DISUSUN OLEH:
DOSEN PENGAMPU:
Pemikiran negara hukum sudah ada jauh sebelum terjadi revolusi di Inggris
pada tahun 1668. Tetapi baru muncul kembali pada abad ke-17 dan mulai popular
pada abad ke-19. Negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato dan
kemudian dipertegas oleh Aristoteles. Menurut Plato, penyelengaraan pemerintah
yang baik adalah diatur oleh hukum. Dan kemudian dipertegas oleh Aristoteles
dengan menyatakan bahwa negara yang baik adalah negara yang diperintahkan
dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.
Paling tidak, terdapat dua persoalan besar yang harus diselesaikan dalam
upaya mewujudkan negara hukum.
1. Persoalan paradigmatik berupa ambiguitas orientasi atas konsepsi
negara hukum.
Untuk mewujudkan negara hukum yang berorientasi pada keadilan dan
kebenaran, harus dilakukan pergeseran orientasi paradigma terhadap
konsepsi negara hukum dari rechtsstaat menjadi rule of law. Dengan
paradigma ini, setiap upaya penegakkan hukum akan mampu melepaskan
diri dari jebakan-jebakan formalitas prosedural serta mendorong para
penegak hukum untuk kreatif dan berani menggali nilai-nilai keadilan serta
menegakkan etika dan moral di dalam masyarakat dalam setiap
penyelesaian kasus hukum.
2. Persoalan politik berupa warisan birokrasi yang korup dan rekruitmen
politik yang keliru.
Persoalan politik yang kita hadapi saat ini adalah masih kuatnya birokrasi
yang korup sebagai warisan masa lalu serta masih banyaknya aktor politik
dan birokrat lama yang kemudian menghambat upaya penegakan hukum.
Aktor-aktor politik lama yang turut membangun sistem yang korup
sekarang masih banyak yang aktif di dalam politik dan pemerintahan
dengan menggunakan baju politik baru. Bersamaan dengan itu, muncul pula
aktor-aktor politik baru yang ternyata juga korup yang mana mereka
menjadikan hal tersebut sebagai kesempatan untuk melakukan balas
dendam politik atau untuk menikmati apa yang pada masa lalu tidak dapat
dinikmati karena dominasi kekuatan politik tertentu. Pertemuan antara
pemain lama dan pemain baru yang sama-sama terindikasi korup itu
mensinergikan munculnya banyak KKN baru di bawah birokrasi dan
prosedur-prosedur yang memang masih korup.
Persoalan tersebut harus diselesaikan dengan upaya reformasi birokrasi agar
segera bersih dari sistem, prosedur, dan pejabat-pejabat yang korup.
Sedangkan untuk mengatasi kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM
warisan masa lalu, kiranya perlu segera diselesaikan dengan sebuah
keputusan politik yang tegas untuk memutuskan hubungan dengan kasus-
kasus peninggalan masa lalu. Ada dua cara yang dapat dipilih untuk
memutus hubungan tersebut. Pertama, melakukan amputasi atas pejabat-
pejabat birokrasi terutama birokrasi penegak hukum yang berada pada usia
dan level tertentu, melalui UU agar tindakan hukum dapat dilakukan secara
tegas dan lugas. Kedua, melakukan pemutihan dengan memberikan
pengampunan secara nasional atas para pelaku pelanggaran di masa lalu.
Dengan alasan bahwa sangat sulit melakukan penyelesaian secara tegas
berdasarkan hukum atas kasus yang begitu banyak dan rumit yang
dilakukan oleh mereka sebagai akibat adanya sistem yang memaksa ketika
itu. Maka, pilihan kebijakan yang tampaknya lebih realistis adalah
pemutihan atau pengampunan lebih dulu dengan catatan bahwa setiap
pelanggaran, setelah pemutihan dilakukan, haruslah dijatuhi hukuman berat
dengan cepat dan terbuka.
Selain itu, untuk lebih menjamin tampilnya aktor-aktor politik yang kapabel
dan kredibel, rekrutmen politik untuk lembaga perwakilan perlu dipayungi
dengan sistem pemilu yang lebih sesuai (misalnya proporsional, terbuka,
atau bahkan sistem distrik) dan mempertahankan pemilihan pejabat politik
dalam semua tingkatan dengan sistem pemilihan langsung. Sistem seperti
ini memang tidak sempurna dan tidak menjamin perbaikan total, namun ia
dapat meminimalkan kecurangan berupa politik uang, kolusi, dan nepotisme
dalam rekrutmen politik. Lalu, pembentukan zaken kabinet (kabinet ahli,
bersih, dan profesional) dengan membebaskannya dari belenggu transaksi
politik.
Kesimpulan
Setiap warga negara harus menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang
berdasarkan hukum, bukan berdasarkan kekuasaaan. Sehingga, semua yang
dilakukan di dalam berbangsa dan bernegara ini harus dilaksanakan berdasarkan
hukum dan peraturan perundang-undang yang berlaku. Jika pemerintah dan semua
warga negara sudah patuh terhadap hukum yang dianut oleh negara, maka
perwujudan sebagai negara hukum akan semakin nyata. Dan jika aturan hukum
berjalan dengan baik, maka akan tercipta kondisi yang sangat ideal bagi
perkembangan dan kemajuan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. t.t. Gagasan Negara Hukum Indonesia. Dapat ditemukan di:
https://www.pn-
gunungsitoli.go.id/assets/image/files/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.p
df (diakses pada 9 Mei 2023)
Auli, Renata Christha. 2022. Hubungan Hak Asasi Manusia dengan Negara
Hukum. Artikel. Dapat ditemukan di:
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hubungan-hak-asasi-manusia-
dengan-negara-hukum-lt62de41f0efd5f/ (diakses pada 9 Mei 2023)