Anda di halaman 1dari 134

Nama

NIM
Tugas
Judul

:
:
:
:

Rizky Wiyanda Putra


201410110311104
Ke 1
Pengantar

1. Hubungan Antara PHI dan PIH1


Hubungan antara PIH dan PHI ;
Pengantar Ilmu Hukum mendukung atau menunjang kepada setiap orang yang
akan mempelajari hukum postif Indonesia (Tata Hukum Indonesia).
Pengantar Ilmu Hukum menjadi dasar dari Pengantar Hukum Indonesia, yang
berarti bahwa, untuk mempelajari Pengantar Hukum Indonesia (Tata Hukum
Indonesia) harus belajar Pengantar Ilmu Hukum terlebih dahulu karena pengertianpengertian dasar yang berhubungan dengan hukum diberikan di dalam Pengantar
Ilmu Hukum. Sebaliknya pokok-pokok bahasan Pengantar Hukum indonesia
merupakan contoh kongkrit apa yang dibahas di dalan Pengantar Ilmu Hukum.2
Ada pun perbedaan dan persamaan antara Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar
Hukum Indonesia
Perbedaan :
Segi objyeknya : Pengantar Hukum Indonesia berobyek pada hukum yang sedang
berlaku di masa sekarang, sedangkan obyek Pengantar Ilmu Hukum aturan tentang
hukum pada umumnya tidak terbatas pada aturan hukum yang berlaku pada suatu
tempat dan waktu tertentu.3
Persamaan :
Baik PIH maupun PHI sama sama merupakan mata kuliah dasar keduanya
merupakan mata kuliah yang mempelajari hukum.
PIH mendukung atau menunjang kepada setiap orang yang akn mempelajari
hukum positif indonesia ( tata hukum indonesia ).
PIH menjadi dasar dari PHI yang berarti bahwa untuk mempelajari hukum positif
indonesia atau tata hukum indonesia harus belajar PIH terlebih dahulu.4
Fungsi dasar yaitu :
Sebagai ilmu yang mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar hukum di
Indonesia bagi para calon sarjana hukum yang menuntut ilmu di Indonesia yang
penting bagi mereka untuk memahami pengetahuan dan pengertian tentang
hukum ditingkat pendidikan yang lebih tinggi.
1 Gunawan Agustian, Pengantar Ilmu Hukum,
http://gunawanagustian92.wordpress.com Access 22 September 2014
2 Tia,
Pengantar
September 2014

Hukum

Indonesia,

http://tia.wordpress.com

22

3 SunandarPriatma. Pengantar Hukum Indonesia. http://priatma87.wordpress.com, 22


september 2014
4 Arifhidayat. Hubungan antara PHI dan PIH, http://arif11200.blogspot.com, 22
september 2014

Mengantar setiap orang yang akan mempelajari hukum yang sedang berlaku di
Indonesia (hukum positif).
2. Ruang Lingkup PHI5
Pengantar Ilmu Hukum merupakan terjemahan dari mata kuliah inleiding tot de
recht sweetenschap yang diberikan di Recht School (RHS) atau sekolah tinggi
hukum Batavia di jaman Hindia Belanda yang didirikan 1924 di Batavia (Jakarta).
Istilah itu sama dengan yang terdapat dalam undang-undang perguruan tinggi
Negeri Belanda Hoger Onderwijswet 1920. Di zaman kemerdekaan pertama kali
menggunakan istilah Pengantar Ilmu Hukum adalah perguruan tinggi Gajah
Mada yang didirikan di Yogyakarta 13 Maret 1946.
3. Kualifikasi Hukum
a. Berdasarkan Sifatnya6
Hukum mempunyai sifat memaksa, artinya dalam keadaan apapun
keterkaitan hukum tidak dapat disimpangi. Barang siapa telah melakukan
pelanggaran hukum, harus mempertanggung jawabkan perbuatannya; kecuali
ditentukan oleh ketentuan hukum. Hukum yang bersifat mengatur. Adalah
hukum yang dapat dikesampingkan jika pihak-pihak menghendakinya.
b. Berdasarkan Fungsinya7
a. Hukum yang menjamin kepastian hukum
b. Hukum yang menjamin keadilan sosial
c. Hukum yang berfungsi pengayoman
c. Berdasarkan Isinya8
Isi hukum dapat digolongkan menjadi 2 jenis pembagian hukum yaitu :
1. Hukum publik, yaitu aturan hukum yang mengatur kepentingan umum.
Contohnya adalah:
Negara dengan orang, dalam hal ini misalnya : Hukum pidana
Negara dengan alat-alat perlengkapannya, yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Provinsi,
kabupaten/Kota, kecamatan diberbagai daerah di Indonesia.
Negara yang satu dengan yang lain, hal itu diatur dalam hukum antar
negara (hukum internasional)
Hukum yang memuat peraturan-peraturan mengenai segal tugas
kewajiban para pejabat negara.
5 Ratry Diana, Pengantar Hukum Indonesia, http://ratrydi.blogspot.com access 22
September 2014
6 Rere rizzank, Pengantar Hukum Indonesia, dalam http://rererizzank.wordpress.com
access 22 September 2014
7 Calvin deeds, klasifikasi hukum, dalam http://calvindeeds.blogspot.com access 22
September 2014
8 Deni Indrayana, kualifikasi Hukum, dalam http://deniindra.blogspot.com access 22
September 2014

2. Hukum privat atau hukum sipil, yaitu aturan hukum yang mengatur
kepentingan perseorangan atau dengan dikatakan sebagai aturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang
lainnya.
1. Hukum privat meliputi :
o Hukum perdata
o Hukum dagang
o Hukum perdata
o Hukum perdata internasional
2.
o
o
o
o
o

Hukum publik meliputi :


Hukum tata negara
Hukum administrasi negara
Hukum pidana
Hukum acara pidana
Hukum pidana internasional

d. Berdasarkan Waktu Berlakunya


e. Ius Constitutum, hukum yang telah ditetapkan atau hukum yang berlaku
sekarang atau disebut hukum positif.
f. Ius Constituendum, hukum yang akan dating atau hukum yang dicitacitakan
g. Hukum Asasi (Hukum), yaitu hukum yang berlaku di dalam segala waktu
dan tempat di belahan dunia. Hukum tersebut berlaku untuk masa yang
tidak dapat ditentukan dan tidak mengenal batas waktu terhadap siapapun
diseluruh dunia.9
h. Berdasarkan daya kerjanya
Hukum Nasional, Hukum Internasional, dan Hukum Asing. Hukum
nasional adalah hukum yang hanya berlaku dalam wilayah negara tertentu.
Bagi seorang warga negara hukum tanah airnya merupakan hukum nasional.
Hukum ini biasanya bersumber dari yurisprudensi, dokrin, dan sebagainya.
Hukum internasional merupakan hukum yang berlaku diwilayah berbagai
negara hukum ini terjadi karena adanya perjanjian-perjanjian antara negara
demi terpenuhnya hak dan kewajiban serta rasa adil bagi warga negara.
Sedangkan hukum asing hanya berlaku dinegara lain.10
Hukum bersifat Memaksa adalah hukum yang dalamkeadaan
bagaimanapun juga harus dan mempunyai kekuasaan mutlak.Sifat ini
biasanya diterapkan dalam hukum pidana.Hukum ini mempengaruhi setiap
orang karena dalam praktiknya hukum ini menimbulkan korban atau pihak
yang dirugikan.Misalnya dalam kehidupan sehari hari seorang yang
melakukun kejahatan pasti akan mendapat sanksi berupa hukuman.Hukum
bersifat Mengatur adalah hukum yang keberadaannya dikesampingkan apabila
pihak pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam bentuk
perjanjian.Hukum ini biasanya diterapkan pada hukum perdata.Karena hukum
ini pada dasarnya dibuat oleh pihak pihak yang berurusan saja.atau sebelum
9 Gusti,
September

Pengantar
2014

Hukum,

http://gusti_ph.wordpress.com,

22

10 Ibid

terjadi hukum ini memeng secara sengaju hubungan misalnya berupa


perjanjian itu dibuat,misalnya perjanjian jual beli.11
i. Berdasarkan wujudnya12
Menurut bentuknya hukum, itu dapat dibagi menjadi 2 antara lain :
1. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Mengenai hukum tertulis ini juga dapat pula
menyangkut hukum yang dikondifikasi adalah aturan hukum yang sudah
dilakukan pembukuan terhadap jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab
undang-undang secara sistematis dan lengkap.
-

Adapun hukum tertulis yang telah dikodifikasi adalah :


KUH Pidana
KUH Pidana
KUH dagang

2. Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan
masyrakat, tetapi tidak tertulis berlakunya ditaati seperti peraturan
perundang-undangan, atau yang sering dikenal dengan hukum kebiasaan.
Biasanya hukum kebiasaan yang hidup dalam masyarakat berbentuk adat
istiadat atau tradisi
Nama : Rizky Wiyanda Putra
NIM : 201410110311104
Tugas : Ke 2
Judul : Sejarah Hukum Indonesia
Sebelum mempelajari tentang Sejarah Hukum Indonesia, akan lebih baik jika
kita mengetahui arti atau makna dari Sejarah dan Hukum.
SEJARAH
Sejarah dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benarbenar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama
bagi raja-raja yang memerintah. Ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan
untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. 13
HUKUM
Hukum adalah system yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan
dalam bidang politik, ekonomi, dan masyarakat dalam berbagai cara dan
bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan social antar masyarakat
terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan
cara Negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan
memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan dimana mereka akan
dipilih. Administrative hukum digunakan untuk meninjau kembali pkeputusan
dari pemerintah, sementara hukum internasionql mengatur persoalan antara
berdaulat Negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingk ungan
11 Ibid
12 Deni Indrayana, Op.cit
13 Kelompok 1 kelas c ilmu hukum fakultas ilmu hukum upn veteran, Sejarah Hukum
Indonesia http://elearning.upnjatim.ac.id acces 24 September 2014

peraturan/tindakan militer. 14
Hukum di Indonesia merupakan gabungan dari beberapa sistem yaitu sistem
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.15 Sebagian besar sistem yang dianut
ialah hukum Eropa kontinental baik pada hukum perdata maupun hukum pidana.
Namun pada bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan, hukum yang digunakan
ialah Hukum Agama, Hal ini salah satunya di karena sebagian besar masyarakat
Indonesia menganut agama islam. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada
di wilayah Nusantara.
Proses meneruskan bentuk sisa-sisa tertib hukum masa lalu di Indonesia
hingga saat ini sangat sulit dihindari karena lebih dari satu abad Indonesia disebut
Nederlandsch-Indi (Hindia Belanda). Sistem hukum Eropa khususnya Belanda yang
bermula pada tradisi-tradisi hukum Indo-Jerman dan Romawi-Kristiani, dan lewat
berbagai revolusi, mulai dari Papal Revolution hingga Revolusi kaum borjuis-liberal
di Perancis pada akhir abad 19. Sejalan dengan alur sejarah hukum Hindia Belanda
yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di masa VOC, Daendels,
dan Raffles, berbagai perbaikan penting diperkenalkan sesudah tahun 1848. Dalam
pengungkapan sejarah tata hukum dan politik hukum Indonesia sejak jaman
perjuangan sampai jaman kemerdekaan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa fase,
yaitu : (1) fase kolonial; (2) fase pasca kolonial; dan (3) fase demokrasi terpimpin
sampe orde baru.
PEMBAHASAN
A.
Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode
VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.
Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1 Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2 Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3 Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang
Eropa.16
B.
Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya
disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang
tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri
jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum
pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan
dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap
eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan
yang bebas.17
14 Ibid
15 Ibid
16 Rahma zantiia, Sejarah Hukum Indonesia, http://rahmizantiaa.blogspot.com access 24
September 2014

17 Ibid

Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini,


walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi
oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan
pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang
berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.18
C.

1.
2.
3.
4.
5.

1.
2.

1.
2.
1.
2.
3.
4.
5.

Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang


Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakankebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum
adalah:
Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum
Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi
Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi
Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian
hukum.19
Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda
mewariskan:
Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga
peradilan
Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur
Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.20
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh
peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer
Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda
dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi:
Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan
yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina
Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana
yang berlaku.21
Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan
Unifikasi kejaksaan
Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan
Pembentukan lembaga pendidikan hukum
Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum
dengan orang-orang pribumi.22
B. Periode pasca Kolonial
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia memiliki dua tradisi hukum yang
18 Ibid
19 Hukum-on, Sejarah Hukum Indonesia, http://hukum-on.blogspot.com access 24
September 2014
20 Rahma zantiia op.cit
21 Ibid
22 Ibid

masing-masing terbuka untuk dipilih, yaitu sistem hukum kolonial dengan segala
seluk beluknya serta sistem hukum rakyat dengan segala keanekaragamannya. Pada
dasarnya dan pada awalnya pemuka-pemuka nasional mencoba membangun hukum
Indonesia dengan mencoba sedapat-dapatnya melepaskan diri dari ide-ide hukum
kolonial yang tidak mudah. Inilah periode awal dengan keyakinan bahwa substansi
hukum rakyat yang selama ini terjajah akan dapat diangkat dan dikembangkan secara
penuh menjadi substansi hukum nasional. Akan tetapi dalam kenyataannya berakhir
dengan pengakuan bahwa proses realisasinya ternyata tidak sesederhana modelmodel strategiknya dalam doktrin.7 Menurut Lev, para advokat Indonesia ketika itu
dan juga sejumlah besar cendekiawan lainnya menginginkan negara yang terutama
bersistem hukum corak Eropa yang berlaku di masa kolonial. Hal itu agaknya terjadi
karena berbagai kesulitan yang diduga oleh Soetandyo telah timbul bukan hanya
karena keragaman hukum rakyat yang umumnya tak terumus secara eksplisit itu,
akan tetapi juga karena sistem pengelolaannya sebagai suatu tata hukum yang modern
(melihat tata organisasi, prosedur-prosedur, dan asas-asas doktrinal pengadaan dan
penegakannya, serta pula rofesionalisasi penyelenggaraannya) telah terlanjur tercipta
sepenuhnya sebagai warisan kolonial yang tak akan mudah dirombak atau digantikan
begitu saja dalam waktu singkat.23
C. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a. Periode Demokrasi Terpimpin


Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat
berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin
pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah
lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon
beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk
melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU
No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa
kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti
mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.24
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru
justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di
bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU
Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang
memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU
Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde
baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif;
2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk
dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional. 25
D. Periode Pasca Orde Baru (1998 Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi
23 Dwi s nugraha, Sejarah Hukum Indonesia, http://advokat.blogger.co.id acces 24
september 2014
24 Sistem pemerintahan,Sejarah Hukum Indonesia,http://sistempemerintahanindonesia.blogspot.com acces 24 September 2014
25 Ibid

empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan


negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem
politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan
3)
Pembaruan
sistem
ekonomi.
26

Nama: Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : Ke 3
Judul : Sumber Hukum dan Tertib Hukum
A. Pengertian Sumber Hukum
Secara etimologis, yang dimaksud dengan sumber adalah tempat dimana
ditempat tersebut dapat ditemukan sesuatu, jadi sumber hukum itu sendiri adalah
26 Ibid

tempat dimana kita dapat menemukan sebuah hukum, baik hukum adat ataupun
hukum yang tertulis/legal, hukum yang dimaksud disini adalah hukum yang
mempunyai kekuatan/wewenang untuk mengatur dan memiliki sifat yang memaksa
agar hukum tersebut ditaati oleh siapapun yang berada diwilayah berlakunya hukum
tersebut. Hukum yang demikian akan dilengkapi dengan sanksi untuk setiap
pelanggaran yang dilakukan oleh siappaun yang berada diwilayah hukum tersebut.
Sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sumber hukum materiil dan
sumber hukum formal. 27
B. Bentuk-Bentuk Sumber Hukum
a. Sumber Hukum Materiil28
Materi sama dengan isi, jadi sumber hukum materiil adalah sumber dimana
keberadaanya beserta isinya akan menentukan isi hukum. Dalam artian kongkret
sumber hukum materiil berupa tindakan manusia yang dianggap sesuai dengan apa
yang seharusnya dilakukan, jadi lebih bersifat normative. Untuk menentukan isi
hukum agar dapat benar-benar dapat menjadi kaidah, ditentukan oleh beberapa hal,
yaitu :
1. Oleh keyakinan individu/kelompok
2. Fakta kongkret yang terjadi dimasyarakat
3. Keyakinan individu akan memunculkan berbagai idea/pendapat tentang apa yang
harus di.muat dalam hukum tersebut.Demikian juga dengan keyakinan
kelompok,akan menciptakan suatu opini publik bahkan pendapat olektif tentang
muatan-muatan hukum yang dikehendaki.Dalam prektik kemasyarakatan,baik
pendapat seseorang maupun pendapat kelompok masyarakat,mempunyai
kekuatan/pengaruh dalam menentukan isi hukum.Fakta-fakta atau berbagai
kejadian merupakan sumber dari pembentukan suatu hukum tersebut.Dengan
sering terjadi peristiwa di mayarakat,pada akhirnya perlu diciptakan hukum yang
akan mengatur peristiwa tersebut.
4. Untuk menentukan isi hukum,sangat dipenagruhi oleh latar belakang disiplin ilmu
dan perbedaan sudut pandang seseorang. Adanya kaidah/norma yang mendapat
kualifikasi sebagai hukum,ditentukan oleh pendapat masyarakat (opini) atau
pendapat kolektif,serta kejadian/peristiwa yang yang timbul ditengah pergaulan
manusia.Hal-hal tersebut akan mempengaruhi bagaiman seseorang harus bersikap
atau bertingkah bertingkah laku.Dan ini,secara evolutif akan berubah menjadi
petunjuk hidup.Inilah yang disebut sebagai sumber hukum materiil.Sedangkan
yang kedua,adanya usaha pembakuan secara formal terhadap berbagai petunjuk
hidup tersebut.Inilah yang disebut dengan sumber hukum formal.Menurut ahli
hukum,muatan hukum selain ditentukan oleh serangkain kaidah yang masih
berupa pedoman bertingkah laku,juga ditentukan oleh bentuk-bentuk hukum
(form) yang digunakan untuk membakukan berlakunya hukum.Bila kaidah belum
memperoleh bentuknya,maka kaidah itu dianggap sebagai aturan yang berlakunya
kurang mempunyai kekuatan mengikat/memaksa.Maka perlu ditentukan
bentuknya,misalnya UU,Peraturan Pemerintah,atau Kepres dan lainnya.
b. Sumber Hukum Formal29
27 Santri Agung, Sumber dan Tertib Hukum, http://santriagung.wordpress.com acces 24
September 2014
28 ibid
29 ibid

1.
2.
3.
4.
5.

Sumber hukum formal akan menentukan cara berlakunya suatu kaidah menjadi
hukum secara resmi. Caranya, dilakukan berdasarkan mekanisme yang telah
ditentukan sendiri oleh hukum. Misalnya, suatu kaidah akan dimuat dalam peraturan
undang-undang. Maka, tata caranya telah membuatnya, mekanismenya bagaimana,
persyaratannya apa, dan sebagainya. Jadi sumber hukum formal adalah sumber
hukum yang akan menentukan berlakunya sumber hukum, berdasarkan pada tatacara
dan berdasarkan bentuk huku yang diberlakukan.
Menurut pandangan umum, sumber hukum formal (bentuk hukum) dibagi atas
beberapa macam, yaitu:
Undang-undang
Kebiasaan
Yurisprodensi
Trakta
Doktrin
1. Undang-undang (Peraturan Peundangan)
Undang-undang merupakan bagian dari struktur peraturan perundangan.
Disamping UU, masih terdapat peraturan lain secara hieraki berada di tingkat atas
maupun bawahnya. Dan ini lebih lanjut disebut sebagai peraturan perundangan.
Pengertian UU ada 2 macam :
- UU dalam arti materiil adalah penetapan kaidah hukum secara tegas,sehingga
kaidah hukum itu menurut sifatnya mengikat pada tiap-tiap orang.Untuk itu
diperlakukan dua syarat,yaitu:
1.
Adanya tindakan penetapan secara tegas (Anordnung)
2.
Adanya peraturan yang akan ditetapkan (rechtssatz)
Anordnung tanpa rechtssatz adalah sesuatu yang mustahil, rechtssatz tanpa
Anordnung aturan itu hanya sekadar kaidah tak tertulis saja.Agar suatu UU dapat
diartikan secara materiil,kedua syarat tersebut mutlak harus dipenuhi.
- UU dalam arti formal adalah setiap keputusan pemerintah yang bentuknyaUU
berdasarkan pada tata carapembuatannya.Pembentukan UU dibuat oleh presiden
bersama DPR menurut tata cara yang ditentukan .Jadi hanya produk lembaga
legislatif itulah yang disebut UU dalam arti formal.30
Undang-undang di sini identik dengan hukum tertutlis. Pengertian hukum tertulis
tidak dapat kita artikan secara harfiah, namun istilah tertulis di sini dimaksudkan
sebagai dirumuskan secara tertulis oleh pembentukan hukum khusus (speciali
rechtsvormende organen).
Undang-undang dapat dibedakan atas :
1. Undang-undang dalam arti formal, yaitu keputusan penguasa yang dilihat dari
bentuk dan cara terjadinya sehingga disebut undang-undang. Jadi undang-undang
dalam arti formal tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh
sebutan undang-undang karena cara pembentukannya.
2. Undang-undang dalam arti materiil, yaitu keputusan atau ketetapan penguasa, yang
dilihat dari isinya dinamai undang-undang dan mengikat setiap orang secara
umum.31
UU mulai berlaku sejak ditetapkan berlakunya,yaitu saat UU tersebut diundangan
oleh Menteri Sekertaris Negara (Mensesneg). Pengundangan merupakan syarat
mutlak berlakunya suatu UU. Karena dalam pengundangan itu dituangkan
tanggal,nomor UU, tahun pengundangan dan nama UU tersebut.Nomor UU dibuat
30Ibid
31 Panji Onngo,sumber hukum, http//panjionggo.wordpress.com/sumber-hukum/, 19
september 2014

10

secara berurutan dalamsetiap tahun.Untuk sosialisasi UU,dimuat dalam Berita Negara


yang secara resmi diterbitkan oleh Mensesneg.Berita memberitakan hal-hal yang
berhubungan dengan peraturan negara/pemerintah,serta memuat hal-hal lain yang
dianggap penting,misalnya: akta pendirian PT,Koperasi,Dirma,dll.yang harus
diketahui publik.Bila saat pengundangan tidak ditentukan kapan mulai berlakunya
UU tersebut,maka berlakunya dihitung 30 hari setelah diundangkan (untuk wilayah
jawa dan madura) dan 100 hari untuk wilayah luar jawa dan madura.Setelah UU
tersebut resmi berlaku, sejak itu berlaku pulalah suatu teori fiksi (fictie) yang
mengatakan setiap orang dianggap tahu akan UU tersebut,meskipun baru
diungkapkan kemarin.Oleh karena itu jika terjadi perbuatan yang melanggar UU
tersebut,maka tidak alasan dena berdalih bahwa ia tidak tahu/tidak mengertitentang
UU tersebut.Suatu UU dinyatakan tidak berlaku lagi,apabila:
- Jangka berlakunya telah lampau/lewat. Misalnya: UU tersebut diberlakukan
selama 15 tahun sejak diundangkan, maka setelah lewat 15 tahun UU tersebut
tidak berlaku lagi.
- Objek (dapat berupa hal/keadaan) yang diatur oleh UU tersebut sudah tidak ada
lagi.Misalnya,ada UU yang mengatur tentang penarikan dana melalui
SDSB.Dengan dihapusnya SDSB,maka UU tersebut otomatis tidak berlaku
lagi,sebab objek yang diatur sudah tidak ada lagi.
- Berlakunya UU tersebut secara tegas telah dicabut oleh instatis yang lebih
tinggi/oelh pembuatannya sendiri.Misalnya berlakunya peraturan daerah (Perda)
dinyatakan tidak berlaku oleh Gubernur/Menteri/bila instasi yang membuat
peraturan tersebut telah mencabutnya sendiri.
- Telah ada UU yang baru yang isinya berbeda/bertentangan dengan UU yang
lama.Dalam hal ini meskipun tidak dicabut,makka UU yang lama telah dianggap
tidak berlaku lagi.32
2. Kebiasaan
Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan bahwa dalam
masyarakat yang masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta berada dalam masa
pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum
yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harusterjun ke tengah-tengah
masyarakatnya untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat
memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
3. Traktat atau Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional atau traktat juga merupakan salah satu sumber hukum
dalam arti formal. Dikatakan demikian oleh karena treaty itu harus memenuhi
persyaratan formal tertentu agar dapat diterima sebagai treaty atau perjanjian
internasional. Dasar hukum treaty: Pasal 11 ayat (1 & 2) UUD 1945 yang berisi :
(1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain;
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luasdan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan Negara, dan /atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan DPR.33
32Vj Keybot op.cit
33Ibid

11

4.

Yurisprudensi
Pengertian yurisprudensi di Negara-negara yang hukumnya Common Law (Inggris
atau Amerika) sedikit lebih luas, di mana yurisprudensi berarti ilmu hukum.
Sedangkan pengertian yurisprudensi di Negara-negara Eropa Kontinental (termasuk
Indonesia) hanya berarti putusan pengadilan. Adapun yurisprudensi yang kita
maksudkan dengan putusan pengadilan, di Negara Anglo Saxon dinamakan preseden.
Sudikno mengartikan yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya, yaitu
pelaksanaan hukum dalam hal konkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh
suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh suatu Negara serta bebas dari
pengaruh apa atau siapa pundengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat
dan berwibawa. Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa di samping itu
yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam
putusan. Juga yurisprudensi dapat berarti putusan pengadilan. Yurisprudensi dalam
arti sebagai putusan pengadilan dibedakan lagi dalam dua macam :
a. Yurisprudensi (biasa), yaitu seluruh putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan pasti, yang terdiri dari :
1) Putusan perdamaian;
2) Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding;
3) Putusan pengatilan tinggi yang tidak di kasasi;
4) Seluruh putusan Mahkamah Agung.
b. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie), yaitu putusan hakim yang selalu diikuti
oleh hakim lain dalam perkara sejenis.
5. Doktrin
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum,
terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut. 34 Doktrin bukan
hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan
hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting.
Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara
perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu
pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya.
C. Struktur Peraturan Perundangan
Dalam system ketatanegaraan Indonesia, tata urutan perundang-undangan telah
diatur berdasarkan ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, dengan hierarki sebagai
berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

UUD 1945
Tap-Tap MPR
UU/Perpu
Peraturan Pemerintahan
Kepres/Inpres
Peraturan Menteri
Keputusan Menteri
Peraturan Gubernur/Perda
Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, dll.35
Susunan/urutan perundang-undangan diatas tidak dapat dibolak-balik, karena
mencerminkan tingkatan kewenangan dari lembaga pembuat peraturan tersebut.
34 Vj Keybot op.cit
35 Shinta isya,Tata Uruta Peraturan Perundang-undangan, http://shintaisya.blogspot .com
access 24 September 2014

12

D. Asas-asas dalam peraturan perundang-undangan


Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut itu meliputi:
a.
asas tujuan yang jelas;
b.
asas perlunya pengaturan;
c.
asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat;
d.
asas dapatnya dilaksanakan;
e.
asas dapatnya dikenali;
f.
asas perlakuan yang sama dalam hukum;
g.
asas kepastian hukum;
h.
asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.36
Apabila mengikuti pembagian mengenai adanya asas yang formal dan asas yang
material, maka A. Hamid S. Attamimi cenderung untuk membagi asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut tersebut ke dalam:
a.
Asas-asas formal, dengan perincian:
(1) asas tujuan yang jelas;
(2) asas perlunya pengaturan;
(3) asas organ/ lembaga yang tepat;
(4) asas materi muatan yang tepat;
(5) asas dapatnya dilaksanakan; dan
(6) asas dapatnya dikenali;37
b.
Asas-asas material, dengan perincian:
(1) asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara;
(2) asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara;
(3) asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara berdasar atas Hukum; dan
(4) asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan berdasar Sistem Konstitusi.38
c. Asas-asas Dalam Pengaturan Perundangan
Asas adalah dasar atau sesuatuyang dijadikan tumpuan berfikir, berpendapat dan
bertindak. Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan. Dalam
menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang mengemukakan
pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu
mengarah pada substansi yang sama. Maka ada beberapa asas peraturan
perundang-undangan yang kita kenal diantaranya :
1. Lex superior derogat legi inferior (peraturan yang lebih tinggi
mengesampingkan yang rendah).
2. Lex specialis derogat legi generalis (hukum yang bersifat khusus
mengesampingkan hukum yang bersifat umum)
3. Lex posterior derogat legi prori (pada peraturan yang sederajat,
peraturan yang paling baru melumpuhkan peraturan yang lama)
4. legalitas39

36 Vj keybot, Sumber dan tertib hukum,


September 2014

http://vjkeybot.wordpress.com

acces 24

37 ibid
38 ibid

13

Nama : Rizky Wiyanda Putra


NIM
: 201410110311104
Tugas
: Ke 4
Judul
: SISTEM HUKUM INDONESIA
A.

Pengertian Sistem Hukum


Secara umum sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi
dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk
suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang
terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut
pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.40
Menurut Bellefroid, sistem hukum adalah suatu rangkaian kesatuan peraturanperaturan hukum yang disusun secara tertib menurut asas-asasnya. Sistem hukum
termasuk dalam ilmu hokum dogmatis/ilmu yang menguraikan isi dari pada hukum
yang berlaku sekarang, yang menjelaskan pengertian-pengertian peraturan hukum dan
mengatur serta menyusun peraturan hukum menurut asas dalam suatu sistem
hukum.41
Macam-macam sistem hukum Indonesia :
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum eropa kontinental banyak dianut dan dikembangkan di negaranegara eropa. Sistem hukum eropa kontinental biasa disebut dengan istilah
Civil Law atau yang disebut juga sebagai Hukum Romawi. Sistem hukum
ini disebut sebagai hukum romawi karena sistem hukum eropa kontinental
memang bersumber dari kodifikasi hukum yang digunakan pada masa
kekaisaran romawi tepatnya pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus yang
memerintah romawi pada sekitar abad ke-5 antara 527 sampai dengan 565 M.
Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah
bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan
yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam
kodifikasi. Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum
dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup
diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU. Dalam sistem hukum ini,
terkenal suatu adagium yang berbunyi tidak ada hukum selain undang-

39 Joko Ariwibowo. Asas-asas Dalam Peraturan Perundang - undangan. http://


jokopas.blogspot.com. Access 29 September 2014
40 Juna Dinasthi, Sistem Hukum Indonesia, dalam http://sistempemerintahanindonesia.
blogspot.com access 28 September 2014
41 Ibid

14

2.

3.

4.
5.

undang. Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undangundang.42


Sistem hukum Anglo Saxon (Common Law), ialah suatu sistem hukum yang
didasarkan pada yurispudensi. Sumber hukum dalam sistem hukum ini ialah
putusan hakim/pengadilan. Dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan
kepada seorang hakim sangat luas.43
Sistem Hukum Islam
Suatu sistem hukum yang mendasarkan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah (kitab Al-quran) dan rasul-nya (kitab hadis) kemudian
disebut dengan syariat atau hasil pemahaman ulama terhadap ketentuan di atas
(kitab fiqih) kemudian disebut dengan ijtihad yang menata hubungan manusia
dengan allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan benda.44
Sistem Hukum Timur45
Sistem Hukum Comunis46

B.

Ciri-Ciri Sistem Hukum Indonesia


Secara garis besar sistem hukum Indonesia yang menjadi ciri pada bentuk
hukum ialah dengan sistem terbuka dan tertutup. Yang dimaksud dengan sistem
tertutup adalah sistem yang terisolir sama sekali dari lingkungan. Batas-batasnya
tetutup bagi penukaran informasi dan energi yang ada pada lingkungan sosial.
Sehingga dalam sistem hukum bersifat tertutup tidak ditemukan faktor-faktor
yang ada pada pusat informasi dan energi disekitar lingkungan kehidupan
bermasyarakat, yang merupakan sumber-sumber luar yang mempengaruhi sistem
hukum itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem hukum terbuka, di
katakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa sistem terbuka mempunyai
hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Dimana sistem hukum
merupakan kesatuan unsur-unsur (yakni peraturan dan penetapan) yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah dan
sebagainya. Dan sebaliknya sistem hukum mempengaruhi faktor-faktor diluar
sistem hukum tersebut.47

C.

Unsur-Unsur dalam Sistem Hukum Indonesia


1. Sistem hukum islam48

42 Rizal Wiahadi, Sistem Hukum Anglo Saxond dan Sistem Hukum Eropa Continental, dalam
http://rizalwirahadi.blogspot.com, access 28 September 2014

43 Ibid
44 Juna Dinasthi, Op.cit
45 Ibid
46 Ibid
47 Santri Agung, Sistem Hukum Indonesia, http://santriagung.wordpress.com access 28
September 2014
48 Cuma Orang Biasa, Sistem Hukum Islam, dalam http://donxsaturniev.blogspot.com, access 28
September 2014

15

Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan
keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem
hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya
sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang
bersumber dari Quran.
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas
hukum Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara
pembentukan negara maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga
negara dan penguasanya.
Sistem hukum Islam dalam hukum fikh terdiri dari dua bidang hukum, yaitu :
a) Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang
kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji),
yang pada dasarnya tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI
diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah.
b) Hukum duniawi, terdiri dari :
1) Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara
manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah,
perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
2) Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga
yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasardasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.
3) Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah
dan tindak pidana kejahatan.
2. Sistem hukum adat49
Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum
tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan
kesadaran hukum masyarakatnya.
Sifat hukum adat adalah :
a). Tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya.
b). Berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih
berganti.
c). Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah
menyesuaikan diri.
Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a) Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur
susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta
susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan,
dan penjabatnya.
b) Hukum adat mengenai warga /hukum warga
- Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
- Hukum tanah
- Hukum perutangan
c) Hukum adat mengenai delik (hukum pidana). Yang berperan dalam
menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua
adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat
3. Sistem Hukum Eropa Kontinental50
49 Santri Agung, Op.cit

16

Sistem hukum ini berkembang dinegara-negara Eropa daratan yang


sering disebut sebagai Cilil Law. Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi
hukum yang berlaku dikekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar
Justinianus abad VI sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya
merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum
Justinianus yang kemudian disebut Corpus Juris Civilis. Prinsip hukum
utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu adalah
hukum memperoleh kekuatan ,mengikat, karena diwujudkan dalam
peraturan-peraturan yang berbentuk Undang-undang dan tersusun secara
sistematik didalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Berdasarkan sumbersumber hukum itu, makasistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya
ada dua yaitu penggolongan ke dalam bidang hukum publik dan hukum
privat.
4. Sistem Hukum Anglo Saxon51
Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan
Anglo Amerika, mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering
disebut sistem Common Law dan sistem unwritten Law (tidak tertulis).
Walaupun disebut sebagai unwritter law tetapi tidak sepenuhnya benar,
karena didalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber
hukum tertulis (statutes). Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo
Amerika ialah putusan-putusan hakim atau pengadilan (judicial decisions).
Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, maka
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidahhukum dibentuk dan menjadi kaidah yang
mengikat umum.

