SUSUNAN NEGARA
A. Negara Kesatuan
Negara Kesatuan, dapat pula disebut Negara Unitaris yang hanya terdiri dari satu negara
sehingga tidak ada negara didalam negara. Dengan demikian dalam Negara hanya ada
satu pemerintah yaitu Pemerintah Pusat yang memiliki kekuasaan & wewenang tertinggi
untuk menetapkan dan melaksanakan roda pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Ditinjau dari segi penyelenggara kekuasaan dikenal ada 2 asas yang sudah ada sedari
jaman renaissance maupun abad XVII yakni:
B. Negara Federasi
Negara Federasi/Federal adalah negara yang bersusunan jamak, maksudnya negara ini
tersusun dari beberapa negara yang mempunyai urusan-urusan pemerintahan sendiri.
Istilah mudahnya ada negara di dalam negara itu sendiri yang berdaulat penuh membuat
regulasi atau peraturan-peraturannya.
George Jellinek mengemukakan kesimpulan bahwa negara itu pada hakikatnya adalah
merupakan suatu organisme yang memiliki kehendak dan kemudian bentuk konkretnya
menjelma sebagai undang-undang atau produk hukum. Kriteria pembedanya menurut
Jellinek dilihat dari segi ada pada siapakah letak kedaulatan itu? Dan akhirnya beliau
membedakan seperti ini:
Negara Serikat
Kedaulatan ada di tangan pemerintah federal
Federal
Perserikatan Negara
Kedaulatan masih tetap ada di negara-negara bagian
Konfederasi
Jadi seakan-akan sudah jelas, tinggal melihat dimanakah letak kedaulatan itu, ada pada
negara federalnya atau ada pada negara-negara bagian. Namun Kranenburg1berkeberatan
Menerima pendapat Jellinek. Ia pun menjelaskan kelemahan pendapat Jellinek adalah:
1
Prof. Mr. R. Kranenburg, Ilmu Negara Umum, terjemahan Mr. Tk. B. Sabroedin, J.B Wolters – Jakarta –
Groningen, 1955, hal. 161
a. Hanya menitikberatkan kepada kedaulatan saja, padahal belum ada kesatuan
pendapat mengenai itu
b. Tiap zaman pengertian kedaulatan senantiasa berubah
Didalam sejarah ketatanegaraan pengertian kedaulatan atau souvereiniteit telah
mengalami 3 fase, demikian menurut Mac Iver dalam bukunya The Web of Government:
Comparative → zaman feodal, abad-abad pertengahan
Absolute → zaman raja-raja yang memiliki kekuasaan absolut
Relative → zaman modern, kedaulatan suatu negara relative apabila dihadapkan
dengan kedaulatan negara-negara lain dalam dunia mancanegara
Demikianlah menurut pendapat saya (Soehino, Red.) terhadap pendapat Jellinek dan
Kranenburg tentang perbedaan antara negara serikat dengan perserikatan negara-negara.
Dari jenis-jenis negara tersebut diatas ada yang perlu mendapatkan perhatian perihal
negara kesatuan yang didesentralisir dengan negara federasi yang dimana terdapat
persamaan maupun perbedaannya. Persamaannya antara lain:
o Pembagian wilayah, hanya saja istilahnya yang berbeda. Contohnya didalam
negara kesatuan itu yang didesentralisir namanya “daerah” entah daerah tingkat I
(Provinsi), daerah tingkat II (Kabupaten/Kota), daerah tingkat III
(Distrik/Kecamatan), dst. Sedangkan pada negara serikat daerah-daerah itu
namanya negara-negara, contohnya Negara Bagian San Fransisco, Wilayah
Persekutuan Negeri Sembilan, dsb.
o Adanya 2 macam pemerintah pada kedua jenis negara tersebut. Contohnya kalau
pada negara kesatuan ada pemerintah pusat dan daerah, sedangkan pada negara
serikat, pemerintah negara federal dan pemerintah negara bagian.
