Anda di halaman 1dari 20

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan

istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah
delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan
istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan
suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang
dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.
Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam
lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan
ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam
kehidupan masyarakat. (Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, hal 62 )

Artikel ini berjudul (Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Menurut Para Ahli)
Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Prof. Moeljatno, SH, yang
berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana
adalah:

”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.”   (Moeljatno, Asas-asas
Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal 54)

Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak pidana yang dimaksud adalah
bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak
sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang
disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan
ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang
menimbulkan kejadian tersebut. Dalam hal ini maka terhadap setiap orang yang melanggar
aturan-aturan hukum yang berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang tersebut
sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan tetapi haruslah diingat bahwa
aturan larangan dan ancaman mempunyai hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian
dengan orang yang menimbulkan  kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula.

Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Prof. DR. Bambang Poernomo, SH,
berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun
sebagai berikut:
 “Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang
dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.”     (Poernomo,
Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, hal 130)

Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan hukum pidana” dimaksudkan 
akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih mengenal kehidupan hukum yang
tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, Prof.DR. Bambang Poernomo, SH, juga berpendapat
mengenai kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan
terlarang dengan diancam pidana.  (Ibid, hal 130)

Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbuatan pidana, maupun peristiwa
hukum dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari istilah asing stafbaar feit
namun belum jelas apakah disamping mengalihkan bahasa dari istilah sratfbaar feit dimaksudkan
untuk mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh karena sebagian besar kalangan ahli
hukum belum jelas dan terperinci menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan
bahasanya, hal ini yang merupakan pokok perbedaan pandangan, selain itu juga ditengan-tengan
masyarakat juga dikenal istilah kejahatan yang menunjukan pengertian perbuatan melanggar
morma dengan mendapat reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar dijatuhi pidana. (Diktat
Kuliah Asas-asas Hukum Pidana )

Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang
yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggung jawaban seseorang atas
perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu
perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas (Principle
of legality) asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih
dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege  (tidak ada
delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal dari von feurbach,
sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu:

 Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
 Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
 Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.

Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap
seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara
keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau
kelapaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk
kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan
terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan
yang bersifat melawan hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung
jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan bilamana
telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh
seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang
mengaturnya. (Kartonegoro, Op Cit, hal 156)

Unsur-unsur Tindak Pidana


Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula
dapat kita jumpai adalah disebutkan sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang
telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang
terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat
dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.   

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan
dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam
hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-
keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di
lakukan.   (Drs. P.A.F. Lamintang, SH.Dasar-dasar Hukum PidanaIndonesia; Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,
1997, Hal n193)

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa);


2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud
dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-
kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam
kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana  menurut Pasal
308 KUHP.

Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah:

1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid;


2. Kwalitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam
kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau
komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.
3. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu
kenyataan sebagai akibat.

Seorang ahli hukum yaitu simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut : (DR.
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana; Jakarta, PT. Rineka Cipta, Tahun 2004, Hal 88)

1. Diancam dengan pidana oleh hukum


2. Bertentangan dengan hukum
3. Dilakukan oleh orang yang bersalah 
4. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya(sarjanaku.com2012)
Pengertian Tindak Pidana Beserta Jenis Dan Unsurnya. Tindak pidana merupakan bagian
dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu
kejahatan. Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang
menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan.

Definisi Tindak Pidana

Terdapat 2 (dua) macam definisi terkait tindak pidana yaitu :

1. Definisi teoritis yaitu pelanggaran norma (kaidah dan tata hukum), yang diadakan karena
kesalahan pelanggar, dan harus diberikan pidana untuk dapat mempertahankan tata
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
2. Definisi yang bersifat perundang-undangan yaitu suatu peristiwa yang oleh Undang-
Undang ditentukan mengandung perbuatan (handeling) dan pengabaian (nalaten); tidak
berbuat; berbuat pasif, biasanya dilakukan di dalam beberapa keadaan yang merupakan
bagian dari suatu peristiwa.

Menurut Moeljatno bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah adalah: “Perbuatan
yang melanggar yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut”.

Tindak pidana juga dapat diartikan sebagai suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada
orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggungjawaban seseorang atas
perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu
perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan asas legalitas (Principle
of legality) asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang- undangan, biasanya ini lebih
dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada
delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), sebagaimana telah di bahas pada Sub-Bab
sebelumnya.