Nama : Rizky Wiyanda Putra


NIM
: 201410110311104
Tugas
: Ke 5
Judul
: POLITIK HUKUM NASIONAL INDONESIA
A.

Pengertian Politik Hukum Nasional52


Istilah politik (policy) mempunyai dua makna
1.
Makna yang pertama adalah ada hubungannya dengan kekuasaan, bisa
mengandung arti kekuasaan, negara (state), pemerintah (government).
2. Makna yang kedua adalah kebijakan (policy), seperti pada public policy,
government policy. Untuk mengetahui makna yang paling tepat adalah
tergantung pada tatarannya yang dibicarakan.
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian
kekuasaan kelembagaan.
Jadi politik hukum atau rechtspolitiek atau legal policy adalah kebijakan dalam
pembentukan hukum (tertulis/tidak tertulis) baik yang berkenaan denga
kewenangan dan tata cara pembentukannya, maupun mengenai bentuk dan isi
hukum.

50 Ibid
51 Ibid
52 Ilearning,

politik hukum, http://ilearning.com

access 01 Oktober

2014

17

B. Sendi-sendi Hukum Nasional


Komponen-komponen yang dimaksud di dalam sistem hukum yang
dikatakan sebagai sendi-sendi hukum nasional. Yang tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainya. Adapun sendi-sendi hukum nasional Indonesia, yakni :
a. Ide kedaulatan rakyat53
Bahwa yang berdaulat di negara demokrasi adalah rakyat. Ini menjadi gagasan
pokok dari demokrasi yang tercermin pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang
berbunyi " kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan
UUD".
b. Negara Berdasarkan atas Hukum54
Negara demokrasi juga negara hukum. Negara hukum Indonesia menganut
hukum dalam arti material ( luas ) untuk mencapai tujuan nasional. Ini
tercermin pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi " Negara Indonesia
adalah negara hukum".
c. Berbentuk Republik55
Negara dibentuk untuk memperjuangkan realisasi kepentingan umum
(Republika). Negara Indonesia berbentuk republik yang memperjuangkan
kepentingan umum. hal ini tercermin pada pasal 1 ayat (1) UUD 1945.
d. Pemerintah berdasarkan konstitusi56
Penyelenggaraan pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundangundangan dan berlandaskan konstitusi atau UUD yang demokratis. ini
tercermin pada pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
e. Pemerintahan yang bertanggungjawab57
Pemerintah selaku penyelenggara negara bertanggung jawab atas segala
tindakannya. Berdasarkan demokrasi pancasila, pemerintah bertanggungjawab
kepada rakyat dan ke atas bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
f. Sistem Perwakilan58
Pada dasarnya, pemerintah menjalankan amanat rakyat untuk
menyelenggarakan pemerintahan
g. Sistem pemerintahan Presidensial59
Presiden adalah penyelenggara negara tertinggi. presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan.
C.

Sistem Peradilan di Indonesia dan Penegakkannya

53 Ibid
54 Ibid
55 Ibid
56 Vj Keybot, Politik Hukum Nasional Indonesia, http://vjkeybot.wordpress.com
access 01 Oktober 2014
57 Ibid
58 Ibid
59 Ibid

18

Berdasarkan uraian tersebut, maka sistem peradilan yang ada di Indonesia sebagai
berikut :
1.
Mahkamah Agung (MA)60
a. Peradilan Umum
1) Pengadilan Anak
2) Pengadilan Niaga
3) Pengadilan HAM
4) Pengadilan TPK Pengadilan Hubungan Industrial
5) Mahkamah Syariah NAD
6) Pengadilan Lalu Lintas
b. Peradilan Agama
Mahkamah Syariah di Nangro Aceh Darussalam apabila menyangkut peradilan
Agama.
c. Peradilan Militer
1) Pengadilan Militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit.
2) Pengadilan Militer Tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat
perwira sampai dengan colonel.
3) Pengadilan Militer Utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat
Jenderal.
4) Pengadilan Militer Pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika
terjadi perang.
d. Peradilan Tata Usaha Negara
e. Pengadilan Pajak
f. Peradilan Lain-Lain
a. Mahkamah Pelayaran
b. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
2.

Mahkamah Konstitusi61
Tugas Mahkamah Konstitusi adalah:
1. Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya
diberi oleh UUD 1945.
3. Memutus Pembubaran Partai Politik.
4. Memutus perselisihan tentang PEMILU.
5. Memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan Presiden/Wakil
Presiden melanggar hukum, berupa : mengkhianati negara, korupsi, suap,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela lainnya.

C. Kebijakan dan Program Pembangunan Hukum Nasional Menyangkut


Materi Hukum, Aparatur Hukum, Sarana dan Prasarana
1. Sekilas Sejarah BPHN62
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) adalah instansi Pemerintah yang
bertugas melakukan pembinaan sistem hukum nasional secara terpadu dan
60 Paulus Masarrang Tangke, Politik Hukum Nasional Indonesia http://paulustangke.
wordpress.com. Access 01 Oktober 2014
61 Ibid
62 Ardimoviz , Sistem Peradilan di Indonesia, http://hitamandbiru.blogspot.com access 1
Oktober 2014

19

komprehensif sejak dari perencanaan sampai dengan analisis dan evaluasi


peraturan perundang-undangan. Hasil dari program dan kegiatan BPHN diarahkan
untuk mewujudkan tujuan pembangunan hukum nasional yang meliputi
pembangunan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. No.
M.03-PR.07.10 Tahun 2005, BPHN mempunyai tugas melaksanakan pembinaan
dan pengembangan hukum nasional dan memiliki fungsi:
3. Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penelitian dan
pengembangan sistem hukum nasional, perencanaan pembangunan hukum
nasional, dokumentasi dan informasi hukum nasional serta penyuluhan
hukum.
4. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang
pembinaan hukum nasional.
5. Koordinasi dan kerja sama di bidang penelitian dan pengembangan sistem
hukum nasional, perencanaan pembangunan hukum nasional, dokumentasi
dan informasi hukum nasional serta penyuluhan hukum.
6. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
7. Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Badan.63
Pembangunan hukum nasional mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009. Sasaran politik hukum yang ingin
diwujudkan dalam tahun 2004-2009 yaitu terciptanya sistem hukum nasional
yang adil konsekuen, tidak diskriminatif, dijaminnya konsistensi seluruh
peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, dan
terwujudnya kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih,
profesional sebagai upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat
secara keseluruhan.64
Berdasarkan sasaran pembangunan hukum dalam RPJM 2004-2009, BPHN
menetapkan kebijakan dan strategi mencakup langkah-langkah:
a. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan
merencanakan penciptaan, pembaharuan, dan
pelaksanaan peraturan
perundang-undangan nasional yang belum ada maupun yang telah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan.
b. Meningkatkan koordinasi instansi terkait dan masyarakat dalam perencanaan
hukum dan harmonisasi hukum serta
senantiasa mengantisipasi
perkembangan masyarakat dan iptek jauh ke depan.
c. Meningkatkan penyebarluasan hasil-hasil analisa evaluasi peraturan
perundang-undangan, pengkajian hukum, penelitian hukum, naskah
akademis, peraturan perundang-undangan, dan hasil-hasil pertemuan ilmiah,
agar dapat dimanfaatkan dalam rangka perencanaan hukum, pembentukan
hukum dan kepentingan lainnya.
d. Memantapkan metode penyuluhan hukum dalam rangka pengembangan dan
peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
e. Meningkatkan sarana dan prasarana hukum.

63 Ibid
64 Vj Keybot, Op.Cit

20

f.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia baik tenaga


perencana hukum, peneliti hukum, pustakawan hukum, pranata komputer,
penyuluh hukum, dan sebagainya.65

Misi terpenting BPHN adalah mewujudkan sistem hukum nasional yang


berlandaskan keadilan dan kebenaran.Misi tersebut mengandung arti bahwa
perwujudan supremasi hukum melalui pembinaan dan pengembangan materi
hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, serta budaya hukum harus
senantiasa menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak asasi manusia.66
Misi BPHN direalisasikan melalui program pembinaan hukum nasional dari hulu
ke hilir, yakni mulai dari perencanaan pembangunan hukum sampai pada
sosialisasi hukum dan peraturan perundang-undangan nasional sebagai proses
yang terpadu dan berkelanjutan. Saat ini BPHN memiliki program unggulan yang
makin diakui urgensinya seperti:
a. Penyusunan Rencana Pembangunan Hukum Nasional
b. Pengelolaaan Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS)
c. Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan
d. Pengkajian Hukum dan Penelitian Hukum
e. Pertemuan Ilmiah (seminar, lokakarya, symposium)
f. Pengembangan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, dan
g. Penyuluhan Hukum.
Kesemua program tersebut makin diakui sebagai komponen penting untuk
membentuk peraturan perundang-undangan nasional sesuai sistem dan politik
hukum nasional.67
Pada tahun 1995, Pemerintah memfasilitasi dua seminar di Jakarta untuk
IKADIN, AAI, dan IPHI.Hasilnya adalah Kode Etik Bersama dan pembentukan
Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI).Belakangan, IKADIN menarik
diri dan memberlakukan kembali Kode Etik IKADIN untuk para anggotanya.
Diawali dengan tiga kali pertemuan di bulan Januari 2002, pada 11 Februari 2002
dideklarasikan berdirinya Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang
beranggotakan IKADIN, AAI, IPHI, AKHI, HKPM, Serikat Pengacara Indonesia
(SPI) dan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI).68
Kegiatan Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) adalah :
Panitia bersama dengan Mahkamah Agung menyelenggarakan Ujian Pengacara
Praktik tanggal 17 April 2002 :
a. Membuat Kode Etik Advokat Indonesia pada 23 Mei 2002
b. Mendesak diundangkannya Rancangan Undang-Undang tentang Advokat.
Setelah Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat diundangkan 5 April
2003, dibentuk KKAI versi kedua pada tanggal 16 Juni 2003 yang bertujuan
sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 3 dan memiliki kegiatan melaksanakan
verifikasi atas advokat sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 1 dan membentuk

65 Ibid
66 Ibid
67 Ardimoviz, Op.cit
68 Ibid

21

Organisasi Advokat. Pada tanggal 21 Desember 2004, Perhimpunan Advokat


Indonesia (PERADI) dibentuk sebagai pelaksanaan Undang-undang Advokat.69

Nama
NIM
Tugas
Judul

: Rizky Wiyanda Putra


: 201410110311104
: ke 6
: BIDANG/LAPANGAN HUKUM PIDANA

A.

Pengertian
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan
tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah
terjadinya kekacauan.70
Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara luas dan
sempit, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam arti luas
Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau
mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;
2. Dalam arti sempit
Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana
terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh
badan-badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana. Hukum
pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur
hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan
melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah
yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturanperaturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objek tif (ius poenale).
Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale.
Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang:
1. Larangan untuk melakukan suatu perbuatan
2. Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana
3. Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan sua
tu perbuatan yang dilarang (delik)
4. Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana71
B.
Tujuan Hukum Pidana72
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
1.
Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang
tidak baik.
2.
Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik
69 Ibid
70 Anonymous, Pengertian Hukum, dalam http://temukanpengertian.blogspot.com, access
4 Oktober 2014
71 Usupress, Dasar-Dasar Hukum Pidana, dalam http://usupress.usu.ac.id, access 4
Oktober 2014
72 Ibid

22

menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya.


Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap
gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah
terlanjur tidak berbuat baik. Jadi Hukum Pidana ialah, ketentuan-ketentuan yang
mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran
kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang
melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup
manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Untuk
mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu sebagai
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana, maka dipelajari oleh kriminologi.
C. Klasifikasi Hukum Pidana73
Hukum Pidana terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu:
1.
Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan perbuatanperbuatan kriminal yang dilarang oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang
ditetapkan bagi yang melakukannya. Cabang yang merupakan bagian dari hukum
publik ini mempunyai keterkaitan dengan cabang ilmu hukum pidana lainnya, seperti
hukum acara pidana, ilmu kriminologi dan lain sebagainya.
2.
Hukum Formil (Hukum Acara Pidana). Untuk tegaknya hukum materiil
diperlukan hukum acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur
bagaimana cara agar hukum materil itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan
kepada subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa hukum acara maka tidak ada
manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan
hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara perdata. Hukum
acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.
D. Ruang Lingkup Hukum Pidana74
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa
pidana atau delik ataupun tindak pidana.
Unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:
1. Sikap tindak atau perikelakuan manusia melanggar hukum, kecuali bila ada dasar
pembenaran. Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan
kesalahan.
2. Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :
a) Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan
yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
b) Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak
atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
E. Sistem Hukuman75
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan
tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang
pelaku tindak pidana terdiri dari
a. Hukuman Pokok / hoofd straffen
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
73 Hukum, Pengertian Hukum Pidana, dalam http://hukum-on.blogpot.com access 4
Oktober 2014
74 Ibid
75 Ibid

23

b. Hukuman Tambahan /Bijkomende staffen


1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.
F. Asas-Asas Hukum Pidana76
Asas-asas hukum pidana merupakan hal-hal yang mendasari terjadinya suatu
perbuatan akan dikenakan sanksi hukum apabila melanggar ketentuan hukum pidana
di manapun ia, dan tidak melihat status orang itu.
1. Asas Legalitas
Asas legalitas mengandung tiga prinsip dasar :
a. Nulla poena sine lege (Tiada pidana tanpa undang-undang) / Asas Legalitas /
Lex Scripta)
Tidak ada suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau
hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
Yang dimaksud dengan UU disini adalah dalam arti luas, bukan saja yang
tertulis yang telah dituangkan dalam bentuk UU oleh pemerintah dengan DPR
tetapi produk lain seperti Perpu, PP, Keppres, Per/Instruksi menteri, Gubernur,
dsb. Intinya harus dituangkan secara tertulis dala suatu perundang-undangan.
b.
Nulla poena sine crimine (Tiada pidana tanpa perbuatan pidana/ Asas
Larangan menggunakan analogi/Lex certa)
Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
Artinya perbuatan pidana yang dimaksud harus diuraikan unsure-unsurnya
oleh undang-undang secara jelas dan lengkap.
c. Nulla crimen sine poena legali (Tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang
pidana yang terlebih dulu ada / Asas non-retroaktif)
2. Asas Teritorial
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia. Tindak pidana yang
terjadi di wilayah teritorial Indonesia (di darat, laut, maupun udara) maka akan
dikenakan aturan hukum pidana Indonesia baik itu dilakukan oleh Warga Negara /
warga asing. Tindak pidana yang dimaksud adalah tindak pidana di dalam
kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
Ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang
terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik
Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia,
dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing.
3. Asas Perlindungan / Nasionalitas Pasif
Ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua orang baik WNI/WNA,
baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan
hukum Indonesia. Jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum Indonesia
yang mendasar, berupa keamanan dan keselamatan Negara, perekonomian
Indonesia, serta saran dan prasarana angkutan Indonesia.
4. Asas Personalitas / Nasionalitas Aktif
Ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan
tindak pidana di mana pun ia berada atau yang biasa diebut nasional aktif. Asas ini
tidak dapat diterapkan pada semua tindak pidana.
5. Asas Universalitas
Asas melindungi kepentingan Internasional (asas universal) adalah dilandasi
pemikiran bahwa setiap negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum
76 Diennissa Putriyanda, Asas-asas Hukum Pidana dan Pengertian Perbuatan Pidana Menurut Para
Ahli, dalam http://www.slideshare.net, access 4 Oktober 2014

24

sedunia / hukum internasional.


G.
Sumber Hukum Positif
1.
Pengertian Sumber Hukum Positif
Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini
sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan melalui
pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Misalnya : di Indonesia
persoalan perdata diatur a.l. dalam KUH Perdata, persoalah pidana diatur melalui
KUH Pidana, dll.77
2.
Sumber Hukum Positif Hukum Pidana Indonesia
a.
Sumber Hukum Tertulis yang Terkodifikasi (Sumber hukum utama)
Sumber hukum ini tersusun dalam satu buku. Sumber hukum pidana
tertulis yang terkodifikasi yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) . KUHP dikatakan sebagai sumber hukum utama dikarenakan dalam
KUHP terdapat aturan-aturan umum hukum pidana yang berlaku bagi semua
peraturan hukum pidana selama peraturan tersebut idak mengatur sendiri.
Dalam hal ini berlaku asas Lex Specialis Derograt Lege Generale.78
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) aslinya berbahasa Belanda
(Wetboek van Strafrecht). Berlaku di Indonesia sejak tahun 1946 (setelah
kemerdekaan RI) dengan UU Nomor 1 Tahun 1946. Merupakan warisan
kolonial Belanda yang diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 1918.79
Sebagai sumber hukum pidana yang tertulis dan terkodifikasi, KUHP
memiliki sistematika sebagai berikut:
1) Buku I memuat pasal 1 - pasal 103, berisi Ketentuan Umum.
Buku I ini disebut sebagai ketentuan umum karena berlaku untuk semua
peraturan pidana, baik yang terdapat dalam KUHP maupun peraturan lain
di luar KUHP sepanjang tidak mengatur secara khusus
2) Buku II memuat Pasal 104 - pasal 448, berisi tentang Kejahatan
3) Buku III memuat Pasal 449- pasal 669, berisi tentang Pelanggaran80
b. Sumber Hukum Tertulis yang Tidak Terkodifikasi
Sumber hukum ini meliputi segala peraturan Perundangan hukum pidana lain
diluar KUHP, yaitu :
1) Undang-Undang No. 30 tahun 1999 dan Undang-Undang No.20 tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2) Undang-Undang No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga
3) Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
4) Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 1 angka 1 tentang Psikotropika
5) Undang-Undang No.10 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
6) Undang-Undang No. 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
77 Hariyanto Imadha, Beberapa Pendapat Tentang Hukum Positif, dalam http://fhui.
wordpress.com access 4 Oktober 2014
78 Septina Ayu Handayani, Sejarah dan Sumber Hukum Pidana Indonesia, dalam
http://aurockefeller. blogspot.com, access 4 Oktober 2014
79 Cuma Orang Biasa, Sumber Hukum Pidana di Indonesia, dalam http://donx
saturniev.blogspot.com, access 4 Oktober 2014
80 Ibid

25

7) Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta


8) Dan sebagainya81

Nama: Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : ke 7
Judul : Bidang/Lapangan Hukum Tata Negara
A. Pengertian Hukum Tata Negara82
Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi
kekuasaan suatu negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara
tersebut83. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal
berbagai istilah yaitu :
Belanda memakai istilah staatsrecht yang dibagi menjadi staatsrecht in ruimere
zin (dalam arti luas) dan staatsrecht In engere zin (dalam arti luas). Staatsrecht in
ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrecht in engere zin adalah
hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara,
Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.
Inggris memakai istilah Contitusional Lawistilah tersebut didasarkan atas
alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol.
Dari analisis sejumlah definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan untuk
dikaji lebih lanjut sebagai berikut.
1. Hukum Tata Negara merupakan hukum public, yang memberikan landasan yuridis
bagi pembentukan struktur negara dan mekanisme pemerintahan.
81 Ibid
82 Iqbal Perdana, Pengertian Hukum Tata Negara, dalam http://sukatulis.wordpress.
com access 07 Oktober 2014
83 Lutfi, bidang lapang Hukum tata negara, http://lutfi.blogspot.com/2014/09/bidanglapangan-hukum-tata-negara.html 07 Oktober 2014

26

2. Hukum Tata Negara memuat norma hukum yang mengatur organisasi negara
sebagai organisasi kekuasaan.
3. Hukum Tata Negara mengatur hubungan antara pemegang kekuasaan dan individu
sebagai warga negara.
Hukum Tata Negara memandang negara sebagai suatu organisasi yang terdiri dari
berbagai lembaga yang mendukung organisasi tersebut.
Pengertian menurut para ahli :
Van Vallenhoven: Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat hukum atas anda
masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu
menentukan wilayah lingkungan rakyatnya, dan akhirnya menentukan badan-badan
dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum
itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.
Scholten: Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi daripada
Negara.
Wade and Philips: Hukum Tata Negara mengatur alat-alat perlengkapan Negara,
tugas, dan hubungannya antar perlengkapan Negara itu.
Paton: Hukum Tata Negara adalah hukum mengenai alat-alat, tugas dan wewenang
alat-alat perlengkapan Negara.
R. Kranenburg: Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan hukum dari
Negara terdapat dalam UUD.
Longemann, Prof., Dr., J.H.A. Hukum Tata Negara yang dipelajari adalah:
1. Jabatan-jabatan apa yang ada dalam suatu Negara.
2. Siapa yang mengadakan jabatan-jabatanitu
3. Bagaimana caranya melengkapi jabatan-jabatan itu
4. Apa tugas jabatan itu
5. Apa yang menjadi wewenangnya
6. Bagaimana hubungan kekuasaan antara pejabat
7. Didalam batas-batas apa organisasi Negara menjalankan tugasnya
J.R. Stellinga: Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan
kewajiban-keawajiban, alat-alat perlengkapan Negara, mengatur hak, dan kewajiban
warga Negara.
L.J. Apeldorn. Pengertian Negara mempunyai beberapa arti:
1. Negara dalam arti penguasa, yaitu adanya orang-orang yang memegang
kekuasaan dalam persekutuan rakyat yang mendiami suatu daerah.
2. Negara dalam arti persekutuan rakyat yaitu adanya orang-orang yang hidup
dalam satu daerah, dibawah kekuasaan menurut kaidah-kaidah hukum.
3. Negara dalam arti wilayah tertentu yaitu adanya suatu daerah tempat berdiamnya
suatu bangsa dibawah kekuasaan.
4. Negara dalam arti Kasatau Fikus yaitu adanya harta kekayaan yang dipegang
oleh penguasa untuk kepentingan umum.84
a. Asas Berlakunya Hukum Tata Negara85
Asas-asas yang terkandung didalam Undang-Undang Dasar 1945:
1. Asas Pancasila
Asas pancasila merupakan sumber hukum materil karena itu setiap pengaturan isi
peraturan perundangan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan jika
terjadi maka peraturan tersebut harus segera dicabut.Pancasila sebagai asas
Hukum Tata Negara dapat dilihat dari:
84 Ibid
85 Hengki Komarudin, Asas - asas Hukum Tata Negara,
http://hengkikomarudin. wordpress.com, access 07 Oktober 2013.

dalam

27

a. Asas Ketuhanan Yang MahaEsa


b. Asas prikemanusiaan
c. Asas kebangsaan
d. Asas kedaulatanrakyat
e. Asas keadilan
2. AsasKekeluargaan
Asas kekeluargaan terdapat pada batang tubuh UUD 1945 dan didalam
penjelasannya: Pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
3. AsasKedaulatan Rakyat
DalamHukum Tata Negara pengertian kedaulatan bias relatif, artinya bahwa
kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara yang mempunyai
kekuasaan penuh keluar dan kedalam tapi juga bias dikenakan kepada negaranegara yang terikat pada yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi
atau federasi .kedaulatan itu tidak terpecah-pecah karena dalam suatu Negara
hanya terdapat satu kekuassan yang teringgi. Kedaulatan rakyat adalah bahwa
rakyatlah yang mempunyai wewenang yang tertinggi yang menentukan segala
wewenang dalam Negara kedaulatan rakyat diwakilkan pada MPR, kekuasaan
majelis itu nyata dan ditentukan oleh UUD tapi oleh karena majelis merupakan
suatu badan yang besar dan lamban sifatnya maka ia menyerahkan lagi
kepadabadan-badan yang ada dibawahnya.
4. Asas Pembagian Kekuasaan
pembagian kekuasaan yang berarti bahwa kekuasaan itu dibagi-bagi dalam
beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa
di antara bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerjasama.
5. Asas Negara Hukum
Yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah Negara yang berdiri di atashukum
yang menjamin keadilan kepada warga Negaranya. Keadilan merupakan syarat
bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar
daripada keadilan ituperlu di ajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia
menjadi warga Negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang
sebenarnya hanya ada jika peraturan hokum itu mencerminkan keadilan bagi
pergaulan hidup antarwarganegaranya. Negara hukum adalah negara yang berdiri
diatas hukum yang menjamin keadilan pada warga negaranya.Ciri-ciri Negara
hukum, adalah sebagai berikut:
1. Pengakuan dan perlindungan HAM (HakAsasiManusia) yang mengandung
persamaan dalam bidangpolitik, hukum, sosial, ekonomi, dankebudayaan.
2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu
kekusaan atau kekuatan apapun juga.
3. Legalitas dalam arti dalam segala bentuknya.
B. SumberHukum Tata Negara
Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, antara lain:
a. Undang-Undang Dasar 1945. UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang
merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan dan
merupakan dasar ketentuan-ketentuanlainnya.
b. Ketetapan MPR. Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis
Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis
Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang
berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan
MPR.
c. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
d. Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh
Presiden dengan DPR, oleh UUD 1945 kepada presiden diberikan kewenangan

28

e.

f.

g.

h.

untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang


sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya
suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah.
Keputusan Presiden. UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah
satu bentuk peraturan perundang-undangan. Bentukperaturaninibarudikenaltahun
1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR,
yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk
melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966.
Peraturan pelaksana lainnya. Yang dimaksud dengan peraturan pelaksanalainnya
adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus
dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Convention (KonvensiKetatanegaraan). Konvensi Ketatanegaraan adalah
perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia
diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan. Konvensi Ketatangaraan
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena diterima
dan dijalankan, bahkan sering kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeser
peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
Traktat. Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau
lebih. Kalau kita amati praktek perjanjian internasional bebrapa Negara ada yang
dilakukan 3 (tiga) tahapan, yakni perundingan (negotiation), penandatanganan
(signature), dan pengesahan (ratification). Disamping itu ada pula yang dilakukan
hanya dua tahapan, yakni perundingan (negotiation) dan penandatanganan
(signature).86

Nama : Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : ke 8
Judul : BIDANG/LAPANGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
A. Pengertian87
Hukum administrasi negara merupakan hukum yang mengatur segala tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat maupun tindakan-tindakan yang
dilakukan pejabat atau institusi satu ke institusi lainnya untuk menjalankan
kepemerintahan. Hukum administrasi disebut juga hukum bergerak yang artinya
segala sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan secara sempit
maupun secara luas tunduk terhadap hukum administrasi, dan dalam hal ini beberapa
pengertian menurut ephistimologi dan pengertian yang diberikan oleh para ahli
mengenai hukum administrasi negara secara sempit maupun secara luas.
1. Pengertian administrasi88
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, administrasi dapat dipahami dalam dua pengertian :
a. Administrasi dalam pengertian sempit yaitu tata usaha, contoh surat- menyurat.
86 Monang Padmi Nasution, Sumber Hukum Tata Negara Indonesia, dalam http://padmi
monang.wordpress.com, access 07 Oktober 2013.

87 Daniel Samosir, Dasar Umum dan Asas - Asas Hukum Administrasi


Negara , dalam http://daniel samosir.blogspot.com, access 11 Oktober 2014
88 Ibid

29

b. Administrasi dalam pengertian luas dapat ditinjau dari tiga sudut yaitu:
Administrasi sebagai proses dalam masyarakat .
Arti fungsional, yaitu administrasi sebagai suatu jenis kegiatan manusia
Arti kepranataan/ institusional, yaitu administrasi sebagai kelompok orang yang
secara bersama-sama sedang menggerakkan kegiatan-kegiatan diatas.
2. Pengertian Administrasi Negara89
Pengertian Administrasi Negara Menurut para ahli:
a. Van Vollenhoven
Hukum Administrasi Negara akan meliputi seluruh kegiatan negara dalam arti luas,
jadi tidak hanya terbatas pada tugas pemerintah dalam arti sempit saja, tetapi juga
meliputi tugas peradilan,polisi, dan tugas membuat peraturan.
Menurut Van Vollenhoven Hukum Administrasi Negara dibagi dalam :
1) Bestuursrecht / hukum pemerintahan
2) Justitierecht / hukum peradilan
3) Politierecht / hukum kepolisian dan
4) Regelaarsrecht / hukum perundang-undangan
Jadi menurut Van Vollenhoven dalam pendapatnya hukum administrasi negara adalah
hukum tentang pendistribusian kekuasaan atau fungsi-fungsi negara kepada lembagalembaga negara, dan hukum yang mengatur cara bekerjanya lembaga-lembaga
tersebut dalam menggunakan fungsi-fungsi yang telah diberikan.
b. AM. Donner, Hukum Administrasi Negara (HAN) lebih dispesifikan pada
pemerintahan.
c. Prajudi Atmosudirdjo, HAN dapat dipahami dalam 2 kategori yaitu:
a. HAN heteronom, yaitu hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fugsi
administrasi negara.
b. HAN otonom, yaitu hukum operasional yang dibuat atau dibentuk oleh
pemerintah/ administrasi negara itu sendiri.
d. Logemann mengatakan hukum administrasi negara adalah seperangkat dari normanorma yang menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan
para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus.
e. Oppen Hein mengatakan hukum administrasi negara adalah sebagai suatu
gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun
rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah diberikan
kepadanya oleh hukum tata negara.
Dari pengertian-pengertian para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hukum
Adminstrasi Negara adalah:
1. Organisasi/institusi
2. Hukum tentang bagaimana mengisi jabatan-jabatan dalam organisasi tersebut
3. Hukum tentang bagaimana pemberian pelayanan dari aparatur pemerintah kepada
masyarakat.
4. Hukum tentang bagaimana berlangsungnya kegiatan/ pelaksanaan tugas dari
jabatan-jabatan tersebut.90
B. Asas-Asas Hukum Administrasi Negara91
89 Ibid
90 Ibid
91 Dorlan Harahap, Asas - Asas Dalam
Hukum
-harahap.blogspot.com access 11 Oktober 2014

Administrasi Negara, dalam http://dorlan

30

1. Asas Ne Bis Vexari Rule


Merupakan asas yang menghendaki agar setiap tindakan administrasi negara harus
didasarkan atas undang - undang dan hukum.
2. Asas Principle of legality ( kepastian hukum )
Asas yang menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
3. Principle of proportionality ( asas keseimbangan )
Asas yang menghendaki proporsi yang wajar dalam penjatuhan hukuman bagi
pegawai yang melakukan kesalahan.
4. Principle of equality ( asas Kesamaan dalam pengambilan keputusan )
Dalam menghadapi suatu kasus dan fakta yang sama, seluruh alat administrasi
negara harus dapat mengambil keputusan yang sama.
5. Principle of Carefness ( asas bertindak cermat )
Asas yang menghendaki agar administrasi negara senantiasa bertindak hati-hati
agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
6. Principle of Motivation ( asas motifasi untuk setiap keputusan )
Dalam mengambil suatu keputusan, pejabat administrasi negara pemerintah harus
bersandar pada alasan / motifasi yang kuat, benar, adil dan jelas.
7. Principle of non Minuse of Competence ( asas jangan mencampur adukkan
kewenangan )
Dalam pengambilan suatu keputusan, pejabat administrasi Negara jangan
menggunakan kewenangan atau kekuasaan.
8. Principle of Fair Play ( Asas Permainan yang layak )
Agar Pejabat Pemerintah /administrasi negara memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada warga negara / masyarakat untuk mendapatkan informasi yang
benar dan adil.
9. Principle of Resonable or Prohibition of Arbitrariness. ( Asas Kewajaran dan
keadilan )
Dalam melakukan tindakan, pemerintah tidak boleh berlaku sewenang-wenang
atau berlaku tidak wajar / layak.
10. Principle of meeting Raised Expectation
Asas yang menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan pengharapanpengharapan yang wajar bagi kepentingan rakyat.
11. Principle of undoing the Consequence of annule Decision.
Asas yang meniadakan akibat-akibat dari Pembatalan suatu keputusan.
12. Principle of Protecting the personal way of life
Asas perlindungan terhadap Pandangan hidup setiap pribadi.
13. Principle of public service
Agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan
kepentingan umum.
14. Asas Kebijaksanaan / Sapientia
Pejabat Administrasi negara senantiasa harus selalu bijaksana dalam
melaksanakan tugasnya.
Asas-Asas lainnya yaitu :
1. Asas yuridikitas / rechtmatingheid : setiap tindakan pejabat administrasi negara
tidak boleh melanggar hukum dan harus sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan.
2. Asas legalitas / wetmatingheid : setiap tindakan pejabat administrasi Negara harus
ada dasar hukumnya. Apalagi indonesia adalah negara hukum, maka asas legalitas
adalah hal yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah.
3. Asas diskresi : kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk
mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri tetapi tidak bertentangan

31

dengan legalitas.92
C. Sumber Hukum Positif Hukum Administrasi Negara
a. Sumber Hukum Formal / Positif93
1. Peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan maksudnya seperti yang dijelaskan dalam
penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah
semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan
perwakilan rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik ditingkat
pusat maupun di tingkat daerah yang juga mengikat umum.
Peraturan Perundang-undangan terdiri dari
a.
Undang-undang/peraturan daerah
b.
Keputusan pemerintah / pemerintah daerah.
Dalam negara demokratis, undang-undang dianggap sumber hukum paling penting,
karena Undang-Undang merupakan pengejawantahan aspirasi rakyat yang
diformalkan. Dengan Undang-Undang, pemerintah memperoleh wewenang utama
(atribusi) untuk melakukan tindakan Hukum atau wewenang untuk membuat
peraturan perundang-undangan tetentu. Tanpa dasar Undang-Undang pemerintah
tidak memiliki kewenangan yang bersifat memaksa. Dengan wewenang yang
diberikan undang-undang/ peraturan daerah, pemerintah/pemerintah daerah dapat
membentuk keputusan pemerintah/ kepala daerah dan dapat menjadi dasar bagi
pemerintah/pemerintah daerah untuk mengeluarkan ketetapan.
2. Praktik administrasi negara atau hukum tidak tertulis (konvensi)
Hukum tidak tertulis juga termasuk dalam obyek yang dimaksud karena mengingat
undang-undang selalu ketinggalan dari perkembangan masyarakat, maka alat
administrasi negara dapat mengambil tindakan-tindakan melaksanakan apa yang
menjadi tujuan undang-undang dan menyelenggarakan kepentingan umum, meskipun
belum ada undang- undangnya. Tindakan-tindakan yang dilakukan administrasi
negara akan melahirkan hukum tidak tertulis/konvensi jika dilakukan secara teratur
dan tanpa keberatan atau banding dari warga masyarakat. Keputusan-keputusan alat
administrasi negara ini sering dikenal dengan istilah beschikking.
3. Yurisprudensi
Yurisprudensi dimaknai dalam arti sempit dan teknis. Dalam arti teknis,
yurisprudensi adalah putusan badan peradilan atau hakim yang diikuti secara
berulang-ulang dalam kasus yang sama oleh para hakim lainnya, sedangkan dalam
arti sempit, yurisprudensi adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam
peradilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum.
4. Doktrin.
Doktrin, adalah ajaran hukum atau pendapat para sarjana hukum yang
berpengaruh, Doktrin tidak mempunyai kekuatan mengikat. Pendapat para ahli
melahirkan teori-teori dalam lapangan hukum administrasi negara yang dapat
mendorong lahirnya kaidah-kaidah hukum administrasi negara.
5. Traktat.
Traktat sebagai sumber hukum formal dari sumber hukum administrasi negara ini
berasal dari perjanjian internasional yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah
92 Daniel Samosir, Op.cit
93 Suraban, Sumber - Sumber Hukum Administrasi
hsuraban.blogspot.com, access 11 Oktober 2014

Negara,

dalam

http://Kulia

32

untuk dilaksanakan di negara yang telah meratifikasi perjanjian Internasional


tersebut.
Adapun sumber hukum administrasi negara non formal yaitu :
b.
Sumber Hukum Materiil :94
Sumber hukum materiil hukum administrasi negara adalah meliputi faktor-faktor
yang ikut mempengaruhi isi/materi dari aturan-aturan hukum. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
1) Sejarah/historis :
a) UU dan sistem hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat
b) Dokumen-dokumen; surat-surat serta keterangan lain dari masa lampau. UU dan
system hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau lebih penting bila
dibandingkan dengan dokumen serta surat-surat dan keterangan lain pada masa
lampau sebab UU dan sistem hukum tertulis itulah yang merupakan hukum yang
sebenarnya. Sedangkan dokumen, surat-surat dan keterangan lain hanya bersifat
mengenalkan hukum yang berlaku pada masa lampau.
2) Sosiologis/Antropologis
Menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui apa yang dirasakan
sebagai hukum oleh lembaga - lembaga itu. Berdasarkan pengetahuan dari lembagalembaga sosial itu dapat dibuat materi hukum yang sesuai dengan kenyataankenyataan yang ada dalam masyarakat. Dengan kata lain secara sosiologis, sumber
hukum adalah faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan materi hukum
positif. Antara lain : pandangan ekonomis, agamis dan psikologis.
3) Filosofis
Ada 2 faktor penting yang dapat menjadi sumber hukum secara filosofis :
a) Karena hukum itu dimaksudkan antara lain untuk menciptakan keadilan maka halhal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan pula sebagai sumber hukum materiil
b) Faktor-faktor yang mendorong orang tunduk pada hukum. Oleh karena hukum
diciptakan untuk ditaati maka seluruh faktor yang dapat mendukung seseorang taat
pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif, di antaranya
adalah faktor kekuasaan penguasa dan kesadaran hukum masyarakat.

