai tindak pidana yang diatur dalam KUHP tidak hanya terkait
denga pasal pencurian saja dalam KUHP. Kejahatan curanmor juga memiliki keterikatan dengan
pasal tindak pidana penadahan.

                Berikut ini adalah pasal KUHP yang mengatur tentang kejahatn curanmor beserta pasal
yang memiliki keterikatan dengan kejahatan curanmor:

1. Pencurian dengan Pemberatan yang diatur dalam pasal 363 KUHP

2. Pencurian dengan Kekerasan yang diatur dalam pasal 365 KUHP

3. Tindak Pidana Penadahan yang diatur dalam pasal 480 KUHP

B. Syarat Pencurian 

11
                Suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai prilaku pencurian apabila memenuhi
keempat rukun dan syarat, meliputi : pencuri, barang yang dicuri, cara melakukan pencurian, dan
tempat penyimpanan barang yang dicuri. 
                Menurut Sabiq (1973:490-493), syarat-syarat pencurian itu meliputi :pertama, orang
yang mencuri harus mukalaf, artinya anak kecil dan orang gila tidak termasuk.  Kedua, pencurian
dilakukan atas kehendak sendiri, tidak ada sedikit pun paksaan dari orang lain. Ketiga, pencuri
tidak memiliki harta syubhat terhadap barang yang dicuri, seperti contoh : orang tua yang
mencuri harta anaknya tidak bisa dijatuhi hukuman, karena orang tua memiliki harta syubhat
pada anaknya. Sabiq tidak mensyaratkan agama islam pada pencuri, meskipun pencuri itu
beragama non-muslim, ia tetap di hadd sebagaimana haddnya orang islam. 

                Menurut Al-jaziri (1989:154-155), syarat pencuri yang harus dipotong tangan meliputi :


baligh, berakal, tidak memiliki sedikit pun bagian terhadap barang yang dicuri, dan pencuri bukan
penguasa atas harta yang dicurinya, seperti majikan yang mecuri harta budaknya, begitu pula
sebaliknya, maka tidak bisa dijatuhi hukuman, serta pencuri melakukannya atas kehendak sendiri,
tidak ada sedikit pun paksaan. Ibnu Rusyd mengatakan (1990:649-650) bahwa fuqaha sependapat
dengan persyaratan yang telah disebutkan tadi. 

C. Syarat-Syarat Barang Curian 


                Menurut Sabiq (1973:493-497), syarat-syarat barang curian meliputi :pertama,
barang yang dicuri tersebut berharga, bisa dipindahmilikkan dan sah apabila dijual. Kedua,
barang yang dicuri mencapai satu nisab. Menurut Al-Jaziri (1989:155) : pertama, barang tersebut
mencapai satu nisab. Kedua, barang tersebut buan milik pencuri. Ketiga, barang tersebut bisa
dimiliki dan sah apabila dijaul. Keempat, barang tersebut sah dicuri.
 Dalam menanggapi pencapaian satu nisab, ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama
berpendapat, bahwa satu nisab itu seperempat dinar emas atau tiga dirham dan perak. Ini
didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah,
yakni : 

“ Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW menjatuhkan hadd atas pencuri
seperempat dinar “, dan pada riwayat Nassa’i dalam hadits marfu’, menjelaskan bahwa tidaklah
dipotong tangan orang yang mencuri barang dibawah harga perisai atau tameng, di kala Aisyah
ditanya tentang harga perisai atau tameng, ia menjawab bahwa harganya seperempat dinar.
(Sabiq, 1973:495-496)

BAB III

Motor Disikat Maling, Wartawan Rugi Rp16 Juta

Saiful Munir

12
Selasa,  11 November 2014  −  07:50    WIB

Ilustrasi pencurian kendaraan bermotor (dok:Istimewa/sorotgunungkidul.com)

TANGERANG - Aksi pencurian kendaraan bermotor kembali terjadi di Jalan Raya Pondok


Aren, Kelurahan dan Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. Kali ini sasarannya
adalah H Kurniawan, wartawan media online nasional.

Penyidik Pembantu Polsek Pondok Aren Brigadir Bayu Indrajaya mengatakan, aksi pencurian
terjadi pada Sabtu 8 November 2014, sekitar pukul 18.00 WIB, di rumah kontrakan korban.

"Motor yang dicuri Honda Vario bernomor polisi B 6585 WKE tahun 2013 warna putih biru
dengan nomor rangka MH1JFB125DKI173631 dan nomor mesin JFB1E2127618. Total kerugian
mencapai Rp16 juta," katanya, Selasa (11/11/2014).