Para pakar asing Hukum Pidana menggunakan istiah Tindak Pidana atau Perbuatan Pidana atau
Peristiwa Pidana, dengan istilah:

1. Strafbaar Feit adalah peristiwa pidana;


2. Strafbare  Handlung  diterjemahkan  dengan Perbuatan Pidana, yang digunakan oleh
para sarjana Hukum Pidana Jerman; dan
3. Criminal Act diterjemahkan dengan istilah Perbuatan Kriminal.

Unsur-Unsur Tindak Pidana

menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi bahwa tindak pidana tersebut mempunyai 5 (lima) unsur
yaitu:
1. Subjek;
2. Kesalahan;
3. Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan;
4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-Undang dan terhadap
pelanggarannya diancam dengan pidana; dan
5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).

Related
 Pengertian Perlindungan Anak Serta Dasar Pelaksanaanya
 Pengertian Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
 Pengertian Hukum Perburuhan Menurut Para Ahli

Jenis-jenis Tindak Pidana

1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatanyang dimuat dalam buku II dan
pelanggaranyang dimuat dalam buku III.
2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana
materil
3. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak
pidana tidak dengan sengaja(culpa).
4. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif
dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga
tindak pidana omisi.
5. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak
pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung
lama/berlangsung terus.
6. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana
khusus.
7. Dilihat dari sudut subjeknya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (tindak
pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan tindak pidana propria (tindak pidana
yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu).
8. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduandalam hal penuntutan, maka dibedakan antara
tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.
9. Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara
tindak pidana bentukpokok, tindak pidana yang diperberat dan tindak pidana yang
diperingan.
10. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas
macamnya, sangat tergantungpada kepentingan hukum yang dilindungi dalam suatu
peraturan perundang-undangan
11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk mejadi suatu larangan,dibedakan antara tindak
pidana tunggal dan tindak pidana berangkai

Dikutip dari berbagai sumber


Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang
mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk :
           Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai        ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut,
           Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu     dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimanayang telah diancamkan,
           Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang    disangka telah melanggar larangan tersebut.

Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara istilah “pidana” dengan istilah “hukuman”.
Sudarto mengatakan bahwa istilah “hukuman” kadang-kadang digunakan untuk pergantian
perkataan “straft”, tetapi menurut beliau istilah “pidana” lebih baik daripada “hukuman.
Menurut Muladi dan Bardanawawi Arief “Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan
konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat
berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam
bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari dibidang pendidikan, moral, agama, dan
sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada
pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan cirri-ciri atau sifat-sifatnya
yang khas”. Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut dengan strafbaarfeit. Para
pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai
strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut
sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana,
peristiwa pidana, serta delik.

Pengertian Tindak Pidana menurut istilah adalah terjemahan paling umum untuk istilah
"strafbaar feit" dalam bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi
strafbaar feit. Pendapat beberapa ahli tentang Pengertian Tindak Pidana, yaitu :

Pengertian Tindak Pidana menurut Simons ialah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam
dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bertentangan dengan hukum pidana dan
dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.
Menurut Pompe, Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma (gangguan
terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan
oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.
Menurut Simons, Pengertian Tindak Pidana merupakan tindakan melanggar hukum pidana
yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang hukum pidana telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Menurut E.Utrecht, Pengertian Tindak Pidana dengan isilah peristiwa pidana yang sering juga
ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen positif) atau suatu
melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan
atau melalaikan itu).
Sementara itu, Moeljatno meyatakan bahwa Pengertian Tindak Pidana berarti perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap siapa saja yg melanggar larangan tersebut.
Perbuatan tersebut harus juga dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata pergaulan
yang dicita-citakan oleh masyarakat.
Van Hmamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari simons, tetapi menambahkan
adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana
menurut Van Hamael meliputi lima unsur, sebagai berikut :
1.        Diancam dengan pidana oleh hukum,
2.        Bertentangan dengan hukum,
3.        Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld),
4.        Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya,
5.        Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpukan bahwa Pengertian tindak pidana adalah
suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan
tersebut dilarang atau diperintahkan atau dibolehkan oleh undang-undang hukum pidana yang
diberi sanksi berupa sanksi pidana. Untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana
atau bukan tindak pidana ialah apakah perbuatan tersebut diberi sanksi pidana atau tidak diberi
sanksi pidana.