94 Ibid

33

Nama: Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : Ke 9
Judul : Bidang / Lapangan Hukum Internasional
A. Pengertian Hukum Internasional95
Hubungan kerjasama yang terjadi antarnegara didorong kebutuhan satu sama
lain. Adanya perkembangan globalisasi menuntut setiap negara untuk
menyesuaikan diri. Setiap negara harus menjalin hubungan dengan negara lain
untuk dapat saling melengkapi. Dalam melaksanakan hubungan kerjasama tersebut
tentunya diperlukan sebuah aturan yang tegas yang mengikat semua pihak yang
terkait dalam hubungan tersebut. Adanya aturan dalam sebuah hubungan
dimaksudkan untuk mewujudkan kelancaran dan keberhasilan dalam mencapai
tujuan bersama. Selain itu, juga untuk menghindari kerugian yang diderita suatu
negara akibat tindakan dari negara lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu hukum
internasional. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah
bersama dalam suatu hubungan antara subjek-subjek hukum internaional. Selain
itu, hukum internasional berperan penting untuk mengatur dan menjaga tatanan
hukum dunia yang aman, tertib, dan damai. Hukum internasional adalah
bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada
awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang
semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional
juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau
hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan
pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja
zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada
kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat
bangsa-bangsa atau negara. Ivan A. Shearer Hukum internasional adalah
sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur tentang prinsipprinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh Negara-negara (Subjek
Hukuminternasional) dan Hubungannya satu sama lain meliputi :
Aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan Fungsi-fungsi institusi atau
Organisasi-organisasi, hubungan antara institusi dan Organisasi-organisasi
tersebut, serta hubungan antarainstitusi dan Organisasi-organisasi tersebut dengan
Negara dan Individu-individu. Prof Dr. Mochtar Kusumaatmaja mengatakan
bahwa Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara negara
dengan negara, negara dengan subjek hukum internasional lainnya.
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hukum Perdata Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur
hubungan hukum antara warga negara di suatu negara dengan warga negara
dari negara lain (hukum antar bangsa)
2. Hukum Publik Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur
negara yang satu dengan lainnya dalam hubungan internasional (Hukum
Antarnegara)

95 Priatma87. Lapangan Hukum Internasional. http://priatma87.wordpress.com. Access 24


Oktober 2014

34

A.

Asas-Asas Hukum Internasional96


Untuk memberikan jaminan hak dan kewajiban pada tiap-tiap negara,
diperlukan suatu asas (dasar) yang kuat.Dalam hubungan internasional atau
hubungan antar bangsa, dikenal adanya tiga asas yang disesuaikan dengan cara
pandang dan pikiran tiap-tiap negara. Ketiga asas itu sebagai berikut :
1. Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerah atau wilayahnya.
Artinya, bahwa negara melaksanakan berlakunya hukum dan peraturanperaurannya bagi semua orang dan barang yang ada di wilayahnya. Sebaliknya,
di luar daerah atau wilayah negara tersebut berlaku hukum asing.
2. Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara pada warga negaranya. Artina,
setiap warga negara, dimana pun ia berada, tetap mendapatkan perlakuan
hukum dari negaranya. Asas ini dikenal dengan asasextrateritorial, yakni
hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun
berada di negara aasing.
3. Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkanpada kewenangan negara untuk melindungi dan mengatur
kepentingan dalam kehidupan bermasyrakat. Dalam hal ini, negara dapat
menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut
dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah
nasional suatu negara. Sementara itu, dalam mengadakan dan selanjutnya
melaksanakan perjanjian antara negara-negara, maka setiap warga harus
menaati asas-asas hukum internasional sebagai berikut.
1. Equality / asas persamaan derajat, yaitu bahwa di antara negara yang
mengadakan hubungnan atau dapat dikatakan bahwa pihak yang saling
mengadakan hubungan itu berkedudukan sama.
2. Courtesy / asas kehormatan, yaitu bahwa antara negara-negara yang
mengadakan hubungan harus saling menghormati.
3. Reciprocity / asas timbal balik, yaitu tindakan suatu negara terhadap negara
lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif maupun
positif.
4. Pacta sunt servada, yaitu setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh
pihak-pihak yang mengadakan.
5. Rebus sig stantibus, yaitu asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang
mendasar/ fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
Asas-asas yang berlaku dalam hukum internasional, adalah :
1. Asas Teritorial, Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua
orang dan semua barang yang berada dalam wilayahnya.
2. Asas Kebangsaan, menurut asas ini setap warganegara dimanapun dia berada,
tetap mendapat perlakuan hukum dari nearanya. asas ini memiliki kekuatan
ekstrateritorial, artinya hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara
walaupun ia berada di negara lain.
3. Asa Kepentingan Umum, menurut asas ini negara dapat menyesuaikan diri
dengan dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan
kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu
negara.

B. Subjek Hukum Internasional97


96 Harry Arudam. Asas-asas Hukum Internasional. http://harry-arudam.blogspot.com.
Access 4 Oktober 2014.

35

Asas hukum internasional adalah asas hukum khusus


lapangan hukum internasional terdiri dari:
a. Asas Teritorial
b. Asas Kebangsaan
c. Asas Kepentingan Umum
d. Asas Penghormatan Kemerdekaan
e. Asas Persamaan Derajat Negara
f. Asas Penentuan Nasib Sendiri
g. Asas Non-intervensi98
1.

yang berlaku dalam

Asas Teritorial

Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua
barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada
diwilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
2.

Asas Kebangsaan

Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asa
ini setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum
dari negaranya, Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera
tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.
3.

Asas Kepentingan Umum

Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur
kepentingan dalan kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan
diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum,
jadi hukum tidak terikat pada batas batas wilayah suatu negara.Dalam pelaksanaan
hukum Internasional sebagai bagian dari hubungan internasional, dikenal ada
beberapa asas, antara lain:
1. Pacta Sunt Servanda
Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak pihak yang
mengadakannya.
2. Egality Rights
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama
3. Reciprositas
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan
yang bersifat negatif ataupun posistif.
4. Courtesy
Asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negera
5. Rebus Sig Stantibus
97Mariamah sulaiman.Subjek-subjek Hukum Internasional.http://mariamahsulaiman.blogspot.com.
Access 24 oktober 2014.

98 Shandy Plur, Asas-asas Hukum Internasional, http://shandy106.blogspot.com, 05


Oktober 2014

36

Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamentali


dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.99
C.Sumber Hukum Internasional100
Sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Sumber hukum materil, yaitu segala sesuatu yang membahas dasar
berlakunya hukum suatu negara.
2.
Sumber hukum formal, yaitu sumber darimana kita mendapatkan atau
menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut pasal 38 Piagam mahkamah Internasional, sumber hukum formal terdiri
dari :

Perjanjian Internasional, (traktat/Treaty)

Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan


diterima sebagai hukum

Asas-asas umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab

Yurisprudency, yaitu keputusan hakim hukum internasional yang telah


memiliki kekuatan hukum tetap

Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum internasional.


Sumber hukum internasional, dapat dibedakan antara sumber hukum material dan
sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum material adalah sumber hukum
yang membahas dasar berlakunya hukum suatu Negara, sedangkan sumber
hukum formal adalah sumber dari aman kita mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional. Menurut Brierly, sumber hukum
internasional dalam arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan
memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah
Internasional di dalam memutuskan auatu sengketa internasional di dalam
memutuskan suatu sengketa internasional adalah pasal 38 piagam Mahkamah
Internasional pasal 38, adalah sebagai berikut:

Perjanjian internasional (traktat = treaty)


Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan
diterima sebagai hukum.

Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.


Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari
berbagai Negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum.101

99 Ibid
100 Yakin. Sumber Hukum Internasional, dalam http://hidupsehati.com. Access 05 Oktober
2014

101 Ibid

37

Nama: Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : Ke 10
Judul : Bidang / Lapangan Hukum Perdata
A. Pengertian102
Hukum perdata merupakan hukum yang menangani kasus seperti hak-hak,
kewajiban, serta kepentingan perindividu/perorangan. Hukum perdata merupakan
kebalikan dari hukum pidana,yaitu hukum yang menangani masalah-masalah yang
lebih bersifat privat / tertutup, seperti hukum keluarga, hukum harta kekayaan, hukum
benda, hukum perikatan dan hukum waris. Tujuan Hukum perdata adalah untuk
menyelesaikan konflik antar individu berdasarkan hukum yang berjalan, yang
bertujuan pada satu titik yaitu perdamaian.
Dalam ekonomi sendiri, hukum perdata sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan
berbagai kasus yang berkaitan dengan materi. Misalnya pemindahan kepemilikan
usaha dari satu pihak kepihak lain. Sering kali terjadi kesenjangan yang disebabkan
oleh berbagai faktor misalnya salah satu pihak tidak memenuhi kesepakatan yang
telah disepakati. Maka disinilah diperlukan peranan hukum perdata.
B. Pembagian Hukum Perdata103
Hukum perdata dapat dibagi menjadi :
1.
Hukum perdata materil berkaitan dengan muatan atau materi yang diatur dalam
hukum perdata itu sendiri.
2.
Hukum perdata formil adalah hukum yang berkaitan dengan proses perdata atau
segala ketentuan yang mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan penegakan hukum
perdata itu sendiri, seperti melakukan gugatan di pengadilan. Hukum perdata formil
juga dikenal dengan sebutan hukum acara perdata. Hukum acara formil memiliki
fungsi untuk mempertahankan isi hukum acara materil. selain itu hukum perdata
102 Sri Rahayu, Hukum Perdata, dalam http://srirahayu-myblog.blogspot.com, access18
Oktober 2014
103 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2002, hlm.16

38

formil juga memiliki fungsi yaitu untuk mempertahankan hak dan kepentingan
seseorang.
Hukum perdata menurut hukum sekarang ini, lazim dibagi dalam empat bagian,
yaitu :
1.
Hukum tentang diri seseorang
2.
Hukum Kekeluargaan
3.
Hukum Kekayaan
4.
Hukum Warisan
C. Sejarah Hukum Perdata104
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat
dalam dua kodifikasi yang disebut hukum perdata dan Code de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda pada tahun 1806 sampai dengan 1813,
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus
hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis.
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang
dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper
meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh
Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan
dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah
terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda
WvK atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
D.
1.
2.
3.

Undang-Undang yang Mempengaruhi Berlakunya Hukum Perdata105


Undang-undang Pokok Agraria(UUPA)
Undang-undang perkawinan(No.1 Thn 1974)
SEMA No.3/1963

E. Sistematik Hukum Perdata


Sistematik hukum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KHU
Perdata). Kitab Undang-undang Hukum Perdata(KUH Perdata) adalah hukum perdata
yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di
Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UndangUndang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan UndangUndang Dasar. BW
Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
104Kadek Aris Supawan, Sejarah Hukum Perdata, dalam http://kadekarisupawan. wordpress.com,
access 18 Oktober 2014

105 Sri Rahayu,Op.Cit

39

KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yang masing-masing dari banyak bab,
yaitu :
1. Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht106
Bab I
- Menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
Bab II
- Akta -akta catatan sipil
Bab III
- Tempat tinggal atau domisili
Bab IV
- Perkawinan
Bab V
- Hak dan kewajiban suami-istri
Bab V I
- Harta bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
Bab VII
- Perjanjian kawin
Bab VIII - Gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua
atau selanjutnya
Bab IX
- Pemisahan harta-benda
Bab X
- Pembubaran perkawinan
Bab XI
- Pisah meja dan ranjang
Bab XII
- Keayahan dan asal keturunan anak-anak
Bab XIII
- Kekeluargaan sedarah dan semenda
Bab XIV
- Kekuasaan orang tua
Bab XIVA
- Penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
Bab XV
- Kebelum dewasaan dan perwalian
Bab XVI
- Pendewasaan
Bab XVII
- Pengampuan
Bab XVIII
- Ketidakhadiran
2.Buku 2 tentang Benda107
Bab I
- Barang dan pembagiannya
Bab II
- Besit dan hak-hak yang timbul karenanya
Bab III
- Hak milik
Bab IV - Hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
Bab V
- Kerja rodi
Bab VI
- Pengabdian pekarangan
Bab VII
- Hak numpang karang
Bab VIII - Hak guna usaha (erfpacht)
Bab IX
- Bunga tanah dan sepersepuluhan
Bab X
- Hak pakai hasil
Bab XI
- Hak pakai dan hak mendiami
Bab XII
- Pewarisan karena kematian
Bab XIII - Surat wasiat
Bab XIV - Pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
Bab XV - Hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
Bab XVI - Hal menerima dan menolak warisan
Bab XVII - Pemisahan harta peninggalan
Bab XVIII - Harta peninggalan yang tak terurus
Bab XIX - Piutang dengan hak didahulukan
Bab XX
- Gadai
Bab XXI - Hipotek
3. Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht108
106 Ibid
107 Ibid
108 Ibid

40

Bab I
- Perikatan pada umumnya
Bab II
- Perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
Bab III
- Perikatan yang lahir karena undang-undang
Bab IV
- Hapusnya perikatan
Bab V
- Jual-beli
Bab VI
- Tukar-menukar
Bab VII
- Sewa-menyewa
Bab VIIA - Perjanjian kerja
Bab VIII
- Perseroan perdata (persekutuan perdata)
Bab IX
- Badan hukum
Bab X
- Penghibahan
Bab XI
- Penitipan barang
Bab XII
- Pinjam-pakai
Bab XIII
- Pinjam pakai habis (verbruiklening)
Bab XIV
- Bunga tetap atau bunga abadi
Bab XV
- Persetujuan untung-untungan
Bab XVI
- Pemberian kuasa
Bab XVII
- Penanggung
Bab XVIII
- Perdamaian
4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs109
Bab I
- Pembuktian pada umumnya
Bab II
- Pembuktian dengan tulisan
Bab III
- Pembuktian dengan saksi-saksi
Bab IV
- Persangkaan
Bab V
- Pengakuan
Bab VI
- Sumpah di hadapan hakim
Bab VII
- Kedaluwarsa pada umumnya
F. Asas-Asas Hukum Perdata110
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPdt yang sangat penting dalam Hukum
Perdata adalah
1. Asas Kebebasan Berkontrak
2. Asas Konsesualisme/Konsensus
3. Asas Kepercayaan
4. Asas Kekuatan Mengikat
5. Asas Persamaan hukum
6. Asas Keseimbangan
7. Asas Kepastian Hukum
8. Asas Moral
9. Asas Perlindungan
10. Asas Kepatutan.
11. Asas Kepribadian (Personality)
12. Asas Itikad Baik (Good Faith)
G. Sumber Hukum Positif Hukum Perdata111
Sumber Hukum Perdata Indonesia
109 Koridor33, Hukum Perdata Indonesia: Pengertian, Ruanglingkup, Sumber dan
Sistematika,dalam http://koridor33.wordpress.com, access 18 Oktober 2014

110 Yosep Aliyin, Asas Asas Hukum Perdata, dalam http://yosepaliyinsh.blogspot.com,


access 18 Oktober 2014

41

1.

Sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang bersifat
memaksa, yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar mengakibatkan sanksi tegas
dan nyata. Pada dasarnya sumber hukum perdata, meliputi sumber hukum dalam arti
materiil dan sumber hukum dalam arti formil.
1. Sumber dalam arti formal.112
Sumber dalam arti sejarah asalnya hukum perdata adalah hukum perdata buatan
pemerintah kolonia Belanda yang terhimpun dalam B.W KUHPdt. Berdasarkan
aturan peralihan UUD 1945 B. W KUHPdt dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum
diganti dengan undang undang baru berdasarkan UUD 1945.
Sumber dalam arti pembentukannya adalah pembentukan undang undang
berdasarkan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh rakyat Indonesia yang
didalamnya termasuk juga aturan peralihan. Atas dasar aturan peralihan B.W
KUHPdt dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti pembentukan UUD Indonesia ikut
dinyatakan berlakunya B. W KUHPdt. Sumber dalam arti asal mula disebut sumber
hukum dalam arti formal.
2. Sumber dalam Arti Material113
Sumber dalam arti tempat adalah Lembaran Negara atau dahulu dikenal dengan
istilah Staatsblad, dimana dirumuskan ketentuan Undang-Undang hukum perdata
dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt. Selain itu
juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata pembentukan Hakim.
Misalnya yurisprudensi MA mengenai warisan, badan hukum, hak atas tanah.
Sumber dalam arti tempat disebut sumber dalam arti material. Sumber hukum perdata
dalam arti material umumnya masih merupakan bekas peninggalan zaman kolonial,
terutama yang terdapat di dalam Staatsblad. Sedangkan yang lain sebagian besar
berupa yurisprudensi MA-RI & sebagian kecil saja dalam Lembaran Negara RI.
Adakalanya sumber hukum itu ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Secara
khusus, sumber hukum perdata Indonesia terulis berupa:
Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) merupakan ketentuan-ketentuan umum
pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia.
2. KUH Perdata atau Burgelijk Wetboek (BW) merupakan ketentuan hukum produk
Hindia Belanda yang diundangkan tahun 1848, diberlakukan di Indonesia
berdasarkan asas konkordansi.
3. KUHD atau Wetboek van Koopandhel (WvK): KUHD terdiri atas 754 pasal,
meliputi buku I, tentang dagang secara umum dan Buku II, tentang hak-hak dan
kewajiban yang timbul dalam pelayaran.
4. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang pokok agraria.
UU ini mencabut berlakunya Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai hak atas
tanah, kecuali hipotek. Secara umum dalam UU ini diatur mengenai hukum
pertanahan yang berlandaskan pada hukum adat, yaitu hukum yang menjadi
karakter bangsa Indonesia sendiri.
5. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Perkawinan UU ini membuat ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Buku I
KUH Perdata, khususnya mengenai perkawinan tidak berlaku secara penuh.
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah UU ini mencabut berlakunya hipotek.
111 Hendra Setyawan, Sumber - Sumber Hukum Perdata, dalam
hendrasetyawan.blogspot.com access 18 Oktober 2014

http://

112 Ibid
113 Ibid

42

Tujuan pencabutan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan
Stbl. 1937-190 adalah karena tidak sesuai lagi dengan kegiatan kebutuhan
perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.
7. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Ada 3 pertimbangan lahirnya UU ini:
1)
Adanya kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha
atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas
dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.
2)
Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini
masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundangundangan secara lengkap dan komprehensif.
3)
Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang lebih dapat memacu serta mampu
memebrikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibuat
ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fiduasia.
4)
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan
(LPS). UU ini mengatur hubungan hukum publik dan mengatur hubungan hukum
perdata.
8. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)
KHI mengatur tiga hal, yaitu hukum perkawinan, hukum kewarisan dan hukum
perwakafan. Ketentuan dalam KHI hanya berlaku bagi orang-orang yang beragama
Islam.114

Nama: RIZKY WIYANDA PUTRA


NIM : 201410110311104
Kelas : HUKUM 1-C
Tugas : UTS PHI
1. A. PIH menjadi dasar dari PHI, yang berarti bahwa, untuk mempelajari PHI harus
belajar PIH dahulu karena pengertian-pengertian dasar yang berhubungan dengan
hukum diberikan di dalam PIH. Sebaliknya pokok-pokok bahasan PHI merupakan
contoh kongkrit apa yang dibahas di dalam PHI.115
B. Hukum menurut saya adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, yang memiliki sanksi
bagi pelanggar hukum.
C. Klasifikasi Hukum di sini di bagi 6 yang mana akan di jelaskan sebagai berikut :
114 Koridor33, Op.cit

115 Ratry Diana, Pengantar Hukum Indonesia, dalam http://ratrydi.blogspot.com access 22


September 2014

43

Berdasarkan Sifat Hukum:


Berdasarkan Sifatnya, Hukum mempunyai sifat memaksa, artinya dalam keadaan
apapun keterkaitan hukum tidak dapat disimpangi. Barang siapa telah melakukan
pelanggaran hukum, harus mempertanggung jawabkan perbuatannya; kecuali
ditentukan oleh ketentuan hukum. Hukum yang bersifat mengatur. Adalah hukum
yang dapat dikesampingkan jika pihak-pihak menghendakinya.
Berdasarkan Fungsi Hukum:
1. Hukum yang menjamin kepastian hukum.
2. Hukum yang menjamin keadilan sosial.
3. Hukum yang berfungsi pengayoman.
Untuk lebih jelasnya dari ketiga fungsi utama hukum tersebut ialah : pertama, hukum
yang menjamin kepastian hukum. Fungsi dalam kepastian hukum ini adalah, bahwa
dalam suatu peraturan hukum dalam bentuk perundang-undangan dapat diketahui
subjek dan objek hukum yang diaturnya. Kedua, hukum yang menjamin keadilan
sosial. Fungsi keadilan sosial ini dimaksudkan adalah, terinternalisasinya nilai-nilai
keadilan yang ada pada masyarakat untuk dapat dijadikan sebagai nilai tolak ukur
terhadap sebuah penerapan hukum yang memiliki sifat mengatur dan memaksa yang
berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Ketiga, hukum berfungsi sebagai
pengayoman. Fungsi ini bermaksud adalah, melindungi dan menjaga batin
masyarakat dari rasa kekhawatiran dan ketakutan yang akan mengancam
eksistensinya.
Berdasarkan Isinya:
Isi hukum dapat digolongkan menjadi 2 jenis pembagian hukum yaitu :
3. Hukum publik, yaitu aturan hukum yang mengatur kepentingan umum. Contohnya
adalah:
Negara dengan orang, dalam hal ini misalnya : Hukum pidana
Negara dengan alat-alat perlengkapannya, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah Provinsi, kabupaten/Kota, kecamatan
diberbagai daerah di Indonesia.
Negara yang satu dengan yang lain, hal itu diatur dalam hukum antar negara
(hukum internasional)
Hukum yang memuat peraturan-peraturan mengenai segal tugas kewajiban para
pejabat negara.
4. Hukum privat atau hukum sipil, yaitu aturan hukum yang mengatur kepentingan
perseorangan atau dengan dikatakan sebagai aturan hukum yang mengatur
hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lainnya.
3. Hukum privat meliputi :
o Hukum perdata
o Hukum dagang
o Hukum perdata
o Hukum perdata internasional
4. Hukum publik meliputi :
o Hukum tata negara
o Hukum administrasi negara
o Hukum pidana
o Hukum acara pidana
o Hukum pidana internasional
Berdasarkan Waktu Berlakunya: Hukum disini di bedakan menjadi dua, Yang
Pertama Ius Constitum yaitu hukum telah di tetapkan di dalam sebuah undang-

44

undang(eropa kontinental) dan berlaku saat ini telah di sahkan hukum ini dapat juga
di sebut hukum positive. Yang kedua hukum asasi yaitu huku yang berlaku di dalam
segala waktu maupun tempat hukum ini hukum lintas negara.
Berdasarkan Daya Kerjanya: Hukum memiliki kekuasaan memaksa hukum dalam
keadaan apapun juga harus memiliki kekuasaan mutlak. Sifat ini biasanya berlaku
dala hukum pidana, karena dalam hukum pidana pasti ada pihak yang dirugikan.
Berdasarkan Wujudnya:
Menurut bentuknya hukum, itu dapat dibagi menjadi 2 antara lain :
3. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Mengenai hukum tertulis ini juga dapat pula menyangkut
hukum yang dikondifikasi adalah aturan hukum yang sudah dilakukan pembukuan
terhadap jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis
dan lengkap. Adapun hukum tertulis yang telah dikodifikasi adalah :
- KUH Pidana
- KUH Pidana
- KUH dagang
2. Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyrakat,
tetapi tidak tertulis berlakunya ditaati seperti peraturan perundang-undangan, atau
yang sering dikenal dengan hukum kebiasaan. Biasanya hukum kebiasaan yang
hidup dalam masyarakat berbentuk adat istiadat atau tradisi.116
2. A. Sistem Hukum Adat bersumber pada peraturan-peraturan yang tidak tertulis
yang tumbuh dan berkembang serta di pertahankan berdasar kesadaran hukum
masyarakatnya, sifat Hukum ini tradisonal dan berpangkal pada kehendak nenek
moyang.117
B. Teori Receptie
Teori Receptie menyatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku
hukum adat. Hukum Islam berlaku bagi rakyat pribumi kalau norma hukum Islam itu
telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat. Teori ini diberi dasar hukum
dalam undang-undang dasarhindia belanda yang menjadi pengganti RR, yaitu Wet op
deStaatsinrichting van Nederlands Indie (IS). Teori Receptie dikemukakan oleh Prof.
Christian Snouck Hurgronye dan kemudian dikembangkan olehvan Vollenhoven dan
Ter Haar. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi
jangan sampai kuat memegangajaran Islam dan hukum Islam. . Jika mereka
berpegang terhadap ajarandan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit
menerima dandipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Ia pun khawatir
hembusanPan Islamisme yang ditiupkan oleh Jamaluddin Al-Afgani berpengaruh
diIndonesia.Teori Receptie ini amat berpengaruh bagi perkembangan hukumIslam di
Indonesia serta berkaitan erat dengan pemenggalan wilayahIndonesia ke dalam
116 Deni Indrayana, kualifikasi Hukum, dalam http://deniindra.blogspot.com access 22
September 2014
117 Andi.
September

Hukum
2014

Adat.

http://hukumsumberhukum.com access

22

45

sembilan belas wilayah hukum adat. Teori Receptieberlaku hingga tiba di zaman
kemerdekaan Indonesia.

Teori Receptie Exit

Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H.Menurutnya setelah
Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan
Undang-Undang Dasar 1945 dijadikanUndang-Undang Negara Republik Indonesia,
semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori
receptie bertentangan dengan jiwa UUD 45. Dengan demikian, teori receptie itu
harus exit aliaskeluar dari tata hukum Indonesia merdeka.Teori Receptie harus keluar
dari teori hukum nasional Indonesia karena bertentangan dengan UUD45 dan
Pancasila serta bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah. Secara tegas UUD 45
menyatakan bahwaNegara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanyamasing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Demikian
dinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2).

Teori Receptie A Contrario

Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti
Thalib, S.H. dengan memperkenalkan TeoriReceptie A Contrario. Teori Receptie A
Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa
hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan
agamaIslam dan hukum Islam. Dengan demikian, dalam Teori Receptie A Contrario,
hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Teori ini
sejiwa dengan teori para pakar hukum islam (fuqaha) tentang al urf dan teori aladah.Kalau Teori Receptie mendahulukan berlakunya hukum adatdaripada hukum
Islam, maka Teori Receptie A Contrario sebaliknya.Dalam Teori Receptie, hukum
Islam tidak dapat diberlakukan jikabertentangan dengan hukum adat. Teori Receptie
A Contrariomendahulukan berlakunya hukum Islam daripada hukum adat,
karenahukum adat baru dapat dilaksanakan jika tidak bertentangan denganhukum
Islam.118

C. awalnya jepang memberikan banyak pengalaman baru kepada umat islam, tapi
seiring dengan semakin lemahnya langkah strategis, jepang memenangkan perang
dan membuka lebar jalan menuju kemerdekaan Indonesia dan mulai merubah arah
kebijakannya, jepang mulai memberikan kekuasaan pada beberapa komite kepada
kau nasionalis. Karena masalah ini munculah piagam Jakarta yang membela umat
islam, tapi gagal diterapkan sebelum disahkan. Akhirnya pada masa ini islam masi
tetap samar-samar.119

118Akbar SH, teori hukum adat, http://libraryhukum.blogspot.com/teori-hukum-adat, 22


September 2014

46

3. A.
Sumber hukum dalam PHI dibagi menjadi 2, yaitu :
a. sumber hukum materiil, materi sama dengan isi, jadi sumber hukum materiil adalah
sumber dimana keberadaannya beserta isinya akan menetukan isi hukum.
b. sumber hukum formal, adalah sumber hukum yang akan menentukan cara
berlakunya suatu kaidah menjadi hukum secara resmi. Sumber hukum formal dibagi
menjadi beberapa macam yaitu :
6. Perundang-undangan
a. Undang-undang
b. Keputusan pemerintah / pemerintah daerah
7. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama.sehingga kebiasaan itu walaupun tidak ditentukan oleh
pemerintah namun diakui dan ditaati oleh anggota masyarakat.
8. Yurisprodensi
Yurisprudensi adalah menggunakan keputusan hakim terdahulu untuk patokan
keputusan hakim kedepannya saat menemui masalah yang sama.
9. Traktat
Traktat atau treaty adalah suatu perjanjian yang diadakan antara dua atau
lebihnegara atau dengan kata lain perjanjian antar negara. Bila traktat
diadakan hanya dua negara, maka perjanjian itu disebut bilateral, sedangkan
bila diadakan oleh banyak negara maka disebut perjanjian multirateral. Agar
traktat itu mempunyai kekuatan berlaku mengikat, harus melalui prosedur
tertentu baik menurut hukum Internasional maupun nasional. Disebutkan
dalam pandangan E. Utrecht dalam bukunya mengatakan bahwa dalam
pembuatan perjanjian antar negara melalui empat tingkatan yaitu:
a. Penetapan (sluiting) adalah penetapan isi perjanjian oleh utusan atau delegasi
pihak-pihak yang bersangkutan dalam konverensinya.
b. Perseyujuan masing-masing dewan perwakilan rakyat dari pihak yang
bersangkutan.
c. Ratifikasi atau penegasan oleh masing-masing kepala negara.
d. Pelantikan atau pengumuman (afkondiging).
10.
Doktrin
Tidak jarang ilmu hukum digunakan oleh hakim dalam putusannya sebagai
dasar pertimbangan untuk mempertahankan putusannya. Kalau ilmu hukum
itu dimuat dan dipertahankan dalam putusan pengadilan, maka ilmu hukum itu
adalah hukum. Oleh sebab itu ilmu hukum dijadikan sebagai sumber hukum.
Dikenal pula adanya apa yang dinamakan rechtsboek (kitab hukum), yaitu
tulisan para sarjana yang menguraikan tentang hukum kebiasaan. Ketika UU
belum berperan, maka kitab hukum itu sedemikian besar perannya sehingga
dipakai oleh para hakim. Beberapa dari kitab hukum itu di antaranya Grand
coustumeirde Normandie dan Saksenspiegel.120
119 Tri Bagas, Hukum islam, http://catatancoretan.blogspot.com/hukum-islam,
September 2014

22

120 Diana me, Sumber-Sumber Hukum,dalam http://dianame.wordpress.com 22 September


2014

47

B.
Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini, jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan
republik
indonesia
sebagai
berikut:
1.UUD Negara republik indonesia tahun 1945
2.Ketetapan MPR
3.UU/Perppu
4.Peraturan Presiden
5.Perda Provinsi
6.Perda Kabupaten/kota121
C.
Asas Berlakunya Undang-undang ada 5 yakni :
1. Asas PerUUan tidak dapat diganggu gugat
2. Asas PerUUan tidak berlaku surut
3. Asas PerUUan yang lebih tinggi mengalahkan yang rendah
4. Asas PerUUan yang khusus mengesampingkan yang umum
5. Asas PerUUan yang terakhir mengesampingkan yang terdahulu122
4.
A. Syistem Yang populer di gunakan di dunia ialah Hukum anglo saxon dan Eropa
kontinental.123
B. perbedaan Sistem Hukum Anglo Saxon dan Eropa Kontinental dilihat dari
beberapa aspek. Dari sumbernya SH Anglo Saxon bersumber dari putusan hakim dan
peraturan hukum tertulis, peraturan administrasi dan kebiasaan sedangkan SH Eropa
Kontinental bersumber dari UU, Peraturan hukum dan Kebiasaan yang diterima
sebagai hukum oleh masyarakat. Dari dasar hukumnya, SH Anglo Saxon berdasar
pada Yurisprudensi, SH Eropa Kontinental berdasar pada Kodifikasi hukum. Dari segi
bentuknya SH Anglo Saxon hanya mengenal 1 peradilan untuk semua jenis perkara
dan SH Eropa Kontinental mengenal system peradilan administrasi. Menurut SH
Eropa continental hukum adalah sollen bukan sein sedang menurut SH Anglo saxon
hukum adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat. Pada SH Eropa
Kontinental ada kodifikasi hukum sedangkan SH Anglo Saxon tidak ada.124
C.
Ciri-ciri
Negara
Hukum
Indonesia
- Adanya Hubungan yang erat antara agama dan negara
- Bertumpu pada Ketuhana yang Maha Esa
- Kebebasan Beragam dalam arti positif
121 Devi Sesyarani, Peraturan Perundang - undangan,
http://deviseysa.blogspot.com access 22 September 2014
122 Ibid
123 Rizal Wiahadi, Siste Hukum Anglo Saxond dan Sistem Hukum Eropa
Continental dalam http://rizalwirahadi.blogspot.com, access 22 September 2014
124 Ibid

