Anda di halaman 1dari 36

KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM MENANGANI PERKARA

PERDATA OLEH KEJAKSAAN NEGERI DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum.1 Negara hukum yangdimaksud
adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan. 2 Dalam
sejarah ketatanegaraan kita, cita-cita bangsa Indonesia sebagai negara hukum juga
telah dinyatakan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), bahwa, Negara Indonesia berdasarkan atas
hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).3
Untuk mewujudkan hukum sebagai sebuah cita-cita bangsa, dibutuhkan
suatu organisasi negara yang cukup komplek. Negara dituntut untuk campur
tangan dalam perwujudan hukum yang abstrak dengan mengadakan berbagai
macam lembaga untuk keperluan tersebut. Dalam kaitan itu negara membentuk
lembaga-lembaga penegak hukum, diantaranya adalah lembaga Kejaksaan
Republik Indonesia (Kejaksaan).4 Kejaksaan sebagai komponen dari salah satu
elemen sistem hukum, mempunyai posisi sentral dan peranan yang strategis di
dalam suatu negara hukum.5
1. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2010, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan Ayat), Sekertaris Jenderal
MPR RI, Jakarta, hlm. 46.

3. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Sistem Pemerintahan
Negara romawi I angka 1.

4. Lihat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401).

5. Marwan Effendy, 2010, Kejaksaan dan Penegakan Hukum, Timpani Publishing, Jakarta, hlm. 28.
1

Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan


negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. 6
Tugas dan wewenang Kejaksaan, secara normatif ditegaskan dalam Pasal 30
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
(UU Kejaksaan) yang berbunyi:
(1) Dibidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan Hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang
undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah.
(3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengamanan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
6. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4401).

Selain tugas dan wewenang yang telah disebutkan tersebut, Kejaksaan juga
dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.7
Berdasarkan

peraturan

tersebut,

dapat

dilihat

bahwa

Kejaksaan

mempunyai tugas dan wewenang dalam dua bidang, yaitu non yudisial dan
yudisial. Tugas non yudisial misalnya mengawasi aliran kepercayaan, media
massa dan buku cetakan apakah isinya bersinggungan dengan SARA, mengawasi
generasi muda, organisasi sosial keagamaan, dan lain-lain. Tugas yudisial
dimaksudkan sebagai upaya penegakan hukum dan keadilan. Dalam bidang ini
Jaksa bertugas sebagai penuntut umum dalam peradilan pidana (criminal justice
system) dan pelaksana putusan Hakim. Selain itu masih ada tugas tambahan Jaksa
sebagai penyidik tindak pidana korupsi serta tugas lain dalam bidang perdata dan
tata usaha negara.8
Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang perdata bukanlah hal yang baru
karena dasar hukum dan pelaksanaannya telah ada sejak zaman perundangundangan Hindia Belanda yang diatur dalam Staatsblaad 1922 Nomor 522 (S.
1922-522) dan berbagai peraturan perundang-undangan yang tersebar yaitu dalam
BW, Ordonansi Catatan Sipil dan Ordonansi Kepailitan.
Dalam Koninklijk Besluit (KB/putusan raja) yang dimuat dalam
Staatsblaad 1922 Nomor 522 berjudul Vertegenwoordiging van den Lande in
Rechten (Mewakili Negara dalam Hukum) disebutkan bahwa, dalam sengketasengketa yang diadili menurut acara sipil (perdata), pihak yang bertindak untuk
pemerintah Indonesia sebagai wakil negara dalam tingkat pertama adalah Opsir
Yustisi atau Jaksa atau pegawai yang menjalankan tugas Jaksa.9

7. Dalam Pasal 32 UU Kejaksaan ditulis: Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang
ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.

8. Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 1987, Mengenal Lembaga Kejaksaan di Indonesia, PT. Bina Aksara,
Jakarta, hlm. 17.

9. JAM DATUN, 1997, Himpunan Informasi dan Petunjuk JAM DATUN Tahun 1997 Buku X, Kejaksaan
Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 207.

Dewasa ini materi mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang


perdata seperti yang telah tercantum sebelumnya, dimuat dalam Pasal 30 ayat (2)
UU Kejaksaan yang berbunyi, Di bidang perdata dan tata usaha negara,
Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. 10 Ketentuan lain juga
dapat kita lihat dalam Pasal 35 huruf d UU Kejaksaan mengenai tugas dan
wewenang Jaksa Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum
kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara.11
Ketentuan hukum tersebut menunjukkan bahwa Jaksa baik dimuka
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, atau Mahkamah Agung bahkan diluar
pengadilan dengan kuasa khusus dapat mewakili pemerintah atau negara sebagai
pihak penggugat maupun tergugat dan berperan sebagai kuasa hukum pemerintah
termasuk di dalamnya badan usaha milik pemerintah. Dalam hal ini Jaksa
berperan sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN).12 Jaksa diberi wewenang sebagai
JPN, apabila negara menjadi pihak dalam gugatan perdata dan jika seorang warga
atau badan hukum meminta Hakim Tata Usaha Negara untuk menguji apakah

10. Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan.


11. Dalam Pasal 35 huruf d UU Kejaksaan ditulis: Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: d.
mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan
tata usaha negara.

12. Sebutan Jaksa Pengacara Negara (JPN) tidak secara tegas dan jelas tercantum dalam UU
Kejaksaan, Perpres 38 th 2010 dan peraturan sebelumnya, yaitu UU 5/1991, serta Keppres 55/1991 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. Namun, sebutan Jaksa Pengacara Negara telah diatur
berdasarkan KEPJA Nomor: KEP-039/J.A/5/1993 tanggal 1 April 1993 tentang Administrasi Perkara DATUN
dan Surat Edaran JAM DATUN Nomor: B- 039/G/4/1993 tentang sebutan Jaksa Pengacara Negara bagi Jaksa
yang melaksanakan tugas DATUN. Makna kuasa khusus dalam bidang keperdataan dengan sendirinya
identik dengan tugas Pengacara. Selain itu, istilah Pengacara Negara dapat diartikan sebagai terjemahan
dari Lands Advocaten versi Staatblad 1922 Nomor 522 yang telah dikenal secara luas oleh masyarakat dan
pemerintah.Menurut beberapa pihak, dewasa ini istilah Jaksa Pengacara Negara sudah tidak relevan lagi. Hal
tersebut berkaitan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4288), yang menyatakan bahwa baik pengacara, advokat, penasihat hukum, dan konsultan hukum, semuanya
disebut sebagai Advokat (lihat Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Advokat).

tindakan administratif terhadap dirinya yang diambil oleh pejabat pemerintah itu
berlaku atau sah menurut hukum.13
Kewenangan Kejaksaan di bidang perdata saat ini dilaksanakan oleh Jaksa
Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) sebagai
institusi dalam lingkungan organisasi Kejaksaan Agung dan juga sebagai salah
satu institusi pembantu Jaksa Agung.14 Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, posisi JAM DATUN
beserta tugas dan wewenangnya sendiri telah diatur secara tegas dalam Peraturan
Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik
Indonesia15 serta secara lebih khusus dalam Instruksi Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor: INS-001/G/9/1994 tentang Tata Laksana Penegakan Hukum,
Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: INS-002/G/9/1994 tentang
Tata Laksana Bantuan Hukum, dan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia
Nomor:

INS-003/G/9/1994

tentang

Tata

Laksana

Pelayanan

Hukum,

Pertimbangan Hukum dan Tindakan Hukum Lain yang kemudian diperbarui


dengan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Perja-040/A/JA/12/2010 tentang
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Wewenang
Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) yang meliputi pemberian Bantuan
13. RM. Surachman dan Andi Hamzah, 1995, Jaksa di Berbagai Negara; Peranan dan Kedudukannya ,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 42.