B.    UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA


Unsur formal meliputi :

 Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk
perbuatan dan dilakukan oleh manusia.
 Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah
ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim
tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan
pidana, maka tidak ada tindak pidana.
 Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman
yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.
 Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada
kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang
tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap
akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang
disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh
undang-undang.
 Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak
dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang
terletak dalam keadaan jiwanya.

Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-
benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi meskipun
perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum,
maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam
ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur
objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi :

 Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang
aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351
KUHP).
 Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau
delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP),
penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.
 Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum,
meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.

Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana


Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu memerlukan
hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar
kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP).
Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum.

 Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik yang
dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman
pidana diperberat, contohnya merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP)
diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan itu
mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun.
 Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya dengan sukarela masuk
tentara asing, padahal negara itu akan berperang dengan Indonesia, pelakunya hanya
dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP).

Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi :

 Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281
KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).
 Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334
KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.
 Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53
KUHP)
 Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP),
pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain
 Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam
membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP),
membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP).

C.    SYARAT MELAWAN HUKUM


Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar undang-
undang yang ditetapkan oleh hukum. Tidak semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan
hukum karena ada alasan pembenar, berdasarkan pasal 50, pasal 51 KUHP. Sifat dari melawan
hukum itu sendiri meliputi :
a.         Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.
b.        Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur dalam sebuah undang-
undang         tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat.
Perbuatan melawan hukum dapat dibedakan menjadi :

 Fungsi negatif yaitu mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat
menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan undang-
undang.
 Fungsi positif yaitu mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana
meskipun tidak dinyatakan diancam pidana dalam undang-undang, apabila bertentangan
dengan hukum atau aturan-aturan yang ada di luar undang-undang.

Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undang-undang secara tegas haruslah
dapat dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi positif untuk suatu
delik maka hal itu haruslah dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi
negative maka hal itu tidak perlu dibuktikan.

D.    KESALAHAN
Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus non facit reum
nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, maka pengertian tindak pidana
itu terpisah dengan yang dimaksud pertanggungjawaban tindak pidana.
Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan
suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana
sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan
perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan.
Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan
opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan
ini, maka apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau
biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua
unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.
Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan
kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukannya itu
dilakukan dengan sengaja, terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui atau biasa
disebut dengan willens en wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan
suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau haruslah
menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens atau haruslah mengetahui akibat
dari apa yang ia perbuat.
Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel maka dapat
dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu perbuatan
dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya
itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu.
Jika unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam kaitannya dengan unsur
kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil -karena memang maksud dan
kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materiil- maka pembuktian adanya unsur
kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu
dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta
tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan
kepadanya tersebut.
Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau
kelapaan atau culpayang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak
disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur
ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu
atau pelaku kurang berhati-hati.
Wilayah culpa ini terletak diantara sengaja dan kebetulan. Kelalaian ini dapat
didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu
menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang,
maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan sengaja namun pelaku dapat berbuat secara
lain sehingga tidak menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat
tidak melakukan perbuatan itu sama sekali.
Dalam culpa atau kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku mempunyai kesadaran
atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang
ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat
dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh
undang-undang.
Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada hubungan antara batin
pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada hubungan lahir yang
merupakan hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka
hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu.

E.     PERCOBAAN (POOGING)


Pada umumnya yang dimaksud dengan percobaan adalah suatu perbuatan dimana:

1. Ada perbuatan permulaan;


2. Perbuatan tersebut tidak selesai atau tujuan tidak tercapai;
3. Tidak selesainya perbuatan tersebut bukan karena kehendaknya sendiri
Sifat Percobaan, terdapat 2 pandangan:

1. Sebagai Strafausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang) sehingga,


percobaan tidak dipandang sebagai jenis atau bentuk delik yang berdiri sendiri (delictum
sui generis), tetapi dipandang sebgai bentuk delik tidak sempurna
(onvolkomendelictsvorm). Dianut: Hazewinkel‐Suringa, Oemar Seno Adji
2. Sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan).
Sehingga, percobaan dipandang sebagai delik yang sempurna (delictum sui generis)hanya
dalam bentuk yang istimewa. Dianut: Pompe, Muljatno