48

- Ateisme tidak di benarkan dan Komunisme di larang


- Asas Kkeluargaan dan Kerukunan125
5.A. Kekuasaan kehakiman yang awalnya diatur dalam UU No. 14 tahun 1970
tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dirubah dengan diundangkannya UU
No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman, kemudian diganti dengan UU No. 4 tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman dank karena UU ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan
kebutuhan hukum dan ketatanegaraan maka diganti dengan UU No. 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman.126
B.
-Peradilan di Lakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa
- Peradilan dilakukan dengan Cepat, sederhana, dan Biaya Ringan
- Peradilan mengadili menurut Hukum dengan tidak membeda-Bedakan ora
- Tidak Seorang pun dapat di hadapkan di depan Pengadilan selain daripada yang
di tentukan oleh Undang-Undang
- Sidang Pemeriksaan pengadilan terbuka kecuali Undang-undang Menentukan
lain127
C.
Peradilan
Agama
- Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
- Peradilan Hak Asasi Mnausia (HAM)
- Peradilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)128
6. A. Hukum pidana adalah peraturan yang mengatur hak negara dan alat
perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman
terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam
hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan
oleh hukum pidana dalam arti objek tif (ius poenale).129
B.
KUHP diseluruh wilayah Indonesia baru diberlakukan pada tanggal 20 september
1958, dengan diundangkannya UU No. 7 tahun 1958 tentang berlakunya UU No. 1
125 Chelsea, Negara Hukum , http://Chelseablue.blogspot.com
September 2014

access 22

126 Ibid
127 Nindia, Asas Peradilan, http://nindia.blogspot.com/asas-peradilan, access 22
September 2014
128 Ibid
129 Anonymous, Pengertian Hukum, dalam http:// pengertian.blogspot.com, access 22
September 2014

49

tahun 1946 Republik Indonesia tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh
wilayah RI dan mengubah kitab UU hukum pidana.130
C.
Sebelum membahas perbedaan kejahatan dan pelanggaran, alangkah baiknya jika kita
mengetahui
definisinya
keduanya
terlebih
dahulu.
Pelanggaran : perbuatan atau perkara melanggar yang lebih ringan dari kejahatan.
Kejahatan : Perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang
telah disahkan oleh hukum tertulis. Contoh : saat kita terlambat masuk kelas hanya
dihukum berdiri di depan kelas atau membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi
lagi.
Jadi Perbedaannya adalah keduanya sama-sama melanggar peraturan akan tetapi
dampak yang dihasilkan dan hukuman yang diberikan berbeda. Contoh : saat kita
mencoba mencuri motor orang dan ketahuan maka hukumannya bisa sampai 7 tahun
penjara.131
7. A.
Hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu Negara beserta segala aspek yang
berkaitan dengan organisasi Negara tersebut. Sehubungan dengan itu dalam
lingkungan Hukum Ketatanegaraan.132
B.
1.karena perubahan UUD 1945 menghidupkan perkembangan politik kearah
keterbukaan
2.karena perubahan UUD 1945 merupakan dasar hukum tertulis yang dijadikan
landasan dalam pennyelenggaraan Negara maka harus sesuai dengan aspirasi tuntutan
kehidupan masyarakat Indonesia
3.karena perubahan UUD 1945 mendidik jiwa demokratis yang sudah dipelopori oleh
MPR pada waktu mengadakan perubahan UUD 1945 itu sendiri
4.karena perubahan UUD 1945 memberikan peluang kepada bangsa Indonesia untuk
membangun dirinya, tidak terus-terusan menggunakan UUD hasil dari Belanda.133
C.
- Dapat mengajukan rancangan UU kepada DPR terkait dengan Otoda, maupun
Hubungan pusat dan Daerah yang berkaitan dengan keseimbangan hubungan daerah
dan pusat
- Ikut Membahas bersama DPR Dan Presiden Rancangan Undang-Undang yang
berkaitan dengan Pengajuan RUU oeh DPD
130 Tengku, Amandemen Undang-undang, http://kamustengku.blogspot.com access 22
September 2014
131 Kamus, Pengertian Pelanggaran dan Kejahatan, http://kamusku.blogspot.com 22
September 2014
132 Lutfi, bidang lapang Hukum tata negara, http://lutfi.blogspot.com access 07
Oktober 2014
133 Tengku. Op.cit

50

- Ikut Membahas bersama DPR dan Presiden RUU yang di ajukan oleh DPR Maupun
Presiden yang berkaitan dengan pengajuan RUU oleh DPD134
8. A.
Hukum administrasi negara merupakan hukum yang mengatur segala tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat maupun tindakan-tindakan yang
dilakukan pejabat atau institusi satu ke institusi lainnya untuk menjalankan
kepemerintahan.135
B.
Abouse Of Power adalah Penyalahgunaan Kekuasaan atau wewenang oleh Pejabat
untuk mengambil keuntungan dari orang lain, mendapat akses informasi yang tidak
bisa diakses oleh publik, atau memanipulasi seseorang dengan kekuatannya untuk
menghukumnya jika mereka tidak memenuhi permintaan penguasa tersebut.136
C.
Hakekat Dari HAN adalah untuk Mengetahui cara Tingkah Laku Negara dan Alat
kelengkapan Negara. Peran HAN disini sebagai controler terhadap sistem Birokrasi di
suatu negara apa sudah layak apa belum. Tujuan HAN yang di maksud disini
Memberikan batasan dan Wewenang terhadap pejabat administrasi negara.137
9. A.
Hukum HAN mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warganya serta
memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat atau warga negaranya dari
tindakan sewenang-wenang aparatur pemerintah. Peran HAN yang pertama adalah
menjamin kepastian hukum, lalu menjamin keadilan hukum, dan hukum administrasi
berfungsi sebagai pedoman dan ukuran. Tujuan HAN adalah memberikan batasan dan
kewenangan terhadap pejabat administrasi Negara dan memberikan perlindungan
terhadap rakyat atau badan hukum perdata dari tindakan sewenang-wenang pejabat
administrasi Negara.138
B.
Subjek hukum perdata ada 2, yaitu :
a. Manusia, manusia sama dengan orang karena mempunyai hak-hak subjektif dan
kewenang hukum.
134 Syafiq,
wewenang
Oktober
2014

http://operadpd.blogspot.com,

access

29

135 Daniel Samosir, Dasar Umum dan Asas - Asas Hukum Administrasi
Negara , dalam http://daniel samosir.blogspot.com, access 11 Oktober 2014
136 Ibid
137 Ibid
138 Aldi,
September

kekuasaan,
2014

http://bignote.blogspot.com/kekuasaan,

access

22

51

b. Badan Hukum, adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu,


harta kekayaan serta hak kewajiban.
Beberapa asas yang terkandung dalam KUH Perdata yang sangat penting dalam
Hukum Perdata adalah,
1. Asas Kebebasan Berkontrak
2. Asas Konsesualisme/Konsensus
3. Asas Kepercayaan
4. Asas Kekuatan Mengikat
5. Asas Persamaan hukum
6. Asas Keseimbangan
7. Asas Kepastian Hukum
8. Asas Moral
9. Asas Perlindungan
10. Asas Kepatutan.
11. Asas Kepribadian (Personality)
12. Asas Itikad Baik (Good Faith)139
C.
1. adanya kesepakatan kedua belah pihak, maksudnya kedua belah pihak yang
membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal pokok dalam kontrak
2. kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, asas cakap melakukan perbuatan
hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan
sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun
bagi laki-laki, dan 19 tahun bagi wanit
3. adanya objek, sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslahsuatu hal
atau barang yang cukup jelas
4. adanya kausa yang halal, pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak
memakai sebab yang halal atau dibuat dengan sebab palsu, tidak mempunyai
kekuatan hukum140

Nama
NIM
Tugas
Judul

: Rizky Wiyanda Putra


: 201410110311104
: 11
: Bidang/Lapangan Hukum Dagang

A.

Pengertian
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang
yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Pada awalnya hukum
dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum
dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga
terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah
berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
139 Sri Rahayu, Hukum Perdata, http://srirahayu-myblog.blogspot.com, access 22
September 2014
140 Woro, syarat sahperjanjian , http://perdata.blogspot.com/syarat-sah-perjanjian, 22
September 2014

52

Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai
muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Ada beberapa hal yang diatur
dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketentuanketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex
generalis / hukum umum, sedangkan KUHD merupakan lex specialis / hukum
khusus. Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis
derogat lex generalis yang berarti hukum khusus menghapus hukum umum.141
B.
Perkembangan Hukum Dagang di Dunia
Hukum dagang mulai berkembang sejak abad pertengahan Eropa sekitar
tahun 1000/ 1500, terjadi di Italia dan Perancis selatan dengan tumbuhnya kota-kota
sebagai pusat perdagangan seperti Genoa, Florence, Vennecia, Marseille, Barcelona
danjuga di negara-negara lainnya. Perdagangan itu pada mulanya mengikuti aturan
hukum Romawi kuno, Corpus Iurus Civilis. Karena tidak dapat menyelesaikan
perkara-perkara perdagangan, pada abad ke-16 & ke- 17 dibuatlah hukum baru di
samping hukum Romawi yang berdiri sendiri.142
Disebut sebagai Hukum pedagang : khusus mengatur perkara di bidang
perdagangan (peradilan perdagangan) yang belum bersifat unifikasi.
Pada tahun 1673 Corbert, menteri keuangan raja Louis XIV yang memerintah
ahun 1613-1715, berhasil menyusun kodifikasi hukum dagang Ordonnance Du
Commerce. Dan pada tahun 1681 disusun Ordonnance De La Marine yang
mengatur tentang kedaulatan perairan.
Pada tahun 1819 Belanda mulai menyusun KUHD (Wetboek van Koophande dan
disahkan tahun 1838.
KUHD Hindia Belanda berdasarkan azas konkordansi dari KUHD berlaku sejak
tahun 1848, berisikan 2 kitab yaitu:
1. Tentang dagang umumnya; dan
2. Tentang hak-hak dan kewajiban pada pelayanan143
C. Asas-Asas Hukum Dagang
Pengertian Dagang, dalam arti ekonomi, yaitu segala perbuatan perantara
antara produsen dan konsumen. Pengertian Perusahaan, yaitu seorang yang bertindak
keluar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara dimana yang bersangkutan
menurut imbangannya lebih banyak menggunakan modal dari pada menggunakan
tenaganya sendiri. Pentingnya pengertian perusahaan :
1. Kewajiban memegang buku tentang perusahaan yang bersangkutan.
2. Perseroan Firma selalu melakukan Perusahaan.
3. Pada umumnya suatu akte dibawah tangan yang berisi pengakuan dari suatu pihak,
hanya mempunyai kekuatan pembuktian jika ditulis sendiri oleh si berhutang atau
dibubuhi tanda persetujuan yang menyebutkan jumlah uang pinjaman, tapi
peraturan ini tidak berlaku terhadap hutang-hutang perusahaan.
4. Barang siapa melakukan suatu perusahaan adalah seorang pedagang dalam
pengertian KUHD.
141 Surabaya News, Asas-Asas Hukum Dagang, dalam http://andruhk.blogspot.com access
19 Oktober 2014
142 Betlehem Ketaren, Asas-Asas Hukum Dagang, dalam http://www.slideshare.net access
19 Oktober 2014
143 Ibid

53

5. Siapa saja yang melakukan suatu Perusahaan diwajibkan, apabila diminta,


memperlihatkan buku-bukunya kepada pegawai jawatan pajak.
6. Suatu putusan hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan terhadap tiap orang
yang telah menanda tangani surat wesel / cek, tapi terhadap seorang yang
menandatangani surat order atau surat dagang lainnya, paksaan badan hanya
diperbolehkan jika surat-surat itu mengenai perusahaannya.144
D.
Sumber Hukum Positif Hukum Dagang
Sumber-sumber hukum dagang adalah tempat dimana bisa didapatkan
peraturan-peraturan mengenai Hukum Dagang. Beberapa sumber Hukum Dagang
yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) / Wetboek van Koophandel
(WVK), yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua Kitab
dan 23 bab. Di dalam KUHD jelas tercantum bahwa implementasi dan
pengkhususan dari cabang-cabang hukum dagang bersumber pada Kitab Undangundang Hukum Dagang Isi pokok daripada KUHD Indonesia adalah:
o Kitab pertama berjudul tentang dagang umumnya, yang memuat 10 bab
o Kitab kedua berjudul tentang hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang terbit dari
pelayaran, terdiri dari 13 bab.
KUHD mengatur berbagai perikatan yang berkaitan dengan perkembangan
lapangan hukum perusahaan. Sebagai peraturan yang telah terkodifikasi, KUHD
masih terdapat kekurangan dimana kekurangan tersebut diatur dengan peraturan
perundang-undangan yang lain.145
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau Burgerlijk Wetboek
(BW), Buku III tentang Perikatan.
Kitab ini juga bisa disebut dengan KUHS (kitab undang-undang hukum sipil).
1) Persetujuan jual beli (contract of sale)
2) Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
3) Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)146
3. Kebiasaan
Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan sudah diterima
oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya, dapat dipakai juga
sebagai sumber hukum pada Hukum Dagang.
1) Pasal 1339 KUH Perdagangan : Suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk apa
yang semata-mata telah diperjanjikan tetapi untuk apa yang sudah menjadi keb
iasaan;
2) Pasal 1347 KUH Perdagangan : hal-hal yang sudah lazim diperjanjikan dalam
suatu perjanjian, meskipun tidak secara tegas diperjanjikan harus dianggap
jugatercantum dalam setiap perjanjian semacam itu.147
4. Peraturan Perundang-Undangan
144 Angelina Sinaga, Pengantar Hukum Dagang, dalam
http://angelinasinaga.wordpress.com access 19 Oktober 2014
145 Dewi Nindya , Hukum Dagang, dalam http://Nindyadw.blogspot.com access 19
Oktober 2014
146 Ibid
147 Ibid

54

Selain KUHD, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang


mengatur Hukum Dagang, diantaranya ;
1) UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
2) UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT)
3) UU No 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
4) UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha
5) UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal148
5. Perjanjian yang dibuat para pihak
Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hal ini,
persetujuan, perjanjian ataupun kesepakatan memegang peranan bagi para pihak.
Contohnya dalam pasal 1477 KUH Perdata yang menentukan bahwa selamatidak
diperjanjikan lain, maka penyerahan terjadi di tempat dimana barang berada pada saat
terjadi kata sepakat. Misalkan penyerahan barang diperjanji149
6. Perjanjian Internasional/Traktat
Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan agar pengaturan tentang persoalan
Hukum Dagang dapat diatur secara seragam oleh masing-masing hukum nasional dari
negara-negara peserta yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut. Untuk
dapat diterima dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat maka perjanjian
internasional tersebut harus diratifikasi oleh masing-masing negara yang terikat
dalam perjanjian internasional tersebut.
Macam perjanjian internasional ;
a. Traktat yaitu perjanjian bilateral yang dilakukan oleh dua negara saja. Contohnya
traktat yang dibuat oleh Indonesia dengan Amerika yang mengatur tentang pemberian
perlindungan hak cipta yang kemudian disahkan melalui Keppres No.25 Tahun 1989.
b. Konvensi yaitu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara. Contohnya :
Konvensi Paris yang mengatur tentang merek.150
7. Doktrin, yaitu pandangan para sarjana
Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturanperaturan khusus, yang belum di koodifikasikan seperti :
1)
Peraturan tentang koperasi
2)
Peraturan pailisemen
3)
Undang-undang oktroi
4)
Peraturan lalu lintas
5)
Peraturan maskapai andil Indonesia
6)
Peraturan tentang perusahaan Negara151
E.
Hubungan Hukum Perdata dan KUHD
Hukum dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur
dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk
menjalankan usaha atau perdagangan. Menurut Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa
: Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak dianggap pada tempatnya, oleh
148 Ibid
149
Rahadian Diaradi, Asas- Asas
Hukum
bisnis.blogspot.com
access 19 Oktober 2014

Dagang,

dalam http://artikel-ekonomi-

150 Ibid
151 Ibid

55

karena Hukum Dagang tidak lain adalah hukum perdata itu sendiri melainkan
pengertian perekonomian. Hukum dagang dan hukum perdata bersifat asasi terbukti
di dalam :
1) Pasal 1 KUHD
2) Perjanjian jual beli
3) Asuransi yang diterapkan dalam KUHD dagang
Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem
hukum yang bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur
dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan,
juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat
KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.152
F.
Perantara dalam Hukum Dagang
Adapun pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi beberapa
macam pekerjaan, misalnya :
1) Pekerjaan perantara : makelar, komisioner, pedagang keliling.
2) Badan-badan usaha (assosiasi-assosiasi) : Perseroan Terbatas (P.T), Perseroan
Firma (Fa), Perseroan Komanditer, dll.
3) Pertanggungan (Asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya s i
pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
4) Perantara banker untuk membelanjai perdagangan.
5) Pengangkutan untuk kepentingan lalu-lintas niaga baik di darat, di laut maupun di
udara.153
Pengangkutan adalah perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman
membawa orang/barang dari satu tempat ke lain tempat, sedang pihak lainnya
menyanggupi akan membayar ongkos. Menurut undang-undang, seorang pengangkut
hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengakutan saja, tidak perlu ia sendiri yang
mengusahakan alat pengangkutan. Di dalam hukum dagang di samping conossement
masih di kenal surat-surat berharga yang lain, misalnya, cheque (cek), wesel yang
sama-sama merupakan perintah membayar dan keduanya memiliki perbedaan.
Cheque sebagai alat pembayaran, sedangkan wesel di samping sebagai alat
pembayaran keduanya.154
G. Perkumpulan-Perkumpulan Dagang
1. Persekutuan (Maatschap) : suatu bentuk kerjasama dan siatur dalam KUHS
tiapanggota persekutuan hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orangoranglain. Dengan lain perkataan ia tidak dapat bertindak dengan mengatas
namakan persekutuan kecuali jika ia diberi kuasa. Karena itu persekutuan bukan
suatu pribadi hukum atau badan hukum.
2. Perseroan Firma : suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat
dalam KUHD Pasal 16 yang merupakan suatu perusahaan dengan memakai nama
bersama. Dalam perseroan firma tiap persero (firma) berhak melakukan
pengurusan dan bertindak keluar atas nama perseroan.
3. Perseroan Komanditer : suatu bentuk perusahaan dimana ada sebagian persero
yang duduk dalam pimpinan selaku pengurus dan ada sebagian persero yang tidak
152 Angelina Sinaga, Op.Cit
153 Rahadian Diaradi, Pengantar Hukum Dagang, dalam http://artikel-ekonomibisnis.blogspot.com access 19 Oktober 2014
154 Ibid

56

turut campur dalam kepengurusan (komanditaris/ berdiri dibelakang layar),


sebagaimana segala peraturannya telah dijelaskan pada pasal 19 KUHD.
4. Perseroan Terbatas : perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat
saham atau sero yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut,
sebagaimana segala peraturannya telah dijelaskan pada pasal 36 KUHD.
5. Koperasi : suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan
perdagangan. Diatur diluar KUHD dalam berbagai peraturan :
a. Dalam Stb 1933/ 108 yang berlaku untuk semua golongan penduduk.
b. Dalam stb 1927/91 yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia
c. Dalam UU no. 79 tahun 1958
Keanggotaannya bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/ diambil alih
oleh orang lain.
Berasaskan gotong royong
Merupakan badan hokum
Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri Koperasi.
6. Badan-badan Usaha Milik Negara tunduk pada UU no 9/ 1969
a. Berbentuk Persero : tunduk pada KUHD, stb 1847/ 237 Jo PP No. 12/ 1969
b. Berbentuk Perjan : tunduk pada KUHS/ BW, stb 1927/ 419
c. Berbentuk Perum : tunduk pada UU no. 19, Perpu tahun 1960155

155 Angelina Sinaga, Op.Cit

57

Nama
NIM
Tugas
Judul

1.
2.
3.
4.
5.
6.

: Rizky Wiyanda Putra


: 201410110311104
: ke 12
: BIDANG/LAPANGAN HUKUM AGRARIA

A.
Pengertian Agraria
Istilah agraria atau sebutan agraria dikenal dalam beberapa bahasa, yaitu :
Bahasa Belanda, dikenal dengan kata akker yang berarti tanah pertanian
Bahasa Yunani kata agros yang juga berarti tanah pertanian.
Bahasa Latin, ager berarti tanah atau sebidang tanah, agrarius berarti
perladangan, persawahan dan pertanian.
Bahasa Inggris, agrarian berarti tanah untuk pertanian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanian ata u
tanah
pertanian.
Dalam Black Law Dictionary arti agraria adalah segala hal yang terkait dengan
tanah, atau kepemilikan tanah terhadap suatu bagian dari suatu kepemilikan tanah.
156

B.
Pengertian Hukum Agraria
1.
Menurut beberapa pakar hukum157
a. Subekti dan Tjitro Subono
Hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata
negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan
ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang
bersumber pada hubungan tersebut.
b. Prof. E. Utrecht, S.H
Hukum agraria menjadi bagian dari hukum tata usaha Negara karena
mengkaji hubungan-hubungan hukumantara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang
meliatakan pejabat yang bertugasmengurus masalah agraria.
2.
Hukum agraria dalam arti luas158
Daripada itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran Hukum
Agraria meliputi : bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. Oleh
karenanya pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum
agraria dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang
mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi:
1) Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti
permukaan bumi.
156 Brian Bandit, Hukum Agraria, dalam http://BrainBandito.wordpress.com, access 19
Oktober 2014
157 Ibid
158 Ibid

58

2)
3)

Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.


Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahanbahangalian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan.
4) Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang
terkandung di dalam air.
5) Hukum Kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil
hutan.
6)
Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa
(bukanspace law), mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur
dalamruang angkasa seperti yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
3. Hukum agraria dalam arti sempit159
Hanya mencakup Hukum Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur
hak-hak penguasaan atas tanah.Yang dimaksud tanah di sini adalah sesuai dengan
Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah permukaan tanah, yang dalam penggunaannya
menurut Pasal 4 ayat (2),meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa, yang ada di
atasnya, sekedar diperlukanuntuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunan tanah itu dalam batas menurut UUPA, dan peraturan-perturan hukum lain
yang lebih tinggi. Jadi, kesimpulan dari hukum agraria adalah keseluruhan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai agraria (pertanahan).
C.
Sejarah Hukum Agraria
Dalam buku Hukum Agraria Indonesia Boedi Harsono, hanya menyebut dua
tonggak sejarah, yaitu pengundangan UUPA tanggal 24 september 1960 dan
pengundangan Agrarische Wet tahun 1870. Berlandaskan tonggak sejarah itu, sejarah
hukum agraria Indonesia dapat dibagi dalam periode sebagai berikut:
1. Masa sebelum kemerdekaan (sebelum 1945):
1) Masa sebelum Agrarische Wet, tahun 1870
2) Masa setelah Agrarische Wet, tahun 1870 sampai proklamasi kemerdekaan
2. Masa kemerdekaan:
1) Masa sebelum UUPA, tahun 1945 sampai tahun 1960
2) Masa UUPA, yaitu setelah terbitnya UU No.5/1960, tentang ketentuan dasar
pokok-pokok agraria tanggal 24 september 1960.160
Pada politik agraria kolonial dalam Agrarische Wet tahun 1870, dengan
pernyataan domeinnya serta sejarah politik hukum perdata dengan dualisme hukum
agraria.
Sejarah pembentukan UUPA 1960 dan UUPA sendiri masing-masing dibahas
dalam pokok bahasan berikut. Penjelasan umum UUPA merumuskan bahwa hukum
agraria lama (yang berlaku sebelum tahun 1960) itu dalam banyak hal, tidak
merupakan alat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur,
bahkan merupakan penghambat pencapaiannya. Hal itu terutama disebabkan karena :
1. Hukum agraria lama itu sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari
pemerintah jajahan, sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat didalam
melaksanakan pembangunan nasional.
2. Hukum agraria lama bersifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan hukum adat
disamping peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum barat.
3. Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan tidak menjamin kepastian hukum
seluruh rakyat Indonesia.161
D. Asas-Asas Hukum Agraria
159 Ibid
160
Putri Julaiha, Hukum Agraria, dalam http://putrijulaiha.wordpress.com
access 19 Oktober 2014

59

1.

Asas Nasionalisme
Suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja
yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan
dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki
dengan perempuan serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.
2. Asas Dikuasai oleh Negara
Dalam UUPA pasal 2 ayat 1, disebutkan bahwa bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat
tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
3. Asas Hukum Adat yang Disaneer
Hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum
adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya.
4. Asas Fungsi Sosial
Dalam UUPA pasal 6, menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh
bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta
keagamaan.
5. Asas Kebangsaan atau Demokrasi
Suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI baik asli maupun
keturunan berhak memilik hak atas tanah.
6. Asas Non Diskriminasi (tanpa pembedaan)
Asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA). UUPA tidak membedakan
antar sesama WNI baik asli maupun keturunan asing. Jadi, asas ini tidak
membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI
berhak memilik hak atas tanah.
7. Asas Gotong Royong
Menurut pasal 12 UUPA, segala usaha bersama dalam lapangan agrarian
didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam
bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat
bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria.
8. Asas Pemisahan Horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan
benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan
kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan
yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda
atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu
dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak
atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.
9. Asas Unifikasi
Hukum agraria disatukan dalam sebuah undang-undang yang
diberlakukan bagi seluruh warga negara Indonesia, yang berarti hanya ada satu
hukum agraria yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Pokok
Agraria.162
E. Sumber Hukum Positif Hukum Agraria
1. Sumber hukum agraria yang tertulis :
a.
Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (3) yang
menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
161

Ibid

162 Wong Dermayu, Hukum Agraria, dalam http://wonkdermayu.wordpress.com access 19


Oktober 2014

60

dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.163


b.
Undang-Undang Pokok Agraria, dimana Undang-undang ini dimuat
dalam Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria, tertanggal 24 September 1960 diundangkan dan dimuat dalam
Lembaran Negara tahun 1960-140, dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan
Lembaran Negara nomor 2043, kelak pada tanggal tersebut diperingati sebagai hari
tani nasional.164
c.
Peraturan Pelaksanaan UUPA dan peraturan yang mengatur soal-soal
yang tidak diwajibkan tetapi diperlukan dalam praktek.165
d. Peraturan-peraturan bukan pelaksana UUPA yang dikeluarkan sesudah
tanggal 24 September 1960 karena suatu masalah yang perlu diatur. Misalnya
Undang-Undang 51/Prp/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang
Berhak atau Kuasanya.166
e.
Peraturan-peraturan lama yang untuk sementara masih berlaku, sesuai
dengan ketentuan pasal-pasal peralihan.
Tujuan dari diberlakukannya peraturan-peraturan lama adalah untuk mengisi
kekosongan sebelum peraturan-peraturan pelaksana dibentuk. Peraturan-peraturan
lama tersebut diatur dalam Pasal 56-58 UUPA :
a. Pasal 56 UUPA yang memberlakukan ketentuan hukum adat setempat dan
peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang
sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20 UUPA (hak milik).
Ketentuan-ketentuan tersebut tetap berlaku sebelum diberlakukannya undang-undang
yang mengatur mengenai hak milik.
b.
Pasal 57 UUPA yang memberlakukan ketentuan-ketentuan mengenai
hypotheek yang terdapat dalam KUH Perdata dan credietverband yang diatur dalam
S. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan S. 1937-190. Kedua ketentuan tersebut
tetap berlaku sebelum diberlakukannya undang-undang yang mengatur mengenai hak
tanggungan. Namun dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan
Tanah, yang diatur UU Hak Tanggungan, maka ketentuan peralihan ini sudah tidak
digunakan lagi.
c.
Pasal 58 UUPA yang memberlakukan peraturan-peraturan lain yang
mengatur mengenai bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dan hak-hak atas tanah sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dari UUPA.
Peraturan-peraturan tersebut tetap berlaku sepanjang peraturan-peraturan pelaksana
dari UUPA belum terbentuk.167
2. Sumber hukum agraria yang tidak tertulis
Sumber-sumber hukum agraria yang tidak tertulis terdiri dari:
a. Hukum adat yang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UUPA, yaitu yang:
163 Purwanto, Pengertian Hukum Agraria, dalam
http://politikagraria.blogspot.com access 19 Oktober 2014
164 Ibid
165 Ibid
166 Ibid
167

Putri Julaiha, Op.cit

61

Tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara


Berdasarkan atas persatuan bangsa
Berdasarkan atas sosialisme Indonesia
Berdasarkan peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA dan peraturan
perundangan lainnya
Mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.168
b.
Hukum kebiasaan yang timbul sesudah berlakunya UUPA, yaitu
yurisprudensi dan praktik administrasi169

Nama
NIM
Tugas
Judul

: RIZKY WIYANDA PUTRA


: 201410110311104
: 13
: BIDANG/LAPANGAN HUKUM ADAT

A. Pengertian Adat

Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.
Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan
sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempatterhadap pelaku yang dianggap
menyimpang.
Pengertian Hukum Adat
Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat,
makaperlu kita telaah beberapa pendapat sebagai berikut :
8. Prof. Mr. B. Terhaar BznHukum adat adalah keseluruhan peraturan yang
menjelma dalamkeputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku
secara spontandalam masyarakat.Terhaar terkenal dengan teori Keputusan
artinya bahwa untuk melihatapakah sesuatu adat-istiadat itu sudah
merupakan hukum adat, maka perlumelihat dari sikap penguasa masyarakat
hukum terhadap sipelanggarperaturan adat-istiadat.Apabila penguasa
menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggarmaka adat-istiadat itu
sudah merupakan hukum adat.
9. Prof. Mr. Cornelis van Vollen HovenHukum adat adalah keseluruhan aturan
tingkah laku masyarakat yangberlaku dan mempunyai sanksi dan belum
dikodifikasikan.
10. Dr. Sukanto, S.H.Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada
umumnya tidakdikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan,
168 Wibowo Tunardy, Sumber-Sumber Hukum Agraria, dalam
http://www.jurnalhukum.com access 19 Oktober 2014
169 Ibid

62

mempunyai sanksijadi mempunyai akibat hukum.