Dan sungguhpun memiliki 2 persamaan, kedua jenis negara ini sudha barang tentu
memiliki banyak perbedaan yang berarti perihal hukum positifnya, yaitu:
Wewenang mengadakan/membuat Undang-Undang Dasar
Sistem pembagian kekuasaan di dalam Undang-Undang Dasar
Tentang asal kekuatan asli
Tentang kedaulatan
E. Perserikatan Bangsa-Bangsa
PBB atau istilah Inggrisnya United Nation Organization atau dulu disebut Liga Bangsa
Bangsa merupakan subyek hokum yang berbentuk organisasi internasional atas asas :
The principle of the sovereign equality of all its members dan atas asas koopertaif.
Adapun asas yang dianut oleh PBB sebagaimana tercantum dalam pasal 1 bahwa:
a. Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan atas dasar kedaulatan yang sederajad dari
semua anggota
b. Semua anggota harus melaksanakan dengan iktikad baik semua kewajiban-
kewajiban yang telah disetujui sesuai dengan ketentuan piagam.
c. Sengketa internasional akan diselesaikan secara damai sedemikian rupa sehingga
perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak terganggu
d. Segenap anggota tidak akan mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap
keutuhan territorial/kemerdekaan setiap negara atau dengan cara lain yang tidak
sesuai dengan piagam
e. Segenap anggota harus membantu PBB dalam setiap tindakan yang diambil
berdasarkan ketentuan-ketentuan piagam
f. PBB harus menjamin agar negara-negara yang bukan anggota PBB bertindak sesuai
dengan asas-asas yang ditetapkan oleh PBB
g. PBB tidak akan mengadakan campur tangan dalam masalah-masalah dalam negeri
dari setiap negara atau mengharuskan penyelesaian masalah itu menurut ketentuan
Piagam PBB.
BAB IX
NEGARA DEMOKRASI MODERN
Dalam Bab ini akan dibahas pertumbuhan serta perkembangan demokraksi, yaitu dari
Demokrasi langsung atau yang terjadi saat zaman Yunani Kuno sampai demokrasi tidak
langsung atau disebut demokrasi modern yang terjadi aekitar abad ke XVII dan XVIII
khususnya membicarakan tentang tipe demokrasi modern yang mana hal tersebut sebetulnya
adalah bagaimanakah caranya mengusahakan suatu tatanan atau tata tertib dari negara agar
tercegah dari adanya suatu pemerintahan yang kekuasaanya bersifat absolut.
Salah satu penyelidikan tentang ini dilakukan oleh Sarjana Perancis yaitu Montesquieu yang
mengemukakan adanya 2 sifat dari manusia yang berhubungan dengan kekuasaan antara lain:
1. Bahwa orang itu senang akan kekuasaan apabila dipergunakan bagi kepentingannya
sendiri
2. Bahwa sekali orang itu berkuasa, ia selalu ingin meluaskan serta ekspansi kekuasaan
tersebut
Nah, oleh karena itu beliau berpendapat bahwa system pemerintahan haruslah dicari dimana
kekuasaan yang ada di negara itu dipisah-pisahkan dan masing-masing diserahkan kepada 1
organ. Nah inilah cikal bakal dari ajaran Trias Politika yang didalam teorinya ia
membedakan:
a) Kekuasaan yang mengatur atau menentukan peraturan→ Legislatif
b) Kekuasaan yang melaksanakan peraturan → Eksekutif
c) Kekuasaan yang mengawasi pelaksanaan → Yudikatif
Kendati dipisah-pisahkan dalam Trias Politika, sekonyong-konyong tidaklah ada
hubungannya sama sekali antara organ satu dengan yang lain karena bagaimanapun jangan
sampai terjadi bahwa suatu organ yang telah memiliki wewenang tertentu, memgang pula
wewenang yang lain.
Walaupun demikian, ajaran dari Montesqiueu mendapat 3 macam penafsiran didalam
implementasinya yaitu:
Di Amerika Serikat
Disana berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan dilakukan secara mutlak.
Penafsiran ini nantinya akan menimbulkan suatu sistem pemerintahan presidensil
Di Eropa Barat khususnya Inggris
Mereka berpendapat bahwa pemisahan itu tetap terdapat hubungan timbal balik,
khususnya antara Legislatif dengan Eksekutif. Penafsiran ini nantinya akan bernama
sistem pemerintahan parlementer
Swiss
Disana penafsirannya bahwa badan eksekutif hanya merupakan badan pelaksana saja
daripada yang diputuskan oleh badan legislatif. Sistem pemerintahan ini disebut
dengan referendum atau disebut juga sistem badan pekerja.