Percobaan adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan akan tetapi pada akhirnya
tidak ada atau belum berhasil. Percobaan atau poooging diatur dalam Bab IX Buku I KUHP
Pasal 53. Dalam KUHP Indonesia tidak dijumpai mengenai rumusan arti atau definisi
“percobaan”, yang dirumuskan hanyalah batasan mengenai kapan dikatakan ada percobaan untuk
melakukan kejahatan. Yang dapat dipidana, hanyalah percobaan terhadap kejahatan dan tidak
terhadap pelanggaran (pasal 54)
Sanksi untuk percobaan berbeda dengan delik yang sempurna. Yakni maksimum pidana
yang dijatuhkan terhadap kejahatan yang bersangkutan dikurangi 1/3.
Syarat‐syarat untuk dapat dipidananya percobaan adalah sebagai berikut:

 Niat;
 Adanya permulaan pelaksanaan;
 Pelaksanaan tidak selesai bukan semata‐mata karena kehendaknya sendiri;

Menurut Moeljatno berpendapat bahwa niat jangan disamakan dengan kesengajaan tetapi
niat secra potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabbbbla sudah di tunaikan menjadi
perbuatan yang dituju. Pengertiannya :

 Semua perbuatan yang diperlukan dalam kejahatan telah dilakukan tetapi akibat yang
dilarang tidak timbul
 Kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan
sifat batin yang memberi arah kepada percobaan.
 Oleh karena niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan kesengajaan maka isinya
niat jangan diambil dari sisi kejahatannya apabila kejahatan timbul untuk itu diperlukan
pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu jadi bahwa sudah ada sejak niat belum
ditunaikan.
 Harus ada permulaan pelaksanaan pasal 53, hal ini tidak dicantumkan: Permulaan
pelaksanaan.
 Menurut mut harus diartikan dengan permulaan pelaksanaan dengan kejahatan.

Jenis-jenis dalam percobaan terdiri atas :


1.        Percobaan selesai atau percobaan lengkap (violtooid poging)
Adalah suatu suatu percobaan apabla sipembuat telah melakukan kesengajaan untuk
menyelesikan suatu tindak pidana tetapi tdak terwujud bukan atas kehendaknya. Contoh :
seorang A menembak B tetapi meleset.
2.        Percobaan tertunda atau Percobaan terhenti atau tidak lengkap (tentarif poging)
Adalah suatu percobaan apabila tidak semua perbuatan pelaksanaan disyaratkan untuk selesainya
tindak pidana yang dilakukan tetapi karena satu atau dua yang dilakukan tidak selesai. Contoh :
A membidikan pistolnya ke B dan dihalangi oleh C
3.        Percobaan tidak mampu (endulig poging)
Adalah suatu percobaan yang sejak dimulai telah dapat dikatakan tidak mungkin untuk
menimbulkan tindak pidana selesai karena :
         Alat yang dipakai untuk melakukan tindak pidana adalah tidak mampu,
         Obyek tindak pidana adalah tidak mampu baik absolut maupun relative.
Oleh karena itu dikenal 4 bentuk percobaan tidak mampu :
         Percobaan tidak mampu yang mutlak karena alat yaitu suatu percobaan yang sama
sekali                   menimbulkan tindak pidana selesai karena alatnya sama sekali tidk dapat
dipakai.
         Percobaan mutlak karena obyek yaitu suatu percobaan yang tidak mungkin menimbulkan
tindak        pidana selesi kaena obyeknya sama sekali tidak mungkin menjadi obyek tindak
pidana.
         Percobaan relatif karena alat yaitu karena alatnya umumnya dapat dipai tetapi kenyataanya
tidak        dapat dipakai.
         Percobaan relatif karena obyek yaitu apabila subyeknya pada umumnya dapat menjadi obyek
tindak pidana tetapi tidak dapat menjadi obyek tindaka pidana yang bersangkutan.

4.        Percobaan yang dikualifikasikan


Yaitu untuk melakukan suatu tindak pidana tertentu tetapi tidak mempunyai hasil sebagaimana
yang dirahakan, melainkan perbuatannya menjadi delik hukum lain atau tersendiri.

