Anda di halaman 1dari 8

Resume Ilmu Negara

Kelas 1 B
Dosen Djoko Martono, SH, MH.

Nama : Sukma Adha Putra


NIM : 1710116546
BAB I
Pendahuluan
Pengertian Ilmu Negara
Ilmu negara ialah ilmu yang menyelidiki atau membicarakan negara, ini telah nyata
ditunjukkan sendiri oleh namanya. Tetapi sebetulnya ilmu yang membicarakan negara itu
bukanlah hanya Ilmu Negara saja, oleh karena disamping Ilmu Negara itu masih ada ilmu-
ilmu lainnya yang juga  membicarakan negara. Dan berhubung ilmu itu bukanlah
pengetahuan biasa, tetapi adalah pengetahuan yang mempunyai sifat-sifat teratur dan
sistematik, maka penentuan obyek pembicaraan itu adalah merupakan suatu keharusan. Hal
ini dimaksudkan agar dapat mengetahui sampai dimana luas Ilmu Negara tersebut, dan tidak
melampaui lapangan pembicaraan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.

BAB II
Obyek Ilmu Negara
Sedangkan Ilmu Negara memandang obyeknya itu yaitu Negara, dari sifat atau dari
pengertiannya yang abstrak, yaitu artinya obyeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat,
keadaan dan waktu, jadi tegasnya belum mempunyai ajektif tertentu, bersifat abstrak-umum-
universil. Dari obyeknya yang bersifat demikian ini, yang kemudian dibicarakan lebih lanjut
adalah : kapankah sesuatu dinamakan negara, kapan tidak, lalu apakah yang disebut negara
itu, hakekatnya itu apa, dan seterusnya. Dari obyeknya itu tadi, yaitu negara dalam
pengertiannya abstrak, yang diselidiki lebih lanjut adalah :
1.      Asal mula negara
2.      Hakekat negara
3.      Bentuk-bentuk negara dan pemerintah

BAB III
Asal Mula Negara
A.      Jaman Yunani Kuno
1.        Socrates
Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang bersifat
obyektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah
menciptakan hukum, yang harus dilakukan para pemimpin, atau para penguasa yang dipilih
secara seksama oleh rakyat. Di sinilah tersimpul pikiran demokratis dari Socrates.

2.        Plato
Plato adalah murid terbesar Socrates, menurut Plato negara itu timbul atau ada karena adanya
kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, yang menyebabkan mereka harus
bekerja sama, untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena masing-masing orang itu secara
sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Karena itu sesuai dengan kecakapan
mereka masing-masing, tiap-tiap orang itu mempunyai tugas sendiri-sendiri dan bekerja sama
untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Kesatuan mereka inilah yang kemudian
disebut masyarakat atau negara.

3.        Aristoteles
Seperti juga Plato, Aristoteles pun beranggapan bahwa negara dimaksudkan untuk
kepentingan warga negaranya, supaya mereka itu dapat hidup baik dan bahagia. Jadi menurut
Aristoteles negara itu merupakan suatu kesatuan, yang tujuannya untuk mencapai kebaikan
yang tertinggi yaitu kesempurnaan  diri manusia sebagai anggota daripada negara. Dengan
demikian Aristoteles telah menjadi seorang realistis, sedangkan kalau Plato adalah seorang
idealistis. Hal yang demikian ini akan dapat kita pahami, bila kita melihat, dan
memperhatikan keadaan, yaitu bahwa Plato menciptakan filsafatnya itu dalam keadaan alam
demokrasi, dimana orang selalu mencari jalan untuk mencapai keadilan. Sedangkan kalau
Aristoteles menciptakan  filsafatnya itu dalam keadaan alam kerajaan dunia, dimana rakyat
yang dulunya merdeka itu dikuasai oleh penguasa asing yang memerintah dengan kekuasaan
tak terbatas.

