Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATA KULIAH MAKALAH KECIL I

“PERANAN POLITIK HUKUM DALAM TATA CARA


PEMILIHAN PRESIDEN MENURUT HUKUM KONSTITUSI”

POLITIK HUKUM

Oleh:

ZURAEDAH

5222220029

29

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM MAGISTER

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA

GASAL 2022/2023
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ……………………………………………………..... Hal. 1-3

II. PEMBAHASAN ……………………………………………………...… Hal.4-22

III. PENUTUP ……………………………………………….……………… Hal.23-24

1. KESIMPULAN

2. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum negara Indonesia dibentuk berdasarkan hukum konstitusi, hal ini

berdasarkan Undang-undang Dasar (UUD) Amandemen Negara Republik Indonesia

1945 yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 3 menyebutkan “Negara Indonesia adalah

negara hukum”. Istilah negara hukum baru dikenal pada abad XIX, walaupun

sebenarnya sudah ada sejak zaman Plato dan terus berkembang sampai saat ini.

Menurut Prof. Satya Arianto bahwa bangsa Indonesia (sebelum kemerdekaan

disebut “Hindia Belanda”) sudah mengenal istilah konstitusi, hal ini dikemukan dalam

buku beliau “ the expanded Committee elected Soekarno and Hatta as respectively

president and vice president of the Republic of Indonesia. It appointed a commission of

seven to finalize the national constitution to finalize the national constitution, which had

been drafted in the month before Japanese capitulation1.

Makna konstitusi berasal dari “constitution” yang diambil dari bahasa Latin

“constitutio”2. Dalam pengertian lain yang diungkapkan oleh Brian Thompson, telah

1
Satya Arianto, Constitutional Law dan Democratization in Indonesia (Jakarta: Publishing Home Faculty of Law
University of Indonesia, 2000)., hal. 141.

2
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, hal. 1.
Page 1 of 28
menyederhanakan pengertian konstitusi “….. a constitution is a document which

contains the rules for the operation of an orgnaization” 3. Yang artinya adalah konstitusi

adalah sebuah dokumen yang mana mengandung peratura-peraturan untuk

mengoperasikan organisasi.

Atas dasar negara hukum (rechstaat) yang banyak dikembangkan oleh Para Ahli,

penulis akan menganalis dan mengkaji “PERANAN POLITIK HUKUM DALAM TATA

CARA PEMILIHAN PRESIDEN MENURUT HUKUM KONSTITUSI” yang baru-baru ini

sangat menyita perhatian baik dari para ahli hukum, praktisi hukum, aktivis, mahasiswa

sampai dengan masyarakat.

Hal ini menarik menurut penulis karena secara ketentuan pada UUD 1945 Pasal

7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya

dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

Sehingga dalam teori kepastian hukum maka hal ini sudah sangat jelas masa jabatan

Presiden ataupun Wakil Presiden tidak dapat melebihi 2 periode yang masing-masing

periode adalah 5 tahun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dimuka, maka penulis merasa perlu melakukan

penelitian dalam sebuah karya ilmiah guna mencari

3
Ibid, hal. 1.

Page 2 of 28
1. Bagaimana peranan undang-undang dalam mengatur tata cara pemilihan presiden

menurut hukum konstitusi di Indonesia ?

2. Apa pengaruh pemilihan Presiden yang dilakukan tidak sesuai dengan UUD 1945?

C. Tujuan Penulisan

2. Untuk mengetahui peranan undang-undang dalam mengatur tata cara pemilihan

presiden menurut hukum konstitusi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh pemilihan Presiden yang dilakukan tidak sesuai

dengan UUD 1945.

Page 3 of 28
BAB II

PEMBAHASAN

A. Poltik Hukum di Indonesia

Kata politik hukum berasal dari bahasa hukum Belanda “rechtpolitiek”. Soedarto

(Ketua Perancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang berpendapat bahwa

politik hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk

menentapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan

digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk

mencapai apa yang dicita-citakan. Lalu Mantan ketua Mahkamah Konstitusi dan pakar

hukum tata negara Indonesia juga ikut berpendapat tentang apa itu politik hukum yang

dia jelaskan dalam disertasinya yaitu Moh Mahfud MD., menjelaskan bahwasanya

politik hukum itu adalah legal police atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang

hendak atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah (Indonesia). Mahfud

juga mengatakan bahwa tiga lembaga negara disebut juga pemerintah yaitu Eksekutif,

Legislatif dan Yudikatif berwenang dalam melakukan politik hukum4.