Ditambahkan dia, aksi pencurian dilakukan dengan cara membuka pintu gerbang dan merusak
kunci stang motor, serta memakai kunci duplikat atau letter T. Kemudian, motor didorong dan
dibawa kabur pelaku.

"Saat kejadian, korban sedang menonton TV, dan tidak tahu jika gerbang yang sebelumnya telah
ditutup dibuka maling, serta motornya dibawa kabur," terangnya.

Berdasarkan keterangan saksi L Badri, saat kejadian situasi rumah sedang sepi, karena sehabis
hujan. Bahkan, dirinya saat itu sedang menonton TV di depan kontrakan. Namun tidak
mendengar ada yang membuka gerbang, dan menyalakan motor.
"Saya tidak mendengar suara gerbang dibuka, dan motor menyala. Saya tidak menghiraukan
situasi sekitar, karena saat itu situasi sedang sepi. Saya fokus menonton TV di depan kontrakan,"
ungkapnya.

Sementara itu, H Kurniawan mengatakan, dirinya sempat lemas saat tahu motornya telah hilang.
Sebab, motor kredit yang diangsurnya itu tinggal satu bulan lagi lunas.

"Yang membuat saya sesak itu, satu bulan lagi motor itu lunas, dan baru saja saya cuci bersih,
karena Minggu 10 November 2014, saya masuk piket," tukasnya

2.1 Faktor-Faktor Yang Menjadi Pendorong Terjadinya Tindak Pidana


Pencurian
                Terjadinya suatu tindak pidana pencurian banyak sekali faktor-faktor yang melatar
belakanginya. Selain faktor dari diri pelaku sebagai pihak yang melakukan suatu tindak pidana
pencurian, banyak faktor lain yang mendorong dapat terjadinya suatu tindak
pidana pencurian.yang terjadi dalam masyarakat.

13
                Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan dapat terjadinya suatu tindak pidana
pencurian. Yaitu faktor internal dan faktor external. Kedua faktor tersebut akan dipaparkan dalam
sub bab di bawah.

1.     Faktor Internal

 Niat Pelaku

                Niat merupakan awal dari suatu perbuatan, dalam melakukan tindak pidana pencurian
niat dari pelaku juga penting dalam faktor terjadinya perbuatan tersebut. Pelaku sebelum
melakukan tindak pidana pencurian biasanya sudah berniat dan merencanakan bagaimana akan
melakukan perbuatannya. Yang sering terjadi adalah pelaku merasa ingin memiliki barang yang
dipunyai oleh korban, maka pelaku memiliki barang milik korban dengan cara yang dilarang oleh
hukum,yaitu dengan mencurinya. Pelaku biasanya merasa iri terhadap barang yang dimiliki oleh
korban, sehingga pelaku ingin memilikinya.

  Keadaan Ekonomi

                Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan manusia. Maka
keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurian kerap kali muncul yang melatarbelakangi
sesorang melakukan tindak pidana pencurian. Para pelaku sering kali tidak mempunyai pekerjaan
yang tetap, atau bahkan tidak punya pekerjaan sama sekali atau seorang penganguran. Karena
desakan ekonomi yang menghimpit, yaitu harus memenuhi kebutuhan keluarga, membeli
sandang maupun papan, atau ada sanak keluarganya yang sedang sakit, maka sesorang dapat
berbuat nekat dengan melakukan tindak pidana pencurian. Secara lengkap JJH Simanjuntak
menjelaskan sebagai berikut :

                Sebagian besar pelaku pencurian melakukan tindakannya tersebut disebabkan oleh
kesulitan ekonomi, baik yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ada keluarganya yang
sakit, membutuhkan biaya dalam waktu dekat dan lain-lain. Maka dapat disimpulkan bahwa
faktor pendorong seseorang melakukan tindak pidana pencurian adalah kesulitan ekonomi yang
menyebabkan ia melakukan perbuatan tersebut.

                Rasa cinta seseorang terhadap keluarganya, menyebakan ia sering lupa diri dan akan
melakukan apa saja demi kebahagiaan keluarganya. Terlebih lagi apabila faktor pendorong
tersebut diliputi rasa gelisah, kekhawatiran, dan lain sebagainya, disebabkan orang tua (pada
umumnya ibu yang sudah janda), atau isteri atau anak maupun anak-anaknya, dalam keadaan
sakit keras. Memerlukan obat, sedangkan uang sulit di dapat. Oleh karena itu, maka seorang
pelaku dapat termotivasi untuk melakukan pencurian.