Dengan demikian, berdasarkan sifat hubungan antara organ-organ yang diserahi kekuasaan,
didapatkan 3 jenis sistem pemerintahan,yakni:
i. Negara dengan sistem pemerintahan presidensiil
ii. Negara dengan sistem pemerintahan perlementer
iii. Negara dengan sistem pemerintahan referendum
Persamaan dari ketiga tipe demokrasi modern tersebut diatas ialah bahwa pada ketiga tipe
demokrasi itu terdapat badan perwikilan rakyat. Sedangkan perbedaannya terletak pada
tempat serta fungsi badan perwakilan rakyat tersebut didalam susunan negaranya.
BAB X
NEGARA AUTOKRASI MODERN
Negara Autokrasi modern atau disebut juga negara dengan sistem satu partai/berpartai
tungal.Negara Autokrasi dalam pengertiannya yang asli dewasa ini dapat dikatakan sudah
tidak ada, sedangkan pada beberapa abad silam yang masih kita ketemukan saat ini disebut
dengan Autokrasi Modern. Inipun sifatnya agak samar-samar karena negara autokrasi modern
ini dalam perkembangannya mengkamuflasekan sedemikian rupa sehingga sepintas lalu dari
segi sampulnya terlihat seolah-olah demokrasi modern.
Maka dari itu perlu dibicarakan perbandingan antara kedua negara tersebut sebab memiliki
perbedaan yang bersifat prinsipil. Dan inilah yang memberikan perbedaan antara negara
autokrasi modern dengan negara demokrasi modern, disamping perbedaan-perbedaan
lainnya.
A. Perbedaan antara Demokrasi Modern dengan Autokrasi Modern
Terdapatnya perbedaan antara badan perwakilan pada negara autokrasi modern dengan
demokrasi modern tadi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Pandangan terhadap hakekat negara
Mereka yang menyetujui negara yang melaksanakan sistem autokrasi
mengemukakan bahwa negara itu pada hakekatnya adalah suatu kesatuan organisme
yang memiliki dasar-dasar hidup dan kepribadian sendiri. Tegasnya warganegara itu
posisinya kuat dan bahagia bilamana negaraitu sendiri kuat dan bahagia.
Sedangkan negara yang menyetujui sistem demokrasi mengemukakan bahwa negara
itu merupakan suatu himpunan dari individu-indivisu (warganegara). So, disini
negara sifatnya sekunder, sedangkan warganegara bersifat primair. Tegasnya bahwa
warganegara memiliki peranan pokok dalam mengusahakan kebahagiaan negara.
2. Pandangan terhadap tujuan negara
Bagi mereka yang mendukung sistem autokrasi berpendapat tujuan negara adalah
menghimpun kekuasaan sebesar-besarnya pada negara, c.q. Kepala Negara.
Sedangkan mereka yang mendukung sistem demokrasi bahwasanya tujuan negara
ialah untuk megusahakan serta menyelenggrakan kesejahteraan rakyatnya.
Kemudian Perbedaan antara kedua badan perwakilan rakyat tersebut terletak pada:
Cara pengangkatan/pemilihan dari anggota-anggota badan perwakilan tersebut.
Pada demokrasi modern, pemilihan badan perwakilan rakyat,rakyatlah yang
memiliki peranan penting, oleh karena ikut menentukan secara langsung siapakah
yang akan terpilih duduk di kursi badan perwakilan rakyat yang akan
memperjuangkan rakyat demi kesejahteraan Negara, Nusa dan Bangsa dan oleh
karena itu, mereka harus tetap dijaga agar tetap bersifat representatif. Sedangkan
dalam autokrasi modern, misalnya pada Negara Fasis yang pernah terjadi di Italia,
pemilihan dari anggota-anggota badan perwakilan rakyat diambil dari pengajuan
calon-calon sementara oleh kesatuan sosial yang ada di negara itu yang diakui secara
sah oleh negara.
Sifat susunan dari badan perwakilan rakyat
Pada negara autokrasi modern sifatnya badan perwakilan rakyat adalah korporatif,
oleh karena badan perwakilan tersebut merupakan wakil dari kesatuan -kesatuan
social yang diakui sah dan ada oleh negara didalam masyarakat tersebut. Sedangkan
pada negara demokrasi modern, badan perwakilan rakyat bersifat atoomistis, oleh
karena badan perwakilan rakyat merupakan wakil-wakil dari rakyat pemilih.