F.     PENYERTAAN
Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana  terdapat dalam KUHP
yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa
antara yang menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan
sebagai pembuat tindak pidana.
Menurut Van Hamel dalam Lamintang mengemukakan ajaran mengenai penyertaan itu
adalah: “Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran
mengenai pertanggungjawaban dan pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana
suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh seseorang
secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih
dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis (intelektual) maupun secara material”.
Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2 (dua) pembagian
besar, yaitu:

1. Pembuat atau Dader


Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu berasal dari kata daad
yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal melakukan atau sebagai tindakan. Dalam ilmu
hukum pidana, tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu
tindak pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah membuat suatu tindak pidana, akan tetapi
yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak
pidana. Pembuat atau dadersebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari :

 Pelaku (pleger). Menurut Hazewinkel Suringa yang dimaksud dengan Pleger adalah
setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi semua unsur dari delik seperti
yang telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya
ketentuan pidana yang mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap
dapat dihukum.
 Yang menyuruhlakukan (doenpleger). Mengenai doenplagen atau menyuruh melakukan
dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di sebut sebagai seorang middelijjke
dader atau seorang mittelbare tater yang artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di
sebut pelaku tidak langsung oleh karena ia memang tidak secara langsung melakukan
sendiri tindak pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian
ada dua pihak, yaitu pembuat langsung atau manus ministra/auctor physicus), dan
pembuat tidak langsung atau manus domina/auctor intellectualis. Untuk adanya suatu
doenplagen seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, maka orang
yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu. Menurut
Simons, syarat-syarat tersebut antara lain:

1)        Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang              
ontoerekeningsvatbaar seperti yang tercantum dalam Pasal 44 KUHP.
2)        Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana mempunyai suatu kesalahpahaman   
mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan (dwaling).
3)        Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak mempunyai      
schuld, baik dolus maupun culpa ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet
seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut.
4)        Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk  
padahal unsur tersebut tidak disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai tindak
pidana.
5)        Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya di bawah      
pengaruh suatu overmacht atau di bawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap
paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan.
6)        Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah                 
melaksanakan suatu perintah jabatan padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang
atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu.
7)        Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu tidak mempunyai suatu               
hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu
sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.
      Yang turut serta (medepleger). Menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat
atau   turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta
tindak pidana adalah sama.
      Penganjur (uitlokker) adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu
tindak      pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang
secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau
keterangan.
2. Pembantu atau medeplichtige
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis, yaitu :
           Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan
dalam KUHP. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan ini mirip dengan turut serta
(medeplegen), namun perbedaannya terletak pada :
1)   Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu atau menunjang, sedang pada turut
serta merupakan perbuatan pelaksanaan.
2)   Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa diisyaratkan harus kerja
sama dan tidak bertujuan atau berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang
turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan
sendiri.
3)   Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta dalam
pelanggaran tetap dipidana.
4)   Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi 1/3
(sepertiga), sedangkan turut serta dipidana sama.
           Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan,
sarana atau keterangan. Pembantuan dalam rumusan ini mirip dengan penganjuran (uitlokking).
Perbedaannya pada niat atau kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel
sudah ada sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran,
kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.
Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan
pelaku, pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari
ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1) KUHP). Jika kejahatan diancam
dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun.
Namun ada beberapa catatan pengecualian :
1.      Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana :

 Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4) KUHP) dengan cara memberi
tempat untuk perampasan kemerdekaan,
 Membantu menggelapkan uang atau surat oleh pejabat (Pasal 415 KUHP),
 Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417 KUHP).

2.      Pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu dalam hal melakukan tindak pidana :

 Membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 ayat (3) KUHP).
 Dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349 KUHP).

G.    GABUNGAN TINDAK PDANA (SAMENLOOP)


Gabungan tindak pidana (samenloop van starfbare feiten) terdiri atas tiga macam gabungan
tindak pidana, yaitu :
1. Seorang dengan satu perbuatan melakukan beberapa tindak pidana, yang dalam ilmu
pengetahuan hukum dinamakan “ gabungan berupa satu perbuatan”  (eendaadsche
samenloop), diatur dalam pasal 163 KUHP.
2. Seorang melakukan     bebrapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana,
tetapi dengan    adanya hubungan antara satu sama lain, dianggap sebagai satu perbuatan
yang dilanjutkan (Voortgezette handeling), diatur dalam pasal 64 KUHP.
3. Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama lain, dan
yang masing-masing merupakan tindak pidana; hal tersebut dalam ilmu pengetahuan
hukum dinamakn “gabungan beberapa perbuatan “(meerdaadsche samenloop), diatur
dalam pasal 65 dan 66 KUHP.

Daftar Pustaka :
1.      Erdianto Efendi, 2011. HUKUM PIDANA INDONESIA Suatu Pengantar. Yang Menerbitkan
PT Refika Aditama: Bandung.
2.      Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta ,2002, hal 69
3.      Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 91
4.      Roni Wiyanto.2012. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia.Bandung.C.V.Mandar Maju.Halaman
160
5.      P.A.F. Lamintang,Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990, hlm. 594.
Tindak pidana penipuan dalam KUHP diatur pada Buku II tentang Kejahatan terhadap Harta
Kekayaan, yaitu berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda yang
dimilikinya.