 Moral dan Pendidikan

14
                Moral disini berarti tingkat kesadaran akan norma-norma yang berlaku di dalam
masyarakat. Semakin tinggi rasa moral yang dimiliki oleh seseorang, maka kemungkinan orang
tersebut akan melanggar norma-norma yang berlaku akan semakin rendah. Kesadaran hukum
seseorang merupakan salah satu faktor internal yang dapat menentukan apakah pelaku dapat
melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma di masyarakat. Apabila seseorang sadar akan
perbuatan yang dapat melanggar norma maka ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut karena
takut akan adanya sanksi yang dapat diterimanya, baik sanksi dari pemerintah maupun sanksi dari
masyarakat sekitar.

                Tingkatan pendidikan seseorang juga menentukan seseorang dapat melakukan tindak
pidana pencurian. Karena dari kebanyakan pelaku tindak pidana pencurian hanya memiliki
tingkat pendidikan yang tidak begitu tinggi. Tingkat pendidikan juga berpengaruh dalam
kepemilikan pengahasilan dari pelaku tersebut. Karena tidak memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi, maka seseorang sulit mencari pekerjaaan. Karena tidak memiliki pekerjaan dan
penghasilan yang pasti tadi, maka seseorang melakukan tindak pidana pencurian karena terdesak
kebutuhan ekonomi yang harus segera dipenuhi.

2. Faktor External

 Lingkungan Tempat Tinggal

                Lingkungan yang dimaksud disini merupakan daerah dimana penjahat berdomisili atau
daerah-daerah di mana penjahat malakukan aksinya. Selain itu lingkungan disini juga bias
diartikan sebagai lingkungan dimana si korban tinggal. Pertama penulis mengkaji terlebih dahulu
mengenai lingkungan tempat tinggal pelaku kejahatan. Lingkungan tempat tinggal pelaku
kejahatan biasanya merupakan lingkungan atau daerah-daerah yang pergaulan sosialnya rendah,
rendahnya moral penduduk, dan sering kali di lingkungan tersebut norma-norma sosial sudah
sering dilanggar dan tidak ditaati lagi. Selain itu standar pendidikan dan lingkungan tempat
tinggal yang sering melakukan tindak pidana juga menjadi salah satu faktor yang dapat
membentuk sesorang atau individu untuk menjadi seorang pelaku kejahatan.

                Lingkungan tempat tinggal dari pelaku juga ikut mempengaruhi dalam terjadinya suatu
tindak pidana. Karena keamanan dari lingkungan korban tinggal juga turut menjadi salah satu
faktor utama dari terjadinya tindak pidana. Lingkungan yang sepi dan tidak terdapatnya sistem
keamanan lingkungan (Siskamling) juga dapat membuat tindak pidana pencurian semakin marak
terjadi di lingkungan tempat tinggal korban. Mengenai hal ini JJH Simanjuntak menjelaskan
bahwa :

                Lingkungan tempat tinggal juga menjadi salah satu faktor penting dari terjadinya suatu
tindak pidana pencurian. Hal ini dapat dilihat dari penelitian selama ini, bahwa lingkungan juga
menjadi salah satu faktor kriminigen (penyebab kejahatan). Dari kasus-kasus pencurian yang
terjadi di daerah Surakarta, sering didapati bahwa pelaku kejahatan berasal dari lingkungan
tempat tinggal yang tidak sehat. Maksudnya adalah lingkungan tempat tinggal pelaku sering
merupakan pemukiman yang kumuh, dimana pemukiman tersebut dihuni oleh orang-orang yang
sering kali melakukan tindakan melanggar hukum, seperti mabuk-mabukan, perkelahian dan lain-

15
lain. Sedangkan lingkungan tempat tinggal korban pun sama-sama mempunyai andil yang besar.
Karena sering kali kelengahan kemanan dari lingkungan tempat tinggal yang dijadikan celah oleh
pelaku untuk melancarkan aksinya. Maka keamanan lingkungan harus lebih diperhatikan oleh
masyarakat luas pada saat ini.

  Penegak Hukum

                Sebagai petugas Negara yang mempunyai tugas menjaga ketertiban dan keamanan
masyarakat, peran penegak hukum disini juga memiliki andil yang cukup besar dalam terjadinya
tindak pidana pencurian. Penegak hukum disini bukan hanya polisi saja, melainkan Jaksa selaku
Penuntut Umum dan Hakim selaku pemberi keputusan dalam persidangan. Peran serta penegak
hukum yang memiliki peran strategis adalah polisi. Polisi selaku petugas Negara harus senantiasa
mampu menciptakan kesan aman dan tentram di dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila dalam
masyarakat masih sering timbul tindak pidana, khususnya tindak pidana pencurian berarti Polisi
belum mampu menciptakan rasa aman di dalam masyarakat.

