Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum-hukum Menurut Sumber

Ø Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan yang
ditujukan bagi warga di dalam suatu negara dan bentuknya tertulis.

Legislasi atau Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh


badan legislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang
disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai
otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum,
untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya
anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota
legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau
mungkin juga ditolak.
Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang
berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk
membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan
badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan
badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah
ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.

Ø Hukum kebiasaan(Adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan kebiasaan(adat) yang
terdapat pada daerah-daerah tertentu dan bentuknya tidak tertulis.
Supaya hukum kebiasaan ditaati ada 2 syarat yaitu :
1. Suatu perbuatan yang tetap dilakukan orang.
2. Keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupakan kewajiban.

Kekurangan Hukum kebiasaan :


1. Tidak tertulis layaknya undang-undang sehingga sangat sulit untuk merumuskan dan
menggantinya.
2. Tidak adanya kepastian hukum sehingga kadangkala malah menyulitkan karena kebiasaan di
satu daerah dengan daerah lainnya berbeda.Dengan kata lain hukum kebiasaan memiliki sifat
yang beraneka raga.

Persamaan antara Undang- Undang dan Hukum Kebiasaan adalah :


· Kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat dalam masyarakat.
· Kedua-duanya perumusan kesadaran hukum suatu bangsa.
Sedangkan Perbedaan antara Undang-Undang dan Hukum Kebiasaan adalah :
· Undang –Undang merupakan keputusan pemerintah yang dibebankan kepada subyek hukum.
Sedangkan Hukum kebiasaan merupakan peraturan yang muncul dari pergaulan di dalam
masyarakat.
· Undang-Undang lebih menjamin adanya kepastian hukum. Sedangkan hukum kebiasaan
seringkali dijadikan sebagai pelengkap dari undang-undang.

Ø Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian yang
telah disetujui oleh negara-negara yang mengikuti perjanjian(traktat)

Traktat atau perjanjian yang secara prosedural harus disampaikan pada DPR sebelum diratifikasi
adalah perjanjian yang mengandung materi sebagai berikut:
1. Soal-soal politik atau persoalan yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri:
perjanjian perbatasan wilayah (traktat bilateral Indonesia-Papua Nugini mengenai batas wilayah)
, perjanjian persahabatan.
2. Ikatan yang mempengaruhi haluan politik luar negeri seperti perjanjian ekonomi dan teknis
pinjaman uang.
3. Persoalan yang menurut sistem perundang-undangan harus diatur dengan Undang-Undang:
kewarganegaraan dan soal kehakiman.
4. Adapun perjanjian yang lazim disebut agreement adalah perjanjian yang mengandung materi
lain cukup disampaikan pada DPR sebatas untuk diketahui setelah diratifikasi oleh Presiden

Ketika sebuah perjanjian telah diratifikasi maka berlakulah apa yang dinamakan “pakta
Servada” artinya perjanjian mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Persoalannya
apakah traktat itu secara langsung mengikat seluruh warga negara? Pendapat pertama, traktat
tidak dapat secara langsung mengikat penduduk di suatu wilayah negara. Agar traktat dapat
mengikat seluruh warga negara maka traktat harus terlebih dahulu dituangkan dalam hukum
nasional. Pendapat yang dikemukakan Laband dan Telders (ahli Hukum Belanda) ini dinamakan
teori inkorporasi. Adapun pendapat kedua, traktat mengikat secara langsung penduduk di
wilayah negara yang meratifikasi suatu perjanjian. Pendapat ini dianut oleh van Volenhoven,
Hamaker dan dianut oleh Kerajaan Belanda pada tahun 1906. Teori ini mengakui “Primat hukum
antarnegara” yaitu mengakui hukum antarnegara lebih tinggi derajatnya dari hukum Nasional.

Proses Pembuatan traktat:


1. Perundingan isi perjanjian oleh para utusan pihak-pihak yang bersangkutan, hasil perundingan
ini dinamakan konsep traktat (sluitings-oorkonde). Sidang perundingan biasanya melalui forum
konferensi, kongres, muktamar, atu sidang-sidang lainnya.
2. Persetujuan masing-masing parlemen bagi negara yang memerlukan persetujuan dari parlemen.
3. Ratifikasi atau pengesahan oleh kepala negara, Raja, Presiden, atau Perdana Menteri dan
diundangkan dalam lembaran negara.
4. Pertukaran piagam antar pihak yang mengadakan perjanjian, atau jika itu perjanjian
multilateral piagam diarsip oleh salah satu negara berdasarkan kesepakatan atau diarsip di
markas besar PBB.
Ø Hukum Jurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.