4.        Epicurus
Negara menurut Epicurus itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, yang
diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan anggota-anggotanya. Masyarakat tidak
merupakan realita dan tidak mempunyai dasar kehidupan sendiri. Manusialah sebagai
individu, dan sebagai anggota masyarakat, yang mempunyai dasar-dasar kehidupan yang
mandiri, dan yang merupakan realita. Jadi menurut Epicurus yang hidup itu adalah
individunya, yang merupakan keutuhan itu adalah individunya, sedang negara atau
masyarakat adalah buatan daripada individu-individu tersebut, jadi sama benda mati dan
merupakan suatu mekanisme.

5.        Zeno
Kaum Stoa dengan ajarannya yang bersifat universalistis, sebenarnya ingin mengajarkan
bahwa orang itu harus menyesuaikan diri dengan susunan dunia internasional, dan dengan
demikian praktis mematikan alam pikiran demokrasi nasional seperti yang telah diajarkan
oleh Aritoteles. Bersamaan dengan ini bangsa Romawi sedang melebarkan sayap
kerajaan  dunianya, oleh karena itu bangsa Yunani justru akan mengoper filsafat kaum Stoa
ini dari bangsa Yunani sebagai barang sesuatu yang sangat berguna bagi mereka, yaitu untuk
menciptakan kerajaan dunia. 

B.   Jaman Romawi Kuno


1.        Polybius
Karena menurut Polybius bentuk negara atau pemerintahan yang satu sebenarnya adalah
merupakan akibat daripada bentuk negara yang lain yang telah langsung mendahuluinya. Dan
bentuk negara yang terakhir itu tadi kemudian akan merupakan sebab dari negara-negara
berikutnya, demikian seterusnya, sehingga nanti bentuk-bentuk negara itu dapat terulang
kembali. Jadi dengan demikian diantara berbagai-bagai bentuk negara itu terdapat hubungan
sebab akibat. Bentuk-bentuk negara itu berubah-ubah sedemikian rupa, sehingga
perubahannya itu merupakan  suatu lingkaran, suatu cyclus, maka dari itu teorinya disebut
cyclus theori.

2.        Cicero
Negara menurut Cicero adanya itu adalah merupakan suatu keharusan, dan yang harus
didasarkan atas ratio manusia. Ajaran Cicero ini sebetulnya meniru dan disesuaikan dengan
ajaran kaum Stoa. Pengertian ratio disini yang dimaksud oleh Cicero adalah ratio murni, yaitu
yang didasarkan atau menurut hukum alam kodrat. Jadi tidaklah seperti ajaran Epicurus yang
menganggap bahwa negara itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, dan
fungsinya hanya sebagai alat saja daripada manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

3.        Semeca
Setelah jatuhnya Imperium Romawi, maka sejarah pemikiran tentang negara dan hukum
memasuki jaman abad pertengahan. Pemikiran tentang negara dan hukum pada jaman abad
pertengahan ini tidak secara langsung dikuasai oleh masalah-masalah  keduniawian, terutama
yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan materiel, dan bukan lagi dari sudut
filsafat, melainkan ditinjau dari segi ke-Tuhanan, dari segi agama. Dan memang
sesungguhnya bahwa perkembangan  sejarah pemikiran tentang negara dan  hukum pada
jaman abad pertengahan ini berbarengan dengan timbulnya perekembangan agama Kristen,
yang nantinya akan menimbulkan ajaran-ajaran tentang negara dan hukum yang bersifat
teokratis.