                Polisi mempunyai tugas tidak hanya untuk menangkap setiap pelaku tindak pidana
pencurian, tetapi harus mampu memberikan penyuluhan-penyuluhan dan informasi kepada
masyarakat luas agar senantiasa mampu berhati-hati agar tidak terjadi tindak pidana pencurian di
lingkungan mereka masing-masing. Penyuluhan-penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan
melalui media elektronik dan penyuluhan secara langsung kepada masyarakat. Selain itu polisi
juga dapat melakukan patroli untuk senantiasa menjaga keamanan di lingkungan masyarakat.
Seperti halnya dijelaskan oleh JJH Simanjuntak, sebagai berikut :

                Pihak kepolisian dapat melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya


kejahatan pada umumnya, dan pencurian pada khususnya, juga dilakukan pihak aparat penegak
hukum. Dari Kepolisian Kota Besar Surakarta, tindakan yang berkaitan dengan itu dilakukan
dalam bentuk patroli keamanan, penyuluhan-penyuluhan hukum terhadap masyarakat, baik secara
langsung, maupun secara periodik. Di samping itu kepolisian daerah atau kepolisian Negara juga
telah melakukan peringatan-peringatan melalui media elektronik, seperti yang sering kita lihat di
televisi-televisi. Aparat kejaksaan juga telah menyelenggarakan jaksa masuk desa, dan lain
sebagainya.

                Dari pernyataan di atas, dapat juga di simpulkan, bahwa aparat penegak hukum juga
tidak henti-hentinya melakukan tindakan pencegahan terjadinya kejahatan, termasuk kejahatan
pencurian dengan , baik dengan mengadakan patroli-patroli, penyuluhan hukum terhadap
masyarakat (yang dilakukan oleh POLRI), maupun yang berupa ”peringatan-peringatan” melalui
media elektronik seperti televisi, dan radio. Pihak kejaksaan juga melaksanakan program jaksa
masuk desa dengan (salah satunya) tujuan serupa. Dengan demikian, pihak aparat penegak
hukum pun telah melakukan tindakan-tindakan preventatif. Maka dari itu pihak penegak hukum
juga menjadi faktor penentu dalam terjadinya tindak pidana pencurian, bila penegak hukum sudah
melakukan tugasnya dengan baik maka angka kejahatan,khususnya pencurian dapat ditekan ke
angka yang paling rendah.

16
  Korban

                Kelengahan korban juga menjadi salah satu faktor pendorong pelaku untuk melakukan
tindak pidana pencurian. Pada keadaan masyarakat saat ini dimana tingkat kesenjangan di dalam
masyarakat semakin tinngi. Di satu sisi banyak orang yang kaya raya tetapi orang yang miskin
sekali pun juga semakin banyak. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial yang dirasakan oleh
pelaku. Tindakan korban yang memamerkan harta kekayaan juga menjadi “godaan” kepada
pelaku untuk melancarkan aksinya.

                Rasa waspada dari korban juga harus ditingkatkan agar tindak pidana pencurian tidak
dialami oleh korban. Misalkan A mempunyai motor, dan diparkir di depan rumahnya. Untuk
menjamin keamanannya A harus mengkunci motornya dan harus diparkir di tempat yang aman
agar tidak dicuri oleh seseorang. Tindakan ini disebut tindakan preventif yang dapat dilakukan
oleh individu agar ia tidak menjadi korban dari tindak pidana pencurian. Seperti halnya pencurian
uang yang paling sering terjadi di masyarakat saat ini. Anggota masyarakat harus senantiasa
meningkatakan kewaspadaanya serta harus dapat memberikan keamanan kepada setiap hartanya,
khusunya disini uang. Kelengahan pemilik uang juga dapat menciptakan kesempatan kepada
pelaku untuk melakukan tindak pidana pencurian

2.2 Dampak Negatif Mencuri

                Dalam sebuah perkara atau perbuatan pasti ada di dalamnay hukum sebab akibat yang
itu tidak bisa lepas dan selalu mengikuti. Dalam hal pencurian yang notabene adalah perbuatan
jahat, maka di balik perbuatan tersebut adanya dampak negatif yang merugikan terhdap orang
lain maupun terhadap diri sendiri.