Sebagai lembaga Legislatif menurut UUD 1945, DPR mempunyi tiga fungsi

utama yaitu sebagai lembaga pembentuk undang-undang, pelaksana pengawasan

terhadap pemerintah dan fungsi anggaran. Sedangkan Presiden berada pada lembaga

4
https://www.stiesyariahbengkalis.ac.id/kolompikiran-12-politik-hukum-uedsp-syariah-melirik-keseriusan-
pemerintahan-bengkalis.html

Page 4 of 28
Eksekutif yang mempunyai fungsi salah satu badan pemerintah yang mempunyai

kekuasaan dan bertanggung jawab untuk menerapkan hukum.

Melihat peta politik hukum di Indonesia, negara ini pernah mengalami tiga

macam bentuk hukum seperti yang dikelompokan oleh Philippe Nonet dan Philip

Selznick yaitu hukum represif, otonom dan responsif5. Hukum reprensif yaitu hukum

sebagai alat kekuasaan represif. Tipe hukum ini bertujuan mempertahankan status quo,

penguasa yang kerap kali diterapkan dengan dalih menjamln ketertiban. Dengan

demikian, hukum ini dirumuskan secara rinci untuk mengikat setiap orang, kecuaii

penguasa/pembuat hukum. Hukum otonom, yaitu hukum sebagai suatu pranata yang

setia menjaga kemandlrian hukum itu sendiri. Karena sifatnya yang mandiri, maka yang

dikedepankan adalah pemisahan yang tegas antara kekuasaan dengan hukum.

Legitimasi hukum ini terletak pada keutamaan prosedural hukum yang bebas dari

pengaruh poiitik melalui pembatasan prosedur yang sudah mapan. Hukum responsif,

yakni hukum sebagai sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi

publik, Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, maka lipe tiukum ini mengedepankan

akomodasi untuk menerima perubahan-perubahan sosial demi mencapai keadilan dan

emansipasi publik6.

Hukum represif terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada tahun

1960 - Orde Lama. Hukum otonom terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto

5
Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2001, Law and Society in Transtition: Toward Responsif Law, dikumpulkan oleh
Satya Arianto “Politik Hukum 2”, Part Two. Hal. 73-156.

6
Ibid, hal. 73 - 156.

Page 5 of 28
pada zaman Orde Baru selanjutanya di era Reformasi sampai saa ini menggunakan

hukum responsif yang masih terus berproses. Untuk mewujudkan hukum responsif

membutuhkan yang lama agar hukum responsif ini dapat berjalan dengan sebenar-

benarnya sehingga kata Negara demokrasi yang hakiki dapat terwujud demi

kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

B. Tata Cara Pemilihan Presiden Menurut Hukum Konstitusi

Sesuai dengan UUD 1945 bahwa pemilihan presiden dilakukan berdasarkan

Pasal 6A dan Pasal 22E dan diatur khusus dalam Undang-undang tentang Pemilihan

Umum. Penyelenggaran Pemilu dilakukan berdasarkan sistem Negara demokrasi, yang

menurut Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintah dari

rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat7. Bagi Negara demokrasi dikenal demokrasi

langsung dan demokrasi secara tidak langsung, rakyat disini berperan penting dalam

mementukan policy pemerintah.

