Anda di halaman 1dari 8

ILMU HUKUM : SUATU ORIENTASI

Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum.
Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat
orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan” (Curzon, 1979: v).
Dalam bahasa inggris ia disebut jurisprudense.

                   
Sebagaimana halnya dengan setiap cabang ilmu, maka ilmu hukum ini mempunyai
objeknya sendiri, yaitu : hukum. Soalnya sekarang, apakah yang ingin kita lakukan terhadap
objek ini. Pertanyaan ini sudah menyangkut tujuan dari ilmu ini sendiri . Apabila jawabannya
adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang segala hal dan semua seluk-beluk mengenai
hukum ini, maka ruang lingkup  dari ilmu ini memang menjadi sangat luas. Berikut ini dicoba
untuk menyusun suatu daftar masalah yang bisa dimasukkan ke dalam tujuan untuk mempelajari
hukum secara demikian itu, yaitu:
1.      Mempelajari  asas-asas hukum yang pokok.
2.      Mempelajari  sistem formal hukum.
3.      Mempelajari konsepsi-konsepsi hukum dan arti fungsionalnya dalam masyarakat.
4.      Mempelajari kepentingan-kepentingan sosial apa saja yang dilindungi oleh hukum.
5.      Ingin mengetahui tentang apa sesungguhnya hukum itu, darimana dia datang/muncul, apa yang
dilakukannya dan dengan cara-cara/sarana-sarana apa ia melakukan hal itu.
6.      Mempelajari tentang apakah keadilan itu dan bagaimana ia diwujudkan melalui hukum.
7.      Mempelajari tentang perkembangan hukum: apakah hukum itu sejak dahulu sama dengan yang
kita kenal sekarang ini? Bagaimanakah sesungguhnya hukum itu berubah dari masa ke masa?
8.      Mempelajari pemikiran-pemikiran orang mengenai hukum sepanjang masa.
9.      Mempelajari bagaimana sesungguhnya kedudukan hukum itu dalam masyarakat. Bagaimana
hubungan atau perkaitan antara hukum dengan sub-sub sistem lain dalam masyarakat, seperti
politik, ekonomi dan sebagainya.
10.  Apaabila hukum itu memang bisa disebut sebagai ilmu, bagaimanakah sifat-sifat atau
karakteristik keilmuannya itu?
Daftar di atas menunjukkan betapa luasnya permasalahan yang bisa dibicarakan dalam ilmu
hukum itu. Dari gambaran tersebut tentunya adalah suatu  hal yang picik, apabila kita
berpendapat, bahwa ilmu hukum itu hanya berurusan dengan peraturan perundang-undangan
belaka. Ia ternyata juga mengajukan pertanyaan –pertanyaan falsafi, seperti tercermin pada
usahannya untuk menukik ke dalam pembicaraan mengenai hakikat asal-usul hukum , pada
pembicaraan mengenai hubungan antara hukum dengan kekuasaan , hukum dengan keadilan dan
sebagainya. Selanjutnya, tampak betaopa pentingnya pula pembicaraan mengenai hukum dalam
konteks kesejarahan dan dengan demikian menunjukkan, bahwa ada kaitan yang erat antara ilmu
hukum dengan sejarah. Bagi seorang yang berhasrat untuk mengetahui tentang hukum secara
mendalam, tak dapat di abaikan pula perlunya pengetahuan tentang bagaimana perkembangan
hukum itu dari masa-masa lalu sampai sekarang. Pengetahuan kesejahteraan yang demikian itu
menjelaskan kepada kita tentang fungsi-fungsi apa yang dilakukan oleh hukum pada masa atau
tingkat peradaban tertentu  dari umat manusia.