14. Pengaturan tentang JAM DATUN pertama kali ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 55 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia
sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Aturan tersebut kemudian diperinci dengan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep035/J.A/3/1992 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang
kemudian dirubah dengan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep-115/J.A./10/1999
tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

15. Dalam Pasal 5 huruf g Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa Organisasi Kejaksaan Agung terdiri dari salah satunya
Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Pernyataan tersebut dapat kita temui kembali
dalam Pasal 7 butir 7 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per - 009/A/JA/01/2011 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Hukum, Pertimbangan Hukum, Pelayanan Hukum, Penegakan Hukum dan


Tindakan Hukum Lain. Pelaksanaan tugas JAM DATUN pada wilayah hukum
Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha
Negara,16 sedangkan pada wilayah hukum Kejaksaan Negeri dilaksanakan oleh
Kepala Seksi Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.17
Penulisan Hukum ini berfokus untuk menganalisis dan menjelaskan
mengenai pelaksanaan kewenangan Kejaksaan dalam menangani perkara perdata
di Kejaksaan Negeri Sleman. Pelaksanaan salah satu kewenangan Kejaksaan
tersebut dinilai masih belum maksimal. Hal tersebut terindikasi dari belum
banyaknya kasus perdata yang ditangani oleh Kejaksaan yang disorot oleh media
atau dipublikasikan oleh instansi Kejaksaan sendiri. Hal tersebut ditambah dengan
belum familiarnya berbagai kalangan baik dari Instansi Pemerintah, Lembaga
Negara, BUMN atau BUMD, praktisi hukum, akademisi, mahasiswa maupun
masyarakat dengan kewenangan Kejaksaan di bidang perdata membuat
kewenangan Kejaksaan ini seakan terlupakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk
melakukan Penulisan Hukum dalam rangka penyusunan penulisan hukum dengan
memilih judul, Kewenangan Kejaksaan Dalam Menangani Perkara Perdata oleh
Kejaksaan Negeri Manado.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka masalah-masalah
dalam Penulisan Hukum ini akan dikelompokkan dalam tiga permasalahan dan
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan Kejaksaan dalam menangani perkara
perdata di Kejaksaan Negeri Manado?

16. Lihat Pasal 553 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per -009/A/JA/01/2011 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

17. Lihat Pasal 611 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per -009/A/JA/01/2011 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia

2. Bagaimana

cara

penyelesaian

perkara

perdata

yang

ditangani oleh Kejaksaan Negeri Manado ?


C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Untuk mendeskripsi dan menganalisis mengenai pelaksanaan kewenangan
kejaksaaan dalam menangani perkara perdata di kejaksaan negeri manado.
2. Untuk mendeskripsi dan menganalisis mengenai cara penyelesaian perkara
perdata di kejaksaan negeri manado.
D. Metode Penelitian
Sejalan dengan fokus studi dan permasalahan, penelitian kualitatif dengan
paradigma18 konstruktivisme19 ini menggunakan dua pendekatan secara sekaligus,
yaitu pendekatan doktrinal dan non-doktrinal. Penggunaan dua pendekatan ini
dimaksudkan untuk menghindari ketimpangan dalam mengkaji hukum, karena
disatu sisi hukum tidak bisa melepaskan diri dari cirinya yang normatif, tetapi
juga tidak selamanya murni yuridis, dan hukum bukanlah sesuatu yang berproses
secara asosial dan akultural.

18. William J. Chambliss dan Robert B. Seidman, Law, Order, and Power, Addison-Wesley Publishing
Company, Philipine, 1971, hal. 12.

19. Bogdan dan Biklen mengartikan paradigma penelitian sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi
yang dipegang bersama, konsep, atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dari penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tugas dan Kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia
Tugas dan wewenang Kejaksaan RI secara normatif dapat dilihat dalam
beberapa ketentuan perundang-undangan mengenai Kejaksaan RI. Dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Pasal 30 disebutkan bahwa tugas Kejaksaan RI antara lain sebagai berikut:
1. Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a. melakukan penuntutan;
b. melaksanakan penetapan hakim dan keputusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak tertentu berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan RI dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah.
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan RI turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. pengamanan peredaran barang cetakan;
d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Pasal 32 Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa disamping tugas dan


wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, Kejaksaan RI dapat diserahi tugas
dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur
bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina
hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan
Negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan
RI dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi
pemerintah lainnya.
B. Sejarah Kompetensi Kejaksaan Republik Indonesia di Bidang Perdata
Terkait dengan tugas dan wewenang Kejaksaaan RI di bidang perdata
sebenarya bukan lagi merupakan hal yang baru, karena secara formal dan
materiel, diketahui telah ada sejak zaman penjajahan Hindia Belanda. Lembaga
Kejaksaan RI yang pada masa Hindia Belanda dikenal dengan nama Openbaar
Ministerie (O.M.), di mana ketentuan perihal O.M. diatur berdasarkan Pasal 55
R.O., Het Herziene Inladsh Reglement (H.I.R), dan Reglement op de
Stafvordering (Sv) dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya,
mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:20
Menjalankan ketentuan undang-undang:
a. melakukan penyidikan dan penyidikan lanjutan;
b. melakukan penuntutan tindak-tindak pidana pelanggaran dan kejahatan;
c. Melaksanakan putusan-putusan Pengadilan pidana.
Selain dalam penegakan hukum pidana O.M. juga mempunyai sejumlah
kekuasaan dalam bidang hukum perdata antara lain:
a. O.M. dapat mewakili negara dalam perkara perdata baik selaku penggugat
maupun tergugat berdasarkan S.1922/522 tentang Vertegenwoordiging van den
Laande inn Rechten (Wakil negara dalam hukum);
b. karena

jabatannya,

O.M.

berwenang

meminta

kepada

hakim

untuk

menempatkan seseorang di suatu tempat tertentu, rumah sakit atau sesuatu


20. Evy Lusia Ekawati, Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan

Perkara Perdata, Genta Press, Yogyakarta, 2013, Hlm. 53.


9

tempat lain yang layak, karena secara terus menerus berkelakuan buruk, yang
tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri atau membahayakan orang lain
(Pasal 134,135,137 dan 137a R.O);
c. O.M. berwenang untuk meminta kepada hakim agar sesuatu badan hukum
dibubarkan karena melakukan penyimpangan dari anggaran dasarnya yang sah
(Pasal 1 butir 6 R.O.);
d. Demi kepentingan umum O.M. berwenang untuk mengajukan permintaan
kepada hakim supaya seseorang atau badan hukum dinyatakan pailit (Pasal 1
ayat (2) Undang-undang Failisemen);
e. O.M. didengar pendapatnya dalam hal seseorang akan merubah atau
menambah nama depannya (Pasal 13 dan 14 Burgerlijk Wetboek atau B.W.);
f. O.M. wajib menuntut pembatalan kepada hakim atas sesuatu perkawinan
sebagaimana termaksud dalam Pasal 27 hingga 34 B.W.;
g. O.M. dapat menuntut kepada hakim agar seseorang bapak atau ibu dibebaskan
dari kekuasaannya sebagai orang tua atau ouderlijkemacht (Pasal 319 B.W.);
h. O.M. berwenang untuk melakukan penuntutan kepada pengadilan supaya
seseorang dipecat sebagai wali dari anak yang belum dewasa (Pasal 381 B.W.);
i. O.M. dapat memerintahkan Balai Harta Peninggalan untuk mengurus harta
benda seseorang (Pasal 463 dan 468 B.W.);
j. O.M. berwenang untuk mengajukan usul bagi pengangkatan pengurus warisan
bilamana pengurus yang telah diangkat meninggal dunia, dan sebagainya
(Pasal 983,985 dll. B.W.);
k. O.M. berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam perkara
perdata (Pasal 170 butir 1 R.O.).
Beberapa kewenangan tersebut sampai pada masa setelah kemerdekaan
Negara Republik Indonesia masih dimiliki oleh Kejaksaan RI karena ketentuan
hukum positif yang mengatur kewenangan tersebut masih berlaku berdasarkan
ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945.
Kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia di bidang perdata secara tegas
pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991 tentang
10

Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa di


bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan RI dengan kuasa khusus dapat
bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1999 tanggal 30 Juli 1999 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang
menetapkan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN)
sebagai institusi dalam lingkungan organisasi Kejaksaan Agung dan juga sebagai
salah satu pembantu Jaksa Agung.
Cikal bakal dari JAM DATUN, khususnya dibidang perdata sebenarnya
telah ada berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1982, di mana
kegiatan di bidang ini dilaksanakan oleh Direktorat Perdata dan Bantuan Hukum
yang merupakan salah satu direktorat dalam lingkungan JAM PIDUM dan
pelaksanaan tugas wewenangnya berdasarkan S.1922 Nomor 522 dan berbagai
peraturan perundangan undangan yang tersebar. Selain itu di dalam UndangUndang Kejaksaan lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 Pasal 2
ayat (4) dinyatakan bahwa Kejaksaan RI mempunyai tugas khusus lain yang
diberikan oleh suatu peraturan negara. Dimuat lagi dalam Undang-Undang Nomor
5 tahun 1991, yaitu pada Pasal 27 ayat (2), merupakan upaya dari kekuasaan
legislatif dalam rangka memantapkan kedudukan dan peranan Kejaksaan RI agar
lebih mampu dan berwibawa melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam
negara hukum yang berdasarkan Pancasila.21
Negara hukum dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, akan
banyak menemukan keterlibatan dan kepentingan hukum dari negara dan
pemerintah di bidang perdata dan tata usaha negara, baik dalam kedudukan
sebagai tergugat maupun penggugat atau sebagai pihak yang mempunyai
kepentingan hukum di luar pengadilan yang dapat diwakilkan kepada Kejaksaan
RI. Inilah pandangan antisipatif dari kekuasaan legislatif yang terkandung di

21. Ibid. Hlm. 56.


11

dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
Dalam perkembangannya kewenangan Kejaksaan RI untuk dan atas nama
negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat dalam bidang perdata,
dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela
kepentingan negara atau pemerintah saja tetapi juga membela dan melindungi
kepentingan rakyat.22
C. Jaksa Pengacara Negara
Selama ini Kejaksaan RI seolah-olah hanya dikenal sebagai instansi
penuntut umum. Kejaksaaan RI juga memiliki tugas lainnya yakni di bidang
perdata dan Tata Usaha Negara untuk mewakili pemerintah dalam beracara
perdata yang biasanya dikenal dengan sebutan Jaksa Pengacara Negara. Jaksa
Pengacara Negara memiliki kapasitas dalam bidang perdata dan tata usaha negara.
Kata kapasitas dalam kamus hukum memiliki makna kemampuan (kesanggupan,
kecakapan), kemampuan untuk berfungsi dan memiliki kemampuan untuk
produksi, sedangkan makna berkapasitas berarti memiliki kemampuan atau
kecakapan untuk melakukan.23
Peran Kejaksaan RI di dalam Bidang Hukum Perdata dan Tata Usaha
Negara sudah ada dan sudah dikenal jauh sebelum berlakunya Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Bahkan sudah ada
dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek) Staatsblad (lembar negara) Tahun 1847 No. 23, sebab dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang dapat dilakukan oleh Instansi Kejaksaan
(vide Pasal 360; Pasal 463; dan Pasal 1737 KUH Perdata).
Istilah Jaksa Pengacara Negara secara eksplisit tidak tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Lahirnya Jaksa Pengacara Negara dalam tubuh Kejaksaan RI dibentuk pada tahun
22. Ibid. Hlm. 57
23. Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, Hlm. 256.
12

1991, yaitu pada masa kepemimpinan Suhadibroto. Tidak semua jaksa otomatis
menjadi Jaksa Pengacara Negara karena penyebutan itu hanya kepada jaksa
dengan kuasa khusus, bertindak untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah
dalam melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan dibidang perkara perdata dan
tata usaha negara.
Jaksa Pengacara negara memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
1. Penegakan Hukum (Gakum)
Penegakan Hukum adalah tindakan hukum yang dilakukan Kejaksaan RI di
Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sebagaimana ditetapkan oleh
Peraturan perundang-undangan dalam rangka menyelamatkan kekayaan atas
keuangan negara serta melindungi hak-hak keperdataan masyarakat.
2. Bantuan Hukum (Bankum)
Bantuan hukum ialah bantuan hukum yang diberikan oleh Kejaksaan RI
kepada Instansi Negara atau Instansi Pemerintah atau Badan Usaha Milik
Negara atau Pejabat Tata Usaha Negara di dalam perkara Tata Usaha Negara
ketika menghadapi masalah sengketa Perdata dan Tata Usaha Negara
berdasarkan Surat Kuasa Khusus. Bantuan hukum hanya dapat dilakukan
Kejaksaan RI kepada :
a. Instansi Pemerintah (baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah)
termasuk dalam hal ini adalah pemberian bantuan hukum kepada instansi
pusat di daerah dan Instansi Pemerintah di daerah seperti Dinas
Pendapatan daerah dan Dinas Pariwisata Daerah. Bantuan hukum dalam
hal ini dapat dimanfaatkan dalam usaha peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) guna menunjang terselenggaranya otonomi daerah.
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Badan Usaha yang modalnya
seluruh atau sebagian besar berasal dari Negara/Pemerintah Republik
Indonesia seperti PTPN, PT.PLN, PT.Telkom, PT.Pos Indonesia dan yang
termasuk dalam kategori ini adalah bank-bank milik Pemerintah seperti
BNI46, BRI, dan Bank Mandiri.

13

c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah Badan Usaha yang modalnya
seluruh atau sebagian berasal dari Pemerintah daerah di Indonesia, yang
termasuk dalam BUMD adalah bank-bank milik Pemerintah Daerah.
Bantuan hukum bisa dilakukan di dalam maupun di luar pengadilan (Non
Litigasi) yaitu penyelesaiaan masalah melalui sistem ADR (Alternatif Dispute
Resolution) yakni antara lain: negosiasi, mediasi, fasilitasi atau arbitrase. Cara
ini sesuai dengan prinsip Win-Win Solution. Kedua belah pihak saling
mengalah apabila terjadi masalah, dan sepakat menyelesaikan dengan damai
dan penyelesaian seperti ini biasanya menjadi pilihan bagi penyelesaiaan
sengketa hubungan industrial ( Comercial Disputes).
3. Pertimbangan Hukum (Bangkum)
Pertimbangan Hukum adalah pemberian pertimbangan Hukum kepada
instansi Pemerintah atau Lembaga Negara, BUMN atau Pejabat Tata Usaha
Negara di bidang DATUN. Diminta atau tidak diminta melalui kerjasama dan
koordinasi yang harmonis dan mantap. Jaksa Pengacara Negara dalam
melaksanakan tugas wewenang ini perlu diciptakan serta ditumbuhkan
suasana di dalam instansi lain untuk mempercayai dan memerlukan
Kejaksaan sebagai rekan kerja dan sumber memperoleh pertimbangan hukum.
Pemberian pertimbangan hukum harus dilakukan secara optimal, obyektif dan
berlandaskan hukum. Pemberian pertimbangan hukum dapat dilakukan
melalui

forum

rapat

muspida

atau

pada

forum

lainnya

yang

membicarakan/membahas permasalahan yang mengandung aspek hukum


antara lain dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan pusat dan
daerah, pembebasan tanah, penggusuran, perizinan, pencabutan izin
pembuatan kontrak/perjanjian dan lain-lain. Tujuannya adalah agar jangan
sampai kontrak/perjanjian tersebut mengandung ketentuan atau klausul yang
merugikan pihak instansi pemerintah/BUMN/ BUMD.
4. Pelayanan Hukum (Yankum)
Pelayanan Hukum ialah semua bentuk pelayanan yang diperlukan oleh
instansi negara atau instansi pemerintah kepada anggota masyarakat yang
berkaitan dengan kasus atau masalah Perdata dan Tata Usaha Negara. Sebagai
14