Baru-baru ini masyarkat di Indonesia mendengar adanya wacana masa jabatan

Presiden akan dibuat tiga periode yang banyak didengungkan oleh para politisi yang

pro dengan pemerintahan Presiden Jokowi. Berita itu muncul pertama kali tahun 2019

dari Sekretaris Fraksi Partai Nasdem, Saan Mustofa yang berkeinginan meng-

amendment UUD 1945 mengenai penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga

periode. Politisi ini merasa dinegara yang menganut sistem demokrasi seharusnya hal

ini bisa menjadi pertimbangan dari lembaga Legaslatif. Kemudian wacana berubah

7
Padmo Wahyono, Negara Republik Indonesia, Jakarta:CV. Rajawali Press, 1986, hal. 153.

Page 6 of 28
sekitar bulan Maret 2022, yaitu adanya beberapa elite partai politik mengusulkan

penundaan Pemilu tahun 2024. Mereka yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa

(PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli

Hasan. Kemudian dari beberapa menteri seperti Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Airlangga Hartarto, lalu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan

Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menanggapinya kembali ke

wacana pertama mengenai masa jabatan Presiden untuk tiga periode8. Kemudian yang

terakhir pada Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang digelar di gedung Youth

Center, Sport Center Arcamanik, Bandung, Jawa Barat, Minggu (28/8/2022).

Pandangan Jokowi terhadap wacana ini ternyata berubah-ubah dari secara tegas

menyatakan penetapan pemilihan Presiden tiga periode bertentangan dengan konstitusi

dan UUD 1945 sampai dengan pandangan Beliau yang menyatakan bahwa atas dasar

Negara Demokrasi seharusya bangsa Indonesia bisa melihat itu sebagai

keinginan ,pilihan rakyat dan rakyat menghendaki maka seharusnya pemerintah dapat

mengkaji hal tersebut.

1. Peranan Politik Hukum dalam Tata Cara Pemilihan Presiden Menurut Hukum

Konstitusi; dihubungkan dengan gagasan Eric Barend : An Introduction to

Constitutional Law.

8
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/29/10525661/empat-kali-wacana-presiden-3-periode-sikap-jokowi-
dulu-dan-kin

Page 7 of 28
Dihubungkan dengan gagasan Eric Barend dalam buku nya “An Introduction to

Constitutional Law”9 yang dikumpulkan oleh Satya Arinanto. “Politik Hukum 1”, Part One,

hal. 107-190. Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia menyebutkan:

“the constitution of a state is the written document or text which outlines the powers

of its parliament, government, courts, and other important national institution”.

Konstitusi dapat diartikan sebagai dokumen tertulis yang secara garis besar

mengatur kekuasaan legaslatif, eksekutif dan yudikatif serta lembaga Negara penting

lainnya. Konstitusi . Konstitusi memiliki fungsi-fungsi yang oleh Jimly Asshiddiqie, guru

besar hukum tata negara, diperinci sebagai berikut10:

1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ Negara;

2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ Negara;

3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga

Negara;

4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun

kegiatan penyelenggaraan kekuasaan Negara;

5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kuasaan yang asli (yang

dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ Negara;

9
Eric Barendt, An introduction to Constitutional Law, London : Oxpord, University Press, 1998, hal. 1, dikumpulkan
oleh Satya Arianto: “Politik Hukum 1”, Part One, hal. 107-190, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia.
10
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia di Masa Depan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2002, hal. 33.
Page 8 of 28
6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas

dan keagungan kebangsaan (identity of nation), serta sebagai center of

ceremony.

7. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti

sempit hanya dibidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial

dan ekonomi; dan

8. Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaruan masyarakat (social

engineering atau social reform).

Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu11: Pertama , konstitusi tertulis

dan Kedua, konstitusi tak tertulis. Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi

tertulis atau Undang-Undang Dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai

pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan

serta perlindungan hak azasi manusia.

Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis

adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua

lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak asasi manusia terdapat pada adat

kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru

maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215

yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan

11
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776

Page 9 of 28
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam

adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang

memiliki konstitusi tidak tertulis.

Karena indonesia menganut konsep negara hukum (rechtsstaat), F.J. Stahl

dengan konsep Negara Hukum Formal menyusun unsur-unsur Negara hukum adalah12 :

a. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia;

b. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan Negara harus

berdasarkan pada teori trias politica;

c. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-undang

(wetmatig bestuur);

d. Apabila dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah

masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi

seseorang), maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya.