Yurisprudensi lahir karena adanya peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak
jelaspengertiannya, sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara.
Yurisprudensi palingterkenal, yang kerap dijadikan contoh adalah yurisprudensi mengenai
pencurian arus listrik. Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan
melaksanakan berbagai macam penafsiran, misalnya:
a. Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata.
b. Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-undang.
c. Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang
terdapat dalam undang-undang.
d. Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan undang
undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
e. Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang
itu sendiri.

B. Hukum-hukum Menurut Bentuk

1. Hukum tertulis
Hukum tertulis adalah hukum yang telah ditulis dan di cantumkan dalam peraturan
perundang-undangan Negara baik yang dikodifikasi ataupun yang tidak dikodifikasi.

Contoh hukum Tertulis : hukum perdata tertulis dalam KUH Perdata, hukum pidana dituliskan
dalam KUHPidana.

Hukum tertulis yang dikodifikasikan maksudnya yaitu hukum tata Negara yang sudah
dubukukan pada lembaran Negara dan sudah diumumkan/ di undangkan. Jika hukum tersebut
dikodifikasikan maka kelebihannya yaitu adanya kepastian hukum, adanya kekuasaan hukum
dan adanya penyederhanaan hukum. Sedangkan Kekurangannya yaitu bergeraknya hukum
menjadi lambat tidak mampu dengan cepat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju. Untuk
Hukum yang tidak dikodifikasi sebaliknya.

Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan yaitu KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana). Contoh hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu PP (Peraturan Pemerintah), UU
(Undang-Undang), Kepres (Keputusan Presiden).

Hukum tertulis juga bisa diartikan sebagai sebuah ketentuan atau kaidah tentang aturan yang
dituangkan dalam bentuk formal yang tersusun secara sistematis. Hukum yang dapat menjadi
pedoman dan peringatan kepada masyarakat secara langsung.

2. Hukum tidak tertulis


Hukum sebagai sebuah aturan memiliki berbagai sumber. Menurut Kansil sumber hukum ada 4
yaitu:
1. Undang-undang
2. Kebiasaan
3. Yurisprudensi
4. Ilmu pengetahuan

Menurut Kansil hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan
masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti perundang-undangan. Melihat
definisi tersebut hukum data diketegorikan sebagai hukum tak tertulis. Karena hukum adat tidak
mengenal kodifikasi terhadap aturan hukum. Hukum yang tak tertulis dapat terbentuk dari pola-
pola tingkah laku (kebiasaan) masyarakat.

Di dalam melakukan inventarisasi hukum , yang perlu kita pahami adalah terdapat tiga konsep
pokok mengenai hukum, yaitu :
a. Hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau
oleh pejabat negara yang berwenang.
b. Hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri (norma
tidak tertulis).
c. Hukum identik dengan keputusan hakim (termsuk juga) keputusan-keputusan kepala adat.

Mencoba menggaris bawahi terhadap poin kedua di atas bahwa hukum sebagai cerminan
kehidupan masyarakat. Memang benar hal yang demikian. Alngkah baiknya kita tidak
menggunakan sudut pandang legisme-positivisme yang hanya menganggap aturan hukum
berasal dari undang-undang belaka.

Senada dengan hal tersebut di atas, Soetandyo mengkonsepsikan tiga konsepsi utama tentang
hukum yaitu :
1. Konsepsi kaum legis-positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma-norma
tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang.
2. Konsepsi yang justru menekankan arti pentingnya norma-norma hukum tak tertulis untuk
disebut sebagai (norma) hukum. Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini
secara de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat, maka norma-norma itu
harus dipandang sebagai hukum.
3. Konsepsi yang menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya dengan keputusan-keputusan
hakim.
4. Pada dasarnya hukum merupakan sebuah norma dan terbentuk akibat adnya aktivitas dan
kegiatan manusia.

Hukum adat lahir dari segala kebiasaan baik. Berbeda dengan tradisi yang juga berasal
dari suatu yang kurang baik. Karena adat lahir dari kebiasaan yang baik maka hukum adat ditaati
oleh masyarakat. Bagaimanapun kesadaran masyarakat akan pemenuhan keadilan akan
terpenuhi. Jika dibandingkan dengan Undang-undang yang sangat kaku dan cenderung manjadi
belenggu bagi masyarakat.