1.       Dampak terhadap pelakunya

Dampak yang akan di alami bagi pelaku pencurian atas perbuatanya tersebut antara lain,

 Mengalami kegelisahan batin, pelaku pencurian akan selaludikejar-kejar rasa bersalah dan
takut jika perbuatanya terbongkar

17
 Mendapat hukuman, apabila tertangkap, seorang pencuri akan mendapatkan hukuman
sesuai undang-undang yang berlaku
 Mencemarkan nama baik, seseorang yang telah terbukti mencuri nama baiknya akan
tercemar di mata masyarakat
 Merusak keimanan, seseorang yang mencuri berarti telah rusak imanya. Jika ia mati
sebelum bertobat maka ia akan mendapat azab yang pedih

2.       Dampak terhadap korban pencurian

Dampak dari pencurian bagi korban diantaranya adalah

 Menimbulkan kerugian dan kekecewaan, peristiwa pencurian akan sangat merugikan dan
menimbulkan kekecewaan bagi korbanya
 Menimbulkan ketakutan, peristiwa pencurian menimbulkan rasa takut bagi korban dan
masyarakat karena mereka merasa harta bendanya terancam
 Munculnya hukum rimba, perbuatan pencurian merupakan perbuatan yang mengabaikan
nilai-nilai hukum. Apabila terus berlanjut akan memunculkan hukum rimba dimana yang kuat
akan memangsa yang lemah.

18
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perbuatan pidana adalahperbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang
mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar
larangan tersebut. Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”.
Istilah ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam
perundang-undanagan. Adanya perbedaan pendapat mengenai penggunaan kata “tinad pidana”
atau “perbuatan pidana”. Ada juga istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-
undangan yang ada maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah
strafbaar feit adalah: Tindak Pidana, Peristiwa Pidana, Delik, Pelanggaran Pidana, Perbuatan
yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum, dan perbuataan pidana.
Perbuatan pidana memiliki beberapa unsur yang tanpa kehadiran unsur tersebut maka
perbuatan pidana tidaklah bisa disebut sebagai delik atau perbuatan pidana. Pertama, perbuatan
pidana merupakan perbuatan manusia. Kedua, bersifat melawan hukum. Kedua unsur inilah
yang disepakati oleh hampir seluruh sarjana hukum.
Selain itu ada beberapa unsur penting yang meski tidak disepakati oleh seluruh sarjana,
namun merupakan bagian penting dari perbuatan pidana. Pertama, kesalahan baik berupa
kesengajaan ataupun kelalaian. Kedua, hal ihwal yang terdapat dalam rumusan KUHP yang
tanpa adanya keadaan tersebut sebuah perbuatan pidana tidak dihitung pernah terjadi.
 Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak
mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku termasuk dalam memenuhi
kebutuhan ada kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat
terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma
hukum.
 Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian. Mencuri
berarti mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk dimilikinya tanpa
sepengetahuan pemilikinya. Dan seiring berjalannya waktu, tindakan mencuri juga
mengalami perkembangan. Masalah pencurian kendaraan bermotor merupakan jenis
kejahatan yang selalu menimbulkan gangguan dan ketertiban masyarakat.
 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik orang
lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti
“pencurian” adalah proses, cara, perbuatan. Di dalam hadist dikatakan bahwa mencuri
merupakan tanda hilangnya iman seseorang.
 Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan dapat terjadinya suatu tindak pidana
pencurian. Yaitu faktor internal dan faktor external. Faktor Internal terdiri atas : niat
pelaku, keadaan ekonomi, serta faktor moral dan pendidikan. Adapun faktor Eksternal
terdiri atas: lingkungan tempat tinggal, penegak hukum dan faktor korban sendiri.
 Dalam hal pencurian yang notabene adalah perbuatan jahat, maka di balik perbuatan
tersebut adanya dampak negatif yang merugikan terhdap orang lain maupun terhadap diri
sendiri. Dampak yang merugikan orang lain diantaranya: Menimbulkan kerugian dan
kekecewaan, peristiwa pencurian akan sangat merugikan dan menimbulkan kekecewaan
bagi korbanya dll. Dan dampak yang merugikan pelakunya sendiri diantaranya: Mendapat
hukuman, apabila tertangkap, seorang pencuri akan mendapatkan hukuman sesuai undang-
undang yang berlaku

19
Daftar Pustaka

Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta: Pradnya Paramita, 2007

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru, 1992

Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rieneka cipta, 2008

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana.Yogyakarta: LIBERTY, 1995

Prodjodikoro,Wirjono,  Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung: Refika Aditama,

2008

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT Grafindo Persda, 2002

20

Anda mungkin juga menyukai