2. Peranan Politik Hukum dalam Tata Cara Pemilihan Presiden Menurut Hukum

Konstitusi; dihubungkan dengan gagasan Hans Kelsen: General Theory Of Law and

State, John Locke: The Second Treatise Of Govermment

Hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules)

tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan

12
Cakim - Cakim, PTUN: Jakarta : 2009, hal. 2

Page 10 of 28
tunggal (rule), tetapi seperangkat aturan (rules) yang memiliki suatu kesatuan sehingga

dapat dipahami sebagai suatu sistem. Konsekuensinya, adalah tidak mungkin

memahami hukum jika hanya memperhatikan satu aturan saja13. Dalam kehidupan

sosial terdapat berbagai macam tata aturan selain hukum, seperti moral atau agama.

Jika masing- masing tata aturan tersebut berbeda-beda, maka definisi hukum harus

spesifik sehingga dapat digunakan untuk membedakan hukum dari tata aturan yang

lain14. Masing-masing tata aturan sosial tersebut terdiri dari norma-norma yang memiliki

karakteristik berbeda-beda.

Kelsen juga menggunakan konsep Stufenbau (lapisan-lapisan aturan menurut

eselon), ia mengkonstruksi pemikiran tentang tertib yuridis. Dalam konstruksi ini,

ditentukan jenjang-jenjang perundang-undangan. Seluruh sistem perundang-undangan

mempunyai suatu struktur pyramidal (mulai dari yang abstrak yakni grundnorm sampai

yang konkret seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain sebagainya. Jadi

menurut Hans Kelsen, cara mengenal suatu aturan yang legal dan tidak legal adalah

mengeceknya melalui logika Stufenbau itu, dan grundnorm menjadi batu uji utama

(Bernard L. Tanya, 2013: 115). Sebagai sebuah teori hukum, Teori Hukum Murni (The

Pure Theorie of Law) adalah teori hukum positif, tetapi bukan berbicara hukum positif

pada suatu sistem hukum, melainkan suatu teori hukumumum. Paparan Hans Kelsen

tentang Teori Hukum Murni bertujuan untuk menjelaskan hakikat hukum (apakah

hukum itu?) dan bagaimana hukum dibuat, dan bukan untuk memaparkan apakah

13
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie SH.MH., M. Ali Safa’at, S.H., M.H, Teori Hans Kalsen, Jakarta: Setjen & Kepaniteraan
MK-RI, Cetakan Pertama, Juli 2006, hal. 13
14
Ibid, hal. 14
Page 11 of 28
hukum yang seharusnya (what the law ought to be) maupun bagaimana seharusnya

hukum dibuat. Teori Hukum Murni adalah ilmu hukum (legal science) dan bukan soal

kebijakan hukum (legal policy) (FX Adji Samekto, 2013: 51-52). Teori ini

mengkonsentrasikan diri pada hukum semata-mata dan berusaha melepaskan ilmu

pengetahuan hukum dari campur tangan ilmu pengetahuan asing seperti psikologi dan

etika. Kelsen memisahkan pengertian hukum dari segala unsur yang berperan dalam

pembentukan hukum seperti unsur-unsur psikologi, sosiologi, sejarah, politik, dan

bahkan juga etika. Semua unsur ini termasuk ‘ide hukum’ atau ‘isi hukum’. Isi hukum

tidak pernah lepas dari unsur politik, psikis, sosial budaya, dan lain-lain. Bukan

demikian halnya dengan pengertian hukum15.

Dari teori yang dikemukan oleh Kelsen diatas bangsa Indonesia memiliki tata urutan

Peraturan Perundang-undangan sesuai konsep Stufenbau sebagai berikut 16:

1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Ketetapan MPR;

3) UU/Perppu;

4) Peraturan Presiden;

5) Peraturan Daerah Provinsi;

6) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Definisi berdarakan tata urutan diatas adalah:

15
Putera Astomo, Jurnal: Perbandingan Pemikiran Hans Kelsen tentang Hukum dengan gagasan
Satjipto Rahrdjo Tentang Hukum Progressif Berbasis Hukum, Yustisia Edisi 90 September - Desember
2014, hal. 10
16
https://hukum.malangkota.go.id/tata-urutan-peraturan-perundang-undangan-di-indonesia/
Page 12 of 28
i. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

Peraturan Perundang-undangan.