            Dari apa yang diuraikan dimuka kiranya sudah cukup jelas, bahwa ilmu hukum itu tidak
mempersoalkan suatu tatanan hukum tertentu yang kebetulan berlaku disuatu negara. Dari uraian
dan perincian dimuka tampak sekali , bahwa perhatiannya menjangkau jauh melebihi batas-batas
hukum yang berlaku di suatu negara atau waktu tertentu. Obyeknya adalah hukum sebagai suatu
fenomen dalam kehidupan manusia dimanapun di dunia ini dan dari masa kapanpun. Singkatnya,
hukum disini dilihat sebagai fenomen universal, bukan lokal ataupunregional.
            Sesudah dibicarakan mengenai objek serta tujuan  dari ilmu hukum, maka tiba saatnya
sekarang untuk membicarakan tentang metode yang dipakai. Teryata kita disini tidak berhadapan
dengan satu kemungkinan metode yang bisa dipakai, melainkan lebih dari itu dan masing-masing
bisa diterima sebagai metode yang sah. Kalau demikian, ini mengandung arti, bahwa disini kita
berhadapan dengan kebebasan untuk memilih. Setiap orang bisa menggunakan metode mana saja
sesuai dengan pilihanya’ asal pilihan itu diterapkan secara konsekuen.
            Pilihan mengenai metode ini tidak bisa dipisahkan dari penglihatan seseorang mengenai
hakikat dari hukum. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara pandangan falsafi
dengan metode yang kemudian dipilih atau digunakan. Kita bisa melihatnya sebagai norma-
norma abstrak dan akhirnya kita bisa juga melihatnya senagai suatu alat yang dipakai untuk
mengatur masyarakat. Pemilihan terhadap proses masing-masing penglihatan itu akan berlanjut
pada metode yang kemudian dipakai.
            Apabila kita memilih untuk melihat hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu,
maka pilihan tersebut akan membawa kita pada metode yang bersifat idealis. Metoda ini akan
senantiasa berusaha untuk menguji hukum yang harus mewujudkan nilai-nilai tertentu. Salah
satu pemikiran utam dalam hukum yang sudah berjalan sejak berabad-abad lalu, adalah yang
berusah untuk memahami arti dari keadilan. Pemikiran ini membahas apa saja yang terjadi
tuntunan dari nilai tersebut dan apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum untuk mewujudkan
nilai itu. Inilah salah satu contoh dari metoda ideologis itu.
            Bagi seseorang yang memilih untuk melihat hukum sebagai suatu sistem peraturan-
peraturan yang abstrak, maka perhatianya akan terpusat pada hukum sebagai suatu lembaga yang
benar-benar otonom, yaitu yang bisa kita bicarakan sebagai subjek tersendiri, terlepas dari
kaitan-kaitanya dengan hal-hal diluar peraturan-peraturan tersebut. Pemusatan perhatian yang
demikian ini akan membawa seseorang kepada penggunaan metoda yang noramtif dalam
menggarap hukum. Sesuai dengan cara pembahasan yang bersifat analitis, maka metoda itu juga
disebut sebagai norma analitis. Dalam hubungan dengan metoda yang demikian itu, disini bisa
dicatat, bahwa ia tidak menghiraukan apakah hukum itu mewujudkan nilai-nilai tertentu atau
pakah hukum itu dituntut untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu. Selanjutnya, sebagai
orang yang memahami hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, maka pilihannya akan
jatuh pada penggunaan metoda sosiologis.Berbeda dari kedua penglihatan tersebut di muka,
maka paham yang ketiga ini mengkaitkan hukum kepada usaha untuk mencapai tujuan-tujuan
serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan konkrit dalam masyarakat. Oleh karena itu, metoda ini
memusatkan perhatiannya pada pebgamatan mengenai efektivitas dari hukum.
            Sebagaimana disebutkan di muka, terdapat hubungan yang erat antara penglihatan orang
mengenai hukum serta metoda yang dipakai. Dengan demikian , maka dapat dilihat adanya
kaitan antara hal-hal yang kita bicarakan  sekarang ini dengan pembicaraan mengenai aliran-
aliran ilmu hukum  dibelakang nanti.