11. Mr. J.H.P. BellefroitHukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang
meskipun tidakdiundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan
ditaati oleh rakyatdengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut
berlaku sebagaihukum.
12. Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H.Hukum adat adalah hukum yang tidak
bersumber kepada peraturanperaturan.
13. Prof. Dr. HazairinHukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat
yaitu kaidah-kaidahkesusialaan yang kebenarannya telah mendapat
pengakuan umumdalam masyarakat itu. 170
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari
pada hukum adat sebagai berikut:
3. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyaraka.
4. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
5. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral
6. Adanya keputusan kepala adat
7. Adanya sanksi/ akibat hukum
8. Tidak tertulis
9. Ditaati dalam masyarakat 171
6. Perbandingan Antara Adat Dengan Hukum Adat
Perbedaan antara adat dengan hukum adat yaitu:
a) Van Vollen HovenSuatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila
kebiasaan itudiberi sanksi.
b) Van DijkPerbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber
danbentuknya.Hukum Adat
bersumber
dari alat-alat
perlengkapan
masyarakat.
c) Tidak tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari
masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
d) L. PospisilUntuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus
dilihat dariatribut-atribut hukumnya yaitu :
Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakatbdan
mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.
Intention of Universal Application Bahwa putusan-putusan kepala adat
mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga
dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
Obligation (rumusan hak dan kewajiban) Yaitu dan rumusan hak-hak dan
kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah
satu pihak sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya,
makahanyalah putusan yang merumuskan mengeani kewajiban saja yang
bersifat keagamaan.
Adanya sanksi/ imbalan :Putusan dari pihak yang berkuasa harus
dikuatkan dengan sanksi/imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun
sanksi rohani berupa rasatakut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat
hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum
170 Status Hukum, Pengertian Hukum Adat, dalam http://statushukum.com access
Oktober 2014

19

171 Ibid

63

adat.
Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkann
Adat tidak mempunyai nilai/ biasa. 172

7. Corak-Corak Hukum Adat Indonesia


Hukum adat kita mempunyai corak-corak tertentu adapun corak-corak
yangmterpenting adalah:
a. Bercorak Relegiues- Magis173
Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap masyarakat diliputi
oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman
tentram bahagia dan lain-lain.Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan
dunia gaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan
kehidupan, seperti kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang
dan kehidupan makluk-makluk lainnya.Adanya pemujaan-pemujaan
khususnya terhadap arwah-arwah darp pada nenek moyang sebagai
pelindung
adat-istiadat
yang
diperlukan
bagi
kebahagiaan
masyarakat.Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama seperti
membuka tanah, membangun rumah, menanam dan peristiwa-pristiwa
penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegieus yang bertujuan
agar maksud dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan
selalu berhasil dengan baik. Arti Relegieus Magis adalah bersifat kesatuan
batin :
ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib ada hubungan dengan arwaharwah nenek moyang dan makluk-maklukhalus lainnya.
percaya adanya kekuatan gaib
pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang
setiap kegiatan selalu diadakan upacara-upacara relegieus
percaya adanya roh-roh halus, hatu-hantu yang menempati alam
semesta
seperti terjadi gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, batu dan
lain sebagainya.
Percaya adanya kekuatan sakti
Adanya beberapa pantangan-pantangan.
b. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan174
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud
kelompok,sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang
lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia
selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari
pada kepentingan perseorangan.Secara singkat arti dari Komunal adalah :
Manusia terikat pada kemasyarakatan tidak bebas dari segala
perbuatannya.
Setiap warga mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya
172 Ibid
173 Putra Emblo, Macam Ragam Budaya Kita, dalam http://embloedan.blogspot.com,

access

19 Oktober 2014

174 Ibid

64

Hak subyektif berfungsi social


Kepentingan bersama lebih diutamakan
Bersifat gotong royong
Sopan santun dan sabar
Sangka baik
Saling hormat menghormati
c. Bercorak Demokrasi175
Bahwa
segala
sesuatu
selalu
diselesaikan
dengan
rasa
kebersamaankepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingankepentingan pribadi sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan
sebagai system pemerintahan.Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap
tindakan pamong desa berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.
d. Bercorak Kontan176
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat
yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus
dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga keseimbangan
didalam pergaulan bermasyarakat.
e. Bercorak Konkrit177
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau
keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus
dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud.Tidak ada janji yang
dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada
saling mencurigai satu dengan yang lainnya.
8. Dasarberlakunya hukum adat di Indonesia adalah 178 :
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menjadi dasar berlakunya kembali UUD
1945.
Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945
Pasal 24 UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman
Pasal 7 (1) UU No. 14/ 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
Sumber-Sumber Hukum Adat
9. Sumber-sumber hukum adat adalah :
Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat
Kebudayaan tradisionil rakyat
Ugeran/ Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli
Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
Pepatah adat
Yurisprudensi adat
175 Ibid
176 Laksmana Dean, Corak Budaya Indonesia, http://DeanLaks.wordpress.com access 19
Oktober 2014
177 Ibid
178 Niki Dilla, Dasar Hukum Adat, dalam http://nikipedia.wordpress.com, access 19 Oktober
2014

65

Dokumen-dokumen yang hidup pada waktu itu, yang memuat


ketentuanketentuan hukum yang hidup.
Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oelh Raja-Raja.
Doktrin tentang hukum adat
Hasil-hasil penelitian tentang hukum adat nilai-nilai yang tumbuh dan
berlaku dalam masyarakat. 179

F.
Asas-Asas Hukum Adat
1.
Asas Religio Magis (Magisch-Religieus)180
Asas religio magis adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur
beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogika, animisme, pantangan, ilmu gaib
dan lain-lain.
Bushar Muhammmad tentang pengertian religio-magis mengemukakan kata
participerend cosmisch yang mengandung pengertian komplek. Orang Indonesia
pada dasarnya berpikir, merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan (religi)
kepada tenaga-tenaga gaib (magis) yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta
(dunia kosmos) dan yang terdapat pada orang, binatang, tumbuh-tubuhan besar dan
kecil, benda-benda; dan semua tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam
suatu keadaan keseimbangan. Tiap tenaga gaib itu merupakan bagian dari kosmos,
dari keseluruhan hidup jasmaniah dan rokhaniah, participatie, dan keseimbangan
itulah yang senantiasa harus ada dan terjaga, dan apabila terganggu harus dipulihkan.
Memulihkan keadaan keseimbangan itu berujud dalam beberapa upacara, pantangan
atau ritus (rites de passage).
2.
Asas Komun (Commun)181
Asas Komun berarti mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan diri
sendiri. Asas korum merupakan segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat yang
masih hidup sangat terpencil atau dalam hidupnya sehari-hari masih sangat
tergantung kepada tanah atau alam pada umumnya. Dalam masyarakat semacam itu
selalu terdapat sifat yang lebih mementingkan keseluruhan, lebih diutamakan
kepentingan umum daripada kepentingan individual. Dalam masyarakat semacam itu
individualitas terdesak ke belakang. Masyarakat, desa, dusun yang senantiasa
memegang peranan yang menentukan, yang pertimbangan dan putusannya tidak
boleh dan tidak dapat disia-siakan. Keputusan Desa adalah berat, berlaku terus dan
dalam keadaan apapun juga harus dipatuhi dengan hormat, dengan khidmat.
3.
Asas Contant (Tunai)182
Asas contant atau tunai mengandung pengertian bahwa dengan suatu perbuatan nyata,
suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud
telah selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat
atau mengucapkan yang diharuskan oleh Adat. Dengan demikian dalam Hukum Adat
segala sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang terima secara contan itu
adalah di luar akibat-akibat hukum dan memang tidak tersangkut patu atau tidak
179 Karlina Putri, Sumber- Sumber Hukum Adat, http://Karlinaputri.blogspot.com 19
Oktober 2014
180 Kholek Joxzin, Asas-Asas Dalam Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Adat,

dan

Hukum Islam, http://kholekjoxzin.blogspot.com access 19 Oktober 2014

181 Ibid
182 Ibid

66

bersebab akibat menurut hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud yang telah selesai
seketika itu juga adalah suatu perbuatan hukum yang dalam arti yuridis berdiri
sendiri. Dalam arti urutan kenyataan-kenyataan, tindakan-tindakan sebelum dan
sesudah perbuatan yang bersifat contan itu mempunyai arti logis satu sama lain.
Contoh yang tepat dalam Hukum Adat tentang suatu perbuatan yang contant adalah:
jual-beli lepas, perkawinan jujur, melepaskan hak atas tanah, adopsi dan lain-lain.
4.
Asas Konkrit ( Visual )
Pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kalau melakukan perbuatan hukum itu
selalu konkrit (nyata); misalnya dalam perjanjian jual-beli, si pembeli menyerahkan
uang/uang panjer. Di dalam alam berpikir yang tertentu senantiasa dicoba dan
diusahakan supaya hal-hal yang dimaksudkan, diinginkan, dikehendaki atau akan
dikerjakan ditransformasikan atau diberi ujud suatu benda, diberi tanda yang
kelihatan, baik langsung maupun hanya menyerupai obyek yang dikehendaki (simbol,
benda yang magis).
Contoh: Panjer dalam maksud akan melakukan perjanjian jual beli atau memindahkan
hak atas tanah; peningset (panyangcang) dalam pertunangan atau akan melakukan
perkawinan; membalas dendam terhadap seseorang dengan membuat patung, boneka
atau barang lain, lalu barang itu dimusnahkan, dibakar, dipancung.183
D. Sumber Hukum Positif Hukum Adat
Dalam membicarakan sumber hukum (Adat) dianggap penting terlebih dahulu
dibedakan atas dua pengertian sumber hukum yaitu Welbron dan Kenbron.
1.
Welbron adalah sumber hukum (adat) dalam arti yang sebenarnya. Sumber
Hukum Adat dalam arti Welbron tersebut, tidak lain dari keyakinan tentang keadilan
yang hidup dalam masyarakat tertentu. Dengan perkataan lain Welbron itu adalah
konsep tentang keadilan sesuatu masyarakat, seperti Pancasila bagi masyarakat
Indonesia.184
2.
Kenbron adalah sumber hukum (adat) dalam arti dimana hukum (adat) dapat
diketahui atau ditemukan. Dengan lain perkataan sumber dimana asas-asas hukum
(adat) menempatkan dirinya di dalam masyarakat sehingga dengan mudah dapat
diketahui. Kenbron itu merupakan penjabaran dari Welbron.
Atas dasar pandangan sumber hukum seperti itu, maka para sarjana yang
menganggap hukum itu sebagai kaidah berpendapat sumber hukum dalam arti
Kenbron itu adalah:
1. Adat kebiasaan
2. Yurisprudensi
3. Norma-norma Hukum Islam yang telah meresap ke dalam Adat istiadat
masyarakat Indonesia asli
4.
Kitab-kitab Hukum Adat
5.
Buku-buku Standar tentang Hukum Adat
6.
Pendapat Ahli Hukum Adat.185
Nama: Rizky Wiyanda Putra
NIM : 201410110311104
Tugas : Ke 14
183 Ibid
184 Dwi Yani, Makalah Sumber dan Asas Hukum Adat, dalam http://hukum-danumum.
blogspot.com access 19 Oktober 2014

185 Ibid

67

Judul : BIDANG/LAPANGAN HUKUM ISLAM


A. Pengertian
1.
Menurut Ulama Ushul
Hukum Islam (Syariat Islam) / Hukum syara ialah doktrin (kitab) syari yang
bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau
berupa ketetapan(taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang
dikehendaki oleh kitab syari dalam perbuatan seperti wajib,haram dan mubah .186
2.
Menurut Bahasa
Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum
yang diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik
hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang
berhubungan dengan amaliyah.187
3.
Menurut Prof. Mahmud Syaltout
Syariat adalah peraturan yang diciptakan oleh Allah supaya manusia berpegang teguh
kepadaNya di dalam perhubungan dengan Tuhan dengan saudaranya sesama Muslim
dengan saudaranya sesama manusia, beserta hubungannya dengan alam seluruhnya
dan hubungannya dengan kehidupan.188
4.
Menurut Muhammad Ali At-Tahanawi
Dalam kitabnya Kisyaaf Ishthilaahaat al-Funun memberikan pengertian syariah
mencakup seluruh ajaran Islam, meliputi bidang aqidah, ibadah, akhlaq dan
muamallah (kemasyarakatan). Syariah disebut juga syara, millah dan diin.
Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib
diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat meliputi:
1.
Ilmu Aqoid (keimanan)
2.
Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)
3.
Ilmu Akhlaq (kesusilaan)
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islam adalah
syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang
dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).189
B.
Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum Islam baik dalam pengertian syariat maupun fiqih, di bagi ke dalam dua
bagian besar, yaitu bidang Ibadah dan bidang Muamalah .
1.
Ibadah adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan seorang muslim
dalam berhubungan dengan Allah seperti menjalankan shalat, membayar zakat,
menjalankan ibadah puasa dan haji.. Ketentuannya telah diatur dengan pasti oleh
Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Dengan demikian, tidak mungkin ada proses
yang membawa perubahan dan perombakan secara asasi mengenai hukum, susunan,

186 Studi Hukum, Pengertian Hukum Islam,


access 19 Oktober 2014

dalam http://studihukum.wordpress.com

187 Ibid
188 Ibid
189 Ibid

68

cara, dan tata cara ibadah sendiri. Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alatalat modern dalam pelaksanaannya.190
2.
Muamalah dalam pengertian yang luas adalah ketetapan Allah yang langsung
berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, walaupun ketaatan tersebut terbatas
pada yang pokok-pokok saja. Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan
melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu.
Hukum Islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dengan publik,
seperti halnya dalam hukum Barat. Hal ini disebabkan karena menurut hukum Islam,
pada hukum perdata ada segi-segi public dan pada hukum publik ada segi-segi
perdatanya. Dalam hukum Islam yang disebutkan hanya bagian-bagiannya saja.
Menurut H.M. Rasjidi, bagian-bagian hukum Islam adalah :
a. Munakahat
b.
Wirasah
c.
Muamalat dalam arti khusus
d.
Jinayat atau uqubqt
e.
Al-ahkam al-sulthaniyah (khilafah)
f.
Siyar
g.
Mukhashamat
Fathi Osman mengemukakan sistematika hukum Islam yaitu :
a. Al-ahkam al-ahwal syakhsiyah ( hukum perorangan )
b. Al-ahkam al-madaniyah (hukum kebendaan)
c. Al-ahkam al-jinayah (hukum pidana)
d. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha
Negara)
e. Al-ahkam al-dusturiyah (hukum tata Negara)
f. Al-ahkam al-dauliyah (hukum Internasional)
g. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah (hukum ekonomi dan keuangan)191
Apabila bagian-bagian hukum Islam tersebut disusun menurut sistematika hukum
Barat yang membedakan hukum public dengan hukum perdata, maka susunan
hukum muamalat dalam arti luas, yang termasuk dalam hukum perdata Islam
adalah :
a. Munakahat, yakni hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya.
b. Wirasah, yakni yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris,
ahli waris, harta peninggalan, dan pembagian harta warisan . Hukum warisan ini juga
disebut Faraid.
c. Muamalah dalam arti khusus, yakni hukum yang mengatur masalah kebendaan
dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual-beli, sewa menyewa,
pinjam meminjam , perserikatan, dan sebagainya.192
Adapun yang termasuk dalam hukum publik Islam adalah :
190 Bungsu Tabalagan, Hukum Islam, dalam http://bungsutabalagan.blog spot.com access
19 Oktober 2014
191 Ibid
192 Reza Tirta. Asas hukum islam, dalam http://Fabulouza.blogspot.com access 19
Oktober 2014

69

a. Jinayat, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam


dengan hukuman, baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah tazir. Yang
dimaksud dengan Jarimahadalah perbuatan pidana. Jarimah Hudud adalah perbuatan
pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al Quran dan
Sunnah Rasulullah SAW. Jarimah Tazir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan
batas hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.
b. Al-ahkam al- sulthaniyah, yakni hukum yang mengatur soal-soal yang
berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun
daerah , tentara, pajak, dan sebagainya.
c.
Siyar, yakni hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan
dengan pemeluk agama dan negara lain.
d. Mukhashamat, yang mengatur peradilan , kehakiman, dan hukum acara.
Dalam hal-hal yang sudah dikemukakan , jelas bahwa hukum Islam itu luas, bahkan
luasnya hukum Islam tersebut masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan aspekaspek yang berkembang dalam masyarakat yang belum dirumuskan oleh para fuqaha
( para yuris Islam )di masa lampau, seperti hukum bedah mayat, hukum bayi tabung,
keluarga berencana, bunga bank, euthanasia, dan lain sebagainya serta berbagai aspek
kehidupan lainnya yang dapat dikatagorikan sebagai hukum Islam apabila sudah
dirumuskan oleh para ahli hukum Islam melalui sumber hukum Islam yang ketiga,
yakni Al-rayu dengan menggunakan ijtihad.193
C.
Asas-Asas Hukum Islam
Asas hukum Islam adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan
Hukum Islam. Macam-macam asas hukum islam adalah sebagai berikut :
1. Adam al-Haraj (Meniadakan Kesukaran)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan
kemampuan manusia dalam melaksanakannya. Itu diwujudkan dengan
mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada manusia,
agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya.
2. Taqlil Al-taklif (Menyedikitkan pembebanan)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap
mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran
tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau
menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata
sosial. Hal ini berguna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan
manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa didasari
parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan.
3. Tadarruj fi al-Tasyri (Berangsur-angsur dalam pesyariatan)
Hal ini terkait erat dengan prinsip kedua, yakni tidak memberatkan umat. Karena
itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan
format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak
merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran
senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
4. Muthobiqun Li Mashalihil Ummah (Sejalan dengan kemashlahatan ummat)
Manusia adalah obyek dan subyek legislasi hukum al-Quran. Seluruh hukum yang
terdapat dalam al-Quran diperuntukkan demi kepentingan dan perbaikan
kehidupan umat, baik mengenai jiwa, akal, keturunan, agama, maupun pengelolaan
harta benda, sehingga penerapan hukumnya al-Quran senantiasa memperhitungkan
lima kemaslahatan, di situlah terdapat syariat Islam.
5. Tahqiqul Adalah (Menghendaki adanya realisasi keadilan)
193 Ibid

70

Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baikyang
berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya
berlaku bagi umat Islam, tatapi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk
memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka
dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.194
Sedangkan asas-asas hukum Islam menurut Hasbi Ash- Shiddiqie, yaitu :
1. Azas Nafyul Haraji (meniadakan kepicikan)
Hukum Islam dibuat dan diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan
para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada kesukaran sedikitpun sehingga
tidak ada tantangan, sehingga tatkala ada kesukaran yang muncul bukan hukum
Islam itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah.
2. Azas Qillatu Taklif (tidak membahayakan taklifi)
Hukum Islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
3. Azas Tadarruj (bertahap / gradual)
Pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap disesuaikan dengan
tahapan perkembangan manusia.
4. Azas Kemuslihatan Manusia
Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada dilingkungannya.
5. Azas Keadilan Merata
Hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi bagi yang satu terhadap
yang lainnya.
6. Azas Estetika
Hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk mempergunakan atau
memperhatikan segala sesuatu yang indah.
7. Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat
Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan
suatu masyarakat.
8. Azas Syara Menjadi Dzatiyah Islam
Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada
para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan
pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan
perkembangan peradaban manusia.195
D. Sumber Hukum Positif Hukum Islam
Secara sederhana hukum adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia
yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang
oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya. Bila definisi ini
dikaitkan dengan Islam atau syara maka hukum Islam berarti seperangkat peraturan
bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku
manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua
yang beragama Islam. Maksud kata seperangkat peraturan disini adalah peraturan
yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia
maupun di akhirat.
Sumber hukum Islam yaitu :
1. Al Quran / Al Quranul Hakim196
Al Quran berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsurangsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Quran
194 Nurul Hakim, Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Hukum Islam, dalam http://pdfshare.com access 19
Oktober 2014

195 Ibid

71

diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Quran
merupakan ibadah. Al Quran merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap
muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di
dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti segala
perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Oleh sebab itu Al Quran digunakan
sebagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia, seperti :
a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan
dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari
akhir, serta qadha dan qadar.
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki
budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat
Isi kandungan Al Quran :
a. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa
kata
b. Segi Kualitas
Isi pokok Al Quran (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
1) Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan
rohaniyah dengan Allah SWT dan hal hal lain yang berkaitan dengan
keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
2) Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan
Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun
Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Fiqih
3) Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim
memiliki sifat sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku perilaku tercela.197
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok :
1) Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji,
nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan
tuhannya.
2)Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian
perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain
sebagainya.
3) Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:Hukum yang berkaitan dengan
kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli
(perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar
hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan
keputusan, persaksian dan sumpah
Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan
hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar
kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
196 Siti Nurulalfiah, Sumber-Sumber Hukum Islam, dalam http://sitinuralfiah.wordpress.com access
18 Oktober 2014

197 Deniswara budianto, Isi dan Kandungan Al-Quran, dalam


http://denisbudianto.blogspot.com access 19 Oktober 2014

72

Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq
dan sedekah.198
Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Quran ada yang rinci dan ada yang garis
besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah
ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat taabud
(dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal
untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam
(hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti
perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Quran
yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan
seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Selain ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan hukum, ada
juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lainlainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak
sekali.199
2. Hadits / Sunnatun Nabawiyah200
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang
kedua setelah Al Quran. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum
dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam
haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Al Hasyr ayat 7
yang artinya :Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Perintah meneladani Rasulullah SAW ini
disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur
dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka
akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW
memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum
Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW, menurut hadist riwayat
Imam Malik yang artinya: Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak
akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah
rasulnya. Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki fungsi
memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Quran, sehingga keduanya
(Al Quran dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya :
Al Quran surat Al Maidah ayat 3, dengan jelas menegaskan bahwa bangkai, darah,
dan daging babi adalah haram. Kemudian terdapat hadist yang menguatkan ayat
tersebut yaitu hadist riwayat Ibnu Majjah, bahwa dihalalkan bagi kita dua macam
bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan
belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa.
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1) Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna
ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang
dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan
suatu hadits.
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:

Rawinya bersifat adil


198 Siti Nurulalfiah, Op.cit
199 Ibid
200 Kholek Joxzin, Asas-Asas Dalam Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Adat,
dan Hukum Islam, dalam http://kholekjoxzin.blogspot.com, access 19 Oktober 2014

73


Sempurna ingatan

Sanadnya tidak terputus

Hadits itu tidak berilat, dan

Hadits itu tidak janggal


2) Hadits Hasan (baik), adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi
tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat
illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul
biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu
penting
3) Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat
hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan
mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya
syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi201
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah
yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Quran maupun Hadits, dengan
menggunakan akal pikiran yang sehat dan jernih (Al Roi), serta berpedoman kepada
cara-cara menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat
dijadikan sumber hukum yang ketiga. Untuk melakukan ijtihad, yang mana
pelakunya disebutmujtahid harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a. Mengetahui isi Al Quran dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
b.Memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al
Quran dan hadits
c. Mengetahui soal-soal ijma
d. Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.202
Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Islam bukan saja membolehkan
adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa
adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi
umat manusia. Dalam berijtihad seseorang dapat menempuhnya dengan cara :
a. Ijma adalah kesepakatan (musyawarah) dari seluruh ulama mujtahid dan orangorang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW.
Berpegang kepada hasil ijma diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan.
Contohnya : mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian
membukukannya menjadi mushaf Al Quran, seperti sekarang ini.
b. Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya
dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat
persamaan illat atau sebab-sebabnya.
Contohnya : mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya
minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Quran
karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama
memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Quran
atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang
ada hukumnya dalam Al Quran.203
201 Ibid
202 Adam Levine, Al-Quran dan Hadist, dalam http://Adamvine.wordpress.com access 19
Oktober 2014
203 Ibid

74

Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya


mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1)
Dasar (dalil)
2)
Masalah yang akan diqiyaskan
3)
Hukum yang terdapat pada dalil
4)
Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
Bentuk Ijtihad yang lain (ada ulama yang menerima ada yang tidak):
a Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan
secara kongret dalam Al Quran dan hadits yang didasarkan atas kepentingan
umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan
b Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah
ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari
hukum tersebut
c Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara
kongkret dalam Al Quran dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi
adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Adat istiadat dan hukum agama
sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan
dengan ajaran Al Quran dan hadits.204
Nama
NIM
Tugas
Judul

: Rizky Wiyanda Putra


: 201410110311104
: Ke 15
: Bidang/Lapangan Hukum Acara Pidana

A. Pengertian Hukum Acara Pidana


1. Prof. Mr. D. simons
Hukum acara pidana adalah hukum pidana formil yang mengatur negara
melalui alat alat perlengkapannya ( organnya ) untuk bertindak dan
menghukum pelanggar hukum.
2. J. De Bosch kemper
Hukum acara pidana adalah seluruh asas asas dan ketentuan per undang
undangan yang mengatur negara untuk bertindak bila terjadi pelanggaran
hukum pidana.
3. Mr. JM. Van Bemelen
Hukum acara pidana adalah ketentuan hukum yang mengatur cara
bagaimana neg ara dihadapai suatu kejadian yang menimbulkan sakwasangka
telah terjadi pelang garan hukum pidana, dengan perantara alat alatnya
mencari
kebenaran untuk men
dapatkan keputusan hakim mengenai
perbuatan yang di dakwakan dan bagaimana
keputusan tersebut harus di
laksanakan.
4.
Seminar hukum nasional 1
Hukum acara pidana adalah norma hukum yang berwujud wewenang
yang di berikan kepada negara untuk bertindak bila ada persangkaan bahwa
hukum pidana di langgar.
Dari definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa :
a.
Hukum acara pidana untuk mempertahankan atau melaksanakan
ketentuan hukum pidana ( materil ) bahkan ada yang mengatakan bahwa
hukum acara pidana mengabdi kepada kepentingan hukum pidana. Antara
keduanya sangat erat sehingga agak sukar menentukan suatu hal tertentu
termasuk dalam hukum pidana atau hukum acara pidana, misalanya pasal 76
KUHP tentang ne bis in idem, dalamuarsa dan lain lain.
204 Ibid

75

b.
Hukum pidana sudah dapat bertindak meskipun baru ada persangkaan
ada orang yang melanggar hukum pidana. 205
Asas-Asas Hukum Acara Pidana 206
Asas Inquisitoir
Asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan
yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. Asas ini menempatkan
tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali.
seperti bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya. Asas ini diatur dalam
Pasal 164 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
2.
Asas Accusatoir
Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/tersangka yang
diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. Asas ini
memperlihatkan pemeriksaan dilakukan secara terbuka untuk umum. Dimana
setiap orang dapat menghadirinya.
3.
Asas Opportunitas
Asas oportunitas adalah memberi wewenang pada penuntut umum
untuk menuntut atau tidak menuntut seorang pelaku dengan alasan
kepentingan umum. Asas inilah yang dianut Indonesia contohnya, seseorang
yang memiliki keahlian khusus dan hanya dia satu-satunya di negara itu maka
dengan alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak menuntut. Asas ini diatur
dalam Pasal 32 C UU Nomer 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan.
4.
Asas Jaksa Sebagai Penuntut Umum dan Polisi Sebagai Penyidik
Menurut Pasal 1 Angka 6 Huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) : Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut
Pasal 1 Angka 6 Huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) : Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Penyelidik menurut Pasal 1 Angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melakukan penyelidikan.
5.
Asas Personalitas Aktif.
Asas Personalitas merupakan asas personalitas bertumpu pada
kewarganegaraan pelaku tindak pidana. Artinya, hukum pidana suatu negara
mengikuti ke manapun warga negaranya. Dengan demikian, hukum pidana
Indonesia akan selalu mengikuti warga Negara Indonesia ke mana pun ia
berada, asas ini diatur dalam Pasal 5-7 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
6.
Asas Persamaan. Asas Equality Before The Law
Setiap orang harus diperlakukan sama didepan hukum tanpa
membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan sebagainya. Asas ini diatur
dalam Pasal 5 Ayat (1) UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Pasal 5 Ayat (1) UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. (Pasal 5 Ayat (1) UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
B.
1.

205 Elanda Harviyata, Asas-Asas Hukum Acara Pidana, dalam http://elandaharviyata.


wordpress. com access 20 November 2014

206 Eko Suwaryo, Definisi Hukum Acara Pidana, dalam http://eco-valentinorossi.blog


spot.com access 20 November 2014

76

Kehakiman) : Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang.


7.
Asas Perintah Tertulis dari yang Berwenang.
Setiap penangkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus
dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang
oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh UU.
8.
Asas Praduga Tak Bersalah. Presumption of innocense
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap[3]. Asas ini diatur dalam Pasal 8 UU Nomer 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 8 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman) : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
9.
Asas contente justitie serta fairtrial
(Cepat, Singkat, Biaya Ringan, Jujur, Bebas, Tidak Memihak)
Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit-belit dan
untuk melindungi hak tersangka guna mendapat pemeriksaan dengan cepat
agar segera didapat kepastian hukum. Asas ini diatur dalam Pasal 24 dan 50
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
10. Sidang Terbuka Untuk Umum 207
Sidang pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk umum, kecuali
diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti perkara kesusilaan, sidang
tertutup untuk umum tetapi pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam
sidang yang terbuka untuk umum. Asas ini diatur dalam Pasal 64 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 64 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : Terdakwa berhak untuk diadili di
sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
11. Asas Adanya Bantuan Hukum
Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi kesempatan
untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan
pembelaan dirinya. Asas ini diatur dalam Pasal 54 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 37 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) : Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak
mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang
ditentukan dalam undang-undang ini (Pasal 37 UU Nomer 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman) : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak
memperoleh bantuan hukum.
12. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Hak bagi tersangka/terdakwa/terpidana untuk mendapatkan ganti
rugi/rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses penyidikan.
Asas ini diatur dalam Pasal 95 dan 97 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
13. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara
207
Ferry
dragon,
Hukum
Acara
Pidana,
http://imaginedragon.blogspot.com access 20 November 2014

dalam

77

langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Asas ini diatur
dalam Pasal 153 ayat (2) huruf a Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dan Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Pasal 153 ayat (2) huruf a Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) : hakim ketua siding memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan
yang dilakukan secara lisan dalam bahasa indonesia yang dimengerti terdakwa
dan saksi. Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) : pada permulaan sidang hakim ketua sidang menanyakan kepada
terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir,umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaanya serta
mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar
dan dilihatnya di siding.
14. Hadirnya Tersangka Dalam Pengadilan 208
Pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus dengan hadirnya
terdakwa.
15. Pemberitahuan Apa yang Didakwakan 209
Bahwa setiap pemeriksaan di Hapid para pihak (tersangka dan
pengacara) wajib diberitahukan dasar hukumnya, serta wajib diberitahukan
hak-haknya.
16. Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap 210
Ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa
dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini
diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala Negara. Asas ini diatur dalam
pasal 31 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 1
Angka 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 1
Angka 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) : hakim
adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang
untuk mengadili (Pasal 31 UU Nomer 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman) : Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman
yang diatur dalam undang-undang.
17. Asas Legalitas
Dalam hukum pidana yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan
dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuaan perundang-undangan pidana
yang telah ada (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali). Asas
ini tercantum dalam Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) : Suatu
perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada 2. Bilamana ada perubahan dalam
perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa
diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya. 211
Alat bukti pidana
208 Lisa, Asas-Asas Hukum Acara Pidana, dalam http://makalahhukumpidana.blogspot.com access 20 November 2014

209 Ibid
210 Ibid
211 Elanda Harviyata, Asas-Asas Hukum Acara Pidana, dalam http://elandaharviyata.
wordpress. com, access 20 November 2014

78

1.
2.
3.
4.
5.

Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa 212

C.
Sumber Hukum Positif Hukum Acara Pidana
1.UUD 1945
Pasal 24 ayat (1) yang berbunyi Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undangundang
Pasal 24 ayat (2) Susunan dan badan-badan kehakiman itu diatur dengan
undang-undang.
Dalam Pasal 25 menyatakan Syarat-syarat untuk menjadi dan
diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang, dalam
penjelasan Pasal Pasal 24 dan 25 dijelaskan Kekuasaan kehakiman ialah
kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah. Berhubung dengan itu harus diaadakan jaminan dalam undangundang kedudukanya para hakim.
Dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 Segala lembaga negara yang
ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan UUD dan belum
diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.
2.Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Atau UndangUndangNomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan yang
menjadi dasar sebelum berlakunya Undang-Undang ini adalah Herzien
Inlandsch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui
(RIB) (Staadsblad Tahun 1941 Nomor 44) yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951. Dengan berlakunya KUHAP
maka untuk pertama kalinya di Indonesia di adakan kodifikasi dan unifikasi
yang lengkap dalam arti meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari
kebenarasn) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai
(herziening).
3.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo. Undang
-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 /1986
Tentang Peradilan Umum jo. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas UU No. 2/1986 Tentang Peradilan Umum.
4.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. perubahan kedua dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2009.
5.Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4358) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6.Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mulai berlaku
sejak diundangkan tanggal 5 April 2003.
7.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Republik
Indonesia.
8.Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik
212 Dewandaru Rachman, Hukum Acara Pidana, dalam http://dewandarulaw.blogspot.com
access 20 November 2014

79

Indonesia.
9.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbangkan,
khususnya Pasal 37 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
10.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Undang Undang ini mengatur acara pidana khusus untuk
delik korupsi. Kaitannya dengan KUHAP ialah dalam Pasal 284 KUHAP.
Undang - Undang tersebut dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
11.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Tindakan
Kepolisian terhadap anggota MPRS dan DPR Gotong Royong. UndangUndang ini masih berlaku dan kata MPRS seharusnya dibaca MPR,
sedangkan DPR seharusnya tanpa Gotong Royong.
12.Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa
Agung/Jaksa Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap
tindak pidana tertentu.
13.Undang Undang Nomor 7 (drt) Tahun 1955 Tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
14.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.
15.Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur tentang acara pidana yaitu :
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1967 Tentang
Pemberian Wewenang Kepada Jaksa Agung Melakukan Pengusutan,
Pemeriksaan Pendahuluan Terhadap Mereka Yang Melakukan Tindakan
Penyeludupan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 1967 Tentang
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1974 Tentang Tata Cara
Tindakan Kepolisian terhadap Pimpinan/Anggota DPRD Tingkat II dan II
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 Tentang
Organisasi Polri
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1991 Tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1983 Tentang
Tunjangan Hakim
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1983 Tentang
Tunjangan Jaksa 213

213 File Rakyat, Sumber-Sumber Hukum Acara Pidana


http://filerakyat . blogspot.com access 20 November 2014

Indonesia ,

80

Nama : Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : Ke 16
Judul : BIDANG/LAPANGAN HUKUM ACARA PERDATA
A. Pengertian
1. Prof. Dr. Sudiknomertokusumo, SH
Hukum Acara Perdata adalah peraturan Hukum yang mengatur bagaimana cara
ditaatinya Hukum perdata materiil dengan peraturan hakim. Lebih kongkrit
dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya
mengajukan tuntutan hak, memeriksa, memutuskan, dan pelaksanaan daripada
putusannya.
2. Abdul kadirMuhamad
Hukum Acara Perdata adalah peraturan Hukum yang berfungsi untuk
mempertahankan berlakunya Hukum perdata sebagaimana mestinya. Hukum
Acara Perdata dirumuskan sebagai peraturan Hukum yang mengatur proses
penyelesaian perkara perdata melalui Pengadilan(hakim), sejak diajukan gugatan
sampai dengan pelaksa naan putusan hakim.
3. Retnowulan
Hukum Acara Perdata Hukum Perdata Formil adalah kesemuanya kaidah Hukum
yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kew
ajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam Hukum Perdata Materii
4. R. Soesilo
Hukum Acara Perdata/Hukum Perdata Formal yaitu kumpulan peraturan-peratura
n Hukum yang menetapkan cara memelihara Hukum perdata material karena pela
nggaran hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari Hukum perdata mate
rial itu, atau dengan perkataan lain kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang m
enentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada melangsungkan persengketaan
dimuka hakim perdata, supaya memperoleh suatu keputusan daripadanya, dan sel
anjutnya yang menentukan cara pelaksaan putusan hakim itu.
Dari beberapa pengertian di atas bahwa Hukum Acara Perdata adalah peraturan
Hukum yang memiliki karakteristik :
-Menentukan dan mengatur bagaimana cara menjamin ditaatinya Hukum Perdata
Materiil.
- Menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk beracara di muka persidangan
pengadilan, mulai dari pengajuangugatan, pengambilan keputusan sampai
pelaksanaan putusan pengadilan.214
B. Sejarah Terbentuknya Hukum Acara Perdata
Tanggal 5 Desember 1846 GubernurJendral Ijan Jacob Rochussen memberi tugas
ketua MA dan MA Tentara untuk membuat sebuah Reglemen bagi golongan
Indonesia.
Tanggal 6 Agustus 1847 Jhr. Mr. H.L Wichers/ Ketua MA dan MA Tentara telah
selesai dengan rancangannya serta peraturan penjelasannya.
Tanggal 5 April 1848, Stbl. 1848 No. 16 Rancangan Wichersditerima dan di
umumkan oleh GubernurJendral dengan diberi nama Het Inlands reglement
H.I.R. dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.215
214 Ruslin Abdul Gani, Hukum Acara Perdata, dalam http://andruhk.blogspot.com access
20 November 2014
215 Ibid

81

C. Ruang Lingkup
1. Tata cara orang bertindak dalam berperkara
2. Bagaimana tata cara penyelesaian suatu perkara itu dan bagaimana pula akibatakibatnya yang harus dijalani atau di indahkan oleh para pihak yang berperkara.
3. Bagaimana akibatnya bila terjadi pelanggaran terhadap hal-hal diatas.216
D. Asas-Asas Hukum Acara Perdata
1. Peradilan Bebas dari Campur Tangan Pihak-pihak di Luar Kekuasaan
Kehakiman
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang Judicieel menurut Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman tidak mutlak sifatnya, karena tugas daripada hakim adalah
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan
hukum serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang
dihadapkan kepadanya sehingga keputusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat.217
2.

Asas Obyektifitas

Asas tidak memihaknya pengadilan terdapat dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang


Kekuasaan Kehakiman (Undang-undang No.48 tahun 2009). Didalam memeriksa
perkara dan menjatuhkan putusan, hakim harus obyektif dan tidak boleh memihak.
Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar
untuk mengadili. (pasal 23 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, pasal 184 ayat 1
dan 319 HIR, 195 dan 618 RGB). Alasan-alasan atau argumentasi tersebut
dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim terhadap masyarakat, sehingga
mempuyai nilai obyektif. Karena ada alasan-alasan itulah maka putusan mempunyai
wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkannya. Dalam praktek,
beberapa putusan MA menetapkan bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang
cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan.218
3.

Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan

Sederhana maksudnya adalah acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelitbelit. Cepat menunjukan pada jalannya pengadilan, hal ini bukan hanya jalnnya
sidang saja tetapi penyusunan berita acara pemeriksaan di persidangan samapai
dengan penandatanganan putusan oleh hakim.219
4.