ii. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah hukum dasar (konstitusi)

yang tertulis yang merupakan peraturan negara tertinggi dalam tata urutan

Peraturan Perundang-undangan nasional.

iii. Ketetapan MPR merupakan putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR,

yang terdiri dari 2 (dua) macam yaitu : Ketetapan yaitu putusan MPR yang

mengikat baik ke dalam atau keluar majelis, Keputusan yaitu putusan MPR yang

mengikat ke dalam majelis saja.

iv. Undang-Undang (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk

oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan Persetujuan bersama Presiden.

v. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah Peraturan

Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal

kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan : Perppu diajukan ke DPR dalam

persidangan berikut; DPR dapat menerima/menolak Perppu tanpa melakukan

perubahan; Bila disetujui oleh DPR, Perrpu ditetapkan menjadi Undang-Undang;

Bila ditolak oleh DPR, Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Page 13 of 28
vi. Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana

mestinya.

vii. Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan

pemerintahan.

viii. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang

dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan

Gubernur.

ix. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-

undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota dengan persetujuan Bupati/Walikota.

Dengan ada isu wacana tiga periode, sesungguhnya telah mencenderai tatanan

perundang-undangan , khususnya UUD 1945 Pasal 6A dan Pasal 22E, apalagi dengan

tidak ketegasan dari Presiden Jokowi sendiri. Menurut Direktur Eksekutif Network for

Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, berulangnya isu

perpanjangan masa jabatan presiden disebabkan karena pemerintah tidak tegas17.

17
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/05/05500021/wacana-berulang-jokowi-3-periode-dan-
nihilnya-larangan-pemerintah

Page 14 of 28
Dari wacana tiga periode yang apabila terjadi di Negara Indonesia yang

menyebabkan wacana baru untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945

menyebabkan adanya kebangkitan kepemimpinan secara otoriter. Ciri-ciri

Kepemimpinan Otoriter (Otokrasi) menurut Hadari Nawawi (1993) dalam buku

Kepemimpinan Menurut Islam, gaya kepemimpinan otoriter baiasanya memiliki sifat-

sifat sebagai berikut18:

a. Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi

b. Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi

c. Menganggap bawahan bak sebuah alat semata

d. Tidak menerima saran atau kritik dari anggotanya

e. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya dan

f. Cara pendekatan kepada bawahannya dengan pendekatan paksaan dan

bersifat kesalahan hukuman. (Nawawi, 1993)

Sedangkan menurut Cuk Jaka Purwanggono dalam buku Ajar Kepemimpinan

(2020) ciri-ciri yang menonjol pada tipe Kepemimpinan Otoriter antara lain19:

1) Penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol keberadaan orgnisasi,

hingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi adalah identik.

18
edu-Leadership, Volume 1, Nomor 2, Agustus-Januari 2022, hal. 126

19
Ibid, hal. 126-127

Page 15 of 28
2) Ciri pertama tadi sering diikuti oleh ciri kedua, yaitu kegemarannya

menonjolkan diri sebagai Pemimpin. Tidak dapat menerima adanya

orang lain dalam organisasi yang potensial mampu menyaingi dirinya.

3) Pemimpin yang otoriter biasanya dihinggapi penyakit megalomaniac, (gila

kehormatan) dan menggemari berbagai upacara atau seremoni yang

menggambarkan kehebatannya pada waktu ia mengenakan pakaian

kebesaran dengan berbagai atribut simbol-simbol keberhasilannya.Gaya

Kepemimpinan Otoriter (Otokratis) dalam Manajemen edu-Leadership,

Volume 1, Nomor 2, Agustus-Januari 2022 ║ 127

4) Tujuan pribadinya identik dengan tujuan organisasi. Ciri ini merupakan

konsekuensi dari tiga ciri yang disebut terdahulu.

5) Karena pengabdian para karyawan diinterpretasikan sebagai pengabdian

yang sifatnya pribadi, loyalitas para bawahan merupakan tuntutan yang

sangat kuat. Demikian kuatnya, sehingga mengalahkan kriteria kekaryaan

yang lain seperti kinerja, kejujuran, serta penerapan norma-norma moral

etika.