C. Hukum-hukum Menurut Tempat Berlaku

1. Hukum nasional
Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-
prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara, dan oleh
karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum
Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-
Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang
merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah Nusantara.

2. Hukum internasional
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas
berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur
dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan
individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau
hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan
antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum
Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan
perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara
para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.
Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan
bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya
(obyeknya).

3. Hukum asing
Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di Negara lain/ Negara asing/ diluar wilayah.
Pada umumnya hukum asing itu lebih mengarah pada proses hukum maupun aturan hukum dari
suatu Negara lain. Hukum asing akan berlaku apabila dalam suatu Negara belum terdapt
ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu hal, maka Negara tersebut akan menggunakan/
memberlakukan hukum asing untuk referensi. Biasanya hukum asing lebih condong kepada
masalah yang sifatnya internasional. Misalnya Hukum Internasional, Hukum Perdata
Internasional dan lain-lain. Hukum-hukum yang mengatur badan hukum asing di Indonesia
contohnya yaitu hukum bisnis.
4. Hukum lokal
Hukum lokal adalah hukum yang berlaku di suatu daerah atau wilayah tertentu. Hukum
bentuk ini berlaku lpada tataran lokal atau daerah dalam kondisi ini baik hukum tertulis maupun
tidak tertulis bisa di jalankan.contah hukum lokal seperti peraturan yang di keluarka pemerintah
daerah tentang pelarangan menebang hutan yang berlebihan.

D. Hukum-hukum Menurut Waktu Berlaku

1. Hukum positif (Ius Constitutum)


Ius Constitutum (Hukum Positif) adalah Peraturan hukum yang berlaku pada saat ini/
sekarang untuk masyarakat dari dalam suatu daerah tertentu. Ius Constitutum merupakan hukum
yang berlaku untuk suatu masyarakat dalam suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Contoh :
Perda.
Objek yang diatur di dalam hukum positif/ Ius Constitutum adalah sekaligus subjek/ pelaku. Ini
berakibat penting untuk metode keilmuannya serta kualitas hukum/ penjelasan mengenai sebab
akibat hukum. Yang menjadi objek ilmu hukum positif berbeda dengan hukum ilmu pasti/ ilmu
alam. Hukum positif sebagai sebuah perangkat kaidah untuk manusia masyarakat, ia diatur oleh
metode keilmuan Humanities/ Humaniora, bukan diatur oleh metode keilmuan ilmu pasti-alam.
Hukum postif hukum yang mengatur perilaku manusia yang merupakanbukan benda mati
tetapi makhluk hidup yang memiliki pikiran serta kemampuan membedakan hal yang baik dan
hal yang buruk (Etika). Hukum positif/ Ius Constitutum jika di kaitkan dengan etika maka juga
berhubungan dengan moral. Maksudnya bahwa hukum positif juga memiliki hubungan yang erat
dengan moral dan norma yang ada dalam masyarakat.

2. Hukum negative (Ius Constituendum)


Ius Constituendum adalah peraturan hukum yang diharapkan berlaku pada masa
mendatang. Ius constituendum merupakan sebuah abstraksi dari fakta bahwa sebenarnya segala
sesuatu adalah sebuah proses perkembangan, Maksudnya yaitu sebuah gejala yang ada sekarang
akan musnah di masa mendatang, Oleh sebab itu diganti maka dilanjutkan oleh gejala yang
awalnya dicita – citakan. Akan tetapi, tidak jarang terjadi bahwa sulit ditentukannya batas–batas
yang mutlak dari proses perkembangan tersebut.

3. Hukum asasi
Hukum Asasi (Hukum Alam) yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala
waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan
berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Menurut Sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
b. Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan
(adat).
c. Hukum Traktat yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian
antara neagara (traktat).
d. Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim
2. Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam:
a). Hukum tertulis, hukum ini dapat pula merupakan:
yaitu segala kaidah yang menjadi patokan manusia untuk bersikap tindak, misalnys tidak
boleh membunuh, harus melunasi hutang dan lain sebagainya
b). Hukum tak tertulis:
Adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis
namun berlakunya seperti suatu peraturan perundang (disebut juga hukum kebiasaan).
3. Menurut tempat berlakunya, dapat dibagi menjadi:
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
d. Hukum gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja.
4. Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
a. Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat
tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius constituendum. Yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
c. Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan
untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk
selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.

DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T., 2002. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Jakarta : Balai pustaka.
Syarifin, Pipin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sanusi, Achnad. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Bandung : Transito.

Anda mungkin juga menyukai