Gugatan/permohonan Dapat Diajukan dengan Surat atau Lisan

216 Ibid
217 Ardiansyah, Asas-Asas Hukum Acara Perdata, dalam
https://customslawyer.wordpress.com access 20 November 2014
218 Ibid
219 Ibid

82

Pasal 118 Ayat 1 HIR menyatakan gugatan perdata/tuntutan sipil yang dalam tingkat
pertama masuk wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat
gugatan/surat permintaan, yang telah ditandatangani oleh penggugat atau oleh orang
yang dikuasakan menurut Pasal 123 HIR kepada ketua Pengadilan Negeri yang dalam
daerah hukumnya terletak tempat tinggal tergugat atau jika tidak diketahui tempat
tinggalnya tempat tergugat sebenarnya berdiam.220
Dengan demikian secara jelas Hukum Acara Perdata mengharuskan gugatan tertulis.
Pengajuan gugatan secara tertulis ini ternyata dibeberapa negara beberapa abad yang
lalu sdh dikenal. Sebagaimana yang dikemukan oleh R. Subekti:
bahwazivilprozesordnung dari Jerman barat sejak tahun 1877.
Sedangkan mengenai gugatan lisan pasal 120 HIR mengatakan, bilamana penggugat
tidak dapat menulis maka gugatan dapat diajukan secara lisan kepada Ketua
Pengadilan negeri. Ketua Pengadilan negeri tersebut membuat catatan atau menyuruh
membuat catatan tentang gugatan itu.
Menurut Soepomo, Hukum Acara Perdata dimuka pengadilan negeri berlaku lisan
(mondelinge procedure), berlainan dengan acara yang berlaku di Raad Van
Justitie dahulu, yang bersifat acara dengan surat (schriftelijke Procedure). Acara lisan
berarti, bahwa pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tanya jawab
dengan lisan dimuka hakim. Sudah tentu kedua belah pihak diperbolehkan juga
mengajukan surat-surat. Bahkan pasal 121 ayat 2 IR memberi kesempatan kepada
tergugat untuk menjawab dengan tulisan.221
5.

Inisiatif berperkara diambil oleh Pihak yang Berkepentingan

Dalam Hukum Acara Perdata, inisiatif yaitu ada atau tidak suatu perkara harus
diambil oleh sesorang atau beberapa orang yang merasa bahwa haknya atau hak
mereka dilanggar. Ini berbeda dengan sifat Hukum Acara Pidana pada umumnya,
terkecuali delik aduan. Oleh karena dalam Hukum Acara Perdata inisiatif ada pada
penggugat, maka penggugat mempunyai pengaruh yang besar terhadap jalannya
perkara, selah perkara diajukan, dalam batas-batas tertentu dapat mengubah atau
mencabut kembali gugatannya.222
6.

Keaktifan Hakim dalam Pemeriksaan

Soepomo berpendapat: berlainan dari sistem RV (Reglement Rechtsvordering) yang


pada pokoknya mengandung prinsip pasivitet dari hakim, maka IR mengharuskan
hakim aktif dari pemulaan hingga akhir prose. Pasal 119 HIR mengatakan, ketua
220 Ibid
221 Arlies Nugroho , Asas-Asas Hukum Acara Perdata,
blogspot.com access 20 November 2014

dalam http://asasasashukum.

222 Ibid

83

pengadilan negeri berwenang untuk memberi nasihat dan bantuan kepada penggugat
atau kepada kuasanya dalam hal mengajukan guguatannya itu.
Pasal 132 HIR mengatakan, jika menurut pertimbangan ketua supaya perkara berjalan
dengan baik, dan teratur, ketua berwenang pada waktu memeriksa perkara memberi
nasihat kepada kedua belah pihak dan menunjukkan kepada mereka tentang upaya
hukum dan alat bukti, yang dapat dipergunakan oleh mereka.
Selaku pimpinan sidang hakim harus aktif memimpin pemeriksaan perkara dan tidak
merupakan pegawai atau sekadar alat dari pada para pihak, dan harus berusaha
sekeras-keranya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya
keadilan.223
7.

Beracara dikenakan Biaya

Pasal 121 ayat (4) HIR/ 145 Ayat (4) RGB yaitu: mendaftar dalam daftar seperti yang
dimaksud dalam ayat pertama, tidak boleh dilakukan sebelum oleh penggugat dibayar
lebih dahulu kepada Panitera sejumlah uang yang besarnya untuk sementara
diperkarakan oleh ketua pengadilan negeri menurut keadaan perkara, untuk ongkos
panitera melakukan panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan kepada kedua
pihak dan harga materi yang akan dipergunakan; jumlah yang akan dibayar lebih
dahulu akan diperhitungkan.224
8. Para Pihak dapat meminta bantuan atau mewakilkan kepada seorang Kuasa
Dengan demikian tidak diwajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain,
sehingga pemeriksaan di Persidangan dapat terjadi secara langsung terhadap pihak
yang berkepentingan. Namun berdasarkan pasal 123 HIR/147 RGB para pihak dapat
meminta bantuan atau mewakilkan kepada seorang kuasa. Berbeda dengan RV
(Hukum Acara Perdata bagi Golongan Eropa) mewajibkan para pihak mewakilkan
kepada orang lain (procureur) dalam beracara dimuka pengadilan. Perwakilan ini
merupakan suatu keharusan dengan akibat batalnya tuntutan hak. (pasal 106 (1) RV)
atau diputus diluar hadir tergugat (pasal 109 RV) apabila para pihak ternyata tidak
diwakili.
Baik dalam HIR maupun RGB tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa seorang
pembantu atau wakil adalah seorang ahli atau sarjana hukum. Kenyataan dewasa ini
di dalam praktek sebagian besar seorang kuasa adalah sarjana hukum, terutama di
kota-kota besar.225

223 Ardiansyah, Op.cit


224 Ibid
225 Sumber Piji, Asas-asas Hukum Acara Perdata, dalam http://sumberpiji.wordpress.com
access 20 November 2014

84

9.

Sifat terbukanya Persidangan

Sifat sidang terbuka untuk umum artinya setiap orang dibolehkan hadir dan
menyaksikan pemeriksaan di persidangan. Tujuan dari asas ini tidak lain untuk
memberikan perlindungan HAM dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin
obyektifitas peradilan. (pasal 17 dan 18 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman).
Apabila putusan diucap dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum
berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta
mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum. Secara formal asas ini
membuka kesempatan untuk dikontrol masyarakat terhadap jalannya sidang di
pengadilan.
Kecuali apabila ditentukan lain oleh Undang-undang atau apabila berdasarkan alasanalasan yang penting yang dimuat dalam berita acara yang diperintahkan oleh hakim,
maka persidangan dilaksanakan dengan pintu tertutup. (pasal 17 Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman), misalnya dalam sidang pemeriksaan perkara perceraian dan
perzinahan.
Dalam peradilan TUN juga diatur mengenai hal ini, yaitu untuk keperluan
pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk
umum. Namun, apabila majelis hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan
menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan
tertutup untuk umum (Pasal 70 (1,23) Undang-undang Peradilan TUN).226
10. Mendengarkan Kedua Belah Pihak
Di dalam hukum, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama. Pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang (pasal 5 Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman). Hal ini mengandung pengertian bahwa pihak-pihak yang
berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil
serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapat. Para pihak
harus didengar (audi alteram partem).227

E. Sumber Hukum Positif Hukum Acara Perdata


1. Herziene Inlandsch Reglemen (HIR)
HIR adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah Pulau Jawa dan
Madura. Hukum Acara perdata dalam HIR dituangkan pada Pasal 115-245 yang
termuat dalam BAB IX, serta beberapa pasal yang tersebar antara Pasal 372-394.
Pasal 115 s/d Pasal 117 HIR tidak berlaku lagi berhubung dihapusnya Pengadilan
Kabupaten oleh UU No.1 drt. Tahun 1951, dan peraturan mengenai banding dalam
226 Ibid
227 Arlies Nugroho, Op.cit

85

pasal 188 194 HIR juga tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.228
2. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)
RBg adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah-daerah luar pulau Jawa
dan Madura. RBg terdiri dari 5 (lima) BAB dan 723 (tujuh ratus dua puluh tiga) pasal
yang mengatur tentang pengadilan pada umumnya dan acara pidananya tidak berlaku
lagi dengan adanya Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.
Ketentuan Hukum Acara Perdata yang termuat dalam BAB II Title I, II, III, VI, dan
VII tidak berlaku lagi, yang masih berlaku hingga sekarang adalah Title IV dan V
bagi Landraad (sekarang Pengadilan Negeri).229
3. Burgerlijk Wetboek (BW)
Burgerlijk Wetboek (Kitab UndangUndang Hukum Perdata), meskipun sebagai
kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun juga memuat Hukum Acara Perdata,
terutama dalam Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa (Pasal 1865- Pasal 1993),
selain itu juga terdapat dalam pasal Buku I, misalnya tentang tempat tinggal atau
domisili (Pasal 17 Pasal 25) serta beberapa pasal Buku II dan Buku III (misalnya
Pasal 533,535,1244 dan 1365).230
4. Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29
Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29 ini memuat ketentuan Hukum Acara Perdata
tentang kekuatan pembuktian tulisan-tulisan dibawah tangan dari orang-orang
Indonesia (Bumiputera) atau yang dipersamakan dengan mereka. Pasal-pasal ordonasi
ini diambil oper dalam penyusunan Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg).
231

5. Wetboek van Koophandel (WVK)


Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-undang Dagang), meskipun juga sebagai
kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun didalamnya ada beberapa pasal yang
memuat ketentuan Hukum Acara Perdata (Misalnya Pasal 7, 8, 9, 22, 23, 32, 255,
258, 272, 273, 274, dan 275).232
6. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
228 Law File, Sumber Sumber Hukum Acara Perdata, dalam http://lawfile.blogspot. com,
access 20 Oktober 2014
229 Ibid
230 Ibid
231 RamalanZodiak, Sumber-sumber Hukum Acara Perdata, dalam http://sejarah
hukum.blogspot.com access 20 November 2014
232 Ibid

86

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah Undang-Undang tentang kepailitan


dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang memuat ketentuan-ketentuan
hukum acara perdata khusus untuk kasus kepailitan.233
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 adalah Undang-undang tentang Peradilan
Ulangan di Jawa dan Madura yang berlaku sejak 24 Juni 1947, dengan adanya
undang-undang ini, peraturan mengenai banding dalam HIR pasal 188 194 tidak
berlaku lagi.234
8. Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 adalah Undang-Undang tentang
Tindakan-tindakan Sementara Untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan,
Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil yang berlaku sejak tanggal 14
Januari 1951.235
9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 adalah Undang-Undang tentang Kekuasaan
Kehakiman yang berlaku sejak diundangkan tanggal 15 Januari 2004. Ketentuan
Hukum Acara Perdatanya termuat dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (3),
selainya juga memuat hukum acara pada umumnya. Undang-Undang ini telah di ganti
dengan Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.236
10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah Undang-Undang tentang Perkawinan,
memuat ketentuan-ketentuan Hukum Acara Perdata (khusus) untuk memeriksa,
mengadili, dan memutuskan serta menyelesaikan perkara-perkara perdata mengenai
perkawinan, pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, dan perceraian yang
terdapat dalam Pasal 4, 5, 6, 7, 9, 17, 18, 25, 28, 38, 39, 40, 55, 60, 63, 65, dan 66.
Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975.237
11. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
233 Ibid
234 Ibid
235 Rezita Agnesia Siregar, Sumber Hukum Acara Perdata, dalam
http://radarcendekiawan.blogspot. com access 20 November 2014
236 Ibid
237 Ibid

87

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 adalah Undang-Undang tentang Mahkamah


Agung yang mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 30 Desember 1985, yang
kemudian mengalami perubahan pertama dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004, kemudian dirubah lagi dengan perubahan kedua dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2009, tetapi hukum acara perdata yang ada dalam pasal tersebut tidak
mengalami perubahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 diatur mengenai kedudukan, susunan, kekuasaan dan hukum acara bagi
Mahkamah Agung (Pasal 40-78).
Hukum Acara bagi Mahkamah Agung yang termuat dalam BAB IV Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu :
- Bagian Pertama Pasal 40 s/d Pasal 42 tentang ketentuan umum;
- Bagian Kedua Pasal 43 s/d Pasal 55 tentang pemeriksaan kasasi;
- Bagian Ketiga Pasal 56 s/d Pasal 65 tentang pemeriksaan sengketa perihal
kewenangan mengadili;
- Bagian Keempat Pasal 66 s/d Pasal 77 tentang pemeriksaan peninjauan kembali
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap; dan
- Bagian Kelima Pasal 78 tentang pemeriksaan sengketa yang timbul karena
perampasan kapal.238
12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 adalah Undang-Undang tentang Peradilan
Umum, berlaku sejak diundangkan tanggal 8 Maret 1986. Ketentuan dalam Undangundang tersebut mengatur mengenai kedudukan, susunan, dan kekuasaan pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum. Pasal-pasal yang memuat Peraturan Hukum
Acara Perdatanya, antara lain termuat dalam Pasal 50, 51, 60, dan 61. Undangundang ini dirubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, tetapi tidak
mengenai hukum acara perdata. Undang-undang ini kemudian mengalami perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009.239
13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 adalah Undang-Undang tentang Advokat
yang mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 5 April 2003.
14. Yurisprudensi
Beberapa yurisprudensi terutama dari Mahkamah Agung menjadi sumber Hukum
Acara Perdata yang sangat penting di negara kita ini, terutama untuk mengisi
kekosongan, kekurangan, dan ketidak sempurnaan yang banyak terdapat dalam
peraturan perundang-undangan Hukum Acara Perdata peninggalan Zaman Hindia
Belanda.240
238 Andruhk, Sumber Hukum Acara
com access 20 November 2014

Perdata,

dalam

http://andruhk.blogspot.

239 Ibid
240 Rezita, Op.cit

88

15. Peraturan Mahkamah Agung


Peraturan Mahlkamah Agung juga merupakan sumber Hukum Acara Perdata. Dasar
hukum bagi Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung ini
termuat dalam Pasal 79 Uundang-undang Nomor 14 Tahun 1985.241

241 Ibid

89

Nama
NIM
Tugas
Judul

: RizkyWiyanda Putra
: 201410110311104
: ke 17
: BIDANG/LAPANGAN HUKUM ACARA PTUN

A.
Pengertian Hukum Acara PTUN
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah rangkaian peraturanperaturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya Peraturan Hukum Tata Usaha Negara ( Hukum
Adminsitrasi Negara). Dengan kata lain Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
adalah hukum yang mengatur cara-cara bersengketa di Pengadilan Tata Usaha
Negara, serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses
penyelesaian sengketa tersebut.242
B.
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
Kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan
memutuskan suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang ada
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cara untuk dapat mengetahui Kompetensi suatu pengadilan:
1. Dapat dilihat dari pokok sengketanya (geschilpunt, fundamentum petendi)
2. Dengan melakukan pembedaan atas atribusi (absolute competentie atau attributie
van rechtmacht) dan delegasi (relatieve competentie atau distributie van
rechtsmacht).
3. Dengan melakukan pembedaan atas kompetensi absolute dan kompetensi
243
relatif.
C. Subyek Hukum PTUN
Para pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:
1.
Pihak Penggugat.
Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha
Negara adalah setiap subjek hukum, orang maupun badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata Usaha
Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di Pusat maupun di Daerah,
sebagaimana bunyi Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 UU no. 5 tahun 1986.
Dalam Kepustakaan hukum tata usaha Negara yang ditulis sebelum
berlakunya undang-undang Nomor 5 tahun 1986,masih dimungkinkan BUMN atau
Pejabat Tata Usaha Negara bertindak sebagai penggugat tetapi setelah berlakunya
Undand-undang Nomor 5 tahun 1986,hal tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi
hanya saja untuk BUMN ada yang mempunyai pendapat bahwa BUMN dapat juga
bertindak sebagaipenggugat dalam sengketa Tata Usaha Negarakhusus tentang
sertifikat tanah, karena alasan hak dari gugatan adalah hak keperdataan dari BUMN
tersebut.
Oleh karena itu unsur kepentingan yang terdapat dalam pasal 53 ayat (1)
sangat penting dan menentukan agar seseorang atau badan hukum perdata dapat
242 Biyot, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, dalam https://biyot.wordpress.
com access 20 November 2014
243 Ibid

90

bertindak sebagai badan hukum perdata dapat sebagai penggugat244


2.
Pihak Tergugat
Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya, sebagaimana penjelasan Pasal 1 angka 6 UU no. 5 tahun
1986.Yang dimaksud wewenang tersebut adalah berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Oleh SF.MARBUN dikemukakan bahwa menurut hukum administrasi,
pengertian kewenangan adalah kekuasaan yang diformalkan,baik dalam suatu bidang
pemerintahan yang berasal dari kekuasaan legislatif atau dari kekuasaan pemerintah.
Sedangkan pengertian wewenang hanya onderdil tertentu atau bidang tertentu.dengan
demikian wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang
yang berlaku untuk melakukan hubungan hukum tersebut.
Apa yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat TUN dalam praktek Peradilan
Tata Usaha Negara selama ini menganut kriteria fungsional. Jadi ukurannya adalah,
sepanjang Badan atau Pejabat TUN tersebut berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, dan yang dikerjakan berupa kegiatan urusan pemerintahan.
Sehingga tolok ukurnya adalah asalkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (berdasarkan ketentuan hukum baik yang tertulis atau yang tak tertulis
untuk memenuhi asas legalitas tindakan pemerintah) dan yang dikerjakan berupa
kegiatan urusan pemerintahan245
3.
Pihak Ketiga yang Berkepentingan
Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam
sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri
dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim dapat masuk dalam
sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai: pihak yang membela haknya;
atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa, seperti bunyi
pasal 83.Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan
selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak
mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan tersebut
kepada Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat pertama, seperti
yang dijelaskan pada pasal 118 ayat 1.246
D.
Obyek PTUN
Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no.
5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa
Tata Usaha Negara adalah:
1. Keputusan Tata Usaha Negara suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha
Negara berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat
konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau Badan Hukum Perdata. (Pasal 1 angka 3 UU no. 5 tahun 1986).247
2. Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara
Yang dimaksud diatas adalah sebagaimana yang disebut dalam ketentuan Pasal 3
Uu no. 5 tahun 1986 adalah :
244 Jhohan Dewangga, Hukum Acara PTUN dan Subyek Obyeknya,
handewangga. wordpress.com access 20 November 2014

dalam https://jho

245 Ibid
246 Ibid

91

a) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
b) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Peraruran
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
c) Dalam hal Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : maka setelah lewat waktu
2 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan Keputusan
Penolakan.248
E. Sengketa Tata Usaha
Sengketa TUN : Sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.249
Badan atau pejabat TUN : Badan atau pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan (bersifat eksekutif) berdasarkan peraturan yang berlaku.
1. Melalui Upaya Administrasi.
Menurut vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun 1986, upaya
administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan
masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hukum perdata
apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam
lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri.
Bentuk upaya administrasi :
a. Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang
dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan
Keputusan yang bersangkutan.
b. Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan
sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan itu.250
2. Melalui Gugatan
Menurut vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986, apabila
di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya
Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.251
247 Devi
Objeknya,

Sesyarani, Peradilan Tata Usaha Negara


dan Subjek
dalam http://devisya.blogspot. com access 20 November 2014

248 Ibid
249 Unjalu, Hukum Acara PTUN, dalam http://unjalu.blogspot.com access 20
November 2014
250 Ibid

92

F. Tujuan Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara Menurut Keterangan


Pemerintah Pada Saat Pembahasan RUU PTUN
1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak
individu.
2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada
kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.
Menurut Sjahran Basah, tujuan peradilan administrasi adalah untuk
memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun
bagi administrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan masyarakat
dan kepentingan individu.
SF Marbun menyoroti tujuan peradilan administrasi secara preventif dan
secara represif. Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai sarana untuk
menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah dengan rakyat. Konflik disini
adalah sengketa tata usaha negara akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara.252
G. Asas-Asas Hukum Acara PTUN253
Menurut Scholten memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran
dasar yang terdapat didalam dan dibelakang sistem hukum, masing-masing
dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,
yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual
dapat dipandang sebagai penjabarannya.
1. Asas Gugatan
Pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan KTUN yang
dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat
sebagaimana terdapat pada pasal 67ayat 1dan ayat 4 huruf a.
2. Asas Kesatuan Beracara
Adalah asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan
di peradilan judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai Puncaknya.
3. Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Bebas
Menurut Pasal b 24 UUD 1945 jo pasal 4 4 UU 14/1970, penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan
kekuasaan yang lain baik secara langsung dan tidak langsung bermaksud untuk
mempengaruhi keobyektifan putusan peradilan.
4. Asas Sidang Terbuka Untuk Umum
Asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapkan dalam siding terbuka untuk
umum (pasal 17 dan pasal 18 UU 14/1970 jo pasal 70 UU PTUN)
5. Asas Hakim Aktif (Dominus Litis)
Sesuai dengan pasal 63 UU PTUN, sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap
pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan
apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar atau dilengkapi dengan
251 Ibid
252 Putri pratiwi, Hukum Acara PTUN, dalam http://Poendud.blogspot.com access 20
November 2014
253 Sahdan, Asas Hukum Dalam Hukum Acara PTUN, dalam https://sahdan7.wordpress. com
access 20 November 2014

93

pertimbangan (pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui


apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk
melengkapinya. Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para
pihak yang tidak berimbang, sebagaimana inti dari pasal 58, 63, ayat (1) dan (2),
Pasal 80 dan Pasal 85.
6. Asas Peradilan Berjenjang
Jenjang peradilan di mulai dari tingkat yang paling bawah yaitu Pengadilan
Tata Usaha Negara (tingkat pertama), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (banding), dan puncaknya (Kasasi) adalah Mahkamah Agung, dimungkinkan
pula PK (MA).
7. Asas Praduga Rechtmating ( Vermoeden van rechtmatigheid, prasumptio
iustae causa).
Asas praduga rechtmatig, yang berarti benar menurut hukum. Asas ini
menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan
hukum (benar), sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda
pelaksanaan KTUN yang digugat seperti bunyi pada Pasal 67 ayat (1) UU No.5
tahun 1986.
8. Asas Pembuktian Bebas.
Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan
ketentuan 1865 BW, seperti yang dijelaskan pada pasal 101, yang dibatasi dengan
ketentuan Pasal 100.
9. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)
Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem) dan para pihak
mempunyai kedudukan yang sama.
10. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan ringan
Sebagaimana pasal 4 UU 14/1970, asas peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat dan biaya ringan. Sederhana dalam hukum acara, cepat dalam waktu
dan murah dalam biaya.
11. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes).
Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan
pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.
12. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan
Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium), sengketa
administrasi sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah
mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN)
13. Asas Obyektivitas
Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan
tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang
hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas,
atau hakim atau panitera tersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak
langsung dengan sengketanya, sebagaimana penjelasan pasal 78 dan pasal 79 UU
PTUN.

a.
b.

H.
Dasar konstitusionil pembentukan PTUN :
1. Pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan :
Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

94

2.
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Dalam Bab II Pasal 10, disebutkan terdapat lingkungan Badan-Badan
Peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan
Tata Usaha Negara. Dengan demikan jelaslah bahwa dasar hukum pembentukan
Peradilan Tata Usaha Negara yang bebas dan mandiri cukup kuat, sama halnya
dengan ketiga peradilan lainnya.
Sesuai dengan Pasal 145 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang
menyatakan bahwa undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan
penerapannya diatur dengan peraturan pemerintah selambat-lambatnya lima tahun
sejak undang-undang ini diundangkan. Pada tangggal 14 Januari 1991
diundangkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Penerapan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, melalui
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 8, dan semenjak itu
mulailah 5 buah Pengadilan Tata Usaha Negara dan 3 buah Penagadilan Tinggi Tata
Usaha Negara yang sudah dibentuk sebelumnya menjalankan tugasnya masingmasing.254
I. Sumber Hukum Positif Hukum Acara PTUN
1. Undang Undang
2. Praktik Adminsitrasi Negara
3.
Yurisprudensi
4.
Anggapan para ahli Hukum Adminstrasi Negara
Mengenai undang-undang sebagai sumber hukum tertulis, berbeda dengan
Hukum Perdata atau Hukum Pidana karena sampai sekarang Hukum Tata Usaha
Negara belum terkodifikasi sehingga Hukum Tata Usaha Negara masih tersebar
dalam berbagai ragam peraturan perundang-undangan.
Dengan tidak adanya kodifikasi Hukum Tata Usaha Negara ini dapat
menyulitkan para hakim Peradilan Tata Usaha Negara untuk menemukan hukum di
dalam memutus suatu sengketa. Hal ini disebabkan karena Hukum Tata Usaha Negara
tersebar dalam berbagai ragam peraturan perundang-undang yang jumlahnya cukup
banyak. Beberapa bidang Hukum Tata Usaha Negara yang banyak menimbulkan
sengketa, misalnya bidang kepegawaian, agrarian, perizinan dan bidang perpajakan,
yang semuanya tersebar dalam berbagai ragam peraturan perundang-undangan, baik
dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan
menteri, samapai pada keputusan dan peraturan kepala daerah.255

254 Aniez Hatoriqi, Hukum Acara PTUN, dalam http://aniezhatoriqi.blogspot.com, access 20


November 2014

255 Sahdan, Op.cit

95

Nama: Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : 18
Judul : Bidang/Lapangan Hukum Acara Peradilan Agama
A. Hukum Acara Peradilan Agama
Sebelum membahas perihal pengertian Hukum Acara Peradilan Agama, akan
dikemukanan terlebih dahulu tentang pengertian Peradilan Agama dan Peradilan
Islam. Peradilan Agama adalah sebutan (titelateur) resmi bagi salah satu diantara
empat lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaan Kehakiman yang resmi dan sah
di Indonesia. Tiga lingkungan Peradilan Negara lainnya adalah Peradilan Umum,
Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Agama adalah salah
satu diantara tiga Peradilan Khusus di Indonesia. Dua Peradilan Khusus lainnya
adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan peradilan
khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai
golongn rakyat tertentu. Dalam hal ini, Peradilan Agama hanya berwenang di bidang
perdata tertentu saja, tidak pidana dan pula tidak hanya untuk orang-orang Islam di
Indonesia, dalam perkara-perkara perdata Islam tertentu, tidak mencakup seluruh
perkara perdata Islam.256
Sumber Hukum Acara Peradilan Agama.
Adapun sumber utama hukum acara peradilan agama adalah:
1. HIR/RBg (Hukum acara perdata yang berlaku bagi Peradilan Umum).
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yang telah diganti dengan UU No.
4/2004.
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
4. Undang-undang No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No.5 Tahun
2004.
5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor Tahun 2006.
B.

256 Sanfuristas, Asas dan Hukum Acara Peradilan Agama, dalam


http://sanfuristas.blogspot.com access 20 November 2014

96

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947.


7. PP Nomor 9 Tahun 1975.
8. RV (Reglement op de Burgerlijke Rechsvordering).
9. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang KHI.
10. Surat Edaran Mahkamah Agung.
11. Doktrin/Ilmu Pengetahuan Hukum/Kitab-kitab Fiqih.257
Sumber utama Hukum Materil Peradilan Agama ialah:
1. Hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977.
6. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang KHI.
7. Peraturan Menteri Agama Nomor 2 TAhun 1987.
8. Yuriprudensi.
9. Doktrin/Ilmu Pengetahuan Hukum dalam Kitab-kitab Fiqih.
10. Hukum positif yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Peradilan Agama.
11. Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama258
C. Asas-asas Hukum Acara Perdata Peradilan Agama.
A.Asas Umum Lembaga Peradilan Agama259
1)
Asas Bebas Merdeka
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negarayang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukumRepublik Indonesia. Pada dasarnya
azas kebebasan hakim dan peradilan yang digariskan dalam UU Nomor 3 Tahun 2006
tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah
merujuk pada pasal 24 UUD 1945 dan jo. Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
2)
Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman
Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Semua peradilan di seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia adalah peradilan Negara dan ditetapkan dengan
undang-undang. Dan peradilan Negara menerapkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila.
3)
Asas Ketuhanan
Peradilan agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada sumber
hokum Agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan harus dimulai
dengan kalimatBasmalah yang diikuti dengan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhan Yang Maha Esa.
4)
Asas Fleksibelitas
Pemeriksaan perkara di lingkungan peradilan agama harus dilakukan dengan
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Adapun asas ini diatur dalam pasal 57 (3) UU
257 Arie Hukum, Hukum Acara Peradilan Agama, dalam http://ariehukum.blogspot.com
access 20 November 2014
258 Ibid
259 Kabar bebas, Hukum Acara Peradilan Islam, dalam https://kabarbebas.wordpress.com
access 20 November 2014

97

Nomor 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama jo pasal 4 (2) dan pasal 5 (2) UU Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk itu, pengadilan agama wajib membantu kedua
pihak berperkara dan berusaha menjelaskan dan mengatasi segala hambatan yang
dihadapi para pihak tersebut. Yang dimaksud sederhana adalah acara yang jelas,
mudah difahami dan tidak berbelit-belit serta tidak terjebak pada formalitasformalitas yang tidak penting dalam persidangan. Sebab apabila terjebak pada
formalitas-formalitas yang berbelit-belit memungkinkan timbulnya berbagai
penafsiran.
5)
Asas Non Ekstra Yudisial
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
kehakiman dilarang kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD RI Tahun
1945. Sehingga setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud akan dipidana.
6)
Asas Legalitas
Peradilan agama mengadili menurut hokum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Asas ini diatur dalam pasal 3 (2), pasal 5 (2), pasl 6 (1) UU No.4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 2 UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.
Asas legalitas dapat dimaknai sebagai hak perlindungan hukum dan sekaligus sebagai
hak persamaan hokum. Untuk itu semua tindakan yang dilakukan dalam rangka
menjalankan fungsi dan kewenangan peradilan harus berdasar atas hokum, mulai dari
tindakan pemanggilan, penyitan, pemeriksaan di persidangan, putusan yang
dijatuhkan dan eksekusi putusan, semuanya harus berdasar atas hukum. Tidak boleh
menurut atau atas dasar selera hakim.
2. Asas Khusus Kewenangan Peradilan Agama260
1)
Asas Personalitas Ke-islaman
Yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan peradilan agama, hanya
mereka yang mengaku dirinya beragama Islam. Asas personalitas ke-islaman diatur
dalam UU nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1989
Tentang peradilan agama Pasal 2 Penjelasan Umum alenia ketiga dan Pasal 49
terbatas pada perkara-perkara yang menjadi kewenangan peradilan agama.
Ketentuan yang melekat pada UU No. 3 Tahun 2006 Tentang asas personalitas keislaman adalah :
a) Para pihak yang bersengketa harus sama-sama beragama Islam.
b) Perkara perdata yang disengketakan mengenai perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi syariah.
c) Hubungan hukum yang melandasi berdsarkan hukum islam, oleh karena itu acara
penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.
2)
Asas Ishlah (Upaya perdamaian)
Upaya perdamaian diatur dalam Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
jo. Pasal 31 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tentang
perkawinan jo. Pasal 65 dan Pasal 82 (1 dan 2) UU No. 7 Tahun 1989 yang tidak
diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama jo. Pasal 115 KHI, jo.
Pasal 16 (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Islam menyuruh untuk menyelesaikan setiapperselisihan dengan melalui
pendekatan Ishlah. Karena itu, tepat bagi para hakim peradilan agama untuk
menjalankn fungsi mendamaikan, sebab bagaimanapun adilnya suatu putusan, pasti
lebih cantik dan lebih adil hasil putusan itu berupa perdamaian.
3)
Asas Terbuka Untuk Umum
Asas terbuka untuk umum diatur dalam pasal 59 (1) UU No.7 Tahun 1989 yang tidak
260 Ibid

98

diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradila Agama jo. Pasal 19 (3 dan 4)
UU No. 4 Tahun 2004. Sidang pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama adalah
terbuka untuk umum, kecuali Undang-Undang menentukan lain atau jika hakim
dengan alasan penting yang dicatat dalam berita acara siding memerintahkan bahwa
pemeriksaan secara keseluruhan atau sebagianakan dilakukan dengan siding tertutup.
Adapun pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama yang harus dilakukan dengan
siding tertutup adalah berkenaan dengan pemeriksaan permohonan cerai talak dan
atau cerai gugat (pasal 68 (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No.
3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama).
4)
Asas Equality
Setiap orang yang berperkara dimuka sidang pengadilan adalah sama hak dan
kedudukannya, sehingga tidak ada perbedaan yang bersifat diskriminatif baik
dalam diskriminasi normative maupun diskriminasi kategoris. Adapun patokan yang
fundamental dalam upaya menerapkan asas equality pada setiap penyelesaian
perkara dipersidangan adalah :
a. Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan persidangan pengadilan atau
equal before the law.
b. Hak perlindungan yang sama oleh hukum atau equal protection on the law
c. Mendapat hak perlakuan yang sama di bawah hukum atau equal justice under the
law.
5)
Asas Aktif memberi bantuan
Terlepas dari perkembangan praktik yang cenderung mengarah pada proses
pemeriksaan dengan surat atau tertulis, hukum acara perdata yang diatur dalam HIR
dan RBg sebagai hukum acara yang berlaku untuk lingkungan Peradilan Umum dan
Peradilan Agama sebagaimana yang tertuang pada Pasal 54 UU No. 3 Tahun 2006
Tentang Peradilan Agama.
6)
Asas Upaya Hukum Banding
Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada
Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali Undang-undang
menentukan lain.
7)
Asas Upaya Hukum Kasasi
Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada
Mahkamah Agung oleh para pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
8)
Asas Upaya Hukum Peninjauan Kembali.
Terhadap putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau
keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Dan terhadap putusan
peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
9)
Asas Pertimbangan Hukum (Racio Decidendi)
Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,
memuat pula paal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

D. Tugas Pokok Badan Peradilan Agama


Menerima, memeriksa, mengadili dan memutus serta menyelesaikan perkara antara
orang-orang yang beragama Islam dalam bidang:
Perkawinan.
Waris.
Wasiat.
Hibah.
Wakaf.
Zakat.