6) Pemimpin yang otoriter menentukan dan menetapkan disiplin organisasi

yang keras dan menjalankannya dengan sikap yang kaku. Dalam suasana

kerja seperti itu tidak ada kesempatan bagi para bawahan untuk bertanya,

apalagi mengajukan pendapat atau saran. Tidak usah berbicara tentang

kesempatan menyampaikan kritik. Kalau pemimpin yang bersangkutan


Page 16 of 28
sudah mengambil keputusan, biasanya keputusan itu dikeluarkan dalam

bentuk perintah dan para bawahan tinggal melaksanakanya saja.

7) Seorang pemimpin yang otoriter biasanya menyadari bahwa gaya

kepemimpinannya yang otoriter itu hanya efektif jika yang bersangkutan

menerapkan pengendalian atau pengawasan yang ketat. Karena itu,

pemimpin yang demikian selalu berupaya untuk menciptakan instrument

pengawasan sedemikian rupa sehingga dasar ketaatan para bawahan

bukan kesadaran, melainkan ketakutan. Efektivitas kepemimpinan yang

otoriter terlihat hanya selama instrument pengendalian dan pengawasan

berfungsi dengan baik.

B. Perbandingan Negara Demokrasi dan Otoritarianisme Dalam Pemilihan

Presiden

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi bermakna bentuk

atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan

perantaraan wakilnya. Sementara, otoriter bermakna berkuasa sendiri; sewenang-

wenang. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang mewujudkan kedaulatan

rakyat. Ini berbeda dengan pemerintahan otoriter yang merupakan kekuasaan

terpusat dan tidak melihat kebebasan individu. Perbedaannya tidak hanya sampai itu.

Page 17 of 28
Terdapat perbedaan negara demokrasi dengan negara otoriter yang lainnya.Berikut

ini sembilan perbedaan negara demokrasi dengan negara otoriter20:

a. Periode kepala Negara: Negara demokrasi kepala negara dibatasi pada

umumnya sekitar 4 sampai 5 tahun dan juga dibatasi hanya sampai dua

periode untuk memimpin. Di Indonesia misalnya, seorang presiden dan

wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya

dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa

jabatan. Hal ini tercantum dalam Pasal 7 UUD 1945. Sementara, di negara

otoriter tidak dibatasi oleh apa pun terkait kepemimpinan ini. Karena itu,

seorang penguasa bisa semaunya sendiri dalam menetapkan masa

jabatannya ini;

b. Sistem pemilihan kepala Negara: kepala negara demokrasi dipilih melalui

pemilihan umum dengan syarat suara terbanyak akan menjadi pemenang

dan berhak memimpin.Pemilu di negara otoriter hanya untuk formalitas dan

bahkan tidak dilakukan pemilu sama sekali;

c. Pemegang kekuasaan tertinggi: perbedaan negara demokrasi dengan

negara otoriter berikutnya adalah pemegang kekuasaan tertingginya. Dalam

negara demokrasi, pemegang kekuasaan dipegang oleh kedaulatan rakyat.

20https://nasional.sindonews.com/read/828387/12/9-perbedaan-negara-demokrasi-dengan-otoriter-

1657969667

Page 18 of 28
Sementara, pihak penguasa atau pemerintah menjadi pemegang

kekuasaan tertinggi dalam negara otoriter. Sehingga, penguasa tidak

memiliki batasan dalam kepemimpinannya;

d. Kebebasan pers: kebebasan pers di negara demokrasi ini bebas dalam

memberitakan segala hal yang berkaitan dengan pemerintahan selama itu

valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Sementara, di negara otoriter pers

dan media akan berjalan tertutup sehingga segala sesuatu tentang

pemerintahan hanya diberitakan sesuai keinginan pemerintah;

e. Pembagian kekuasaan: pada negara demokrasi pembagian kekuasaan ini

sesuai dengan trias politika, dibagi menjadi tiga lembaga yakni eksekutif,

legislatif, dan yudikatif. Tidak ada kekuasaan mutlak. Kekuasaan legislatif

adalah membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan

melaksanakan undang-undang dan roda pemerintahan, dan kekuasaan

yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang.