aparatur penyelenggara negara haruslah senantiasa mampu menumbuh


kembangkan sikap yang rasional dan obyektif bahwa pencegahan (preventif)
terjadinya suatu konflik/sengketa tidak kalah pentingnya, peran bidang Datun
yang mengandung aspek pencegahan terjadinya sengketa dalam upaya
menyelamatkan keuangan/kekayaan negara dapat dilakukan dalam bentuk
Bankum dan Yankum.
5. Tindakan Hukum Lain
Tindakan Hukum lain ialah tindakan hukum di bidang perdata dan Tata Usaha
Negara dalam rangka menyelamatkan kekayaan negara atau dalam rangka
memulihkan dan melindungi kepentingan masyarakat maupun kewibawaan
pemerintah.
Tindakan hukum lain adalah merupakan langkah antisipatif dalam
menghadapi permasalahan atau kasus yang tidak terselesaikan dengan
menggunakan bantuan hukum, penegakan hukum, pelayanan hukum, maupun
pertimbangan hukum, baik di bidang Perdata maupun Tata Usaha Negara.
Kegiatan ini dapat dimanfaatkan dalam masalah atau sengketa melalui cara
non litigasi atau Alternatif Dispute Resolution (ADR) melalui Negosiasi, dan lainlain. Jadi dapat disimpulkan bahwa Jaksa Pengacara Negara adalah jaksa dengan
surat kuasa khusus yang bertindak untuk dan atas nama negara atau pemerintah
dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan RI dibidang perdata dan tata
usaha negara. Jaksa Pengacara negara memiliki tugas dan kewenangan sebagai
berikut:
a. melakukan penegakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara
sebagaimana yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan;
b. memberikan bantuan hukum kepada instansi negara, Badan Usaha Milik
Negara dan pejabat tata usaha negara dalam menghadapi perkara perdata dan
sengketa tata usaha negara;
c. memberikan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah atau lembaga
negara, Badan Usaha Milik Negara;

15

d. memberikan pelayanan hukum kepada instansi negara, Badan Usaha Milik


Negara dan pejabat tata usaha negara yang berkaitan dengan perkara perdata
dan tata usaha negara;
e. melakukan tindakan hukum lain di bidang perdata dan tata usaha negara dalam
rangka menyelamatkan kekayaan negara atau dalam rangka memulihkan
kepentingan masyarakat dan kewibawaan pemerintah.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Kewenangan Kejaksaan Dalam Menangani Perkara Perdata
Di Kejaksaan Negeri Manado
Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004
Tentang Kejaksaan Republik Indonesia pasal 30 ayat (2), dan mengacu kepada
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: 040/A.J.A/12/2010 tanggal 13
Desember 2010 Kejaksaan diberi tugas dan fungsi di bidang Perdata dan Tata
Usaha Negara (DATUN) selaku jaksa pengacara negara yang antara lain meliputi:
1. Bantuan Hukum yaitu tugas Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam perkara
perdata maupun tata usaha Negara untuk mewakili lembaga Negara, instansi
pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD berdasarkan surat kuasa khusus,
baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat yang dilakukan secara
litigasi maupun nonlitigasi serta di dalam maupun di luar negeri, misalnya :
negosiasi, mediasi dan fasilitasi.
Di dalam melaksanakan Tugas sebagai Jaksa Pengacara Negara hal-hal yang
dilakukan di dalam memberikan bantuan hukum adalah sebagai berikut :
a. Setiap permohonan yang diterima oleh KABAG TU/KAUR TU, selambatlambatnya dalam waktu 2 (dua) hari harus sudah diteruskan dan diterima
oleh unit pelaksana secara berjenjang.
b. Selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari, unit pelaksana harus
sudah selesai membuat telaahan dan menyampaikan kepada Jaksa Agung
RI/JAM DATUN, KAJATI, KAJARI:

16

1) Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari, unit pelaksana harus


sudah selesai membuat telaahan dan menyampaikan kepada JAM
DATUN, ASDATUN, KASI DATUN secara berjenjang. Disertai
konsep Nota Dinas JAM DATUN kepada Jaksa Agung RI, ASDATUN
kepada KAJATI, KASI DATUN kepada KAJARI;
2) Dalam waktu 1 (satu) hari, JAM DATUN, ASDATUN, KASI DATUN
harus sudah melaporkan telaahan tersebut kepada Jaksa Agung RI,
KAJATI, KAJARI dan selanjutnya menunggu disposisi Jaksa Agung
RI, KAJATI, KAJARI.
3) Apabila dipandang perlu, JAM DATUN/SES JAM DATUN/Direktur,
KAJATI/ASDATUN, KAJARI/KASI DATUN dapat memerintahkan
unit pelaksana untuk melakukan pemaparan/ekspose terhadap
telaahan, maka waktu pelaporan kepada Jaksa Agung RI, KAJATI,
KAJARI dapat ditambah 1 (satu) hari.
c. Dalam waktu 1 (satu) hari setelah disposisi Jaksa Agung RI, KAJATI, KAJARI
diterima, JAM DATUN, ASDATUN, KASI DATUN harus sudah meneruskannya
disertai petunjuk kepada unit pelaksana melalui SES JAM DATUN dan Direktur,
ASDATUN, KASI DATUN.
d. Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari setelah menerima petunjuk dari
JAM DATUN, KAJATI, KAJARI, unit pelaksana harus sudah selesai membuat
net konsep Surat Kuasa Substitusi.
e. Apabila permohonan tidak disertai Surat Kuasa Khusus (SKK), dalam waktu 1
(satu) hari setelah menerima petunjuk dari JAM DATUN, KAJATI, KAJARI, unit
pelaksana memberitahukan kepada pemohon/pemberi kuasa agar segera
menyerahkan SKK. Selanjutnya dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari setelah
menerima SKK dari pemohon/pemberi kuasa, unit pelaksana harus sudah selesai
mempersiapkan Surat Kuasa Substitusi dan menyerahkan secara berjenjang
kepada Jaksa Agung RI/JAM DATUN, KAJATI/AS DATUN, KAJARI/KASI
DATUN untuk ditanda tangani.
f. Penyelesaian pemberian bantuan hukum dalam kedudukan sebagai penggugat
secara non litigasi:
17

1) Selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari, Unit


Pelaksana harus sudah menyelesaikan pemberian bantuan hukum.
2) Apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari telah menyelesaikan
tugasnya, maka paling lambat 1 (satu) hari sesudahnya unit pelaksana
harus sudah menyampaikan laporan akhir kepada JAM DATUN,
KAJATI, KAJARI, dilampiri dengan konsep surat Jaksa Agung
RI/JAM DATUN, KAJATI/AS DATUN, KAJARI/KASI DATUN
kepada pemberi kuasa.
3) Apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari unit pelaksana belum bisa
menyelesaikan tugasnya, maka dalam waktu 1 (satu) hari sesudahnya
Unit pelaksana harus sudah melaporkan kepada JAM DATUN,
KAJATI, KAJARI secara berjenjang untuk meminta perpanjangan
waktu.
4) Dalam waktu 1 (satu) hari setelah menerima laporan unit pelaksana
tersebut pada butir (b), JAM DATUN, KAJATI, KAJARI sudah
memberikan persetujuan perpanjangan waktu untuk paling lama 30
(tiga puluh) hari dan tidak dapat di perpanjang lagi.
5) Dalam waktu 3 (tiga) hari setelah menerima laporan akhir dari unit
pelaksana,