C.      Jaman Abad Pertengahan


1.        Augustinus
Menurut Augustinus, yang ajarannya sangat bersifat Teokratis, dikatakan bahwa kedudukan
gereja yang dipimpin oleh Paus itu lebih tinggi daripada kedudukan negara yang diperintah
oleh raja. Mengapa demikian? Dalam hubungan ini dikatakan oleh Augustinus bahwa adanya
negara didunia itu merupakan suatu kejelekan, tetapi adanya itu merupakan suatu keharusan.
Yang penting  itu adalah terciptanya suatu negara seperti yang diangan-angankan atau dicita-
citakan oleh agama, yaitu Kerajaan Tuhan. Maka dari itu sebenarnya negara yang ada di
dunia ini hanya merupakan suatu organisasi yang mempunyai tugas untuk memusnahkan
perintang-perintang agama dan musuh-musuh gereja. Jadi disini nampak dengan jelas
bahwa  negara mempunyai kedudukan atau kekuasaan yang lebih rendah dan ada di bawah
gereja. Negara sifatnya hanyalah sebagai alat daripada gereja untuk membasmi musuh-musuh
gereja.
2.        Thomas Aquinas
Selanjutnya Thomas Aquinas memberikan tempat yang khusus pada manusia di dalam
kedudukannya, tanpa kehendak, tetapi manusia itu adalah sebagai suatu makhluk sosial yang
berhasrat untuk hidup bermasyarakat. Ini disebabkan karena manusia itu mempunyai ratio,
dan tak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain.

3.        Marsilius
Mengenai ajarannya tentang kenegaraan, Marsilius sangat dipengaruhi oleh ajaran
Aristoteles. Negara adalah suatu badan atau organisasi yang mempunyai dasar-dasar hidup
dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu menyelenggarkan dan mempertahankan perdamaian.
Dengan demikian Marsilius bersama-sama dengan Dante adalah yang pertama-tama
memberikan tujuan tersendiri pada negara.

D.      Jaman Renaissance (abad ke XVI)


1.        Niccolo Machiavelli
Tujuan negara menurut Niccolo Machiavelli adalah sangat berbeda dengan ajaran-ajaran
yang telah terdahulu, yaitu untuk mencapai kesempurnaan seperti yang diajarkan oleh
sarjana-sarjana jaman abad pertengahan. Sedang menurut Nicollo Machviavelli tujuan negara
adalah mengusahakan terselenggaranya ketertiban, keamanan dan ketenteraman. Dan ini
hanya dapat dicapai oleh pemerintah seorang raja yang mempunyai kekuasaan absolut. Jadi
usahanya itu menuju ke arah mendapatkan serta menghimpun kekuasaan yang sebesar-
besarnya pada tangan raja. Tetapi itu semuanya bukanlah merupakan sarana saja untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kemakmuran bersama.

2.        Thomas Morus


Thomas Morus menerbitkan sebuah buku karangannya, yang sesungguhnya tidak ada sangkut
pautnya dengan masalah pemikiran tentang negara dan hukum, karena buku tersebut bersifat
roman kenegaraan, yaitu De optimo rei publicae statu deque nova insula Utopia tentang
susunan pemerintahan yang paling baik dan tentang pulau yang tidak dikenal, yang
dinamakan negara entah berantah, atau disingkat disebut Utopia. Karena tulisannya itulah
nama Thomas Morus terkenal di seluruh dunia dan bahkan namanya dapat diabadikan dalam
sejarah pemikiran tentang negara dan hukum.

3.        Jean Bodin


Sesuai dengan pendapatnya tentang tujuan negara, maka Jean Bodin mengatakan bahwa
negara merupakan perwujudan daripada kekuasaan. Untuk memperkuat pendapatnya itu,
maka ia lalu merumuskan pengertian kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi
terhadap para warga negara dan rakyatnya, tanpa ada suatu pembatasan apapun dari undang-
undang. Dalam perumusannya atau lebih tegas definisinya ini, sekaligus terkandung
pengertian negara, dan kekuasaan raja. Raja tidak terikat oleh kekuasaan undang-undang.
Raja adalah yang menetapkan undang-undang. Yang dimaksud dengan undang-undang
adalah hukum positif, jadi bukan hukum Tuhan atau hukum alam.

E.       Kaum Monarkomaken


Istilah Monarkomaken dalam pengertiannya yang umum berarti anti raja, atau menentang
raja. Tetapi sesungguhnya pengertian ini adalah kurang tepat, sebab ajaran-ajaran dari para
ahli pemikir tentang negara dan hukum dimasukkan dalam golongan kaum monarkomaken
sama sekali tidak anti atau melawan raja-raja, bahkan tidak anti atau melawan sistem
pemerintahan absolutisme pada umumnya, melainkan yang ditentang atau dilawan itu adalah
eksesnya. Siapa-siapa sajakah termasuk kaum monarkomaken, dan bagaimanakah ajarannya?
nama-nama yang disebutkan termasuk kaum monarkomaken adalah Hotman, Brutus,
Buchanan, Johannes Althunius, Mariana, Bellarmin, Suarez, dan Milton. Dari semuanya itu
yang banyak menguraikan ajaran tentang negara dan hukum adalah Johannes Althusius.