Pembagian kekuasaan ini tidak ada dalam negara otoriter. Semua

kekuasaan hanya terpusat pada satu pihak, sehingga pemimpin ini memiliki

kekuasaan yang absolut atau mutlak;

f. Fungsi hukum Hukum: dalam negara demokrasi bertujuan untuk

melindungi rakyat sehingga bersifat netral untuk semua penggar hukum

akan mendapat hukuman yang berlaku. Berbeda dengan negara demokrasi,

fungsi hukum di negara otoriter digunakan untuk legitimasi program

Page 19 of 28
penguasa. Sehingga sifatnya bisa saja sewenang wenang demi

kepentingan penguasa;

g. Cara penyelesaian masalah: dalam negara demokrasi penyelesaian

masalah dilakukan melalui perundingan atau diskusi sehingga menimbulkan

sesuatu yang disepakati bersama. Sementara, penyelesaian masalah di

negara otoriter ini diputuskan secara sepihak oleh penguasa;

h. Sistem politik Keputusan: rakyat sangat penting dalam negara demokrasi.

Karena itu, dibentuk dewan parlemen yang mewakili rakyat dalam

penyampaian aspirasinya. Sementara, di negara otoriter hanya

berlandaskan pada penguasa tanpa memperhatikan rakyat. Semua

kebijakan ditentukan oleh pemerintah dan pihak penguasa;dan

i. Kebebasan berpendapat: perbedaan negara demokrasi dengan negara

otoriter yang terakhir yakni kebebasan berpendapat. Dalam negara

demokrasi, hal ini berlaku bagi setiap orang. Sehingga semuanya bebas

mengungkapkan pendapatnya termasuk rakyat kecil sekalipun. Sedangkan

di negara otoriter, kebebasan berpendapat ini tidaklah berlaku. Segala

kelompok atau individu yang menentang atau mengkritik penguasa maka

akan ditumpas.

Wacana rezim otoitarian juga terkait dengan terminology totaliterisme, menurut

Franz magnis-Suseno, totaliterisme adalah istilah ilmu politik yang menyebut suatu

Page 20 of 28
gejala yang paling mengejutkan dalam sejarah umat manusia21. Hakekat totaliterisme

disebutkan oleh George Orwell dalam bukunya Animal Farm22, pengusaha totaliter tidak

hanya mau memimpin tanpa gangguan dari bawah, ia tidak hanya mau memiliki

monopoli kekuasaan. Ia justru mau secara aktif menentukan mereka bangun dan tidur,

makan, belajar dan bekerja. Ia juga mengontrol apa yang mereka pikirkan, dan siapa

yang tidak ikut, akann dihancurkan.

Diuraikan pula paham totaliter yang palig kondang abad ini, yang dibahas oeh

Arendt dalam bukunya, adalah pemerintahan Nasional-sosialisme (Nazi) dibawah

kekuasaan Adolf Hilter (1993-1945) di Jerman dan dalam kekuasaan Bolshevisme

Soviet di bawah Jossif W. Stalin (1992-1953), yang kemudian menyebar ke Negara-

negara komunis lainnya di Eropa Timur, China, Korea Utara, dan Indocina23.

Berakhirnya rezim otoriter di Jerman Timur dibawah kekuasaan Erich Honecker

yang telah berkuasa 18 tahun, dengan adanya aksi massa menuntut pergantian

pemimpin di Negara tersebut. peristiwa yang disebut-sebut sebagai "Tembok Berlin

Runtuh", pada 9 November 1989. Ketika itu, massa menuntut perbatasan ke Berlin

Barat dibuka. Aparat keamanan dan penjaga perbatasan yang dulunya sangat ditakuti

kebingungan, banyak yang menolak melepaskan tembakan kepada warganya sendiri.

Akhirnya, palang perbatasan dibuka dan warga Jerman Timur ramai-ramai

Satya Arianto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Di Indonesia Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
21

Universitas Indonesia, 2018, Cetakan Ketiga, hal. 102

22
Ibid, hal. 102-103

23
Ibid, hal. 103

Page 21 of 28
menyeberang ke Berlin barat, suatu hal yang tidak mereka lakukan sebelumnya tanpa

mendapat izin khusus pemerintah. Setahun kemudian, awal Oktober 1990, parlemen

Jerman Timur mendeklarasikan penggabungan ke Jerman Barat, dan negara Jerman

Timur dinyatakan bubar.