JAM

DATUN,

KAJATI,

KAJARI

harus

sudah

memberitahukan kepada pemberi kuasa disertai dengan kesimpulan


dan saran, selanjutnya upaya non litigasi dinyatakan selesai.
g. Penyelesaian bantuan hukum dalam kedudukan sebagai penggugat secara litigasi :
1) Selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak SKK
ditandatangani, unit pelaksana harus sudah selesai menyusun draft
gugatan dan menyampaikan kepada JAMDATUN, KAJATI, KAJARI
secara berjenjang untuk mendapatkan petunjuk.
2) Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari sesudah draft gugatan
diterima, JAM DATUN, KAJATI, KAJARI harus sudah memberikan
petunjuk. Apabila dipandang perlu, JAM DATUN/SES JAM
DATUN/Direktur, KAJATI/AS DATUN, KAJARI/KASI DATUN
dapat memerintahkan unit pelaksana untuk melakukan pemaparan/
18

Ekspose terhadap draft gugatan tersebut, maka waktu penyusunan


draft gugatan dapat ditambah 3 (tiga) hari.
3) Selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari setelah draft gugatan
disetujui oleh JAM DATUN, KAJATI, KAJARI, unit pelaksana harus
sudah mendaftarkan gugatan ke pengadilan.
4) Satu hari sebelum jadwal persidangan, unit pelaksana harus sudah
selesai menyusu/mempersiapkan replik, bukti-bukti surat, saksi, ahli
dan kesimpulan yang akan diajukan dalam persidangan. Apabila
dipandang

perlu,

JAM

DATUN/SES

JAM

DATUN/Direktur,

KAJATI/AS DATUN, KAJARI/KASI DATUN dapat memerintahkan


Unit Pelaksana untuk melakukan pemaparan (ekspose) terhadap replik
dan kesimpulan selambatnya-lambatnya 2 (dua) hari sebelum sidang.
5) Segera setelah ada putusan hakim, unit pelaksana melaksanakan Tugas
terhadap putusan Pengadilan Tingkat Pertama :
a) Dalam hal pemberi kuasa menginginkan agar dilakukan upaya
hukum banding, maka selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari
(tujuh) hari setelah putusan pengadilan dibacakan, unit pelaksana
harus sudah menyampaikan permohonan banding ke pengadilan
dengan menandatangani Akta Permohonan Banding.
b) Selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak
permohonan banding, unit pelaksana harus sudah selesai menyusun
Memori Banding dan menyerahkan ke Pengadilan dengan
menandatangani Akta Penyerahan Memori Banding.
c) Dalam hal pihak tergugat mengajukan banding, selambatlambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah Memori Banding
diterima, unit pelaksana harus sudah selesai membuat Kontra
Memori Banding dan menyerahkan ke pengadilan dengan
menandatangani Akta Penyerahan Kontra Memori Banding.
6) Terhadap Putusan Pengadilan Tingkat Banding :
a) Dalam hal pemberi kuasa menginginkan agar di lakukan upaya
hukum kasasi, maka selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh)
19

hari setelah menerima pemberitahuan Putusan Pengadilan Tinggi,


unit pelaksana harus sudah menyampaikan permohonan kasasi ke
Pengadilan dengan menandatangani Akta Permohonan Kasasi.
b) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak permohonan
kasasi, unit pelaksana harus sudah selesai menyusun memori kasasi
dan menyerahkan ke pengadilan dengan menandatangani Akta
Peneyerahan Memori Kasasi.
c) Dalam hal pihak tergugat menyampaikan permohonan kasasi,
selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima
memori kasasi, unit pelaksana harus sudah selesai membuat Kontra
Memori

Kasasi

dan

menyerahkan

ke

Pengadilan

dengan

menandatangani Akta Penyerahan Kontra Memori Kasasi.


7) Terhadap Putusan Kasasi :
a) Dalam hal pemberi kuasa menginginkan agar dilakukan upaya
hukum peninjauan kembali (PK), Selambat-lambatnya dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak alasan untuk pengajuan Peninjauan
Kembali ditemukan, unit pelaksana harus sudah mengajukan
permohonan Peninjauan Kembali dan Menyerahkan Memori
Peninjauan Kembali ke Pengadilan dengan menandatangani Akta
Penyerahan Memori Peninjauan Kembali.
b) Dalam hal pihak tergugat mengajukan Peninjauan Kembali,
selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah memori
Peninjauan Kembali diterima, unit pelaksana harus sudah selesai
membuat Kontra Memori Peninjauan Kembali dan menyerahkan ke
Pengadilan dengan menandatangani Akta Penyerahan Kontra
Memori Peninjauan Kembali.
8) Penyelesaian Bantuan Hukum dalam kedudukan sebagai Tergugat :
a) Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari sebelum hari sidang,
unit pelaksana harus sudah selesai menyusun atau mempersiapkan
dan menyampaikan Konsep Jawaban, Duplik, bukti-bukti surat,

20

saksi, ahli dan kesimpulan yang akan diajukan dalam persidangan


kepada JAM DATUN, KAJATI, KAJARI secara berjenjang.
b) Segera

setelah

ada

putusan

Pengadilan,

unit

pelaksana

melaksanakan kegiatan terhadap Putusan Pengadilan Tingkat


Pertama:
(1) Dalam hal ini pemberi Kuasa menginginkan agar dilakukan
upaya hukum banding, maka selambat-lambatnya dalam waktu
7 (tujuh) hari setelah putusan Pengadilan di bacakan, unit
pelaksana harus sudah menyampaikan permohonan banding ke
Pengadilan

dengan

Menandatangani

Akta

Permohonan

Banding.
(2) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (hari) sejak Akta
Permohonan Banding dan menyerahkan ke Pengadilan dengan
menandatangani Akta Penyerahan Memori Banding.
(3) Dalam hal pihak penggugat mengajukan banding, selambatlambatnya dalam waktu 7(tujuh) hari setelah memori banding
diterima, unit pelaksana harus sudah selesai membuat kontra
Memori Banding dan menyerahkan ke pengadilan dengan
menandatangani Akta Penyerahan Kontra Memori Banding.
c) Terhadap Putusan Pengadilan Tingkat Banding :
(1) Dalam hal Pemberi Kuasa menginginkan agar dilakukan upaya
hukum kasasi, maka selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh)
hari setelah pemberitahuan putusan banding diterima, unit
pelaksana harus sudah menyampaikan permohonan Kasasi ke
Pengadilan dengan menandatangani Akta Permohonan Kasasi.
(2) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak Akta
Permohonan kasasi ditandatangani, unit pelaksana harus sudah
selesai menyusun Memori Kasasi dan menyerahkan ke
Pengadilan dengan menandatangani Akta Penyerahan Memori
Kasasi.

21

(3) Dalam pihak pihak penggugat mengajukan permohonan kasasi,


selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
menerima memori kasasi, unit pelaksana harus sudah selesai
membuat Kontra memori kasasi dan menyerahkan ke
Pengadilan dengan menandatangani akta penyerahan kontra
memori kasasi.
d) Terhadap Putusan Kasasi :
(1) Dalam hal pemberi kuasa menginginkan agar di lakukan upaya
hukum peninjauan kembali (PK), selambat-lambatnya dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak alasan untuk pengajuan
Peninjauan Kembali di temukan, unit pelaksana harus sudah
mengajukan Permohonan penijauan kembali dan menyerahkan
memori

peninjauan

kembali

ke

Pengadilan

dengan

menandatangani Akt Penyerahan Memori Peninjauan Kembali.