Mengenai delik penipuan, KUHP mengaturnya secara luas dan terperinci dalam Buku II Bab
XXV dari Pasal 378 s/d Pasal 395 KUHP. Namun ketentuan mengenai delik genus penipuan
(tindak pidana pokoknya) terdapat dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau
pun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling larna 4 (empat) tahun”.

Berdasar bunyi Pasal 378 KUHP diatas, maka secara yuridis delik penipuan harus memenuhi
unsur-unsur pokok berupa :

Unsur Subyektif Delik berupa kesengajaan pelaku untuk menipu orang lain yang dirumuskan
dalam pasal undang-undang dengan kata-kata : “dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum”; dan

Unsur Obyektif Delik yang terdiri atas :

Unsur barang siapa;


Unsur menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut menyerahkan suatu benda / memberi
hutang / menghapuskan piutang; dan

Unsur cara menggerakkan orang lain yakni dengan memakai nama palsu / martabat atau sifat
palsu / tipu muslihat / rangkaian kebohongan.

Dengan demikian untuk dapat menyatakan seseorang sebagai pelaku kejahatan penipuan, Majelis
Hakim Pengadilan harus melakukan pemeriksaan dan membuktikan secara sah dan meyakinkan
apakah benar pada diri dan perbuatan orang tersebut telah terbukti unsur-unsur tindak pidana
penipuan baik unsure subyektif maupun unsure obyektifnya. Hal ini berarti, dalam konteks
pembuktian unsure subyektif misalnya, karena pengertian kesengajaan pelaku penipuan (opzet)
secara teori adalah mencakup makna willenenwitens (menghendaki dan atau mengetahui), maka
harus dapat dibuktikan bahwa terdakwa memang benar telah :

bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
“menghendaki” atau setidaknya “’mengetahui / menyadari” bahwa perbuatannya sejak semula
memang ditujukan untuk menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut menyerahkan suatu
benda / memberi hutang / menghapuskan piutang kepadanya (pelaku delik).

“mengetahui / menyadari” bahwa yang ia pergunakan untuk menggerakkan orang lain, sehingga
menyerahkan suatu benda / memberi hutang / menghapuskan piutang kepadanya itu adalah
dengan memakai nama palsu, martabat palsu atau sifat palsu, tipu muslihat atau rangkaian
kebohongan.

Unsur delik subyektif di atas, dalam praktek peradilan sesungguhnya tidak mudah untuk
ditemukan fakta hukumnya. Terlebih lagi jika antara “pelaku” dengan “korban”penipuan semula
memang meletakkan dasar tindakan hukumnya pada koridor suatu perjanjian murni. Oleh karena
itu, tidak bisa secara sederhana dinyatakan bahwa seseorang telah memenuhi unsure subyektif
delik penipuan ini hanya karena ia telah menyampaikan informasi bisnis prospektif kepada
seseorang kemudian orang tersebut tergerak ingin menyertakan modal dalam usaha bisnis
tersebut. Karena pengadilan tetap harus membuktikan bahwa ketika orang tersebut
menyampaikan informasi bisnis prospektif kepada orang lain tadi, harus ditemukan fakta hukum
pula bahwa ia sejak semula memang bermaksud agar orang yang diberi informasi tadi tergerak
menyerahkan benda / hartanya dans eterusnya, informasi bisnis tersebut adalah palsu / bohong
dan ia dengansemua itu memang bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Di samping itu, karena sifat / kualifikasi tindak pidana penipuan adalah merupakan delik formil –
materiel, maka secara yuridis teoritis juga diperlukan pembuktian bahwa korban penipuan dalam
menyerahkan suatu benda dan seterusnya kepada pelaku tersebut, haruslah benar-benar kausa
liteit (berhubungan dan disebabkan oleh cara-cara pelaku penipuan) sebagaimana ditentukan
dalam pasal 378 KUHP. Dan hal demikian ini tentu tidak sederhana dalam praktek pembuktian
di Pengadilan. Oleh karenanya pula realitas suatu kasus pun seharusnya tidak bisa secara
simplifistik (sederhana) ditarik dan dikualifikasikan sebagai kejahatan penipuan.
Berbicara mengenai pengertian tindak pidana penipuan haruslah diketahui terlebih dahulu
apa yang menjadi pengertian penipuan tersebut, di dalam KUHP buku ke II Titel XXV berjudul
“Bedrog” yang  berarti penipuan dalam arti luas, sedangkan pasal pertama dari title itu, yaitu
pada Pasal 378, mengenai tindak pidana oplichting yang berarti juga penipuan tetapi dalam arti
sempit. Penipuan dalam arti luas (bedrog) yang memuat tidak kurang dari 17 pasal (Pasal 379a -
379bis) yang merumuskan tindak-tindak pidana lain yang semuanya bersifat menipu (bedriegen).
Pemakaian bedrog juga mengatur sejumlah perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap
harta benda, dalam mana oleh si pelaku telah dipergunakan perbuatan-perbuatan yang bersifat
menipu atau dipergunakan tipu muslihat.