99

7. Infaq.
8. Shadaqoh.
9. Ekonomi Syariah.
(Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Tentang Perubahan atas UndangUndang-ndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama).261
Tugas lain dari badan Peradilan Agama, yaitu :
1. Memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi
pemerintah apabila diminta. (Pasal 52 ayat (1) Undang-undang No. 7/1989.
2. Menyelesaikan permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar
sengketa antara orang-orang Islam. (Pasal 107 ayat (2) Undang-undang No.
7/1989). Hal ini sudah jarang dilakukan karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 telah mengatur dibolehkannya penetapan ahli waris dalam perkara volunteer.
3. Memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan tahun
hijriyah (Pasal 52 A UU No.3 Tahun 2006).
4. Melaksanakan tugas lainnya seperti pelayanan riset/penelitian dan tugas-tugas
lainnya.262

Nama
NIM
Tugas
Judul

: Rizky Wiyanda Putra


: 201410110311104
: 19
: BIDANG/LAPANGAN HUKUM ACARA PENGADILAN MILITER

A.
Pengertian
1.
Hukum Militer
Perhatian terhadap dunia militer baru ada sejak setelah Perang Dunia ke-II
terutama setelah para penjahat perang dihukum. Pengertian hukum militer
sampai saat ini masih belum ada keseragaman, ini merupakan hal yang biasa
di dunia hukum, karena menyangkut sebuah pengertian hukum para ahli
hukum memiliki pendapat yang berbeda. Sebagai warga Negara, anggota
militer sama dengan warga Negara lainnya di dalam hukum, namun hukum
yang berlaku bagi masyarakat umum berlaku bagi militer, namun untuk
kalangan militer selain hukum yang bersifat umum juga bersifat generallis. 263
2.
Hukum Acara Peradilan Militer
Hukum acara peradilan militer hukum yang mengatur tentang pelaksanaan
kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan bersenjata untuk menegakkan
hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan
pertahanan keamanan Negara. Pengadilan yang bernaung di bawah pengadilan
militer terdiri dari :
a. Pengadilan militer
b. Pengadilan militer tinggi
261 Arie Hukum, Op.cit
262 Ibid
263 Patricia
L R,
Hukum
Acara
Peradilan
http://patriciaseohyerim.blogspot.com, access 1 Desember 2014

Militer,

dalam

100

c. Pengadilan militer utama


d. Pengadilan militer pertempuran
Pengadilan Militer untuk semua tingkatan secara umum memiliki
yuridiksi.Yuri terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada
waktu melakukan tindak pidana, yaitu :
a. Militer. Militer terbagi menjadi 4 golongan yaitu :

Militer sukarela

Militer wajib

Sukarelawan
b. Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan militer :

Milwa diluar dinas

Bekas militer yang melakukan kejahatan

Orang yang bekerja pada Angkatan Perang sekian lama

Komisaris-komisaris militer

Yang memakai pangkat Tituler

Militer asing
c. Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan
atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan undang-undang.
d. Seseorang yang tidak termasuk golongan di atas tetapi atas keputusan
Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. 264
Kewenangan lain dari Pengadilan yang bernaung di bawah Peradilan Militer
adalah :
a. Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan
Bersenjata.
b. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang
bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang
ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus
memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan. 265
Susunan dan Kewenangan Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Militer :
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer sebagaimana dijelaskan
menjadi 4 pengadilan dengan kompetensi yang berbeda dalam hal memeriksa
dan memutus perkara, yaitu :
a. Pengadilan Militer.
Berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang
terdakwanya berpangkat Kapten ke bawah.
.b. Pengadilan Militer Tinggi.
Berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat pertama yang terdakwanya
berpangkat Mayor ke atas dan memeriksa serta memutus pada tingkat banding
perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer yang dimintakan
banding. Selain itu bertugas juga dalam memutus dan menyelesaikan Tata
Usaha Angkatan Bersenjata.
c.
Pengadilan Militer Utama.
Berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan
sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat
pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.
264 Ibid
265 Ibid

101

d.
Pengadilan Militer Pertempuran.
Berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara
pidana yang dilakukan di daerah pertempuran, Pengadilan Militer Pertempuran
bersifat mobil mrngikuti gerakan pasukan danberkedudukan serta berdaerah
hukum di tempat terjadinya pertempuran. 266
Susunan Oditurat Dalam Peradilan Militer :
Oditurat adalah pelaksanaan kekuasaan pemerintahan Negara dibidang
penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata sebagaimana
diatur dalam undang-undang. Oditurat memiliki tugas dan wewenang yang
tingkatannya tidak berbeda dengan pengadilan yang bernaung di bawah
peradilan militer, yaitu :
a. Oditurat Militer
Melakukan penuntutan dalam perkara pidana yang terdakwanya berpangkat
Kapten ke bawah, melaksanakan pemetapan hakim dan putusan pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum, melakukan pemeriksaan tambahan.
b. Oditurat Militer Tinggi
Melakukan penunututan dalam perkara pidana yang terdakwanya berpangkat
Mayor ke atas. Melaksanakan penetapan Hakim atau putusan pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, melakukan pemeriksaan tambahan.
c. Oditurat Jenderal.
Bertugas dan berwenang membina, mengendalikan dan mengawasi
pelaksanaan tugas dan wewenana Oditurat, menyelenggarakan pengkajian
masalah kejahatan guna kepentingan penegakan dan kebijakan pembinaan dan
menyelesaikan serta melaksanakan penuntutan perkara pidanan tertentu yang
acaranya diatur secara khusus.
d. Orditurat Pertempuran
Melaksanakan penetapan hakim atau melakukan penuntutan dalam perkara
pidana yang terdakwanya adalah militer, melaksanakan penetapan hakim atau
putusan pengadilan militer pertempuran. 267
Susunan Dalam Persidangan.
1. Dalam pelaksanaan sidang, pengadilan militer maupun pengadilan tinggi
militer bersidang untuk memeriksa dan memutuskan perkara pidana pada
tingkat pertama dengan susunannya terdiri dari :
1 (satu) orang Hakim Ketua
2 (dua) orang Hakim Anggota, yang dihadiri oleh 1 (satu) orang Oditur
Militer atau Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 (satu) orang Panitera.
2. Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara
sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada timngkat pertama dengan
susunan:
1 (satu) orang Hakim Ketua
2 (dua) orang Hakim Anggota, yang dibantu oleh 1 (satu) orang Panitera
3. Dalam pemeriksaan tingkat banding maka Pengadilan Militer Tinggi dan
Pengadilan Militer Utama terdiri dari :
1 (satu) orang Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi
1 (satu) orang Panitera.
Susunan Kepangkatan Dalam Persidangan
266 Santri Agung, Hukum Acara Peradilan Militer, dalam http://Santriagung.wordpress.com
access 1 Desember 2014
267 Ibid

102

1.
Kepangkatan yang berlaku dalam persidangan di Pengadilan Militer
adalah :
Hakim Ketua paling rendah Mayor
Hakim Anggota serta Oditur Militer paling rendah Kapten
Panitera paling rendah Pembantu Letnan Dua dan paling tinggi Kapten.
2.
Untuk persidangan di pengadilan militer tinggi :
Hakim ketua paling rendah Kolonel
Hakim Anggota serta Oditur Militer paling rendah Letnan Kolonel
Panitera paling rendah Kapten dan paling tinggi Mayor 268
B.
Asas-Asas Hukum Acara Pengadilan Militer
1. Asas Kessatuan Komando
Dalam hukum acara pidanan militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra
penuntutan.
2. Asas Komandan Bertanggung Jawab Terhadap Anak Buahnya
Dalam tata kehidupan dan cirri-ciri organisasi mliter, komandan berfungsi
sebagai pimpinan, guru, bapak, dan pelatih, sehingga komandan bertanggung
jawab penuh terhadap anak buahnya.
3. Asas Kepentingan Militer
Dalam hukum peradilan militer, ada keseimbangan antara kepentingan militer
dengan kepentingan hukum. 269
C.
Sumber Hukum Positif Hukum Acara Pengadilan Militer
1.UU No. 7 tahun 1946, undang-undang yang pertama kali mengatur mengenai
Peradilan Militer di Indonesia
2.UU No.8 Tahun 1946 tentang peraturan hukum Acara Pidana pada
Pengadilan Tentara, sebagai pengadilan yang khusus berlaku bagi militer.
3.Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan
Pengadilan / Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan.
4.Sejak berlakunya Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950, terjadi
perubahan undang-undang tentang susunan dan kekuasaan kehakiman, dengan
disyahkannya Undang-Undang Darurat No. 16 tahun 1950 menjadi UndangUndang
No.5
tahun
1950
tentang
Susunan
dan
Kekuasaan
Pengadilan/Kejaksaan dalam Lingkungan Pengadilan Ketentaraan.
5.Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya menjadi Ketua Pengadilan
Tentara. Dan berdasarkan Undang-Undang No.6 tahun 1950 Jaksa Tentara
dirangkap oleh Jaksa Sipil yang karena jabatannya bertugas sebagai pengusut,
penuntut dan penyerah perkara.
6.Dalam keadaan yang tidak kondusif seiring dengan perkembangan politik
pemerintahan lahirlah Undang-Undang No. 29 tahun 1954 tentang Pertahanan
Negara Republik Indonmesia. Undang-undang ini merubah sistem dan
hukumm acara peradilan Militer.
7.Dalam pasal 35 tersebut menyatakan angkatan perang mempunyai peradilan
tersendiri dan komando mempunyai hak penyerah perkara. Sebagai
Implementasi pasal 35 Undang-Undang No.29 tahun 1954 lahirlah UndangUndang No. 1 / Drt / 1958 tentang Hukum Acara Pidana Tentara dalam
Undang-undang tersebut membatasi Jaksa dan Hakim umum di dalam
268 Ibid
269 Lanang zussaukah, Asas-asas Hukum Acara Pengadilan Militer,
http://lanangzussaukah. blogspot.com access 20 November 2014

dalam

103

penyelesaian perkara. 270


Peradilan militer saat ini berpijak pada Undang-Undang No 31 Tahun 1997
tentang Peradilan Militer. Dalam salah satu pertimbangannya, undang-undang
tersebut menjelaskan bahwa pengaturan tentang Pengadilan dan Oditurat serta
Hukum Acara Pidana Militer yang selama ini berlaku dalam undang-undang
sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 20 Tahun 1982.
1.
Hukum Acara Pidana Militer
Sistematika Hukum Acara Pidana Militer
Hukum acara pidana militer disusun menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai
berikut :
a.Penyidikan.

Paragraf 1 Penyidik dan Penyidik Pembantu : Pasal 69-74

Paragraf 2 Penangkapan dan Penahanan : Pasal 75-81

Paragraf 3 Penggeledahan dan Penyitaan : Pasal 82-95

Paragraf 4 Pemeriksaan Surat : Pasal 96-98

Paragraf 5 Pelaksanaan Penyidikan : Pasal 99-121


b.Penyerahan Perkara : Pasal 122-131
c.Pemeriksaan Disidang Pengadilan

Paragraf 1 Persiapan Persidangan : Pasal 132-136

Paragraf 2 Penahanan : Pasal 137-138

Paragraf 3 Pemanggilan : Pasal 139-140


d.Acara Pemeriksaan Biasa

Paragraph 1 Pemeriksaan dan Pembuktian : Pasal 141-181

Paragraph 2 Penuntutan dan Pembelaan : Pasal 182

Paragraph 3 Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Rugi : Pasal 183187

Paragraph 4 Musyawarah dan Putusan : Pasal 188-197


e.Acara Pemeriksaan Koneksitas : Pasal 198-2013
f.Acara Pemeriksaan Khusus : Pasal 204-210
g.Acara Pemeriksaan Cepat : Pasal 211-214
h.Bantuan Hukum : Pasal 215-218
i. Upaya Hukum Biasa

Paragraph 1 Pemeriksaan Tingkat Banding : Pasal 219-230


Paragraph 2 Pemeriksaan Tingkat Kasasi : Pasal 231-244
j. Bantuan Hukum Luar Biasa
Paragraph 1 Pemeriksaan Tingkat Kasasi demi Kepentingan Umum :
Pasal 245-247
Paragraph 2 Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan yang Sudah
Mendapatkan Kekuatan Hukum Tetap : Pasal 248-253
k. Pelaksanaan Putusan Pengadilan : Pasal 254-261
l. Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan : Pasal 262263
m.Berita Acara : Pasal 264 271
270 Faridatus zuhro, Sumber Hukum Acara Pengadilan militer, dalam
http://faridazuhr.blogspot.com access 1 Desember 2014

104

Sistematika KUHPM
Berbeda dengan KUHP yang terdiri dari 3 buku yaitu Ketentuan Umum,
Kejahatan dan Pelanggaran. KUHPM hanya terdiri dari 2 buku, yaitu
Ketentuan Umum dan Kejahatan.
Prinsip-Prinsip Umum
Dalam KUHPM berlaku suatu prinsip umum yang walaupun tidak tegas diatur
namun berlaku dalam penerapan KUHPM yang terdiri dari :
a. KUHPM merupakan satuan hukum bagi militer
b. Kodifikasi sendiri
c. Hukum acara pidana dan peradilan militer sendiri
d. Yurisdiksi sendiri
e. Kemungkinan penyelesaian suatu tindak pidana secara hukum disiplin
f. Penerapan ketentuan-ketentuan umum
g. Tidak mengenal pemidanaan kolektif 272
D. Berlakunya Hukum Pidana Militer di Indonesia.
Hukum militer yang sekarang digunakan berasal dari Hukum Pidana Militer
peninggalan penjajah Belanda pada Tahun 1942.
Riwayat Ringkas KUHPM :
a. Tahun 1799
Pada saat itu KUHPM terdiri dari 3 yaitu :
1. Yuridiksi Peradilan Militer
2. Kejahatan Militer
3. Hukum acaranya
b. Tahun 1807
Pada saat itu Negara diduduki Perancis, maka diberlakukan Code Penal
Militaire oleh Perancis selaku penjajah.
c. Tahun 1813
KUHPM berlaku kembali setelah Indonesia dikuasai lagi oleh para Penjajah
Belanda.
d. Tahun 1886
KUHPM yang baru diberlakukan
e. Tahun 1903
Keputusan raja pada tangal 7April 1903 karena sedang terjadi Perang Dunia
I maka berlaku KUHPM dan KUHDM.
k. Tahun 1934
Pada tahun ini berlakunya KUHPM dan KUHDM diundangkan dengan Stbl.
1934 Nr 167 dan Nr 168.
l. Zaman penjajahan Jepang
Pada masa ini KUHPM dan KUHDM tidak berlaku.
m. 17 Agustus 1945
KUHPM dan KUHDM berlaku kembalia dengan adanya revisi.
n. Hukum Acara Tata Usaha Militer
Tata Usaha MIliter Sebelum Tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997. Peradilan tata usaha mulai disinggung diantaranya terdapat
dalam konstitusi RIS pada Pasal 161 dan 162 yang isinya mengenai suatu
ketentuan pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha
diserahkan kepada alat-alat perlengkapan lain.
271 Ibid
272 Ibid

105

Hukum Tata Usaha Militer dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997


Hukum tata usaha Negara yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1958 diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1997tentang Peradilan Militer bersama dengan hukum acara pidana militer
dan hukum tata usaha militer. 273

Nama : Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Tugas : ke 20
Judul : Bidang/Lapangan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
A.
Pengertian Mahkamah Konstitusi
Mahkamah konstitusi adalah sebuah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman
bersama dengan mahkamah agung. Hari lahir Mahkamah konstitusi sendiri
yaitu pada tanggal 13 agustus 2003 dan MK sendiri diatur dalam Pasal 24C
Undang-Undang Dasar NRI dan Undang Undang nomor 24 tahun 2003
mengenai Mahkamah konstitusi. 274
B.
Pengertian Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara (formielle recht) Mahkamah Konstitusi adalah aturan atau
kaidah yang bertujuan untuk menegakkan, mempertahankan dan menjamin
ditaatinya hukum materiil (materielle recht) dalam praktek melalui peradilan
273 Dhiki Kurnia, Hukum Acara Peradilan Militer, dalam http://dhikikurnia.blogspot.com
access 01 Desember 2014

274 Suriyadi, Sekilas Tentang Hukum Acara Mahkamah


http://suriyadiadhi. blogspot.com access 20 November 2014

Konstitusi , dalam

106

Mahkamah Konstitusi, sebagaimana UU No. 23 tahun 2003 tentang Mahkamah


Konstitusi yang terdiri dari 88 pasal yang mana hukum formil berjumlah 58
pasal yaitu pasal 28-85 dan hukum materiil berjumlah 30 pasal, pasal 1-27 dan
pasal 86-88. 275
C.
Latar Belakang Mahkamah Konstitusi
George Jellinek : Mahkamah Agung Austria memiliki wewenang untuk
melakukan Judicial Review
Hans Kelsen > Dibentuk pengadilan tersendiri di luar Mahkamah Agung >
Vervassungsgerichtschoft, sebagaimana penjelasan Konstitusi Austria 1920.
Dasar Pemikiran :
1. Supremasi konstitusi
2. Check and Balances
3. Perlindungan hak warga Negara 276
D.
Kronologis terbentuknya Mahkamah Konstitusi Indonesia:
1.Usulan M. Yamin sehingga hadir wewenang Balai Agung untuk melakukan
perbandingan Undang-Undang.
2.Konstitusi RIS memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk
melakukan pengujian terhadap undang-undang negara bagian
3.Rekomendasi PAH II MPRS 1966-1967 bahwa MAhkamah Agung
berwenang menguji undang-undang.
4.IKAHI,1970, Mahkamah Agung memiliki wewenang Judicial Review
5.TAP MPR No. III/MPR/2000 menyatakan bahwa MPR berwenang menguji
undang-undang terhadap UUDNRI 1945
6.Amandemen UUDNRI 1945 > diberikan wewenang judicial review kepada
MA untuk sementara sembari menunggu pembentukan MK > UU Nomor 24
tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi > Pelimpahan wewenang dari MA
kepada MK. 277
E. Sejarah Mahkamah Konstitusi Indonesia
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan
diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001
sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan
Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan
pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu
perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad
ke-20.
Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka
menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA)
menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III
Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah
kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah
Konstitusi.
Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui
275 Ibid
276 Ibid
277 Ibid

107

secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada


13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara
Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui
Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk
pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para
hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003. Lembaran
perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada
tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK
sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD
1945. 278
Dasar pemikiran mahkamah konstitusi di Indonesia:
1.
Pentingnya Judicial Review
2.
Mengimbangi kekuasaan pembentuk undang-undang
3.
Berubahnya supremasi MPR menjadi supremasi konstitusi
4.
Perlindungan HAM dan hak konstitusional warga Negara. 279
Kedudukan Mahkamah Konstitusi
1. Sebagai lembaga negara
2. Pelaku kekuasaan kehakiman
3. Sejajar dengan lembaga negara lainnya
4. Merdeka (Impartial) 280
G.
Fungsi Mahkamah Konstitusi
Sebagaimana juga dengan lembaga peradilan lainnya. Mahkamah Konstitusi
memiliki fungsinya sendiri dalam konteks ini fungsi MK adalah sebagai
berikut :
1. Pengawal konstitusi (the guardian of the constitution)
2. Penafsir final konstitusi (the final interpreter of constitution)
3. Pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights)
4. Pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the citizens
constitutional right) 281
H.
Wewenang Mahkamah Konstitusi
Yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C UUD
NRI 1945/ Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang MK yakni :
1. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
Pasal 51 ayat (3) UU MK :
Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib
menguraikan dengan jelas bahwa:
a)Pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b)Materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap
278 Revi, Mahkamah Konstitusi Indonesia, dalam http://therev.blogspot.com access 6
Desember 2014
279 Ibid
280 Ibid
281 Suriyadi, Op.cit

108

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945.
- Pengujian Materil Pengujian terhadap materi muatan dalam ayat, pasal,
dan/atau bagian tertentu.
- Pengujian Formil Pengujian terhadap :
1. Appropriate form
2. Appropriate institution
3. Appropriate procedure
Pemberlakuannya :
Ex : UU No. 45 / 1999 Tentang Pemekaran Provinsi Irian Jaya, yang
dinyatakan bertentangan karena masih berlaku setelah adanya UU No.21 /
2001 Tentang Otonomi Khusus Papua. 282
2. Memutus Sengketa kewenangan antara lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Objeknya adalah kewenagan dari lembaga negara yang
memperoleh
kewenangan menurut UUD.
UUD 1945 tidak memberi batasan pengertian lembaga negara sehingga
menurut Jimly semua lembaga negara yang terdapat dalam UUD dasar dapat
menjadi pihak dan kewenangannya dapat menjadi objek sengketa.
Terdapat pengecualian yaitu pada MA, yang tidak dapat menjadi pihak
perkara dalam kasus sengketa kewenangan antar lembaga negara sesuai pasal
65 UU MK. 283
3. Memutus sengketa hasil Pemilihan umum
Menyangkut penetapan hasil pemilu secara nasional yang dilakukan oleh
KPU yang mempengaruhi angaka perolehan suara terhadap anggota DPD,
DPR, DPRD atau mempengaruhi langkah calon Presiden dan wakil Presiden
ke putaran berikutnya atau menjadi Presiden dan wakil Presiden
Jadi harus benar-benar mempengaruhi seperti penjelasan Pasal 74 (2) UUMK
a. Terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah.
b. Penentuan pasangan calon Presiden dan wapres yang masuk putaran kedua
serta terpilihnya Presiden dan wapres.
c. Perolehan kursi parpol peserta pemilu.
Permohonan menunjukan 2 hal pokok yaitu seperti penjelasan Psl 75 UU MK
a. Adanya kesalahan perhitungan yang dilakukan oleh KPU
b. Hasil perhitungan yang benar menurut pemohon
Yang dapat menjadi Pemohon adalah seperti penjelasan Psl 74 (1) UU MK
1)
Perorangan WNI peserta pemilu (calon anggota DPD)
2)
Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden peserta pemilu
3)
Parpol peserta pemilu 284
4.
Memberikan Putusan terhadap usulan DPR terhadap dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh kepala negara dan wakil kepala Negara.
Objeknya adalah dugaan DPR bukan presiden dan / atau wapres,
sebagaimanana dijelaskan pada pasal 24 C (2) UUD 1945 Jo Psl 10 (2) dan
dirinci lebih lanjut dalam pasal 10 (3) UU MK. 285
5.
Pembubaran Partai Politik :
282 Yeremia Indonesia, Catatan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi I, dalam
http://yeremia indonesia.wordpress.com, access 6 Desember 2014

283Ibid
284 Ibid

109

Alasan sebuah parpol dibubarkan adalah Pertentangan Ideologi, Asas, Tujuan,


Program dan Kegiatan parpol Terhadap UUD 1945. Pihak yang mengajukan
adalah pemerintah wajib menguraikan mengenai hal diatas, sebagaimana
Pasal 68 UU MK. 286
6.
Memutus Pembubaran Partai Politik
H. Prosedur Berpekara di Mahkamah Konstitusi
a. Pengajuan permohonan
1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
2. Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya
3. Permohonan dibuat rangkap 12
4. Jenis perkara
5.
Permohonan menjelaskan secara rinci mengenai materi permohonan
(sesuai dengan yurisdiki MK)
6. Selain dalam bentuk formal, juga diajukan softcopy-nya yang disimpan
dalam media penyimpanan elektronik (disket, compact disc, dll)
Isi Permohonan :
1.
Identitas pemohon > Nama, TTL / umur, agama, pekerjaan, umur,
kewarganegaraan, alamat lengkap, nomor telepon / faksimili / e-mail / telepon
seluler (bila ada)
2. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar permohonan > Kewenangan MK,
legal standing, alasan permohonan
3. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus
4. Permohonan harus disertai dengan alat-alat bukti yang mendukung
Tata Cara Pengajuan Permohonan :
1. Pemohon > Panitera MK > Akta Penerimaan Berkas / Akta Pemberitahuan
Kekuranglengkapan kepada pemohon > Registrasi / Tidak teregistrasi apabila
memohon tidak melengkapi kekuranglengkapan
2. Petugas kepaniteraan berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan
kelengkapan, yang sekurang-sekurangnya adalah:
a) Bukti diri pemohon sesuai kualifikasi, sesuai Pasal 51 ayat 1 UU MK, yaitu:

Fotokopi KTP sebagai bukti bahwa pemohon adalah WNI


Bukti keberadaan masyarakat hukum adat menurut UU dalam hal pemohon
adalah masyarakat hukum adat
Akta pendirian dan pengesahan badan hukum baik publik maupun privat
dalam hal pemohon adalah badan hukum
Peraturan perundang-undangan pembentukan lembaga negara yang
bersangkutan dalam hal pemohon adalah lembaga negara
b) Bukti surat atau tulisan yang berisikan alasan permohonan.
c) Daftar calon saksi ahli dan / atau saksi disertai pernyataan singkat tentang
hal-hal yang akan diterangkan terkait dengan alasan permohonan serta
pernyataan bersedia menghadiri persidangan dalam hal pemohon akan
mengajukan sahli dan / atau saksi.
d) Daftar bukti-bukti lain yang dapat berupa informasi yang disimpan dalam
atau dikirim melalui media elektronik, bila dipandang perlu.
b. Pendaftaran1. Permohonan yang sudah lengkap, dicatat dalam BRPK (Buku
Registrasi Perkara Konstitusi) dan diberikan nomor perkara.
2. MK akan memberikan salinan permohonan kepada :
285 Sandro, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, dalam http://tentang-ilmu-hukum.
blogspot.com, access 6 Desember 2014

286 Ibid

110

a)
Presiden, DPR,dan Mahkamah Agung serta memberitahukan kepada
Mahkamah Agung untuk menghentikan segala pengujian peraturan perundangundangan di bawahnya. (Terhadap perkara pengujian undang-undang)
b) Lembaga negara termohon. (Terhadap perkara sengketa kewenangan antar
lembaga negara)
c)
Parpol yang bersangkutan. (Terhadap perkara pembubaran partai
politik)
d)
Presiden dan/atau wapres. (Terhadap pendapat DPR mengenai adanya
pelanggaran hukum oleh presiden dan/atau wapres)
3. Penyampaian salinan permohonan disampaikan oleh Juru Panggil yang
dibuktikan dengan berita acara penyampaian.
4. Dalam hal permohonan telah dicatat di dalam BRPK dan terdapat penarikan
permohonan, maka panitera berkewajiban untuk membuatkan Akta Pembatalan
Registrasi yang disampaikan kepada pemohon beserta pengembalian berkas
permohonan.
c. Penjadwalan Sidang
1. Ketua MK menerima berkas yang telah diregistrasi dan menetapkan panel
hakim.
2. Ketua panel hakim menentukan hari sidang pertama yang disampaikan
kepada pemohon dengan surat pemanggilan yang telah ditandatangani oleh
Panitera dan disampaikan secara langsung oleh Juru Panggil melalui berita
acara penyampaian.
3. Penetapan hari sidang juga diumumkan kepada masyarakat
dengan
menempelkan pada papan pengumuman khusus dan dalam situs MK, serta
disampaikan melalui media massa.
d. Pemeriksaan Pendahuluan
1.
Pemeriksaan terhadap:
a)
Kelengkapan dan kejelasan permohonan
b)
Dasar legal standing
c)
Saran-saran hakim untuk perbaikan posita dan petitum
d)
Pemeriksaan tumpang tindih kewenangan
e)
Pemeriksaan dapat dilanjutkan atau tidak
2.
Dalam hal diharuskan adanya perbaikan, pemohon diberikan waktu 14
hari.
3.
Tujuan pemeriksaan pendahuluan:
a)
Adanya persiapan persidangan
b)
Memudahkan pengujian dan klarifikasi
c)
Penentuan jumlah saksi dan/atau saksi ahli
d)
Penentuan sidang pleno lebih cepat dan mudah
e)
Pemeriksaan persidangan
4.
Hal yang harus dipersiapkan di dalam persidangan pendahuluan:
a)
Kualifikasi pemohon, kewenangan bertindak, dan surat-surat kuasa
b)
Legal standing
c)
Statement of Constitutional Issue Alat bukti
e)
Saksi dan ahli yang pokok pernyataannya mendukung
e.
Pemeriksaan persidangan
1.
Terbuka untuk umum
2.
Memeriksa permohonan dan alat bukti
3.
Pemberian keterangan oleh saksi, ahli dan lembaga negara (lembaga
negara yang diminta wajib memberikan keterangan paling lambat 7 hari)
f. Putusan
1. Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:
a) Perkara pembubaran partai politik : 60 hari kerja sejak teregistrasi

111

b) Perselisihan hasil pemilu :


Pilpres 30 hari kerja sejak teregistrasi
Pilkada 14 hari kerja sejak teregistrasi
Pemilu DPR, DPD, dan DPRD 30 hari kerja sejak teregistrasi
c) Perkara pendapat DPR : 90 hari kerja sejak teregistrasi
2. Cara mengambil putusan :
a) Musyarah mufakat
b) Setiap hakim menyampaikan pendapat secara tertulis
c) Diambil suara terbanyak apabila tidak mencapai mufakat
3. Jenis putusan :
a) Putusan sela / provisional
b) Putusan akhir

Menolak

Mengabulkan

Tidak dapat diterima ( Niet Ontvantkelijk Verklaard )


c) Putusan tanpa / dengan Dissenting Opinion
d) Putusan beryarat ( Conditionaly Constitutional )
4. Isi putusan:
a) Identitas para pihak
b) Ringkasan permohonan
c) Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap di dalam persidangan
d) Amar putusan
e) Hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan hakim konstitusi serta
panitera
f) Pendapat berbeda hakim ( Dissenting Opinion) 287
I.
Asas-Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
1. Asas Independensi, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 UU Mahkamah
Konstitusi bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan satu lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna mengakkan hukum dan keadilan.
2.
Asas Praduga Rechtmatige, yaitu sebelum ada putusan Mahkamah
Konstitusi, objeyk yang menjadi oerkara misalnya suatu UU yang diuji tetap
sah dan berlaku sebelum ada putusan akhir hakim Mahkamah Konstitusi.
3. Asas Sidang Terbuka Untuk Umum, sebagaimana ditegaskan dalam pasal
40 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi, bahwa sidang Mahkamah Konstitusi
terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan Hakim. Dalam
pembacaan putusan, Hakim Mahkamah Konstitusi wajib dalam sidang terbuka
untuk umum seperti penjelasan pasal 28 ayat (5) UU Mahkamah Konstitusi)
yang mana apabila persidangan dan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi
tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sebagaimana pasal 28 ayat
(6) UU Mahkamah Konstitusi).
4. Asas Majelis Hakim, sebagaimana ditegaskan Pasal 28 UU Mahkamah
Konstitusi yang mana dalam memeriksa, mengadili, dan memutus dalam
sidang pleno dengan 9 Hakim konstitusi, kecuali keadaan luar biasa dengan 7
hakim konstitusi
5. Asas Objektivitas
6.
Asas Keaktifan Hakim Mahkamah Konstitusi (Dominus Litis), artinya
Hakim Konstitusi wajib mencari dan menemukan kebenaran materiil.
7.
Asas Pembuktian Bebas (Vrij Bewij), sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 45 ayat (1) dan (2) UU Mahkamah Konstitusi, bahwa Mahkamah
Konstitusi memutus perkara berdasarkan UUD 1945 sesuai dengan alat bukti
287 Ibid

112

dan keyakinan hakim. Alat bukti yang dimaksud sekurang-kurangnya 2.


8.
Asas Putusan Mengikat secara Erga Omnes, artinya putusan Mahkamah
Konstitusi merupakan putusan yang tidak hanya mengikat para pihak
(interparties) tetapi juga harus ditaati oleh siapapun (Erga Omnes). Asas ini
tercermin dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang langsung dapat
dilaksanakan dengan tidak menentukan lagi keputusan lembaga atau pejabat
yang lain.
9.
Asas Putusan Berkekuatan Hukum Tetap dan Bersifat Final, sebagaimana
ditegaskan dalam pasal 47 UU Mahkamah Konstitusi bahwa putusan
Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai
diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum yang bersifat final
dan tidak ada upaya hukum lain karena Mahkamah Konstitusi mengadili
tingkat pertama dan terakhir, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 10 UU
Mahkamah Konstitusi).
10. Asas Sosialisasi, artinya putusan Mahkamah Konstitusi wajib diumumkan
dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat secara terbuka, sebagaimana
Pasal 13 UU Mahkamah Konstitusi).
11. Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan. 288
J.
Sumber Hukum Positif Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
a.
Sumber Langsung :
1. UU No. 24 Tahun 2003 Tentang MK
2. Peraturan Mahkamah Konstitusi / PMK

PMK nomor 006/PMK/2005 tentang pedoman beracara dalam perkara


pengujian Undang-Undang
PMK nomor 008/PMK/2006 tentang pedoman beracara dalam sengketa
kewenangan konstitusional lembaga negara
PMK nomor 15/PMK/2008 tentang pedoman beracara dalam perselisihan
hasil pemilihan umum
PMK nomor 16/PMK/2009 tentang pedoman beracara dalam perselisihan
hasil pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
PMK nomor 17/PMK/2009 tentang pedoman beracara dalam perselisihan
hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden

PMK nomor 18/PMK/2009 tentang pedoman pengajuan permohonan


elektronik (electronic filing) dan pemeriksaan persidangan jarak jauh (video
conference)

PMK nomor 19/PMK/2009 tentang tata tertib persidangan

PMK nomor 21/PMK/2009 tentang pedoman beracara dalam memutus


pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden[18]
3. Yurisprudensi MK RI
b.
Sumber Tidak Langsung :
1. UU Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dan
Hukum Acara Pidana Indonesia
2. Pendapat sarjana (doktrin)
3. Hukum Acara dan yurisprudensi MK negara lain 289
288 Vj Keybot Itu Zoel, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, dalam http://vjkeybot.
wordpress.com, access 6 Desember 2014
289 Boy Yendra Tamin, Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi , dalam http://boy
yendratamin. blogspot.com, access 6 Desember 2014

113

Nama: Rizky Wiyanda Putra


NIM : 201410110311104
Kelas : C
Tugas : UAS
1. a. Subyek Hukum dalam tindak pidana lingkungan hidup meliputi orang dan
koorprasi ( badan hukum dan bukan badan hukum )290
b. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan
di Indonesia.291
c. kriteria dampak pencemaran lingkungan:
1. Kadar pencemar (polutan) dalam suatu lingkungan telah melebihi ambang
batas normal. Misal:
-kadar limbah deterjen dalam perairan,
- kadar CO dan CO2 dalam udara.
2. Pengaruh terhadap kesehatan manusia. Misal:
- Manusia menjadi terkena penyakit ISPA akibat pencemaran udara,
- Manusia terkena penyakit muntaber dan diare akibat pencemaran air.
3. Pengaruh terhadap keseimbangan ekosistem. Misal:
- Tanaman eceng gondok menjadi makin subur dan menutupi perairan akibat
limbah yang dibuang ke air,
- Ikan-ikan banyak yang mati.
Penyelesaian masalah
pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian. Langkah
pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya untuk
mencegah dampak lingkungan yang lebih berat. Di lingkungan yang terdekat,
misalnya dengan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, menggunakan
kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).
Di bidang industri misalnya dengan mengurangi jumlah air yang dipakai,
mengurangi jumlah limbah, dan mengurangi keberadaan zat kimia PBT
(Persistent, Bioaccumulative, and Toxic), dan berangsur-angsur menggantinya
dengan Green Chemistry. Green chemistry merupakan segala produk dan proses
kimia yang mengurangi atau menghilangkan zat berbahaya.
Tindakan pencegahan dapat pula dilakukan dengan mengganti alat-alat rumah
tangga, atau bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan yang lebih ramah
lingkungan. Pencegahan dapat pula dilakukan dengan kegiatan konservasi,
penggunaan energi alternatif, penggunaan alat transportasi alternatif, dan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan
sehat. Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan,
monitoring lingkungan dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah
lingkungan. Untuk permasalahan global seperti perubahan iklim, penipisan

290 Rani lidia, Hukum Lingkungan, dalam http://ranilidia.blogspot.com access 28


Desember 2014
291 Wikipedia Indonesia, Analisa Dampak Lingkungan, dalam http://id.wikipedia.org,
access 28 Desember 2014.