(2) Dalam hal Pihak Pengugat Mengajukan Peninjauan Kembali,
selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah
memori Peninjauan Kembali diterima, unit pelaksana harus
sudah selesai membuat Kontra Memori Peninjauan Kembali
dan menyerahkan Memori Peninjauan Kembali ke Pengadilan
dengan menandatangani Akta Penyerahan Kontra Memori
Peninjauan Kembali.
2. Pertimbangan Hukum yaitu tugas Jaksa Pengacara Negara untuk Memberikan
Pendapat hukum (legal opinion) dan atau Pendampingan Hukum (Legal
Assistance) di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan
dari lembaga Negara, intstansi pemerintahan di pusat/daerah, BUMN/BUMD,
yang pelaksanaannya berdasarkan surat perintah Jaksa Agung Muda Perdata
dan Tata Usaha Negara, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan
Negeri.
Didalam melaksanakan tugas ini kejaksaan tidak melakukan intervensi
terhadap instansi lain, tetapi kejaksaan menjadi mitra kerja dan sumber untuk
memperoleh pertimbangan hukum di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
22

Adapun Persiapan yang dilakukan Jaksa Pengacara Negara didalam


Melaksanakan Pemberian Pertimbangan Hukum :
a. Setiap permohonan pendapat hukum (legal Opinion) atau pendampingan
hukum (legal Assistance) yang diterima oleh KABAG TU/KAUR TU,
selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari harus sudah diteruskan dan
diterima oleh unit pelaksana secara berjenjang.
b. Selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari, unit pelaksana harus
sudah selesai membuat telaahan dan menyampaikan kepada Jaksa Agung
RI, KAJATI, KAJARI :
1) Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari, unit pelaksana harus
sudah selesai membuat telaahan dan menyampaikan kepada JAM
DATUN, ASDATUN, KASI DATUN.
2) Dalam waktu 1 (satu) hari, JAM DATUN, ASDATUN, KASI DATUN
harus sudah melaporkan telaahan tersebut kepada Jaksa Agung RI,
KAJATI, KAJARI dan selanjutnya menunggu disposisi Jaksa Agung
RI, KAJATI, KAJARI.
3) Apabila dipandang perlu, JAM DATUN/SES JAM DATUN/Direktur,
KAJATI/ASDATUN, KAJARI/KASI DATUN dapat memerintahkan
unit pelaksana untuk melakukan pemaparan/ekspose terhadap telaahan,
maka waktu pelaporan kepada Jaksa Agung RI, KAJATI, KAJARI
dapat ditambah 1 (satu) hari.
c. Dalam waktu 1 (satu) hari setelah disposisi Jaksa Agung RI, KAJATI, KAJARI
diterima, JAM DATUN, ASDATUN, KASI DATUN meneruskannya disertai
petunjuk kepada unit pelaksana.
d. Dalam waktu 1 (satu) hari setelah menerima petunjuk dari JAM DATUN,
KAJATI, KAJARI, maka unit pelaksana harus sudah selesai membuat net konsep
surat Perintah, dan meyerahkan secara berjenjang kepada Jaksa Agung RI/JAM
DATUN, KAJATI, KAJARI untuk ditandatangani.
e. Pelaksanaan Pemberian Pertimbangan Hukum :
1) Selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari, unit pelaksana harus
sudah selesai membuat draft Pendapat Hukum (legal opinion) dan
23

menyampaikan kepada Jaksa Agung RI/JAM DATUN, KAJATI/AS


DATUN, KAJARI/KASI DATUN secara berjenjang, di sertai konsep
Nota Dinas dari JAM DATUN kepada Jaksa AGung RI atau konsep
Nota Dinas Direktur kepada JAM DATUN, AS DATUN kepada
KAJATI, KASI DATUN kepada KAJARI.
2) Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari setelah pendapat hukum
(legal Opinion) ditandatangani Jaksa Agung RI/JAM DATUN,
KAJATI,

KAJARI,

maka

KABAG/KAUR

TU

harus

sudah

menyampaikan Pendapat Hukum (legal opinion) tersebut kepada


Pemohon.
f. Dalam rangka Pendampingan Hukum (legal Assistance) :
1) Dalam hal pemohon meminta pertimbangan hukum dalam rangka
pendampingan hukum (legal assistance), Maka pelaksanaannya oleh
unit pelaksana berdasarkan Surat Perintah JAM DATUN, KAJATI,
KAJARI.
2) Apabila dipandang perlu, JAM DATUN/SES JAM DATUN/direktur,
KAJATI/AS DATUN, KAJARI/KASI DATUN dapat memerintahkan
unit

pelaksana

permasalahan

untuk
berkaitan

melakukan
dengan

pemaparan/ekspose
pendampinan

hukum

terhadap
(Legal

Assistance), Contoh :
a) Pertimbangan /pendapat hukum dalam bentuk Legal Opinion
diberikan kepada PT. Jasa Marga Oleh Jaksa Pengacara Negara.
b) Pertimbangan hukum diberikan dalam rapat Forum Komunikasi
Pimpinan Daerah (Forkompinda) oleh Jaksa Pengacara Negara.
c) Pertimbangan hukum diberikan dalam menyusun peraturan daerah
oleh Jaksa Pengacara Negara .
3. Pelayanan Hukum yaitu Tugas Jaksa Pengacara Negara untuk memberikan
penjelasan tentang masalah hukum Perdata dan Tata Usaha Negara kepada
anggota masyarakat yang meminta Pelayanan hukum ini sangat luas artinya
dan berbagai macam bentuknya, misalnya : konsultasi, opini, informasi,

24

nasehat hukum dan sebagainya. Adapun pelaksanaan pemberian pelayanan


hukum oleh Jaksa Pengacara Negara adalah :
a. Dalam hal permohonan di ajukan secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu
2 (dua) hari, unit pelaksana harus sudah selesai membuat draft penjelasan atau
tanggapan atas permasalahan hukum yang disampaikan oleh pemohon, dilengkapi
dengan net Konsep surat JAM DATUN/Direktur, KAJATI/AS DATUN, KAJARI
kepada Pemohon.
b. Dalam waktu 1 (satu) hari setelah surat kepada pemohon ditandatangani oleh JAM
DATUN/Direktur,

KAJATI/AS

DATUN,

KAJARI/KASI

DATUN,

KABAG/KAUR TU harus sudah menyampaikan surat tersebut kepada Pemohon.


c. Dalam hal permohonan di ajukan secara lisan, unit pelaksana yang di tunjuk harus
sudah memberikan Pelayanan hukum kepada Pemohon pada hari itu juga.
B. Penyelesaian Perkara Perdata Yang Ditangani Oleh
Kejaksaan Negeri Manado
Manusia sebagai mahkluk bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup
yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia tersebut hanya dapat dipenuhi bila
terjalin hubungan timbal balik antara satu sama lain. Hubungan timbal balik
tersebut melahirkan hak dan kewajiban yang wajib dipenuhi oleh masing-masing
pihak. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban tersebut diatur dalam
peraturan hukum disebut hubungan hukum. Karena hubungan hukum yang terjadi
antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain, maka hubungan itu disebut
hubungan hukum perdata.
Hukum Perdata mengatur hak dan kewajiban orang-orang yang
mengadakan hubungan hukum. Setiap orang wajib menaati atau mematuhi
peraturan hukum yang ditetapkan. Akan tetapi, dalam hubungan hukum yang
terjadi, mungkin timbul suatu keadaan bahwa pihak yang satu tidak memenuhi
kewajibannya terhadap pihak yang lain, sehingga merugikan pihak lainnya.
Mungkin juga terjadi perbuatan yang dapat merugikan pihak lainnya.
Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang satu dengan yang lain
apabila terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak yang sedang
25

berperkara umumnya diselesaikan melalui pengadilan guna mendapatkan keadilan


yang seadil-adilnya. Yang dimaksud dengan perkara perdata adalah suatu perkara
perdata yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak lainnya dalam hubungan
keperdataan.24
Konsep perkara dalam hukum perdata meliputi dua keadaan, yaitu ada
perselisihan dan tidak ada perselisihan. Ada perselisihan artinya ada suatu keadaan
yang menjadi pokok perselisihan, ada yang dipertengkarkan dan ada yang
disengketakan oleh kedua belah pihak dan memerlukan campur tangan pihak
pengadilan

untuk

menyelesaikan

perselisihannya.