            Ilmu hukum mempunyai hakikat interdispliner. Hakikat ini kita ketahui dari
digunakannya berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk membantu menerangkan berbagai aspek
yang berhubungan dengan kehadiran hukum di masyarakat. Berbagai aspek yang berhubungan
dengan kehadiran hukum di masyarakat. Berbagai aspek dari hulkum yang ingin kita ketahui
ternyata tidak dapat dijelaskan dengan baik tanpa memanfaatkan disiplin-disiplin ilmu
pengetahuan, seperti, politik, anthropologi ekonomi dan lain-lainnya. Anthropologi, misalnya
membantu menjelaskan tentang kerja dari hukum itu yang tidak dapat dilepaskan dari seluruh
kehidupan masyarakat sebagai satu kesatuan budaya. Pengadilan negara, misalnya tidak dapat
kita lihat sebagai satu-satunya mekanisme penyelesaian perkara yang sah disuatu
negara.Anthropologi membantu memperlihatkan, bahwa pengadilan negara itu hanyalah salah
satu saja dari kemungkinan-kemungkinan lembaga dalam masyarakat yang berfungsi untuk
melakukan penyelesaian sengketa itu. Pada saat bersamaan, disuatu negara  dapat dilihat seperti
pengadilan negara itu, berdampingan dengan lembaga-lembaga yang melainkan yang
menjalankan fungsi serupa. Oleh karena itu, anthropologi mengatakan, bahwa pengadilan negara
itu hanyalah salah satu bentuk eksperimentasi kultural suatu bangsa dalam menyelesaikan
sengketa-sengketa di antara anggota-anggota masyarakatnya. Anthropologi juga menunjukan
akar-akar sosiokultural berbagai lembaga hukum yang ada dalam masyarakatnya, dengan
menunjukan, bahwa lembaga-lembaga itu bukan jatuh dari langit atau merupakan ciptaan
manusia begitu saja. Ia mencoba menjelaskan, betapa jual-beli itu berakar pada kebiasaan untuk
melakukan tukar-menukar dalam masyarakat (barter); betapa perkawinan itu berkembang dari
kenyataan adanya jenis kelamin laki-laki dan wanita di dunia dan seterusnya.
            Dimuka telah ditulis, bahwa ilmu hukum itu mempunyai jangkauan universal, melampaui
batas-batas hukum suatu bangsa dan negara-negara tertentu. Ia mengamati hukum sebagai suatu
fenomena dalam masyarakat manusia. Sehubungan dengan keadaan yang demikian ini, maka
dipersoalkan, bagaimanakah hubungan antara ilmu hukum itu dengan teori hukum. Salah satu
titik tempat persinggungan keduanya, jatuh pada persepsi falsafi yang mereka pergunakan.
Dimuka sudah dikatakan, betapa ilmu pengetahuan hukum ini mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sampai pada persoalan hakikat dari hukum. Teori hukum membahas hukum sedikit
banyak juga dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Seperti dikatakan oleh Radbruch, tugas teori
hukum adalah “the classification of legas values and postulates up to their philopsphical
foundation”. Teori hukum pada hakikatnya berhadapan dengan suatu pertanyaan besar yang
untuk selanjutnya menjadi tuntutan didalam uraian-uraianya. Pertanyaan besar tersebut
mempersoalkan tentang akhir dari segala pembicaraan mengenai hukum. Pemikiran disini tidak
bisa dilepaskan dari pikiran-pikiran filsafat dan politik. Teori hukum ini memikirkan tentang
hukum sampai jauh ke latar belakang hubunganya dengan konsepsi tentang manusia, tentang
hubungan antara manusia dengan dengan manusia dan tentang manusia dengan lingkunganya.
