Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS SEJARAH POLITIK HUKUM DAN PENTINGNYA

MEMPELAJARI POITIK HUKUM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Politik Hukum

Disusun Oleh :

Nama : Wiara Reyhan Sabrina Rizkia

NPM / Kelas : 171000277 / G

Dosen Mata Kuliah Politik Hukum :

Sari Widji Astuti, SH., MH.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PASUNDAN

2019
A. SEJARAH POLITIK HUKUM DALAM ILMU HUKUM

Melihat adanya hubungan antara hukum dan masyarakat dalam perkembangan

politik hukum, Cicero mengemukakan bahwa: Ubi societas ibi ius, (dimana ada

masyarakat disana ada hukum). Bahwa hukum adalah sarana yang dibuat oleh

masyarakat manusia sebagai pembuatnya, sehingga benarlah bahwa suatu sistem

hukum adalah bermula dari masyarakat dan berakhir pada masyarakat yang

membentuknya, tempat dimana hukum itu akan diterapkan.

Pandangan Cicero tersebut menunjukkan bahwa hukum tidak mungkin ada tanpa

masyarakat. Sebab hukum itu ada karena adanya interaksi manusia yang satu

dengan manusia lainnya dalam suatu masyarakat. Hukum dibentuk dan/atau

terbentuk dari nilai-nilai dan kaidah serta norma yang terjadi dalam interaksi antar

manusia dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian, maka hukum berfungsi

sebagai sarana pengatur lalu lintas kehidupan setiap manusia dalam suatu

masyarakat sehingga tercipta suatu ketertiban dan kepastian hukum serta keadilan

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berbicara tentang relasi antara hukum dan politik adalah berbicara bagaimana

hukum bekerja dalam sebuah situasi politik tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud

adalah hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang berkembang dan nilai-nilai

yang dimaksud adalah keadilan. Dengan demikian idealnya hukum dibuat dengan

mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan

tersebut. Dengan ciri-ciri mengandung perintah dan larangan, menuntut kepatuhan

dan adanya sanksi, maka hukum yang berjalan akan menciptakan ketertiban dan

keadilan di masyarakat.
Pembentukan hukum dalam suatu sistem hukum sangat ditentukan oleh konsep

hukum yang dianut oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas pembentuknya.

Proses ini berbeda pada setiap kelas masyarakat. Dalam masyarakat sederhana,

pembentukanya dapat berlangsung sebagai proses penerimaan terhadap

kebiasaan-kebiasaan hukum atau sebagai proses pembentukan atau pengukuhan

kebiasaan yang secara langsung melibatkan kesatuan-kesatuan hukum dalam

masyarakat itu

Studi tentang politik hukum mau masuk sebagai bagian studi dalam kurikulum

Fakultas Hukum menjelang pertengahan tahun 1990-an. Sebelum itu studi politik

hukum pada Fakultas Hukum di Indonesia dianggap bidang asing yang tak perlu

dipelajari. Pada masa panjang itu hukum di Fakultas Hukum yang dipahami sebagai

norma-norma atau kaidah yang berisi kewajiban dan larangan yang pelanggarannya

dapat dijatuhi sanksi berdasar otoritas negara. Tetapi siapa dan bagaimana memilih

norma-norma tersebut untuk dijadikan hukum oleh negara tidak mendapat perhatian

sebagaimana mestinya. Ini mengakibatkan banyaknya sarjana hukum yang kecewa

bahkan frustasi ketika dirinya tak dapat paham mengapa hukum yang bersifat ius

constituendum sering bertentangan dengan hukum yang ius constitutum.

Munculnya jalan persimpangan antara ius constituendum dan ius constitutum itu

dapat dijelaskan oleh studi tentang politik hukum. Politik hukum itu sendiri secara

sederhana dapat diartikan sebagai kebijakan negara tentang hukum yang akan

diberlakukan atau tidak akan diberlakukan di dalam negara yang bentuknya dapat

berupa pembentukan hukum-hukum baru atau pencabutan dan penggantian hukum-

hukum lama untuk disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dari sudut materi

dan mekanisme pembuatan politik hukum di Indonesia diatur di dalam UU No. 10


Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan pada bagian

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda)

B. PENTINGNYA MEMPELAJARI POLITIK HUKUM

Politik hukum adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai

tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih

baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat undang-undang,

tetapi juga kepada pebngadilan yang menetapkan undang-undnag dan juga kepada

para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. Politik hukum dalam

perspektif akademis tidak hanya berbicara sebatas pengertian di atas an sich tetapi

mengkritisi juga produk-produk hukum ynag telah dibentuk. Dengan demikian, politik

hukum menganut prinsip doble movement, yaitu selain sebagai kerangka pikir

merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga

negara yang berwenang, ia juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum

yang telah diundangkan.

Politik hukum secara umum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses-

proses dalam menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan

rasa kedailan masyarakat. Dalam hal ini kita dapat melihat dan memberikan contoh

berupa Peraturan daerah yang dibuat oleh penyelenggara daerah yakni gubernur

dalam alat perlengkapan daerah lainnya. Peraturan daerah ini dapat dicontohkan

oleh Daerah Istemewa Aceh yang mendapat ototnomi daerah berupa peraturan

yang megacu pada hukum Islam yakni rohaniah dari masyarakat. Akan tetapi

Peraturan Daerah tersebut harus mengacu pada politik hukum di Indonesia yakni

berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.


Pada tahap inilah disiplin politik hukum mengajak kita untuk mengetahui bahwa

hukum sarat dengan warna politik atau lebih tepatnya, bahwa hukum harus

dipandang sebagai hasil dari suatu proses politik. Ditambah lagi, subsistem politik

dianggap lebih poserful dibandingkan subsistem hukum. Artinya, subsitem politik

memiliki konsentrasi energi yang lebih besar daripada subsistem hukum. Hal ini

mengakibatkan apabila hukum berhadapan dengan politik, maka ia berada pada

kedudukan yang lebihlemah.

Subsistem politik mempunyai tingkat determinasi yang lebih tinggi daripada

subsistem hukum, karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-

kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. Dari asumsi dasa ini

lah hendak mengatakan bahwa hukum tidak boleh diterima begitu saja secara apa

adanya tanpa mempertimbangkan latar belakang yang bersifat non-hukum yang

kemudian sangat determinan dalam mempengaruhi bentuk dan isi suatu produk

hukum tertentu.

Bila setelah dievaluasi ternyata politik hukum dan impementasinya dalam peraturan

perundang-undangan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, keduanya

harus diperbaharui sesuai dengan rumusan yang baru. Ini dimaksudkan agar hukum

senantiasa sesuai dengan dinamika yang terus terjadi dalam masyarakat.

SUMBER :

Moh. Mahfud M.D., Politik Hukum di Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia.


Jakarta,1998.
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004
MD, Moh Mahfud, (2007), Politik Hukum Dalam Perda Berbasis Syari’ah, JURNAL
HUKUM NO. 1 VOL. 14 JANUARI 2007: 1 -21
Link jurnal : https://media.neliti.com/media/publications/87304-ID-politik-hukum-
dalam-perda-berbasis-syari.pdf

Anda mungkin juga menyukai