F.       Jaman Berkembangnya Hukum Alam

1.       Teori Hukum Alam abad XVII


a.    Grotius (Hugo de Groot)
Filsafat Grotius tentang negara dan hukum adalah suatu usaha untuk mengatasi segala
perpecahan di lapangan agama, dengan berdasarkan pada akal manusia yang  berlaku umum
itu. Bahkan tidak hanya terbatas pada kaum Kristen saja, melainkan  juga berlaku untuk dan
mengikat semua orang kafir dan atheis. Meskipun Grotius dianggap sebagai pencipta
daripada ajaran hukum alam modern, namun ajarannya itu banyak diilhami, dan hukum
alamnya itu lebih langsung berhubungan dengan hukum alam jaman kuno (Yunani kuno –
Aristoteles), kaum Stoa (Zeno), dan Cicero, daripada dengan Thomas Aquinas dan Francesco
Suarez.

b.   Thomas Hobbes
Apakah kiranya sumbangan Thomas Hobbes dalam sejarah pemikiran tentang negara dan
hukum sebagai ahli pikir? Sumbangannya ialah suatu sistem materialistis yang besar, dalam
mana termasuk juga perikehidupan organis dan rokhaniah. Artinya bahwa tujuan hidup, yaitu
kebahagian, itu hanya dapat dicapai dengan cara berlomba dengan gerak. Adapun alat-alat
untuk dapat mencapai kebahagiaan adalah kekuasaan terbesar untuk kepentingan manusia
adalah negara. Ajarannya itu ditulis dalam dua buah bukunya yang sangat terkenal ialah De
Cive (tentang warga negara) dan Leviathan (tentang negara).

 c.   Benedictus de Spinoza
Tugas negara menurut Spinoza adalah menyelenggarakan perdamaian, ketentraman dan
menghilangkan ketakutan. Maka untuk mencapai tujuan ini, warga negara harus mentaati
segala peraturan dan undang-undang negara, ia tidak boleh membantah, meskipun peraturan
atau undang-undang negara itu sifatnya tidak adil dan merugikan. Sebab jika tidak demikian,
maka keadaan alamiah akan timbul kembali. Jadi dengan demikian kekuasaan negara adalah
mutlak terhadap warga negaranya.

d.    John Locke


John Locke sebagaimana ia ahli pemikir hukum alam, mendasarkan juga teorinya pada
keadaan manusia dalam alam bebas. Dan memang menganggap bahwa keadaan alam bebas
atau keadaan alamiah itu mendahului adanya negara, dan dalam keadaan itu pun telah ada
perdamaian dan akal pikiran seperti halnya dalam negara. Tugas negara menurut John Locke
adalah menetapkan dan melaksanakan hukum alam.

2.       Teori Hukum Alam abad XVIII


a.    Frederik Yang Agung
Frederik Yang Agung menulis ajarannya dalam isi bukunya yang berjudul Antimachiavelli
berupa tantangan serta bantahan terhadap isi buku Il Principe dari Niccolo Machiavelli, serta
merupakan cita-cita serta semangat dari seorang raja muda dari Prusia itu, yang menjadi dasar
dari suatu kebangsaan, dan persatuan pikiran dari seluruh rakyat negara.

b.   Montesquieu
Menurut pendapatnya kekuasaan negara dibagi atau dipisahkan menjadi tiga, dan yang
masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri, yaitu: 
1. Kekuasaan perundang-undangan yaitu legislatif.
2. Kekuasaan melaksanakan pemerintahan yaitu eksekutif.
3. Kekuasaan kehakiman yaitu judikatif.
Pendapat Montesquieu tersebut di atas, kemudian terkenal sebagai ajaran Trias Politica, yang
memberi
nama sebagai demikian adalah Immanuel Kant.