Oleh karena itulah, seperti dikataka oleh Radbruch, teori hukum mangambil sebagai basisnya
nilai-nilai serta postulat-postulat hukum dan bukan peraturan-peraturan hukum. Nilai-nilai serta
postulat-postulat hukum itu memberikan kemungkinan yang lebih nesar untuk meneliti kaitan
antara hukum dengan latar belakang konsepsi manusia itu. Oleh karena minat dari teori hukum
itu tertuju kepada pengamatan yang demikian itu, maka tidaklah mengherankan, bahwa buku-
buku tentang teori hukum, seperti “Legal Teory” dari W. Friedmann sendiri, bukunya
merupakan “an attempt to give an analysis of these philosophical, political and other non-
juristic premises of legal theory”. (Friedmann, 1953 : 4).
            Berbeda dengan perhatian dan sifat uaraian dari teori hukum yang demikian itu, ilmu
hukum tidak melepaskan perhatianya terhadap substansi struktur serta system hukum itu sendiri.
Oleh karena itu, sebagaimana disebutkan dimuka, pembicaraan dalam ilmu hukum tidak dimulai
dari nilai-nilai- serya postulat-postulat hukum, melainkan juga dari hukum sebagai suatu badan
atau susunan peraturan-peraturan hukum.
            Bagaimanapun juga, kita dapat melihat adanya hubungan yang sangat erat antara ilmu
hukum dan teori hukum. Ada penulis yang bahkan berpendapat, bahwa keduanya bersifat
sinonim. Teori hukum memberikan sumbangan tidak kecil terhadap ilmu hukum, yang ingin
mempelajari hukum dalam segala seluk beluk, hakikat dan perkembanganya. Dengan demikian,
teori hukum merupakan bagian penting dari ilmu hukum. Melalui teori hukum, ilmu hukum
dapat mencerminkan perkembangan masyarakat. Di sini ilmu tersebut membahas tentang
perkembangan hukum yang berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam masyarakatnya dan
uraian tentang barang tentu akan melibatkan pembicaraan mengenai struktur politiknya,
pengelompokan sosialnya dan sebagainya. Pembicaraan seperti ini sesungguhnya sudah
memasuki bidang teori hukum. Sumbangan yang lain dari teori hukum terhadap ilmu hukum
adalah, bahwa dengan mempelajari ilmu hukum, orang juga mengetahui perkembangan hukum
secara umum serta perkembangan dalam pemikiran filsafat.
            Didalam keputusan hukum, ilmu hukum ini dikenal dengan jurisprudence, yang berasal
dari kata jus, juris, yang artinya adalah hukum atau hak; prudensi berarti melihat kedepan atau
mempunyai keahlian. Arti yang umum dari Jurisprudence ini adalah ilmu yang mempelajari
hukum. Tetapi orang juga mengenal tiga artinya yang lain. Para penulis inggris memakainya
dalam anatomi perbandingan dari sisren-sistem hukum yang sudah maju. Para penulis prancis
mengartikanya sebagai kecenderungan dari keputusan yang diambil dari pengadilan-pengadilan.
Dibeberapa Negara lain, terutama di amerika serikat, kata itu dipakai sebagai sinonim dari
hukum itu sendiri.
            Dimuka dikatakan, betapa ilmu hukum itu mencakup bidang yang luas sekali. Sifat ini
merupakan akibat saja dari beban yang dipikulnya, yaitu untuk memaparkan dihadapan kita
fenomen hukum dalam hakikatnya, sifat-sifatnya, fungsinya dalam masyarakat, singkatanya
mencoba memberikan jawaban terhadap segal pertanyaan  mengenai fenomena hukum ini. Oleh
karena itulah bisa dimengerti, mengapa ia mengandung pikiran dan penjelasan yang cukup
beragam, baik yang filsafati, teknik, maupun sosiologis. Sudah barang tentu, buku yang
membicarakan tentang ilmu yang demikian itu terutama yang akan dibaca oleh orang-orang yang
pertama-tama menginjakan kakinya kedalam dunia hukum. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul
dalam dirinya tentunya berhubungan dengan hal-hal yang mendasar sifatnya, seperti, apakah
hukum itu, fungsinya, strukturnya dan sebagainya, sebagai mana telah diuraikan pada bagian
permulaan bab ini.