Sifat kekuasaan dari badan perwakilan rakyat
Pada negara autokrasi modern, badan perwakilan rakyat sebenarnya tidak memiliki
kekuasaan apapun,oleh karena hanyalah pendukung saja terhadap keputusan-
keputusan yang diambil oleh badan eksekutif. Malahan ada yang mengatakan hanya
sebagai corong atau penggema saja daripada suara keputusan-keputusan eksekutif.
Jadi kekuasaan negara autokrasi modern itu ada pada badan eksekutif, dan disinipun
yang memegang kekuasaan hanya 1 orang saja. Contohnya di Italia pada zaman
pemerintahan facist disebut Capo del Governo, atau Il Duce yang artinya pemimpin
dan di Jerman pada pemerintahan NAZI yang disebut Führer yaitu Adolf Hitler.
Sedangkan pada negara demokrasi modern, badan perwakilan rakyat mempunyai
kekuasaan nyata yaitu memegang kekuasaan perundang-undangan.
B. Cara-cara Pembatasan Kekuasaan Penguasa
Menurut Maurice Duverger, terselenggaranya pembatasan kekuasaan penguasa itu
karena adanya kesukaran serta rintanganyang bersifat materiil yang menghalangi
maksud penguasa untuk melaksanakan kekuasaannya. Maka dari itu suatu cara dan
dengan cara itu kekuasaan penguasa dapat dibatasi dengan 3 macam usaha, antara lain:
1. Usaha yang pertama ditujukan untuk melemahkan atau membatasi kekuasaan
penguasa secara langsung. Didalam usaha ini ada pula 3 cara yang dipergunakan,
yakni:
a) Pemilihan para penguasa
b) Pembagian kekuasaan
c) Kontrol yurisdiksionil
Suatu kontrol yurisdiksionil yang sempurna menurut Maurice Duverger harus
meliputi 2 hal,yaitu sebagai berikut:
Pertama, control atas sah tidaknya tindakan-tindakan badan eksekutif agar
tercegah timbulnya pelanggaran-pelanggran terhadap undang-undang
Kedua, control agar undang-undang dan peraturan hokum lainnya tidak
menyimpang dari Konstitusi.
2. Usaha yang kedua adalah menambah atau memperkuat kekuasaan yang diperintah.
Jadi daya kesanggupan rakyat unjtuk menolak pengaruh dari penguasa itu diperkuat.
Tentu saja pengaruh-pengaruh tersebut yang berekses melemahkan rakyat. Menurut
hemat saya (Soehino, Red.) tepat yang dikatakan oleh Maurice Duverger bahwa
tujuan pokok dari prosedur tersebut diatas adalah memberikan alat kepada setiap
warganegara untuk menjamin terlaksananya pembatasan kekuasaan negara. Dan
negara yang pertama-tama mengembangkan prosedur tersebut dapat kita pelajari
pelaksanaannya dialaam praktek ketatanegaraan Swiss
Namun bagaimanapun juga suatu sistem tidak dapat terlepas dari keberatan-
keberatan tertent. Adapun keberatan-keberatan sistem di Swiss (referendum) adalah:
a. Sistem tersebut lambat jalannya
b. Sistem tersebut mengandung tendensi untuk memunculkan semangat konservatif.
c. Risiko timbulnya sikap apatis dan apriori di kalangan rakyat pemilih apabila
terlalu sering diadakan pemungutan suara,entah itu referendum obligatoir
maupun referendum fakultatif.
3. Usaha yang ketiga adalah dapat juga dipertimbangkan suatu usaha untuk
mengandalikan kelaliman-kelaliman pihak penguasa dari masyarakat atau negara
yang satu, terhadap masyarakat atau negara yang lain. Jadi tegasnya diadakan
pengawasan secara timbal balik (Check and balances). Usaha ini disebut
pengendalian secara federalisme. Usaha ini dapat dilakukan dalam 2 cara:
Pembatasan kekuasaan penguasa secara federalisme yang bersifat intern
Pembatasan kekuasaan yang diselenggarakan oleh pengawasan internasional.