c.   Jean Jacques Rousseau


Dari ajaran Rousseau ini nanti yang terpenting adalah idenya tentang kedaulatan rakyat.
Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah bagaimanakah cara mendapatkan suatu keterangan
yang masuk akal atau yang rasional tentang keseimbangan antara adanya perjanjian
masyarakat yang mengikat dengan kebebasan dari orang-orang yang menyelenggarakan
perjanjian masyarakat tersebut. Jadi soalnya tetap pada keseimbangan antara kekuasaan dan
kebebasan.

d.   Immanuel kant
Sebagaimana Immanuel Kant sebagai seorang sarjana hukum alam, maka ia menerima
pendapat bahwa negara itu terjadi karena perjanjian masyarakat, jadi sama dengan pendapat
Rousseau, dan menyatakan pendapatnya bahwa kedaulatan itu ada pada rakyat, dan kemauan
umum itu menjelma dalam perundang-undangan negara. Tetapi meskipun demikian ada
perbedaanya, dan perbedaan itu bersifat prinsipiil yang artinya menurut Immanuel Kant
bahwa perjanjian masyarakat itu tidak pernah ada, tidak pernah terjadi, tidak pernah
merupakan kenyataan atau peristiwa di dalam sejarah.
G.      Jaman Berkembangnya Teori Kekuatan (Kekuasaan)
Menurut teori kekuatan, seperti telah dikatakan di atas negara itu adalah merupakan alat dari
golongan yang kuat untuk menghisap golongan yang lemah terutama sekarang dalam
lapangan ekonomi. Memang kadang-kadang negara itu atau konkritnya penguasa,
mengeluarkan peraturan-peraturan yang nampaknya menguntungkan golongan yang lemah.
Tetapi akhirnya tokoh yang diperhitungkan hanya kepentingan si penguasa saja. Tokoh dalam
teori tersebut antara lain : F. Oppenheimer, Karl Marx, H.J. Laski, dan Leon Duguit.

H.      Teori Positivisme


Kegagalan daripada para ahli pemikir tentang negara dan hukum dalam menyelidiki dan
menerangkan asal mula negara, hakekat negara, serta kekuasaan negara, menimbulkan sikap
skeptis terhadap negara. Dan orang lalu lebih suka menentukan sikap positif terhadap negara.
Kebanyakan orang telah kehilangan nafsunya untuk mempelajari atau menyelidiki dasar
negara yang pokok. Kecenderungan timbul untuk hanya membatasi diri kepada pelajaran
hukum positif, selain hal ini telah terdapat pada kebanyakan negara, juga hukum positif itu
akan lebih mudah dipelajari. Demikianlah ilmu negara lambat laun tetapi pasti menarik
dirinya, dan datang mengunjungi tinjauan-tinjauan ilmu pengetahuan teoritis dan historis. Ia
menjadi relativistis, negatif serta skeptis. Malahan Struycken sampai kepada eklektisme yang
bersifat skeptis. Tokoh dalam teori ini : Hans Kelsen.

I.         Teori Modern


Di dalam peninjauannya tentang negara dan hukum teori atau aliran modern ini mengatakan
bahwa, kalau kita hendak menyelidiki atau mempelajari negara, maka baiklah negara itu
dianggap saja suatu fakta atau suatu kenyataan, yang terikat pada keadaan, tempat, dan
waktu. Dan harus disadari terlebih dahulu negara itu ditinjau dari segi apa. Sebab tergantung
dari segi penyelidikannya ini akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda tentang
pengertian, bentuk serta hakekat negara. Tetapi dengan demikian apakah ini lalu tidak berarti
melewati batas pembicaraan ilmu negara dan masuk ke lapangan pembicaraan ilmu hukum
tata negara.  Tokoh dalam ajaran ini antara lain: Prof. Mr. R. Kraneburg dan Logemann.

Anda mungkin juga menyukai