            Keadaan sebagaimana disebutkan diatas mengesankan kepada kita, bahwa ilmu hukum
itu mengantarkan pembacanya untu memperoleh gambaran umum tentang hukum sebelum ia
meningkat ke pemahaman tentang hukum secara lebih terperinci. Oleh karena itu ilmu hukum itu
bisa disifatkan juga sebagai suatu pengantar kedalam studi lebih lanjut tentang hukum. Yang
dimaksud dengan studi lebih lanjut itu adalah suatu pengamatan terhadap fenomena hukum yang
sudah lebih positif sifatnya, yaitu yang berisi ketentuan-ketentuan konkrit mengenai suatu bidang
hukum dan yang tidak lain adalah pelajaran mengenai tata hukum atau bidang-bidang hukum
dari suatu bangsa atau Negara.
            Sekalipun dimuka sudah diperinci masalah-masalah yang dibicarakan oleh olimu hukum,
untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diturunkan sejumlah pendapat yang
mencoba untuk memberikan gambaran tentang apa sesungguhnya ilmu hukum itu (Curzon, : 7):
1.      “Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat surgai dan manusiawi,
pengetahuan tentang apa yang benar dan yang tidak benar” (Ulpian).
2.      “Ilmu yang formal tentang hukum positif” (Holland).
3.      “Sintesis ilmiah tentang asas-asas yang pokok dari hukum” (Allen).
4.      “Penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum
dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh oleh berbagai disiplin diluar hukum yang
mutakhir” (Stone).
5.      “Ilmu hukum adalah nama yang diberikan kepada suatu cara untuk mempelajari hukum, suatu
penyelidikan yang bersifat abstrak, umum dan teoritis, yang berusaha untuk mengungkapkan
asas-asas yang pokok dari hukum dan system hukum”(Fitzgerald).
6.      “Ilmu hukum menurut penglihatan saya, adalah sekadar hukum dalam seginya yang paling
umum. Setiap usaha untuk mengembalikan suatu kasus kepada suatu peraturan adalah suatu
kegiatan ilmu hukum, sekalipun nama yang umunya dipakai dalam bahasa inggris dibatasi pada
artianya sebagai aturan-aturan yang paling luas dan konsep yang paling fundamental” (Holmes).
7      “Teori hukum menyangkut pemikiran mengenai hukum atas dasar yang paling luas” (Dias).
8      “Suatu diskusi teoritis yang umum mengenai hukum dan asas-asasnya, sebagai lawan dari studi
mengenai peraturan-peraturan hukum yang kongkrit” (jolowicz).
9      “Ia meliputi pencarian ke arah konsep-konsep yang tuntas yang mampu untuk memberikan
ekspresi yang penuh arti bagi semua cabang ilmu hukum” ( Hall).
10  “Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya”
(Cross).
11.  “Pokok bahasan ilmu hukum adalah luas sekali, meliputi hal-hal yang filsafati, sosiologis,
historis, maupun komponen-komponen analitis dari teori hukum” (Bodenheimer).
12.  “Buat saya, ilmu hukum berarti setiap pemikiran yang teliti dan berbobot mengenai semua
tingkat kehidupan hukum, asal pemikiran itu menjangkau keluar batas pemecahan terhadap suatu
problem yang konkrit. Jadi, ilmu hukum meliputi semua macam generalisasi yang jujur dan
dipikirkan masak-masak di bidang hukum” (Llewellyn).
Dengan menurunkan sederetan kutipan tersebut diatas akan menjadi lebih jelaslah kiranya ruang
lingkup yang dijelajahi oleh ilmu hukum itu. Melihat wilayah permasalahnya yang begitu luas
dan mendasar, maka ia biasa ditempatkan pada permulaan studi mengenai hukum. Dengan
demikian diharapkan, bahwa mereka yang mempelajari hukum mendapat dasar-dasar dan
orientasi yang seksama mengenai fenomena hukum ini, sebelum nantinya mereka memasuki
suatu system yang rumit

Anda mungkin juga menyukai