114

lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama semua pihak antara
satu negara dengan negara lain.292
2. a. Dasar hukum yang menjelaskan berlakunya hukum adat terdapat pada Pasal
131 ayat
(2) huruf a menjelaskan hukum yang berlaku bagi golongan eropa,
bahwa untuk hukum perdata materiil bagi golongan eropa berlaku asas
konkordansi, artinya bagi orang eropa pada asasnya hukum perdata yang berlaku
di negeri Belanda akan dipakai sebagai pedoman dengan kemungkinan
penyimpangan-penyimpangan berhubung keadaan yang istimewa, dan juga pada
Pasal 131 ayat (2) huruf b yang menjelaskan hukum yang berlaku bagi golongan
Indonesia asli atau pribumi dan golongan timur asing, yang pada intinya
menjelaskan bagi golongan pribumi dan timur asing berlaku hukum adat masingmasing dengan kemungkinan penyimpangan dalam hal:
1 Kebutuhan masyarakat menghendakinya, maka akan ditundukan pada
perundang-undangan yang berlaku bagi golongan eropa.
2. Kebutuhan masyarakat menghendaki atau berdasarkan kepentingan umum,
maka pembentuk ordonansi dapat mengadakan hukum yang berlaku bagi
orang Indonesia dan timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari golongan
itu, yang bukan hukum adat bukan pula hukum eropa melainkan hukum yang
diciptakan oleh Pembntuk UU sendiri.293
b. a. UU NO.31 TAHUN 2004 Tentang Perikanan
Pasal 6 ayat (2) UU no.31/ 2004 Pengelolaan Perikanan untuk kepantingan
penengkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum
adat da/ atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.
b. UU No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi
Pasal 33 ayat (3) Kegiatan usaha mminyak dan gas bumi tidak dapat
dilaksanakan pada huruf b yaitu : tempat pemakaman, tempat yang dianggap
suci, tempat umum, sarana dan prasana umum, cagar alam, cagar budaya, serta
tanah milik masyarakat adat.
c. UU Nomor 4 Tahun 2004
Pasal25ayat1 yang isinya segalaputusan pengadilan selain harus memuat
dasar-dasar putusan, jugaharus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan
ybs atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Pasal 28 ayat 1 yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat. Dengan diundangkannya UU nomor 4 tahun 2004 maka
ketentuan pasal 131 ayat 6 Ini tidak berlaku lagi294
c. Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan hasil kesepakatan
(Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam di awal abad ke 19) dari dua arus besar
(main-streams) Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) Masyarakat
Minangkabau yang sempat melewati konflik bersenjata yang melelahkan.295
3. a. A. Al Quran
292 Muhammad Fahriansyah. Hukum Lingkungan.
http://catatanfakultashukum.blogspot.com Access 28 Desember 2014.
293 Andi.
Hukum
Desember 2014.

Adat.

http://hukumsumberhukum.com/. Access

28

294 Raflesia,Hukum Adat dan Negara, http://adatraflesia.blogspot.com/hukum-adat-dannegara, Access 28 Desember 2014

115

Al Quran berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara


berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
Jibril. Al Quran diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas.
Membaca
Al
Quran
merupakan
ibadah.
Al Quran merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim
berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di
dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya
B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al Quran. Allah SWT telah mewajibkan untuk
menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi
Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
C. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu
masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Quran maupun Hadits,
dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada
cara-cara menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat
dijadikan sumber hukum yang ketiga.296
b. Tujuan hukum islam adalah untuk mewujudkan atau menciptakan
kemaslahatan hidup bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini. Secara umum
ada 3 tujuan hukum islam, antara lain: mendidik setiap individu agar mampu
menjadi sumber atau membawa kebaikan bagi masyarakat dan tidak menjadi
sumber atau yang membawa malapetaka bagi orang lain.297
c. Syarat-syarat perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan memiliki syarat-syarat sebagaimana
ibadah lainnya. Syarat-syarat tersebut tersirat dalam UU Perkawinan dan KHI
yang dirumuskan sebagai berikut:
1)
Syarat-syarat calon mempelai pria adalah:
a)
Beragama islam
b)
Laki-laki
c)
Jelas orangnya
d)
Dapat memberikan persetujuan
e)
Tidak terdapat halangan perkawinan
295 Buya Masoed, Adat BasandI Syara, Syara Basandi Kitabullah, dalam https://eses.facebook.com access 28 Desember 2014
296 Siti nur alfiah, Sumber Hukum Islam, http://sitinuralfiah.wordpress.com access 28
Desember 2014
297 Status Hukum, Tujuan Hukum Islam,
Desember 2014

http://statushukum.com

access 28

116

2)
Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah:
a)
Beragama islam
b)
Perempuan
c)
Jelas orangnya
d)
Dapat memberikan persetujuan
e)
Tidak terdapat halangan perkawinan
Perkawinan yang dilarang
Di dalam UU Perkawinan no.1 tahun1974 Pasal 8 disebutkan beberapa
pernikahan yang dilarang, diantaranya:
berhubungan darah dalan garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;
berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara
seorang dengan saudara neneknya;
berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang
berlaku dilarang kawin.
Sedangkan dalam KHI pasal Pasal 39 perkawinan itu dilarang apabila
disebabkan oleh beberapa faktor dibawah ini:
(1) Karena pertalian nasab :
dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya atau
keturunannya
dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu
dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
(2) Karena pertalian kerabat semenda :
dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya
dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya
dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali
putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul
dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.
(3) Karena pertalian sesusuan :
dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas
dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah
dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah
dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas
dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.298
4. a. Adapun alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang telah diatur dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.299
b.
- Hukum Pidana Materiil ialah semua peraturan-peraturan yang menegaskan :
298 Fiqh Siyasah, Hukum Perkawinan menurut Undang-undang dan Hukum Islam,
http://perbandinganmadzhabfiqh .wordpress.com access 28 Desember 2014

117

- Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.


- Siapa yang dapat dihukum.
- Dengan hukuman apa menghukum seseorang.
Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur tentang apa, siapa, dan
bagaimana orang dapat dihukum. Jadi Hukum Pidana Materiil ialah peraturanperaturan hukum atau perundang-undangan yang berisi penetapan mengenai
perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang untuk dilakukan (perbuatan yang
berupa kejahatan/pelanggaran), siapa sajakah yang dapat dihukum, hukuman
apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku kejahatan/pelanggaran
tersebut dan dalam hal apa sajakah terdapat pengecualian dalam penerapan
hukum ini sendiri dan sebagainya.
-Hukum Pidana Formil atau Hukum Acara Pidana ialah ketentuan-ketentuan
hukum yang mengatur bagaimana cara pelaksanaan/penerapan Hukum Pidana
Materiil dalam praktek hukum sehari-hari menyangkut segala hal yang
berkenaan dengan suatu perkara pidana, baik didalam maupun di luar acara
sidang pengadilan (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Materiil).
Hukum Acara Pidana terkumpul atau diatur dalam Reglemen Indonesia yang
di baharui disingkat dahulu R.I.B. (Herziene Inlandsche Reglement = H.I.R.)
yang sekarang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) tahun 1981.300
c. Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Polisi
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Menegakan Hukum.
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
d. menerima laporan dan/atau pengaduan.
e. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.
f. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyekit msyarakat.
g. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa.
h. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian.
i. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
j. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
k. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
l. mencari keterangan dan barang bukti.
m. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
n. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat.
o. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan msyarakat.
p. menerima dan menyimpa barang temuan untuk sementara waktu.
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Jaksa
a. melakukan penuntutan.

299 Ray pratama, Jenis-jenis alat bukti menurut KUHAP, dalam


http://raypratama.blogspot.com access 28 Desember 2014
300 Ibid

118

b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang- undang.
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Hakim
a. Menetapkan hari sidang untuk perkara dengan acara biasa.
b. Menetapkan terdakwa ditahan, dikeluarkan dari tahanan atau dirubah jenis
penahanannya.
c. Bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara persidangan dan menandatanganinya sebelum sidang berikutnya.
d. Mengemukakan pendapat dalam musyawarah.
e. Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap untuk dibacakan.
f. Hakim wajib menandatangani putusan yang sudah diucapkan dalam persidangan.
g. Menghubungi BAPAS agar menghadiri persidangan dalam hal terdakwanya masih dibawah umur.
h. Memproses permohonan grasi.
i. Melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap keadaan dan perilaku
narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan serta melaporkannya
kepada Mahkamah Agung.
j. Melakukan pengawasan yang ditugaskan ketua untuk mengamati apakah
pelaksanaan tugas mengenai penyelenggaraan administrasi perkara pidana/
bidang pidana dan eksekusi serta melaporkannya kepada Pimpi-nan
Pengadilan.
k. Mempelajari dan mendiskusikan secara berkala kepustakaan hukum yang
diterima dari Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Pengacara
a. Memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan yang
memenuhipersyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku. (ps 1. UU
Advokat (UU 13 tahun 2003 dan Ps. 1 Kode etik advokat Indonesia)
b. Turut mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara (penjelasan umum UU Advokat)
c. Membantu tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan
masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat
dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum.
(penjelasan umum UU Advokat)
d. Membela Klien dari kewenang-wenangan dari jaksa maupun kepolisian,
terutama pada saat intrograsi dan penuntutan.
e. Mencari hal-hal yang bisa meringankan klien secara hukum.
f. Mencegah hal-hal yang dapat memberatkan klien301
5. a. Macam macam dasar hukum yang mengatur tentang hukum acara perdata
di Indonesia
301 Hukum Online, tugas, wewenang, kewajiban dan hak polisi, jaksa, hakim dan
pengacara dalam penanganan perkara pidana, http://www.hukumonline.com access 28
Desember 2014

119

- Undang Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;


- Undang Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung jo. UU
No. 14 tahun 1985. jo
- Undang Undang Nomor 8 tahun 2004 tentang Peradilan Umum;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran
b. -Alat Bukti Hukum Acara Perdata (Pasal 164 HIR, 1866 BW)
Tulisan/Surat
Saksi-saksi
Persangkaan
Pengakuan
Sumpah
Ket. Saksi
- Alat Bukti Hukum Acara Pidana Pasal 184 KUHAP
Ket. Ahli
Surat
Petunjuk
Ket. Terdakwa302
c. 1. Peradilan Bebas dari Campur Tangan Pihak-pihak di Luar
Kekuasaan Kehakiman
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang Judicieel menurut Undangundang Kekuasaan Kehakiman tidak mutlak sifatnya, karena tugas
daripada hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum serta asas-asas yang jadi
landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya
sehingga keputusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat.
2.

Asas Obyektifitas

Asas tidak memihaknya pengadilan terdapat dalam pasal 5 ayat 1 Undangundang Kekuasaan Kehakiman (Undang-undang No.48 tahun 2009).
Didalam memeriksa perkara dan menjatuhkan putusan, hakim harus
obyektif dan tidak boleh memihak. Semua putusan pengadilan harus
memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili.
(pasal 23 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, pasal 184 ayat 1 dan 319
HIR, 195 dan 618 RGB). Alasan-alasan atau argumentasi tersebut
dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim terhadap masyarakat,
sehingga mempuyai nilai obyektif. Karena ada alasan-alasan itulah maka
putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang
menjatuhkannya. Dalam praktek, beberapa putusan MA menetapkan bahwa
putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan
alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan.
3.

Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan

302 Rahmat Yudistiwan, Alat bukti Hukum Acara Perdata,


http://rahmatyudistiawan.wordpress.com access 28 Desember 2014

120

Sederhana maksudnya adalah acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak
berbelit-belit. Cepat menunjukan pada jalannya pengadilan, hal ini bukan
hanya jalnnya sidang saja tetapi penyusunan berita acara pemeriksaan di
persidangan samapai dengan penandatanganan putusan oleh hakim.303
6. a. Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai berikut:
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.304
b. Sengketa TUN : Sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau
badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 305

c. Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang entang Peradilan Tata Usaha


Negara pada Pasal 116, Bagian kelima mengenai Pelaksanaan Putusan
Pengadilan, yaitu:
- Lembaga Upaya Paksa yaitu berupa pembayaran sejumlah uang paksa
dan/atau sanksi administratif. Mengenai penjelasan dari lembaga baru
ini, belum dapat diberikan karena belum adanya peraturan pelaksanaan
yang mengatur tentang struktur, tugas dan wewenang dari juru sita/juru
sita pengganti, untuk itu Mahkamah Agung perlu segera mengeluarkan
pedoman pelaksanaan.
- Pengumuman nama dan jabatan pejabat yang tidak melaksanakan
putusan pengadilan pada mass media setempat.
- Pengumuman telah dapat dilakukan atau diterapkan atas biaya
permohonan eksekusi.306
7. a. karena sebagian besar penduduk di Indonesia mayoritas beragama islam,
dan =]dalam UU No.3 Tahun 2003 tentang peradilan agama dijelaksn
bahwa peradilan agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku
kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan
keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang - orang
yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah. Dengan penegasan
303 Ibid
304 Laily,
Desember

Tata
2014

Usaha

Negara,

http://laily.blogspot.com,

28

305 Unjalu, Hukum Acara PTUN, dalam http://unjalu.blogspot.com access 28


Desember 2014
306 Nata,
Desember

PTUN,

http:// nataanannta.blogspot.com

28

2014

121

kewenangan Peradilan Agama tersebut dimaksudkan untuk memberikan


dasar hukum kepada pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara
tertentu tersebut, termasuk pelanggaran atas Undang - Undang tentang
Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya serta memperkuat landasan
hukum Mahkamah Syar'iyah dalam melaksanakan kewenangannya di
bidang jinayah berdasarkan ganun307.
b. PENGADILAN AGAMA
perkawinan
warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
wakaf dan shadaqah
ekonomi syari'ah
MAHKAMAH SYARIAH308
Mahkamah Syariyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara yang meliputi bidang Ahwal Al-Syakhsiyah (hukum
keluarga), Muamalah (hukum perdata), dan Jinayah (hukum pidana) yang
didasarkan atas syariat Islam.Ketentuan mengenai bidang Ahwal AlSyakhsiyah (hukum keluarga), Muamalah (hukum perdata), dan Jinayah
(hukum pidana) diatur dengan Qanun Aceh.
c.
Asas Bebas Merdeka
Pada dasarnya azas kebebasan hakim dan peradilan yang digariskan dalam
UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama adalah merujuk pada pasal 24 UUD 1945 dan Pasal
1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.Dalam penjelasan Pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 ini
menyebutkan Kekuasaan kehakiman yang medeka ini mengandung
pengertian di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan
pihak kekuasaan Negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau
rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisialkecuali dalam hal yang
diizinkan undang-undang.
Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman
Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Asas Ketuhanan
peradilan agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada
sumber hokum Agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan
harus dimulai dengan kalimat Basmalah yang diikuti dengan irah-irah Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.309
8. a. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa dan
memutus sengketa pajak (Pasal 31 ayat (1)) Undang-undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak. Selain tugas tersebut Pengadilan Pajak juga
307 Wikipedia, Pengadilan Agama, dalam
Desember 2014.

http://id.wikipedia.org, access 28

308 Wikipedia, Pemerintahan Aceh, dalam


Desember 2014.

http://id.wikipedia.org, access 28

122

berwenang mengawasi Kuasa Hukum yang memberi bantuan hukum kepada


pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang di Pengadilan Pajak.
(Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak.
b. Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan jasa secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai
negara dan pembangunan nasional.
Retribusi
Retribusi adalah iuran rakyat kepada kas negara atas dasar pembangunan
tertentu dari jasa atau barang milik negara yang digunakan oleh orang-orang
tertentu. Contoh: pembayaran listrik, pembayaran air, dll
Cukai
Cukai adalah iuran rakyat atas pemakaian barang-barang tertentu seperti
minyak tanah, bensin, minuman keras, rokok, atau tembakau.
Bea Masuk
Bea masuk adalah bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang
dimasukan ke dalam daerah pabean. Daerah pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya,
serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
yang di dalamnya berlaku undang-undang kepabeanan. Barang dari luar
daerah pabean yang memasuki daerah pabean akan terhutang bea masuk dan
wajib menyelesaikan kewajiban pabeannya.310
c. Pajak Negara:
- Pajak Penghasilan : Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan
UU No. 36 Tahun 2008
- Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah : Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
- Bea Materai : UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
- Bea Masuk : UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006
tentang Kepabeanan
- Cukai :UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007
tentang Cukai
Pajak Daerah
Sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
Pajak Provinsi terdiri atas:
a.
Pajak Kendaraan Bermotor;
309 Kabar bebas, Hukum Acara Peradilan Islam, dalam
https://kabarbebas.wordpress.com access 28 Desember 2014
310 Dea Lovangga, Pengertian Bea, Cukai, Pajak dan Retribusi,
http://dealovangga.blogspot.com access 28 Desember 2014

123

b.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d.
Pajak Air Permukaan; dan
e.
Pajak Rokok.
jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.311
9. A. menurut UU No. 24 Tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi
Pasal 10
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertamadan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan
negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.
b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
c. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 11
Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara,
311 Pajak Online,
Desember 2014

Jenis

pajak,

http://pajakonline.blogspot.com,

28

124

pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.


Bagian Kedua Tanggung Jawab dan Akuntabilitas
Pasal 12
Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia,
administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan
bersih.
Pasal 13
- Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada
masyarakat secara terbuka mengenai:
a. permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus;
b.pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya. Laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh
Mahkamah Konstitusi.
Pasal 14
Masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan putusan Mahkamah
Konstitusi312.
b. Yang Dalam hukum acara pengujian undang-undang pada Mahkamah
Konstitusi, tidak semua orang boleh mengajukan permohonan dan menjadi
pemohon. Adanya kepentingan hukum saja sebagaimana dikenal dalam hukum
acara perdata maupun hukum acara tata usaha negara tidak dapat dijadikan
dasar, pemohon harus menguraikan dengan jelas dua kriteria dalam
permohonannya yaitu:
1. Kualifikasi pemohon sebagaimana ditentukan undang-undang Mahkamah
Konstitusi (syarat formal);
2. Anggapan bahwa dalam kualifikasi demikian, terdapat hak dan dan/atau
kewenangan konstitusional pemohon yang dirugikan oleh berlakunya undangundang (syarat materiel).
Dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi, kualifikasi pemohon ditentukan
dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Mahkamah Konstitusi, yaitu:
Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
1. perorangan warga negara Indonesia;
2. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang;
3. badan hukum publik atau privat; atau
4. lembaga negara.
Mempunyai Legal standing untuk menguji undang undang terhadap undangundang dasar di mahkamah konstitusi313
c. Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak
dituntut atau mememutus melebihi dari pada yang diminta314.
10. a. Praduga Tak Bersalah atau "Presumption of Innocence" adalah asas di mana
seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah.
312 Zeze, Mahkamah Konstitusi, http://MK.blogspot.com/mahkamah-konstitusi, 28
Desember 2014
313 Robby. Mahkamah Kostitusi. http://masalahukum.wordpress.com Access 28
Desember 2014.
314 Ibid

125

Asas ini sangat penting pada demokrasi modern dengan banyak negara
memasukannya kedalam konstitusinya.315
b. Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar
pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas
kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya,
kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel
dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara
akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun
1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya
mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.316
c. Pengertian penyidikan menurut Undang-undang, diterangkan dalam pasal 1
butir (2) KUHAP bahwa Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Menurut KUHAP pasal I butir (1) penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khususnya
Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Tujuan penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti, dimana bukti-bukti tersebut dapat menjelaskan
tentang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Dengan
demikian, dalam melakukan penyidikan tentunya menggunakan langkah-langkah
yang perlu, yang berkaitan dengan pencarian dan penemuan barang bukti serta
tersangkanya317

315 Wikipedia, Praduga Tak


Desember 2014
316 Wikipedia, Zona
Desember 2014

Ekonomi

Bersalah, http://id.wikipedia.org

access 28

Eksklusif, http://id.wikipedia.org access 28

317 Hukum Onlien, Penyidikan Polisi, http://www.hukumonline.com access 28


Desember 2014

126

DAFTAR PUSTAKA
Adam Levine, Al-Quran dan Hadist, dalam http://Adamvine.wordpress.com
Aladeen, Sumber Hukum, http://aladeensakti.blogspot.com
Andi.

Hukum

Adat.

http://hukumsumberhukum.com

Andruhk, Sumber Hukum Acara Perdata, dalam http://andruhk.blogspot. com


Angelina Sinaga, Pengantar Hukum Dagang, dalam http://angelinasinaga.wordpress.com
Aniez Hatoriqi, Hukum Acara PTUN, dalam http://aniezhatoriqi.blogspot.com
Anonymous, Pengertian Hukum, http://temukanpengertian.blogspot.com
Ardiansyah, Asas-Asas Hukum Acara Perdata, dalam https://customslawyer.wordpress.com
Ardimoviz , Sistem Peradilan di Indonesia, http://hitamandbiru.blogspot.com
Arie Hukum, Hukum Acara Peradilan Agama, dalam http://ariehukum.blogspot.com
Arlies Nugroho , Asas-Asas Hukum Acara Perdata, dalam http://asasasashukum. blogspot.com
Betlehem Ketaren, Asas-Asas Hukum Dagang, dalam http://www.slideshare.net
Biyot, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, dalam https://biyot.wordpress. com

Boy Yendra Tamin, Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, dalam


http://boy yendratamin. blogspot.com
Brian Bandit, Hukum Agraria, dalam http://BrainBandito.wordpress.com
Bungsu Tabalagan, Hukum Islam, dalam http://bungsutabalagan.blog spot.com

127

Buya Masoed, Adat BasandI Syara, Syara Basandi Kitabullah, dalam https://es-es.facebook.com
Calvin deeds, klasifikasi hukum, dalam http://calvindeeds.blogspot.com
Cecilia Firda, Sistem Hukum Yang Berlaku Di Indonesia, http://ceciliea.blogspot.com
Cuma Orang Biasa, Sistem Hukum Islam, dalam http://donxsaturniev.blogspot.com
Cuma Orang Biasa, Sumber Hukum Pidana di Indonesia, dalam http://donx saturniev.blogspot.com
Daniel

Samosir,

Dasar

Umum

dan

Asas-Asas

Hukum

Administrasi

Negara,

dalam

http://danielsamosir.blogspot.com
Datuk, Sejarah Hukum Indonesia, dalam http://datukgetuk.blogspot.com
Dave Frith, Hukum Administrasi Negara, http://davefrith.blogspot.com
Dea Lovangga, Pengertian Bea, Cukai, Pajak dan Retribusi, http://dealovangga.blogspot.com
Deni Indrayana, Kualifikasi Hukum, dalam http://deniindra.blogspot.com
Deniswara budianto, Isi dan Kandungan Al-Quran, dalam http://denisbudianto.blogspot.com
Devi Sesyarani, PeradilanTata Usaha Negara dan Subjek Objeknya, dalam http://devisya.blogspot.
com
Dewandaru Rachman, Hukum Acara Pidana, dalam http://dewandarulaw.blogspot.com
Dewi Nindya , Hukum Dagang, dalam http://Nindyadw.blogspot.com
Dewi Sirtufi, Sistematika Hukum Perdata, http://Dewisirtufi.blogspot.com
Dhiki Kurnia, Hukum Acara Peradilan Militer, dalam http://dhikikurnia.blogspot.com

Diana me, Sumber-Sumber Hukum, dalam http://dianame.wordpress.com


Diennissa Putriyanda, Asas-asas Hukum Pidana dan Pengertian Perbuatan Pidana Menurut Para
Ahli, dalam
http://www.slideshare.net
Dorlan

Harahap,

Asas-Asas

Dalam

Hukum

Administrasi

Negara,

dalam

http://dorlan

-harahap.blogspot.com
Dwi Nugraha, Sejarah Hukum Indonesia, dalam http://advokat.blogger.co.id
Dwi Yani, Makalah Sumber dan Asas Hukum Adat, dalam http://hukum-danumum. blogspot.com

Eko Suwaryo, Definisi Hukum Acara Pidana, dalam http://ecovalentinorossi.blog spot.com


Elanda Harviyata, Asas-Asas Hukum Acara Pidana, dalam
http://elandaharviyata. wordpress. com

128

Elanda

Harviyata,

Asas-Asas

Hukum

Acara

Pidana,

dalam

http://elandaharviyata. wordpress. com


Fadila Islamiyah, Tujuan Hukum Pidana, http://fadillah.blogspot.com
Faridatus zuhro, Sumber Hukum Acara Pengadilan militer, dalam http://faridazuhr.blogspot.com
Ferry dragon, Hukum Acara Pidana, dalam http://imaginedragon.blogspot.com

File Rakyat, Sumber-Sumber Hukum Acara Pidana Indonesia, http://filerakyat.


blogspot.com
Fiqh Siyasah, Hukum Perkawinan menurut Undang-undang dan Hukum Islam,
http://perbandinganmadzhabfiqh
.wordpress.com
Gunawan Agustian, Pengantar Ilmu Hukum, dalam http://gunawanagustian92.wordpress.com
Hariyanto imadha, Asas-Asas Hukum Pidana, http://fhui.wordpress.com
Hariyanto Imadha, Beberapa Pendapat Tentang Hukum Positif, dalam http://fhui. wordpress.com
Harry Arudam. Asas-asas Hukum Internasional. http://harry-arudam.blogspot.com
Hendra Setyawan, Sumber-Sumber Hukum Perdata, dalam http://hendrassetyawan. blogspot.com
Hengki Komarudin. Asas-Asas Hukum Tata Negara, http://hengkikomarudin,.wordpress.com
Hukum Onlien, Penyidikan Polisi, http://www.hukumonline.com
Hukum Online, Tugas, Wewenang,Kewajiban dan Hak Polisi, Jaksa, Hakim dan Pengacara Dalam
Penanganan
Perkara Pidana, http://www.hukumonline.com
Hukum-on, Pengertian Hukum Pidana. http://hukum-on.blogspot.com
Hukum-on, Sejarah Hukum Indonesia, dalam http://hukum-on.blogspot.com
Ilearning, Politik Hukum. http://ilearning.com
Iqbal Perdana, Asas-Asas Hukum Pidana, http://Sukatulis.wordpress.com
IqbalPerdana, PengertianHukum Tata Negara, dalamhttp://sukatulis.wordpress.com
Iwan, Pengantar dan Klasifikasi Hukum, dalam http://iwanwhe.wordpress.com
Jhohan Dewangga, Hukum Acara PTUN dan Subyek Obyeknya, dalam https://jho handewangga.
wordpress.com
Joko Ariwibowo. Asas-asas Dalam Peraturan Perundang-undangan. http://jokopas.blogspot.com
Juna Dinasthi, Sistem Hukum Indonesia, dalam http://sistempemerintahanindonesia. blogspot.com

129

Kabar bebas, Hukum Acara Peradilan Islam, dalam https://kabarbebas.wordpress.com


Laily, Tata Usaha Negara, http://laily.blogspot.com
Kabar bebas, Hukum Acara Peradilan Islam, dalam https://kabarbebas.wordpress.com
Kadek Aris Supawan, Sejarah Hukum Perdata, dalam http://kadekarisupawan. wordpress.com
Kamusku, Pengertian Hukum, dalam http://kamusku.blogspot.com
Karlina Putri, Sumber- Sumber Hukum Adat, http://Karlinaputri.blogspot.com
Kelompok 1 kelas c ilmu hukum fakultas ilmu hukum upn veteran, Sejarah Hukum Indonesia, dalam
http://elearning.upn jatim.ac.id
Kholek Joxzin, Asas-Asas Dalam Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Adat, dan Hukum Islam,
dalam
http://kholekjoxzin.blogspot.com
Koridor33, Hukum Perdata Indonesia: Pengertian, Ruanglingkup, Sumber dan Sistematika, dalam
http://koridor33.wordpress.com
Laksmana Dean, Corak Budaya Indonesia, http://DeanLaks.wordpress.com
Lanang zussaukah, Asas-asas Hukum Acara Pengadilan Militer, dalam http://lanangzussaukah.
blogspot.com access
Law File, Sumber Sumber Hukum Acara Perdata,dalam http://lawfile.blogspot. com

Lisa,

Asas-Asas

Hukum

Acara

Pidana,

dalam

http://makalah-

hukumpidana.blogspot.com
Mariamah sulaiman.Subjek-subjek Hukum Internasional.http://mariamahsulaiman.blogspot.com
Monang Padmi Nasution, Sumber Hukum Tata Negara Indonesia, http://padmimonang.wordpress.com
access
Muhammad Fahriansyah. Hukum Lingkungan. http://catatanfakultashukum.blogspot.com
Najih, Mokhamad, SH., M.Hum dan Soimin SH.2014.Pengantar Hukum Indonesia. Malang. Setara
Press. halaman
17
Nata, PTUN, http://nataanannta.blogspot.com

Niki Dilla, Dasar Hukum Adat, dalam http://nikipedia.wordpress.com


Nurul Hakim, Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Hukum Islam, dalam http://pdfshare.com
Pajak Online, Jenis pajak, http://pajakonline.blogspot.com

130

Patricia L.R, Hukum Acara Peradilan Militer, dalam http://patriciaseohyerim.


blogspot.com Paulus Masarrang Tangke. Politik Hukum Nasional Indonesia.
http://paulusmtangke.wordpress.com
Priatma87. Lapangan Hukum Internasional. http://priatma87.wordpress.com.
Purwanto, Pengertian Hukum Agraria, dalam http://politikagraria.blogspot.com

Putra Emblo, Macam Ragam Budaya Kita, dalam http://embloedan.blogspot.com


Putri Julaiha, Hukum Agraria, dalam http://putrijulaiha.wordpress.com
Putri pratiwi, Hukum Acara PTUN, dalam http://Poendud.blogspot.com
Raflesia,Hukum Adat dan Negara, http://adatraflesia.blogspot.com/hukum-adat-dan-negara
Rahadian Diaradi, Asas- Asas Hukum Dagang, dalam http://artikel-ekonomibisnis.blogspot.combaccess
Rahadian Diaradi, Pengantar Hukum Dagang, dalam http://artikel-ekonomi- bisnis.blogspot.com
access
Rahma Zantia, Sejarah Hukum Indonesia, http://rahmizantiaa.blogspot.com
Rahmat Yudistiwan, Alat bukti Hukum Acara Perdata, http://rahmatyudistiawan.wordpress.com
Robby. Mahkamah
Kostitusi. http://masalahukum.wordpress.com Access 28 Desember 2014.
RamalanZodiak, Sumber-sumber Hukum Acara Perdata, dalam http://sejarah hukum.blogspot.com
Rani lidia,

Hukum Lingkungan, dalam http://ranilidia.blogspot.com access

Ratry Diana, Pengantar Hukum Indonesia, dalam http://ratrydi.blogspot.com


Ray pratama, Jenis-jenis alat bukti menurut KUHAP, dalam http://raypratama.blogspot.com
Rere rizzank, Pengantar Hukum Indonesia, dalam http://rererizzank.wordpress.com
Revi, Mahkamah Konstitusi Indonesia, dalam http://therev.blogspot.com
Reza Tirta. Asas hukum islam, dalam http://Fabulouza.blogspot.com
Rezita Agnesia Siregar, Sumber Hukum Acara Perdata, dalam http://radarcendekiawan.blogspot. com
Rizal

Wiahadi,

Sistem

Hukum

Anglo

Saxond

dan

Sistem

Hukum

Eropa

Continental

http://rizalwiahadi.blogspot.com
Ruslin Abdul Gani, Hukum Acara Perdata, dalam http://andruhk.blogspot.com
Sahdan, Asas Hukum Dalam Hukum Acara PTUN, dalam https://sahdan7.wordpress. com

Sandro, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, dalam http://tentang-ilmuhukum. blogspot.com

131

Sanfuristas, Asas dan Hukum Acara Peradilan Agama, dalam http://sanfuristas.blogspot.com


Santri Agung, Hukum Acara Peradilan Militer, dalam http://Santriagung.wordpress.com
Santri Agung, Sumber dan Tertib Hukum, http://santriagung.wordpress.com
Senopati Dwi Adi, Sejarah Hukum Indonesia, http://senodwiadi.wordpress.com
Septina Ayu Handayani, Sejarah dan Sumber Hukum Pidana Indonesia, dalam
http://aurockefeller.blogspot.com
Shinta isya, Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, http://shintaisya.blogspot.com
Silabus RPP, Sumber Hukum, dalam http://silabusrppsma.blogspot.com
Sistem pemerintahan, Sejarah Hukum Indonesia, http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com
Siti nur alfiah, Sumber Hukum Islam, http://sitinuralfiah.wordpress.com
Siti Nurulalfiah, Sumber-Sumber Hukum Islam, dalam http://sitinuralfiah.wordpress.com
Sri Rahayu, Hukum Perdata, dalam http://srirahayu-myblog.blogspot.com
Status Hukum, Pengertian Hukum Adat, dalam http://statushukum.com
Status Hukum, Tujuan Hukum Islam,

http://statushukum.com

Studi Hukum, Pengertian Hukum Islam, dalam http://studihukum.wordpress.com


Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2002, hlm.16
Sumber Piji, Asas-asas Hukum Acara Perdata, dalam http://sumberpiji.wordpress.com
Suraban, Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara, dalam http://Kuliahsuraban 3blogspot.com
Surabaya News, Asas-Asas Hukum Dagang, dalam http://andruhk.blogspot.com

Suriyadi, Sekilas Tentang Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,

dalam

http://suriyadi adhi.blogspot.com
Unjalu, Hukum Acara PTUN, dalam http://unjalu.blogspot.com
Usupress, Dasar-Dasar Hukum Pidana, dalam http://usupress.usu.ac.id

Vj Keybot Itu Zoel, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, dalam


http://vjkeybot. wordpress.com
Vj Keybot, Politik Hukum Nasional Indonesia, http://vjkeybot.wordpress.com
Vj keybot, Sumber dan tertib hukum, http://vjkeybot.wordpress.com
Wibowo Tunardy, Sumber-Sumber Hukum Agraria, dalam http://www.jurnalhukum.com
Wikipedia Indonesia, Analisa Dampak Lingkungan, dalam http://id.wikipedia.org
Wikipedia,

Pengadilan Agama, dalam

http://id.wikipedia.org

132

Wikipedia,

Pemerintahan Aceh, dalam

Wikipedia, Praduga Tak


Wikipedia, Zona

Ekonomi

http://id.wikipedia.org

Bersalah, http://id.wikipedia.org
Eksklusif, http://id.wikipedia.org

Wong Dermayu, Hukum Agraria, dalam http://wonkdermayu.wordpress.com


Yakin.Sumber Hukum Internasional.http://hidupsehati.com

Yeremia Indonesia, Catatan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi I, dalam


http://yeremia indonesia.wordpress.com
Yosep Aliyin, Asas Asas Hukum Perdata, dalam http://yosepaliyinsh.blogspot.com
Zeze, Mahkamah Konstitusi, http://MK.blogspot.com/mahkamah-konstitusi

133

134

Anda mungkin juga menyukai