Sedangkan

tidak

ada

perselisihan artinya tidak ada sesuatu hal yang disengketa, melainkan meminta
penetapan pengadilan perihal yang dimintakan.25
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap perkara perdata yang
diajukan ke persidangan pengadilan tidak hanya perkara yang berhubungan
dengan sengketa saja, tetapi dalam praktiknya juga terdapat permohonan
penetapan hak yang tidak mengandung sengketa. Untuk mengajukan tuntutan
terhadap hak yang telah dilanggar oleh pihak lain ke pengadilan, harus ada
kepentingan dari pihak yang mengajukan untuk diselesaikan oleh hakim
pengadilan sesuai dengan hukum yang berlaku, baik yang mengandung sengketa
maupun yang tidak mengandung sengketa atau yang berupa permohonan.
Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut gugatan dan sudah tentu
di dalamnya terdapat pelanggaran hak yang dilakukan oleh salah satu pihak
sehingga merugikan pihak lainnya. Sedangkan tuntutan yang tidak mengandung
sengketa disebut dengan permohonan, yang mana permohonan hak umumnya
untuk mendapatkan keabsahan tentang haknya agar dikemudian hari apabila
timbul permasalahan dapat dijadikan alat bukti yang sah.26

24. Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta,

2011, Hlm. 4.
25. Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta,

Jakarta, 2004, Hlm.16.


26

1. Perjanjian Pemberian Kuasa


Perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya,
hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara
demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para
pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian, orang-orang yang
melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.27
Untuk sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata
diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
3. Mengenai suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat-syarat subyektif karena
mengenai orang-orang yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat
terakhir merupakan syarat obyektif karena mengenai perjanjian itu sediri dan
obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Maksud sepakat pada syarat
pertama adalah bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus
sepakat, setuju dengan hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.
Sesuatu yang dikehendaki oleh pihak yang satu, dikehendaki pula oleh pihak yang
lainnya. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.
Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Dalam Pasal
1330 KUH Perdata disebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang berada
di bawah pengampuhan, dan orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan
dalam undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tersebut.

26. Sarwono. op.cit. Hlm. 6.


27. Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di

Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, Hlm.3.


27

Sebagai syarat ke tiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai


suatu
hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban
kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang
diperjanjikan paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Syarat ke empat suatu
perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab yang halal artinya isi perjanjian itu
sendiri tidak bertentangan dengan norma-norma dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata disebut perjanjian bernama
salah satu diantaranya adalah perjanjian pemberian kuasa. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dalam Pasal 1792 menyebutkan bahwa pemberian kuasa adalah
suatu persetujuan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan
sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.28 Menurut sistem HIR dan
Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg), dalam Pasal 123 ayat (1)
disebutkan bahwa beracara di muka sidang pengadilan negeri dapat dilakukan
secara langsung, dapat juga secara tidak langsung. Apabila beracara secara tidak
langsung, pihak-pihak yang berperkara dapat mewakilkan perkaranya kepada
penerima kuasa.29
Sering kali orang tidak dapat menyelesaikan sendiri urusan-urusannya.
Oleh karena itu ia memerlukan jasa orang lain untuk menyelesaikan urusanurusan itu. Orang ini kemudian diberikan kekuasaan untuk menyelesaikan urusanurusan tersebut atas namanya. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
menyelenggarakan suatu urusan adalah melakukan sesuatu perbuatan hukum
yaitu suatu perbuatan yang mempunyai akibat hukum.30

28. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pustaka Mahardika.


29. 17 Abdulkadir Muhammad. op.cit. Hlm. 74.
30. R.Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, Hlm.141.
28

Apabila penggugat atau tergugat menggunakan jasa kuasa hukum untuk


mewakilinya di persidangan pengadilan maka diperlukan surat kuasa khusus. 31
Dalam surat kuasa khusus tersebut umumnya diberikan dengan maksud agar
penerima kuasa dapat bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa. Surat kuasa
khusus dapat dibuat di bawah tangan atau dibuat secara notariil di hadapan
notaris.32
1) Syarat Penerima Kuasa
Menurut sistem HIR atau RBg tidak ada ketentuan yang mengatur syarat
keahlian seperti itu bagi penerima kuasa untuk beracara di muka pengadilan.
Ini berarti, setiap orang yang mengetahui hukum boleh saja menjadi penerima
kuasa untuk beracara di muka pengadilan. 33 Hal tersebut dapat dimaklumi
karena zaman dulu sedikit sekali ahli hukum bagi golongan bumiputra.
Kuasa menurut hukum artinya undang-undang sendiri telah menentukan
seseorang atau badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak
mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa. 34 Undangundang sendiri yang menetapkan bahwa yang bersangkutan menjadi kuasa
atau wakil yang berhak bertindak untuk dan atas nama orang atau badan
tersebut.
Selain advokat yang berprofesi sebagai penyedia jasa hukum, dibawah ini,
beberapa kuasa menurut hukum yang dapat bertindak mewakili kepentingan
orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari orang atau badan
tersebut.
1. Wali terhadap anak di bawah perwalian
31. Sarwono. op.cit. Hlm. 36.
32. Ibid.
33. Abulkadir Muhammad. op.cit. Hlm. 77.
34. M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hlm.

8.
29

Wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa untuk bertindak


mewakili kepentingan anak yang berada di bawah perwalian dengan
ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
2. Kurator atas orang yang tidak waras
Menurut Pasal 229 HIR, kurator sah dan berwenang bertindak mewakili
kepentingan seseorang yang telah dewasa tetapi tidak bisa memelihara dan
mengurus barangnya karena kurang waras.
3. Orang tua terhadap anak yang belum dewasa
Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun
1974, orang tua dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan
berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Oleh karena
itu, orang tua adalah kuasa yang dapat bertindak tanpa memerlukan surat
kuasa khusus dari anak tersebut.
4. Balai Harta Peninggalan sebagai kurator kepailitan
Menurut Pasal 13 ayat (1) huruf b, Undang-Undang No. 4 Tahun 1998
tentang Kepailitan, Balai Harta Peninggalan (BHP) dalam kepailitan
berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum untuk
melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, dan tugas itu
dilakukan berdasarkan perintah undang-undang tanpa memerlukan surat
kuasa dari debitur.
5. Direksi atau pengurus badan hukum
Direksi atau atau pimpinan (pengurus) badan hukum berkedudukan dan
berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum mewakili kepentingan badan
hukum yang bersangkutan. Pasal 1 angka 4 jo. Pasal 82 Undang-Undang
No. 1 Tahun 1995 tentang perseroan Terbatas menegaskan, direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengurus
Yayasan juga bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk
kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di

30

dalam maupun di luar pengadilan. Hal ini tertuang tegas dalam Pasal 35
ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
6. Direksi Perusahaan Perseroan (Perseroan)
Perusahaan Perseroan menurut pasal 1 angka 2 PP No. 12 tahun 1998,
adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan UndangUndang No. 9 tahun 1969, yaitu berbentuk Perseroan Terbatas yang
seluruh atau sedikitnya 51% (lima puluh satu persen) saham yang
dikeluarkan, dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara
langsung. Kemudian Pasal 3 PP tersebut menegaskan bahwa prinsipprinsip Perseroan terbatas berlaku terhadap BUMN sebagai persero. Oleh
karena itu direksi berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum untuk
mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tanpa
memerlukan surat kuasa dari pihak mana pun.
Pada pasal 123 HIR ayat (2), disinggung juga mengenai kuasa menurut
hukum dijelaskan bahwa Pegawai negeri yang karena peraturan umum
menjalankan perkara untuk pemerintah Indonesia sebagai wakil negeri tidak
perlu memakai surat kuasa khusus yang demikian itu. Memperhatikan
ketentuan itu maka bagi orang yang berkedudukan dan berkapasitas sebagai
kuasa menurut hukum, maka tidak diperlukan surat kuasa khusus dari instansi
yang bersangkutan.35 Pada dasarnya pegawai negeri sipil tidak boleh
merangkap melakukan praktik hukum sebagai advokat. Hal ini akan
mengganggu tugas pokoknya sebagai pegawai negeri sipil, yang diangkat dan
digaji oleh negara. Kecuali mereka yang telah mendapat izin khusus dari
atasannya karena membela kepentingan negara/pemerintah.36
Penerima kuasa untuk beracara di muka persidangan memiliki peran yang
sangat membantu hakim dalam menemukan hukum dan memberikan putusan
yang adil dan tepat. Penerima kuasa dalam persidangan juga ikut
35. Ibid. Hlm. 9.
36. Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya

Bakti,Bandung, 2008, Hlm.79.