Page 22 of 28
BAB III

PENUTUP

Dengan adanya wacana tiga periode yang apabila terjadi di Negara Indonesia

akan menyebabkan perubahan terhadap UUD 1945 maka kebangkitan kepemimpinan

secara otoriter dan terbangunnya dinasti baru seperti di rezim Orde Baru masa

kepemimpinan Presiden Soeharto. Banyak dapat terjadi karena pemerintahan yang

dibangun secara otoriter seperti pemerintahan yang tidak responsif terhadap cita-cita

demokrasi atau Pancasila, birokrasi yang kaku dan yang lebih parahnya adalah korupsi

yang tidak terkontrol karena di lakukan dengan pemerintahan yang sama secara

panjang.

1. Kesimpulan

Bangsa Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) bukan negara kekuasaan

(machtstaat) sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, oleh karena itu pemilihan

Presiden tiga periode adalah inkonstitusional. Kembalinya pemerintahan dengan

periode yang panjang untuk jabatan pemimpin atau seorang Presiden dapat

meyebabkan kembalinya Bangsa Indonesia ke masa Orde Baru sebelum Reformasi.

2. Saran

Seorang pemimpin khususnya Presiden seharusnya dapat dengan tegas

menyatakan pendapatnya dalam hal kepemimpinannya, sehingga rakyat tidak secara

liar mengungkapkan pendapat dan keinginannya. Hal ini bisa memicu memancingnya
Page 23 of 28
reaksi bukan hanya dari segi politik tetapi berdampak luas kehidupan sosial masyarakat

pada umumnya. Presiden dapat langsung menyatakan dengan tegas sikap poltik nya

bahwa wacana baik dari elit poltik pendukungnya maupun rakyat pendukungnya bahwa

wacana perubahan UUD 1945 baik penambahan masa jabatan presiden maupun

penambahan periode adalah hal inkonstitusional, sehingga meredam spekualasi dari

para ahli politik hukum baik dari Indonesia maupun dari luar negeri.

Page 24 of 28
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Satya Arianto, Constitutional Law dan Democratization in Indonesia (Jakarta:

Publishing Home Faculty of Law University of Indonesia, 2000)

Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2001, Law and Society in Transtition: Toward

Responsif Law, dikumpulkan oleh Satya Arianto “Politik Hukum 2”, Part Two

Eric Barendt, An introduction to Constitutional Law, London : Oxpord, University

Press, 1998, hal. 1, dikumpulkan oleh Satya Arianto: “Politik Hukum 1”, Part One

Padmo Wahyono, Negara Republik Indonesia, Jakarta:CV. Rajawali Press, 1986

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie SH.MH., M. Ali Safa’at, S.H., M.H, Teori Hans Kalsen,

Jakarta: Setjen & Kepaniteraan MK-RI, Cetakan Pertama, Juli 2006

Satya Arianto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Di Indonesia Studi Hukum

Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018, Cetakan Ketiga

Jurnal

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia

Cakim - Cakim, PTUN: Jakarta : 2009

Page 25 of 28
Putera Astomo, Jurnal: Perbandingan Pemikiran Hans Kelsen tentang Hukum

dengan gagasan Satjipto Rahrdjo Tentang Hukum Progressif Berbasis Hukum, Yustisia

Edisi 90 September - Desember 2014

Edu-Leadership, Volume 1, Nomor 2, Agustus-Januari 2022

Internet

https://www.stiesyariahbengkalis.ac.id/kolompikiran-12-politik-hukum-uedsp-

syariah-melirik-keseriusan-pemerintahan-bengkalis.html

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/29/10525661/empat-kali-wacana-
presiden-3-periode-sikap-jokowi-dulu-dan-kin

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776

https://hukum.malangkota.go.id/tata-urutan-peraturan-perundang-undangan-di-

indonesia/

https://nasional.sindonews.com/read/828387/12/9-perbedaan-negara-demokrasi-

dengan-otoriter-1657969667

Page 26 of 28

Anda mungkin juga menyukai