Pengertian dari Penipuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dari kata dasar
penipuan yaitu tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan
sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Sedangkan
penipuan adalah proses, perbuatan, cara menipu.[1]
Seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan mengatakan yang tidak sebenarnya
kepada orang lain tentang suatu  berita, kejadian, pesan dan lain-lain yang dengan maksud-
maksud tertentu yang ingin dicapainya adalah suatu tindakan penipuan atau seseorang yang
melakukan tindakan-tindakan yang bersifat menipu untuk memberikan kesan bahwa sesuatu itu
benar dan tidak palsu, untuk kemudian mendapat kepercayaan dari orang lain.
Tindak pidana penipuan sangatlah sering terjadi di lingkungan masyarakat, untuk
memenuhi kebutuhan atau keuntungan seseorang dapat melakukan suatu tindak pidana penipuan.
Di Indonesia seringnya terjadi tindak pidana penipuan dikarenakan banyak Faktor-faktor yang
mendukung terjadinya suatu tindakan penipuan, misalnya karena kemajuan teknologi sehingga
dengan mudah melakukan tindakan penipuan, keadaan ekonomi yang kurang sehingga memaksa
seseorang untuk melakukan penipuan, terlibat suatu utang dan lain sebagainya.
Kejahatan penipuan di dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 378 KUHP yang
berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang atau sesuatu
kepadanya, atau memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam dengan  pidana penjara
paling lama empat tahun “

Sifat dari tindak pidana penipuan adalah dengan maksud menguntungkan diri sandiri atau
orang lain secara melawan hukum, menggerakan orang lain untuk menyerahkan atau berbuat
sesuatu dengan mempergunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan secara linitatif di
dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan untuk mengetahui sesuatu upaya
yang dipergunakan oleh si pelaku itu dapat menimbulkan perbuatan penipuan atau tindak pidana
penipuan, haruslah diselidiki apakah orang yang melakukan atau pelaku tersebut mengetahui
bahwa upaya yang dilakukannya bertentangan dengan kebenaran atau tidak.
Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana penipuan biasanya melakukan beberapa
cara-cara antara lain dengan pelayanan, suatu contoh perolehan pelayanan melalui penipuan
misalanya dalam konteks komputer adalah apabila seseorang menggunakan tanpa hak sebuah
sistem yang biasanya harus membayar seperti Prestel, persoalan tentang siapa yang yang telah
ditipu masih tetap ada, tetapi apabila seseorang telah menipu orang lain dengan cara mengatakan
bahwa ia memiliki izin sah untuk menggunakan terminal yang biasanya dipakai untuk akses ke
dalam sistem, maka tindak pidana itu telah dilakukan sesuai dengan apa yang diatur dalam
saction 1 Theft Act 1978.
Perbuatan penipuan dalam pengertian bahwa seseorang telah berkata bohong atau dengan
tipu muslihat untuk mendapatkan suatu keuntungan dan telah merugikan orang lain secara
melawan hukum maka ia telah melakukan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 378 tentang Tindak Pidana Penipuan. Menurut Brigjen.
Drs. H. A. K. Moch.Anwar, S.H. dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus bahwa tindak
pidana penipuan atau penipuan adalah “membujuk orang lain dengan tipu muslihat, rangkaian
kata-kata bohong, nama palsu, keadaan palsu agar memberikan sesuatu” serta unsus-unsur dari
tindak pidana penipuan yang dibagi menjadi dua yaitu unsur objektif dan subjektif.
A. Penuntutan Tindak Pidana Penipuan

Anda mungkin juga menyukai