31

memperlancar pekerjaan hakim karena dapat memberi arah yang berfaedah


bagi pertumbuhan hukum nasional.
2) Berakhirnya Perjanjian Pemberian Kuasa
Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan bermacammacam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu:37
1. dengan ditariknya kembali kuasanya si jurukuasa;
2. dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si jurukuasa;
3. dengan meninggalnya, pengampuanya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si
penerima kuasa;
4. dengan perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.
Berdasarkan uraian Pasal 1813 KUHPerdata diatas dapat disimpulkan bahwa
suatu perjanjian kuasa dapat berakhir karena beberapa sebab, antara lain:
pemberi kuasa menarik atau pencabutan kembali kuasa, meninggalnya salah
satu pihak dengan demikian kuasa berakhir demi hukum, penerima kuasa
melepas kuasanya.
2. Penyelesaian Perkara Perdata
Penyelesaian perkara perdata dalam penegakan hukum yaitu tugas Jaksa
Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan atau permohonan kepada
pengadilan di bidang Perdata sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka memelihara ketertiban hukum, kepastian
hukum dan melindungi kepentingan Negara dan pemerintah serta hak-hak
keperdataan masyarakat, antara lain: pembatalan perkawinan, pembubaran
Perseroan Terbatas (PT) dan pernyataan pailit.
Adapun pelaksanaan penegakan hukum oleh Jaksa Pengacara Negara :
a. Selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak SKK ditandatangani,
Unit Pelaksana harus sudah selsesai menyusun draft gugatan/pemohon dan
menyampaikan kepada JAM DATUN, KAJATI, KAJARI secara berjenjang untuk
mendapatkan petunjuk.
37. R.Subekti. op.cit. Hlm. 151.
32

b. Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari sesudah draft gugatan atau


permohonan diterima, JAM DATUN, KAJATI, KAJARI harus sudah meberikan
petunjuk.
c. Dalam waktu 1 (satu) hari setelah draft gugatan atau permohonan disetujui oleh
JAM DATUN, KAJATI, KAJARI, unit pelaksana harus sudah mendaftarkannya
ke Pengadilan.
d. Prosedur Penyelesain perkara dilaksanakan dengan mempedomani tahap
pelaksanaan bantuan hukum dalam kedudukan sebagai penggugat, contoh :
1) Jaksa Pengacara Negara dapat menuntut pembatalan suatu perkawinan
yang dilakukan dimuka wali nikah yang tidak sah atau tanpa dihadiri
oleh dua orang saksi. Dasar ketentuan ini adalah pasal 23 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2) Melakukan gugatan pembayaran uang pengganti berdasarkan putusan
pengadilan. Dasar ketentuan ini adalah pasal 34 c Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi,
atau pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Tindakan hukum lain yaitu tugas Jaksa Pengacara Negara untuk bertindak
sebagai mediator atau fasilitator dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan
antar instansi pemerintah/pemerintah daerah, BUMN di bidang perdata dan
tata usaha Negara. Hal ini merupakan tindakan hukum di bidang perdata dan
tata usaha Negara di dalam rangka menyelamatkan kekayaan Negara atau
didalam rangka memulihkan dan melindungi kepentingan masyarakat
maupun kewibawaan pemerintah. Tindakan hukum lain ini merupakan
tindakan yang tidak termasuk dalam penegakan hukum, bantuan hukum,
pelayanan hukum, dan pertimbangan hukum. Adapun pelaksanaan pemberian
bantuan mediasi dalam tindakan hukum lain:
a. Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari setelah menerima surat perintah,
unit pelaksana harus sudah mengundang para pihak untuk menyampaikan
keinginan masing-masing.

33

b. Selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari setelah para pihak menyampaikan


keinginannya, unit pelaksana harus sudah selesai menyusun draft alternatif
penyelesaian kasus. draft alternatif penyelesaian kasus oleh unit pelaksana
disampaikan kepada JAM DATUN, KAJATI, KAJARI secara berjenjang dalam
waktu 1 (satu) hari sesudah selesai menyusunnya.
c. Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah selesai pemaparan atau
ekspose, unit pelaksana harus sudah menyerahkan alternatif penyelesaian kasus
kepada para pihak untuk mendapat persetujuan.
d. Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah para pihak mensepakati
penyelesaian kasus, unit pelaksana harus sudah selesai membuat draft berita acara
kesepakatan dan penyampaian kepada para pihak untuk diteliti dan memperoleh
persetujuan.
e. Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah mendapat persetujuan dari
para pihak, unit pelaksana harus sudah selesai menyempurnakan draft Berita
Acara Kesepakatan.
f. Dalam waktu 1 (satu) hari setelah draft berita acara kesepakatan selesai
disempurnakan, unit pelaksana harus sudah mengundang para pihak untuk
menandatangani Berita Acara Kesepakatan.
g. Selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari setelah penandatanganan Berita
Acara Kesepakatan, unit pelaksana harus sudah membuat draft Akta Perdamaian
dan menyampaikannya kepada para pihak untuk diteliti dan memperoleh
persetujuan. Apabila draft akta perdamaian disetujui oleh para pihak tanpa ada
koreksi, maka dalam waktu 1 (satu) hari unit pelaksana harus sudah menentukan
waktu penandatanganan Akta Perdamaian. Apabila draft Akta Perdamaian masih
terdapat koreksi oleh para pihak, maka dalam waktu 2 (dua) hari unit pelaksana
harus sudah selesai menyempurnakan dan menentukan waktu penandatanganan.
h. Selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari, unit pelaksana harus
sudah selesai melaksanakan proses mediasi. Contoh menjadi mediator dalam
menyelesaikan masalah perdata Negara, pemerintah atau kepentingan umum
terkait.

34

35

DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 2008., Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 1987, Mengenal Lembaga Kejaksaan di
Indonesia, PT. Bina Aksara, Jakarta.
Evy Lusia Ekawati, 2013., Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan
Perkara Perdata, Genta Press, Yogyakarta.
Herlien Budiono, 2011., Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di
Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
JAM DATUN, 1997., Himpunan Informasi dan Petunjuk JAM DATUN Tahun
1997 Buku X, Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta.
M. Yahya Harahap, 2012., Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.
Marwan Effendy, 2010., Kejaksaan dan Penegakan Hukum, Timpani Publishing,
Jakarta.
Moh. Taufik Makarao, 2004., Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta,
Jakarta.
R.Subekti, 1995., Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung.
RM. Surachman dan Andi Hamzah, 1995, Jaksa di Berbagai Negara; Peranan
dan Kedudukannya, Sinar Grafika, Jakarta.
Sarwono, 2011., Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta.
Sudarsono, 2002., Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai