Anda di halaman 1dari 42

Accelerat ing t he world's research.

Resume Ilmu Negara Bab 1- bab 7


versi PDF
Freddy Gah

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

RESUME ILMU NEGARA versi Document Bab 1- bab 7


Freddy Gah

Ringkasan Ilmu Negara


Her Out look

ILMU NEGARA
fit ri isni ridha
RESUME BUKU ILMU NEGARA SOEHINO, S.H
ILMU NEGARA KELAS C

OLEH:
FREDDY SAMPUTRA GAH
15/377617/HK/20349

06 OKTOBER 2015
UNIVERSITAS GADJAH MADA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Freddy Samputra Gah

15/377617/HK/20349

Ilmu Negara Kelas C

BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu Negara ialah Ilmu yang menyelidiki atau membicarakan Negara, ini telah nyata
ditunjukkan sendiri oleh namanya. Tetapi sebetulnya Ilmu yang membicarakan negara itu
bukanlah hanya Ilmu Negara saja, oleh karena di samping Ilmu Negara itu masih ada Ilmu-ilmu
lainnya yang juga membicarakan negara.
Adapun sistematis pembicaraannya yaitu:

1. Objek Ilmu Negara


→ Membicarakan tentang apa yang menjadi objek Ilmu Negara.
2. Asal Mula Negara
→ Membicarakan tentang teori-teori (baik ajaran-ajaran maupun paham-paham) mengenai
timbulnya negara, atau terjadinya suatu negara.
A. Teori pada Jaman Yunani Kuno
a. Socrates
b. Plato
c. Aristoteles
d. Epicurus
e. Zeno
B. Teori pada Jaman Romawi Kuno
a. Polybius
b. Cicero
c. Seneca

1
C. Teori pada Jaman Pertengahan (abad ke V – abad ke XV)
 Timbul bersamaan dengan berkembangnya Agama Kristen.
 Ajaran ini berkembang dalam 2 periode, yaitu:
1) Jaman Pertengahan sebelum Perang Salib (abad ke V – abad ke XII)
 Ajaran bersifat Teokratis Mutlak, artinya mendasarkan ajarannya
itu kepada kekuasaan serta keagungan Tuhan.
 Diciptakan oleh: Augustinus,Thomas Aquinas.
2) Jaman Pertengahan sesudah Perang Salib (abad ke XII – abad ke XV)
 Ajaran agak bersifat kritis, sehingga lalu menjadi Teokratis Kritis.
 Disebabkan karena masuknya pengaruh dari jaman Yunani Kuno,
terutama ajaran Aristoteles pada waktu terjadinya Perang Salib.
 Ajaran diwakili oleh : Marsilius Van Padua
Jadi dengan demikian, Perang Salib sebagai Pemisah antara kedua periode.

D. Jaman Renaissance (± abad ke XVI)


 Terjadi perubahan-perubahan besar dalam Ilmu Pengetahuan, terutama
dalam Ilmu Kenegaraan dan Ilmu Keagamaan.
 Dalam Ilmu Kenegaraan timbul ajaran-ajaran dari:
1) Niccolo Machiavelli
2) Thomas Morus
3) Jean Bodin
 Dalam Ilmu Keagamaan timbul Kaum Reformator :
1) Dante
2) Martin Luther
3) Melanchthon
4) Zwingli
5) Johannes Calvin

2
E. Kaum Monarkomen
 Tokoh : Hotman, Brutus, Buchaman, Mariana, Bellarmin, Suares, Milton
dan nama yang terpenting Althusius.

F. Jaman berkembangya Teori Hukum Alam (abad ke XVII dan abad ke XVIII)
Teori Hukum Alam ini mengalami perkembangan dalam dua abad. Meskipun memiliki
ajaran yang sama, tetapi fungsinya berbeda.
 Ajaran Hukum Alam abad ke XVII berfungsi menerangkan
Tokoh: Grotius (Hugo de Groot), Thomas Hobbes, Benedictus de Sinoza,
John Locke
 Ajaran Hukum Alam abad ke XVIII berfungsi menilai.
Tokoh: Frederick Yang Agung, Montesquieu, Jen Jacques Rousseau,
Immanuel Kant

G. Jaman berkembangnya Teori Kekuatan / Kekuasaan


 Berkembang pada permulaan abad-abad modern.
 Tokoh : F. Oppenheimer, H.J Laski, Karl Marx, Leon Duguit

H. Teori Positivisme
 Merupakan reaksi terhadap teori-teori klasik tradisional.
 Tokoh : Hans Kelsen

I. Teori Modern
 Teori ini bersifat modern, karena sudah menyesuaikan dirinya dengan
keadaan serta perkembangan Ilmu Pengetahuan modern.
 Tokoh : Prof. Mr. R. Kranenburg, Prof. Dr. J.H.A Logemann

3. Teori-teori Tentang Hakekat Negara → Pendapat/ajaran para sarjana


4. Teori-teori Tentang Tujuan Negara
5. Teori Legitimasi Kekuasaan.

3
Meliputi 3 masalah pokok, yaitu:
a. Sumber Kekuasaan
b. Pemegang Kekuasaan (kekuasaan tertinggi = kedaulatan)
c. Pengesahan Kekuasaan
6. Klasifikasi Negara → Masalah perihal kemungkinan bentuk negara beserta
ajarannya yang bersifat klasik tradisional maupun modern
7. Susunan Negara
 Membicarakan bentuk-bentuk negara ditinjau dari segi susunannya.
 Dari segi susunan:
a) Negara Kesatuan → Negara yang memiliki susunan tunggal
b) Negara Federasi → Negara yang memiliki susunan jamak
8. Negara Demokrasi Modern → Perihal perkembangan demokrasi langsung dan
tidak langsung
9. Negara Autokrasi Modern → Perihal negara sistem satu partai
Demikianlah sekedar gambaran garis perjalanan pembicaraan buku ini, semoga gambaran
yang sederhana ini dapat menjadi tolak ukur/parameter di dalam mempelajari Ilmu Negara.

BAB II
OBYEK ILMU NEGARA

Obyek atau lapangan pembicaraan Ilmu Negara adalah negara. Sedangkan Ilmu yang berhubungan
erat dengan Ilmu negara adalah Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan. Ilmu-
ilmu tersebut memiliki kesamaan pada objeknya, yaitu negara.
Adapun perbedaannya adalah:
 Hukum Tatanegara dan Hukum Tata Pemerintahan memandang objeknya (negara), dari
sifatnya atau pengertiannya yang konkret. Artinya obyeknya itu sudah terikat pada
tempat, keadaan dan waktu, jadi telah mempunyai afektif tertentu. Misalnya ; Negara
Republik Indonesia, Negara Inggris, Negara Jepang dst.

4
 Sedangkan Ilmu Negara memandang obyeknya (negara), dari sifat atau dari
pengertiannya yang abstrak. Artinya obyeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat,
keadaan dan waktu. Jadi tegasnya belum mempunyai afektif tertentu, bersifat abstrak-
umum-universal.
Kemudian dari objek tersebut diselidiki lebih lanjut :
1. Asal Mula Negara
2. Hakekat Negara
3. Bentuk-bentuk Negara dan Pemerintah

George Jellinek
Membagi Staatswissenshaft (dalam pengertian luas) dalam 2 bagian, yaitu:
I. Staatswissenshaft (dalam pengertian yang sempit) Algemeine Staatslehre
II. Rechtswisseschaft (Ilmu Negara Umum)

Besondere Staatslehre
(Ilmu Negara Khusus)

Algemeine Soziale Staatslehre


Algemeine Staatslehre →menyelidiki negara sebagai gejala sosial.

Besondere Staatsrechtslehre
→ menyelidiki negara dari segi Yuridis.

Individuelle Staatslehre
Besondere Staatslehre → menyelidiki negara dari lembaga-lembaga kenegaraannya.

Spezielle Staatslehre
→ menyelidiki negara dari lembaga kenegaraan yang khusus
(Badan Perwakilannya)

5
BAB III
ASAL MULA NEGARA

A. Jaman Yunani Kuno


1. Socrates (meninggal pada tahun 399 SM)
 Negara bukanlah semata-mata bersifat objektif.
 Tugas negara adalah menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para
pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara saksama oleh rakyat.
 Ia menentang keras apa yang dianggapnya bertentangan dengan ajarannya yaitu
menaati Undang-undang
 Negara pada waktu itu masih bersifat demokratis. Karena :
1) Negara Yunani pada waktu itu masih kecil, masih merupakan apa yang disebut
Polis atau City State, negara kota.
2) Jumlah Warga Negara masih sedikit, sehingga tidak terjadi persoalan yang
terlalu sulit.
3) Setiap Warga Negara (kecuali yang masih bayi, sakit ingatan dan budak-budak
belia) adalah negara minded, dan selalu memikirkan tentang penguasa negara,
cara memerintah dsb.
 Demokrasi yang dimaksud di atas adalah Demokrasi Kuno, atau Demokrasi
Langsung. Artinya bahwa setiap warga negara itu berhak turut langsung dalam
memerintah atau menentukan kebijaksanaan pemerintahan negara.

2. Plato (429-347 SM)


 Adalah murid terbesar dari Socrates
 Tahun 389 membuka sekolah filsafat di Athena yang diberi nama “Academia”
 Menulis buku Politeia (Negara)
Politecos (Ahli Negara)
Nomoi (Undang-undang)

6
 Plato telah membuktikan melalui jalan dialektika, bahwa Aristokrasi merupakan
Sistem Pemerintahan yang terbaik. Dan Tyranni adalah Sistem Pemerintahan
yang terjelek.
 Plato juga menggolongkan antara sifat-sifat negara dengan sifat-sifat manusia,
yaitu:
1) Sifat kepandaian (pikiran)
2) Sifat keberanian
3) Sifat akan adanya kebutuhan yang beraneka ragam

Tiga sifat inilah yang menghasilkan atau mengakibatkan timbulnya 3 golongan orang-orang di
dalam Negara Khayalan Plato, yaitu:
1) Golongan Penguasa → Golongan yang memerintah, terdiri dari orang-orang
pandai, ahli-ahli fikir dan ahli filsafat.
2) Golongan Tentara → Golongan yang menjaga keselamatan negara, yang
harus mendapatkan didikan khusus untuk menjalankan tugasnya itu dan ini pertama-
tama dibutuhkan adanya siasat keberanian.
3) Golongan Pengusaha atau pekerja

3. Aristoteles (384 – 322 SM)


 Adalah murid terbesar dari Plato. Ia adalah putera dari Nicomachus, seorang
tabib pribadi pada istana raja di Macedonia.
 Pencipta ajaran “realisme”. Oleh karena itu filsafatnya adalah merupakan suatu
ajaran tentang kenyataan atau Ontologi.
 Menulis buku Ethica (Keadilan)
Politica (Negara)
 Aristoteles menyelidiki sifat-sifat umum daripada segala-galanya yang ada di
dunia ini, maka timbullah ajaran ilmu pengetahuan baru yaitu PRIMA
PHILOSOPHIA. Suatu ajaran filsafat yang pertama mencari hakekat yang
dalam daripada yang ada, jadi mencari makna keadaan.
 Kriteria dalam menguraikan bentuk-bentuk negara, yaitu:
1) Jumlah orang yang memegang kekuasaan.
2) Sifat atau tujuan Pemerintahannya.

7
 Aristoteles menggolongkan bentuk negara menjadi 3, yaitu:
1) Negara dipegang oleh satu orang
 Monarki : ditujukan untuk kepentingan umum, sehingga baik
 Tyranni : hanya ditujukan untuk kepentingan penguasa itu
sendiri, sehingga jelek
2) Negara dipegang oleh beberapa orang
 Aristokrasi : ditujukan untuk kepentingan umum,
sehingga baik
 Oligarki : hanya ditujukan untuk kepentingan penguasa
itu sendiri, sehingga jelek
3) Negara dipegang oleh rakyat
 Republik Konstitusional :Negara memperhatikan kepentingan umum
atau rakyat, sehingga baik
 Demokrasi :Pemerintahannya hanya ditujukan untuk
kepentingan penguasa itu saja, sehingga jelek.
 Jadi menurut Aristoteles bentuk negara yang terbaik adalah “REPUBLIK
KONSTITUSIONAL”

4. Epicurus (342 – 271 SM)


 Pencipta ajaran “INDIVIDUALISTIS”. Yang menganggap bahwa elemen atau
bagian yang ter-penting bukanlah negara atau masyarakat, tetapi adalah individu
itu sendiri sebagai anggota masyarakat.
 Adanya negara adalah untuk memenuhi kepentingan individu itu sendiri. Karena
masyarakat itu terdiri dari individu-individu sebagai atoom dan individu-individu
inilah sebagai bagian yang terpenting, hal itu disebut “AJARAN
ATOOMISME”.
 Negara adalah hasil daripada perbuatan manusia, yang diciptakan untuk
menyelenggarakan kepentingan anggota-anggotanya. Negara adalah alat bagi
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai individu.
 Tujuan negara adalah menyelenggarakan ketertiban dan keamanan, dan untuk
terseleng-garanya kesenangan pribadi yang sifatnya lebih langgeng atau abadi
bukan hanya bersifat materialistis

8
5. Zeno
 Ajaran bersifat “UNIVERSALISTIS”, dari ajaran kaum stoa. Yang meliputi
seluruh manusia dan bersifat kejiwaan, seluruh kemanusiaan, sehingga lenyaplah
perbedaan orang Yunani dengan orang biadab, orang merdeka dengan budak, dan
kemudian timbullah moral yang memungkinkan terbentuknya kerajaan dunia.
 Ajaran Kaum Stoa bersifat 2 hal:
1) Menggambarkan manusia yang merasa kosong di dalam masyarakat yang
sedang me-ngalami kebobrokan (sosial-etis).
2) Menunjukkan jalan keluar dari kebobrokan masyarakat serta keruntuhan
negara dengan syarat Etis Minimium.
 Kaum Stoa mengajarkan bahwa orang harus menyesuaikan diri dengan susunan
Dunia Internasional.

B. Jaman Romawi Kuno


Berbeda dengan zaman Yunani, pada zaman Romawi ilmu pengetahuan terutama ilmu
kenegaraan tidak dapat berkembang dengan sedemikian rupa sehingga sedikit sekali pengetahuan
yang didapatkan pada zaman ini.
Perbedaannya antara lain sebagai berikut:

1) Pada zaman Romawi ilmu pengetahuan tidak berkembang dengan pesat. Disebabkan
karena lebih menitikberatkan soal-soal praktis daripada berpikir secara teoritis.
Sedangkan bangsa Yunani lebih pada orang-orang yang suka berfikir tentantang negara
dan hukum.
2) Kerajaan Romawi dimulai dari keadaan terpecah belah, tetapi setelah peperangan
Romawi mulai mengalami perubahan. Perubahan yang penting adalah perubahan dari
negara yang bersifat polis atau negara kota (city state) menjadi Imperium (Kerajaan
Dunia). Sedangkan bangsa Yunani dimulai dari negara kesatuan nasional yang
kompak, tetapi akhirnya negara terpecah belah dan tidak dapat dipersatukan lagi.

1. Polybius
 Sebenarnya merupakan ahli sejarah berkebangsaan Yunani. Tetapi karena
sesuatu hal ia dipenjarakan di Romawi.
 Ajaran terkenal dengan nama “Cyclus Theori”. Karena menurutnya bentuk
negara atau peme-rintahan yang satu sebenarnya merupakan akibat daripada

9
bentuk negara yang lain, yang telah langsung mendahuluinya. Jadi berbagai
bentuk negara tersebut terdapat hubungan sebab-akibat. Bentuk negara itu
berubah-ubah sehingga merupakan suatu lingkaran, suatu Cyclus. Sehingga
diberi nama “Cyclus Theori”.
 Teori ini memiliki kelemahan, yaitu bahwa gambaran tentang timbulnya negara
meskipun tersimpul pikiran yang logis, tetapi dalam kenyataannya tidaklah
pernah ada atau terjadi apa yang digambarkan oleh Polybius itu.

2. Cicero (106 – 43 SM)


 Seorang ahli pemikir terbesar tentang negara dan hukum dari bangsa Romawi.
Ia juga seorang ahli kesusastraan dan ahli pidato.
 Menulis buku De Republika (tentang Negara)
De Legibus (tentang Hukum atau Undang-undang)
 Negara merupakan suatu keharusan yang didasarkan atas rasio manusia. Rasio
di sini adalah rasio yang murni, didasarkan atau menurut hukumalam kodrat.
 Bentuk pemerintahan yang baik adalah yang merupakan campuran dari yang
baik pula , yaitu Monarki, Aristokrasi dan Republik. Dan Demokrasi adalah
lawan dri ketiganya.
 Hukum yang baik adalah hukum yang didasarkan atas rasio yang murni. Oleh
karena itu hukum positif harus berdasarkan atas dalil-dalil atau azas-azas hukum
alam kodrat. Jika tidak maka tidak mempunyai ikatan yang mengikat.

3. Seneca
 Pernah menjadi Guru Kaisar Nero. Dan meninggal pada tahun 65 Masehi.
 Bangsa Romawi telah mengalami kebobrokan dan terbecah belah.
 Kelemahan bangsa Romawi terdapat pada bagian sosial-etis. Jadi kelemahan itu
terdapat pada sistem atau politik pemerintahannya, yaitu Sistem Divide et
Impera. Karena di sini orang dapat menggunakan tipu muslihat dan sebagainya
untuk kepentingan negara. Hal ini menyebabkan bangsa yang ditaklukan
kembali mengadakan perlawanan terhadap Romawi, sehingga Romawi terpecah
belah.
 Jatuhnya Imperium Romawi

10
C. Jaman Abad Pertengahan
Pada zaman pertengahan ini tidak banyak memberikan kesempatan terhadap pemikiran
tentang negara dan hukum, serta ilmu pengetahuan lainnya. Karena cara berfikir yang kurang
kritis. Segala hal di dunia ini selalu dikembalikan pada Tuhan. Mengenai hal ini terjadi
pertentangan antara Kaum yang menjadi penganut Raja (Kaum Legist) dan kaum bagi mereka yang
menganut Paus (Kaum Canonist).
 Kaum Legist mengatakan bahwa tidak hanya Gereja saja yang mempunyai tugas dan
tujuan ethis, memelihara keadilan dan ketertiban hukum, tetapi negara mempunyai juga.
Negara lebih dahulu daripada Gereja.
 Kaum Canonist mengatakan bahwa kekuasaan yang asli di dunia ini ada pada Paus. Dan
Raja itu hanya mendapatkan kekuasaan dari Paus. Jadi Raja itu tidak memiliki
kekuasaan yang asli. Kekuasaan yang ada pada Paus dan yang ada pada Raja
diumpamakan sseperti halnya: matahari dengan bulan. Bahwa sinar yang asli pada
matahari dan bulan yang mendapatkan sinar dari matahari.
Pertentangan itu mengakibatkan adanya dua macam hukum, yaitu:
1) Hukum yang mengatur soal-soal kenegaraan atau keduniawian.
2) Hukum yang mengatur soal-soal keagamaan atau kerohanian.
Dengan demikian terdapat dua macam kodifikasi hukum, yaitu:
1) Kodifikasi hukum yang diselenggarakan oleh Raja Theodosius dan Raja Justinianus.
Kodifikasi ini mengenai peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Negara. Kodifikasi
ini disebut ”Corpus Juris”
2) Kodifikasi hukum yang diselenggarakan oleh Paus Innocentius. Kodifikasi ini
mengenai peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Gereja. Kodifikasi ini disebut
”Corpus Juris Canonici”
Corpus Juris terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. Instituten → sebuah ajaran yang memiliki aturan mengikat layaknya undang-
undang.
2. Pandecten → penafsiran para sarjana terhadap sesuatu peraturan.
3. Codex → peraturan atau undang-undang yang ditetapkan oleh raja.
4. Novellen →tambahan-tambahan dari sesuatu peraturan atau undang-undang.
Di dunia ini terdapat 2 organisasi kekuasaan, yaitu:
1) Organisasi yang dikepalai oleh seorang Raja.
2) Organisasi Gereja yang dikepalai oleh seorang Paus.

11
Jaman abad pertengahan dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Jaman Pertengahan Sebelum Perang Salib (abad ke V – abad ke XII)

1) Augustinus (354 – 430 M)


 Ia hidup dalam keadaan dualisme, maksudnya Ia telah mengalami peralihan dari
peradaban yang satu ke peradaban yang lain.
 Menulis buku Pengakuan (tentang riwayat hidupnya)
De Civita te Dei (tentang Negara Tuhan)
 Ajaran bersifat “Teokratis”, bahwa kedudukan kedudukan Gereja yang dipimpin
oleh Paus, lebih tinggi daripada yang dipimpin oleh Raja.
 Macam Negara, yaitu:
a) Negara Tuhan (Civitas Dei)
Negara ini sangat dipuji oleh Augustinus, karena ini adalah negara yang
diangan-angankan, dicita-citakan oleh Agama.
b) Negara Iblis atau Negara Duniawi (Civitas Terrena atau Diaboli)
Negara in sangat dikecam dan ditolak oleh Augustinus.

2) Thomas Aquinas (1225 – 1274 M)


 Menulis buku De Regimine Principum (tentang pemerintahan Raja-raja)
Summa Theologica (tentang ketuhanan)
 Filsafat bersifat “Finalistis”, bahwa apa yang menjadi tujuan dikemukakan
terlebih dahulu, baru kemudian harus diusahakan supaya tercapai.
 Bentuk Pemerintahan suatu negara, yaitu:
a) Pemerintahan oleh satu orang. Yang baik Monarki dan yang jelek Tyrany.
b) Pemerintahan oleh beberapa orang.yang baik Aristokrasi dan yang jelek
oligarki.
c) Pemerintahan oleh seluruh rakyat. Yang baik disebut Politeia (menurut
Aristoteles Republik Konstitusionil) dan yang jelek disebut Demokrasi.

12
 Bentuk Pemerintahan yang baik menurut Thomas Aquinas adalah
Monarki.
 Perbedaan Hukum dalam 4 golongan, yaitu:
a) Hukum Abadi (Lex Aeterna)
Adalah hukum dari keseluruhannya yang berakar dalam jiwa tuhan.
b) Hukum Alam (Lex Natura)
Manusia adalah makhluk yang berfikir. Maka Ia merupakan bagian
daripada Nya.
c) Hukum Positif (Lex Humana)
Pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia, yang disesuaikan dengan
syarat -syarat khusus yang diperlukan untuk mengatur soal-soal
keduniawian di dalam negara.
d) Hukum Tuhan (Lex Devina)
adalah hukum yang mengisi kekurangan-kekurangan daripada pikiran
manusia dan memimpin manusia dengan wahyu-wahyunya ke arah
kesucian untuk hidup di alam baka, dan ini dengan cara yang tidak
mungkin salah.

3) Marsilius (1270 – 1340 M)


 Ia adalah pemikir tentang negara dan hukum Fransiscan
 Ia adalah seorang tokoh terbesar dari aliran filsafat nominalist,bersama-sama
dengan rekannya William Occam (1280 – 1317 M). Mereka percaya bahwa hal-
hal yang bersifat khusus itu adalah yang bernilai tinggi, sedangkan ha-hal yang
bersifat umum itu hanya merupakan abstraksi daripada pikiran saja.
 Menulis buku “Defensor Pacis” (tentang Pembela Perdamaian)
 Negara adalah suatu badan atau organisme yang mempunyai dasar-dasar hidup
dan tujuan tertinggi, yatiu menyelenggarakan dan mempertahankan
perdamaian.
 Terjadinya negara terlihat pada dasar-dasar daripada perjanjian masyarakat.
 Rakyat menunjuk seseorang yang diserahi untuk memelihara perdamaian. Dan
terhadap orang yang mereka tunjuk ini mereka saling menundukkan diri. Jadi
mereka mengadakan perjanjian untuk membentuk negara dan perjanjian untuk
menundukkan diri. Inilah yang disebut “Perjanjian Penundukkan” atau
“Factum Subjectiones”.

13
 “Factum Subjectiones” ini ada 2 macam, yaitu:
a) Concessio
 Pendudukkan yang bersifat terbatas pada apa yang dikehendaki oleh
rakyat.
 Kekuasaan Penguasa atau Raja sifatnya hanya eksekutif.
 Raja tidak berwenang membuat peraturan-peraturan dan undang-
undang, melainkan hanya rakyat sendiri.
b) Translatio
 Rakyat secara mutlak tunduk pada Penguasa atau Raja yang mereka
pilih.
 Hak membuat peraturan-peraturan dan undang-undang ada di tangan
Penguasa atau Raja.
 Kekuasaan Penguasa atau Raja sifatnya eksekutif dan konstitutif.
 Dianut oleh kaum Glossatoren, yaitu orang-orang yang menyisipkan
dan menambah hukum yang lama dengan yang baru.
 Menurut Marsilius, kekuasaan negara yang tertinggi itu ada pada rakyat.
Kedaulatan itu ada pada rakyat, sebab rakyatlah yang berhak membuat
peraturan-peraturan dan undang-undang. Jadi dengan demikian Marsilius
menganut Factum Subjenctiones yang bersifat Consessio.

D. Jaman Renaissance (abad ke XVI)


Pandangan hidup dan ajaran-ajaran tentang negara dan hukum pada jaman ini sangat
dipengaruhi oleh berbagai paham, antara lain:
1) Berkembangnya kembali kebudayaan Yunani kuno.
2) Adanya sistem Feodalisme yang berakar pada kebudayaan yang berakar pada
kebudayaan Jerman Kuno. Sistem ini mempengaruhi Romawi Barat sebagai akibat
ditaklukannya Romawi Barat oleh bangsa Jerman. Sistem feodalisme ini
menimbulkan kekacauan dan perpecahan daerah.
1. Niccolo Machiavelli (1469 – 1527 M)
 Ajaran tentang negara dan hukum dalam buku “Il Principe” yang artinya
Sang Raja atau Buku Pelajaran Untuk Raja. Buku ini dimaksudkan untuk
dijadikan tuntutan atau pedoman bagi para Raja dalam menjalankan

14
pemerintahannya, agar Raja dapat memegang dan menjalankan pemerintahan
dengan baik.
 Ajaran Niccolo Machiavelli yang menggantikan ajaran-ajaran dari jaman
abad pertengahan yang bersifat teologis adalah suatu ajaran yang bersifat
kosmis Naturalistis, suatu realisme modern, yang berdasarkan atas ajaran-
ajaran kuno, khususnya dari praktek pemerintahan bangsa Romawi.
 Tujuan Negara adalah mengusahakan terselenggaranya ketertiban,
keamanan dan ketentram-an. Dan ini hanya dapat dicapai oleh pemerintah
seorang Raja yang mempunyai kekuasaan yang Absolut.
 Bentuk pemerintahan yang baik adalah Monarki. Dalam pikirannya Ia
mengatakan apabila orang-orang itu ekonomis sama kuatnya, maka sebaiknya
dilaksanakannya sistem pemerintah-an yang demokratis. Niccolo Machiavelli
menolak Aristokrasi.

2. Thomas Morus (1478 – 1535 M)


 Menerbitkan buku bertema roman kenegaraan yang berjudul “De Optimo Rei
Publicae Statu Deque Nova Insula Utopia”, tentang susunan pemerintah-an
yang paling baik dan tentang pulau yang tidak dikenal, yang dinamakan
negara entah berantah, atau dengan singkat disebut Utopia.
 Buku Utopia dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
 Buku pertama belum menggambarkan model yang dimaksud, melainkan
baru meng-gambarkan keadaan yang menyebabkan serta menghilhami
Thomas Morus dari menciptakan negara modelnya. Yaitu keadaan
dimana rakyat mengalami tekanan-tekanan baik dari Raja maupun para
bangsawan, yang menyebabkan kesengsaraan rakyat terutama dalam
lapangan ekonomi.
 Buku kedua menggambarkan negara model yang dikhayalkan oleh
Thomas Morus. Bahwa keadannya di Utopia lain.
3. Jean Bodin (1530 – 1596 M)
 Ia hidup dalam suasana sistem pemerintahan abolutisme di bawah
kekuasaan Henry IV (1589 – 1610 M). Yang merupakan bentuk
pemerintahan baru yang tidak dikenal pada jaman pertengahan dan yang
memberi sifat kenegaraan yang khusus pada jaman sejarah baru.
Individualisme akan diganti Kolektivisme.
 Tujuan Negara adalah kekuasaan.

15
 Negara adalah keseluruhan dari keluarga-keluarga dengan segala
miliknya, yang dipimpin oleh akal dari seorang penguasa yang berdaulat.
 Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum di dalam
suatu negara, yang sifatnya:
1) Tunggal → hanya negara yang memiliki
2) Asli → kekuasaan tidak berasal dari kekuasaan lain
3) Abadi → negara adalah kekuasaan atau kedaulatan tertinggi
4) Tidak dapat dibagi-bagi → kedaulatan tidak dapat
diserahkan kepada orang atau badan lain.

E. Kaum Monarkomaken
Istilah Monarkomaken secara umum berarti anti Raja atau menentang Raja. Dalam
hal ini yang dimaksud bukan melawan sistem pemerintahan absolutisme pada umumnya,
melainkan eksesnya.
Memang saat Raja memerintah dengan kekuasaan yang absolut timbul akibat juga dalam
lapangan keagamaan atau kepercayaan, yaitu bahwa Raja dapat menentukan agama apa yang harus
dianut oleh rakyatnya. Sehingga dalam lapangan agama timbul aliran reformasi. Nama-nama
yang terkenal adalah Luther, Melanchthon, Zwingli dan Chalvin. Intinya mereka tidak setuju
dengan susunan organisasi gereja yang ada.
1. Martin Luther
Ia yang pertama kali melakukan gerakan pembaharuan (1517 M). Pertama-tama
menyerang keburukan gereja, yaitu mengenai hierarki pada gereja dan pada
hukum gereja yang tidak berdasarkan Kitab Suci, dan yang hanya digunakan
untuk mengumpulkan kekayaan dan kekuasaan keduniawian saja.
2. Melanchthon
Ia menitikberatkan pada hukum alam, yang dengan langsung mengajar kepada
manusia apa kehendak Tuhan itu. Negara juga mengajarkan kepada manusia
supaya mengenal Tuhan. Jadi negara mempunyai sifat ketuhanan. Sebab hanya
negara yang mempunyai hukum yang me-maksa, dan negara berada di atas
gereja.
3. Zwingli
Ia hendak melindungi semangat negaranya dari pengaruh buruk dari luar.
Menurutnya negara mempunyai hak untuk mengatur sendiri kehidupan
masyarakatnya berdasarkan kemauannya sendiri. Dengan demikian ajaran
Zwingli ini menuju ke arah Demokrasi.

16
4. Johannes Calvin
Dikenal dengan sebutan “Calvinisme”, yaitu menjadi pejuang-pejuang untuk
kebebasan politik dan menjadi perintis jalan untuk kemerdekaan negara dan
demokrasi. (tokoh yang paling menentang keras ajaran berbahasa roh yang
dipratikkan oleh kaum Kharismatik.)
Dante (1265 – 1321 M)
De Monarchia. Sifat daripada bukunya adalah Paus. Untuk mencapai perdamaian di dunia ini
harus dibentuk suatu kerajaan dunia, sedang negara itu harus hidup berdampingan tetapi dengan
dasar sendiri-sendiri, untuk menciptakan dan memelihara serta mempertahankan perdamaian
dunia. Raja menurut Dante mendapatkan kekuasaan dari Tuhan, jadi tidak melalui apalagi
tergantung pada Paus.
Yang menjadi kaum Monarkomaken, yaitu:

1. Hotman
 Buku “Pranco Gallia”, pada tahun 1573 M.
 Dasar yang digunakan adalah dasar-dasar ajaran sejarah. Jadinya ia bukanlah orang
monarkomaken sebenarnya, meskipun orang selalu menggolongkan ke dalamnya.
2. Brutus
 Buku “Vindiciae Contra Tyrannos” (alat-alat hukum melawan Tyranni), pada tahun
1579 M.
 Buku ini merupakan salah satu tinjauan yang prinsipil tentang perlawanan terhadap
raja-raja yang mempunyai kekuasaan absolut.
3. Buchanan (1506 – 1582 M)
 Nama lengkap George Buchanan
 Buku “De Jure Regni Apud Scotos” (kekuasaan raja pada scot), pada tahun 1579
Masehi.
 Ia seorang humanis. Pertama-tama Ia mencari perbedaan antara Raja dengan
Tyranni. Raja itu adalah orang yang memegang pemerintahan, yang memperoleh
kekuasaannya itu dengan bantuan rakyat, dan yang melaksanakan pemerintahannya
atas dasar keadilan. Jika tidak demikian, ia adalah seorang Tyranni. Dan boleh
dibunuh tanpa hukum.

17
4. Mariana
 Nama lengkap Juan de Mariana
 Seorang sarjana dari Spanyol.
 Buku “De Rege Ac Regis Institutione” (hal raja dan kedudukannya), pada tahun
1599 M.
 Buku ini khusus ditujukan sebagai pegangan dari raja Phillip II di Spanyol.
 Ajaran banyak persamaan dengan ajaran Buchanan, terutama mengenai batas-batas
ke-kuasaan raja, dan pembunuhan terhadap Tyranni.
5. Bellarmin (1542 – 1621 M)
 Seorang kardinal dan seorang Controversialis.
 Filsafat negaranya bersifat Controversialis, karena sikapnya yang membela
pendirian tentang kedaulatan Tuhan, yang kemudian mendapat perlawanan dari
kaum jesuit dengan kedaulatan rakyatnya.
 Berpendapat bahwa sungguhpun monarki absolut adalah merupakan bentuk
pemerintahan yang paling baik dalam teori, akan tetapi karena kekurangan-
kekurangan daripada akhlak manusia telah menyebabkan praktiknya berlainan
sekali.
 Buku “Disputationes”, yang mengajarkan bahwa Paus tidak mempunyai kekuasaan
dalam lapangan keduniawian.
 Buku “Tractatus de Potestate Summi Pontivicus in Rebus Temporalibus”
(kekuasaan Paus da-am lapangan keduniawian).
6. Suarez (1548 – 1617 M)
 Nama lengkap Fransesco Suarez
 Seorang Controversialis dan seorang sarjana dari Spanyol.
 Buku “Tractatus de Ligibus ac Deo Legislatore” (uraian tentang UU dan Tuhan,
pembentuk UU)
 Alirannya disebut sebagai pelopor dari Huge de Groot. Karena ia telah menciptakan
hukum antar negara, dan memberikan kemungkinan untuk dibangunnya kembali
hukum alam. Ini sesuai dengan pendapatnya bahwa tidak ada satu negarapun yang
dapat berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan dengan negara-negara lain.
 Negara adalah gabungan daripada orang-orang yang merupakan suatu kesatuan
karena perbuatan yang kemauan atau karena persetujuan umum.

18
7. Milton
 Nama lengkap John Milton
 Seorang penyair yang termasyhur
 Ketika hidupnya ia mengalami masa pembunuhan raja Charles I. Dan karena
pembelaan-pembelaannya ia menjadi terkenal.
8. Johannes Althusius atau Johan Althaus (1568 – 1638 M)
 Seorang monarkomaken yang Calvinis. Terlihat pada pendapatnya yang
mengatakan bahwa negara seharusnya tidak hanya menyelenggarakan kepentingan
jasmani daripada para warga negaranya, tetapi juga kepentingan rokhani, agama,
kesusilaan, pendidikan dan menetapkan peraturan tentang tingkah laku manusia.
 Buku “Politeca Methodice Digesta” (Susunan ketatanegaraan yang sistematis, yang
diperkuat dengan contoh-contoh dari sejarah biasa dan sejarah suci), pada tahun
1610 M)
 Negara adalah merupakan kesatuan keluarga dalam bentuknya yang tertinggi, dan
yang mempunyai tujuan beraneka macam, dengan secara berangsur-angsur
kesatuan itu ber-kembang dan akhirnya mencapai bentuknya sebagai negara.
Jadi ajarannya bersifat Organistis atau organisatoris.
 Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan segala sesuatu
yang menuju kepada kepentingan jasmani dan rokhani daripada anggota-anggotan
negara, kekuasaan ini ada pada rakyat sebagai kesatuan.

F. Jaman Berkembangnya Hukum Alam


a. Teori Hukum Alam Abad Ke XVII → fungsi menerangkan.
1. Grotius atau Huge de Groot (1583 – 1645 M)
 Buku “De Jure Belli ac Pacis” (hukum perang dan damai)
 Hukum alam itu adalah suatu peraturan dari akal murni dan karena itu demikian
tetapnya, hingga Tuhan sendiri tidak dapat merubahnya. Sebab bagaimana bisa
terjadi bahwa Yang Maha Esa dapat bertindak bertentangan dengan apa yang
patut menurut akal.
 Hukum antarnegara ialah norma-norma apa yang berlaku di antara dua negara
atau lebih, dalam soal apa saja, baik dalam keadaan damai maupun dalam
keadaan perang.

19
 Jadi hukum alam adalah segala ketentuan yang benar dan baik menurut rasio,
dan tidak mungkin salah, lagi pula adil.
Sebagai contoh:
 Orang harus menghormati milik orang lain
 Orang harus menghormati orang lain
 Orang harus mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya
 Orang harus menepati janji
 Orang harus mengembalikan milik orang lain yang ada padanya secara tidak
syah.
2. Thomas Hobbes (1588 – 1679 M)
 Tujuan Hidup adalah kebahagiaan, itu hanya dapat dicapai dengan cara
berlomba.
 Alat untuk mencapai kebahagiaan adalah kekuasaan, kekayaan, nama baik atau
keagung-an pribadi dan kawan. Keuasaan terbesar untuk kepentingan manusia
adalah negara.
 Menulis buku De Cive (tentang warga negara)
Leviathan (tentang negara)

 In Abstracto → manusia itu hidup dalam keadaan alam bebas tanpa ikatan suatu
apapun.
 Bellum Omnium Contra omnes → peperangan seseorang melawan seseorang.

Di mana setiap orang selalu memperlihatkan keinginan-keinginannya yang bersifat egoistis.


Sehingga manusia saling bermusuhan, saling menganggap lawan, dan saling merasa takut kalau
manusia yang lain akan mendahului dan akan mendapatkan yang lebih banyak pujian daripada
dirinya sendiri. Maka terjadilah suatu perlawanan atau peperangan seorang melawan seorang,
seorang melawan semua orang, semua orang melawan semua orang.

 Bellum Omnium Contra omnes disebabkan tidak lain bahwa manusia dalam
keadaan in abstracto itu telah memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu:
 Competitio (Competition) ; persaingan.
 Defentio (defend) ; mempertahankan atau membela diri.

20
 Gloria ; sifat keinginan dihormati, disegani dan dipuji.

 Manusia sebenarnya takut akan adanya Bellum Omnium Contra omnes ,


karena manusia masih memiliki sifat lain, yaitu:
 Takut mati
 Ingin memiliki sesuatu
 Ingin mempunyai kesempatan untuk bekerja agar dapat memiliki sesuatu
tadi.

 Untuk terselenggaranya perdamaian manusia itu lalu mengadakan suatu


perjanjian, yang disebut perjanjian masyarakat yang sifatnya langsung
(Thomas Hobbes), perjanjian penundukkan yang sifatnya bertingkat
(Althusius), perjanjian masyarakat yang sifatnya bertingkat (Grotius).

 Perjanjian masyarakat (Thomas Hobbes) tersimpul penyerahan hak-hak dari


individu-individu kepada masyarakat, kecuali dari raja (raja di sini tidak ikut
dalam perjanjian).

3. Benedictus de spinoza (1632 – 1677 M)


 Buku Etika (tentang negara dan hukum), yang disusun secara geometris. Dan
Traktat Teologis Politik.
 Hukum alam adalah bukan suatu Sollen akan tetapi suatu Sein.
 Ia tidak mengatakan bagaimana orang itu seharusnya, tetapi bagaimana orang
itu dalam keadaan alam yang sewajarnya. Manusia itu baik waktu dalam
keadaan alamiah maupun sesudah bernegara, perbuatannya tidak semata-mata
berpedoman pada rasio saja, tapi sebagian besar dipengaruhi oleh hawa nafsu.
 Tugas negara adalah menyelenggarakan perdamaian, ketenteraman dan
menghilangkan ketakutan.
 Bentuk negara yang dipilih adalah Aristokrasi.
 Dalam seluruh ajaran, ia lebih memperlihatkan cara berpikir yang berdasarkan
atas kenyataan dan telah mengganti pandangan yang abstrak tentang susunan
pemerintahan dengan suatu pandangan yang berdasarkan atas kenyataan.

21
4. John Locke (1632 – 1704 M)
 Hukum alam tetap mempunyai dasar rasional dari perjanjian masyarakat yang
timbul dari hak-hak manusia dari keadaan alamiah, tetapi cara berfikir yang
bersifat logis-deductief-matematis telah dilepaskan dan diganti dengan suatu
cara berfikir yang realistis, dengan memperlihatkan sungguh-sungguh praktek
ketatanegaraan dan hukum.
 Buku “Two Treatises on Civil Government”
 Dalam keadaan alam bebas atau alamiah itu manusia telah mempunyai hak-hak
alamiah, yaitu hak-hak yang dimiliki manusia secara pribadi. Hak-hak yang
dimaksudkankan adalah:
 Hak akan hidup,
 Hak akan kebebasan atau kemerdekaan,
 Hak akan milik, hak akan memiliki sesuatu.
 Tugas negara adalah menetapkan dan melaksanakan hukum alam. Hukum alam
di sini dalam pengertiannya yang luas, artinya negara itu tidak hanya
menetapkan dan melaksa-nakan hukum alam saja, tetapi dalam membuat
peraturan atau undang-undang negarapun harus berpedoman pada hukum alam.
 Jadi Tugas Negara adalah :
o Membuat atau menetapkan peraturan (legislatif)
o Melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan dan mengawasi
pelaksanaan tersebut (eksekutif dan yudikatif)
o Kekuasaan mengatur hubungan dengan negara-negara lain (federatif).

Ketiga tugas ini disebut Trias Politica.

 Kriteria bentuk negara dibedakan menjadi:


1) Kekuasaan perundang-undangan diserahkan pada satu orang (Monarki)
2) Kekuasaan perundang-undangan diserahkan pada beberapa orang / Dewan
(Aristokrasi)

22
3) Kekuasaan perundang-undangan diserahkan pada masyarakat seluruhnya
atau rakyat, sedang pemerintah hanya menjalankan saja (Demokrasi)

 Tujuan Negara adalah bahwa perjanjian masyarakat untuk membentuk


masyarakat dan selanjutnya negara itu tujuannya adalah memelihara dan
menjamin terlaksananya Hak Asasi Manusia.
 Perbedaan antara pendapat Thomas Hobbes dan John Locke disebabkan
karena:
a) Pandangan yang tidak Subyektif, karena dipengaruhi oleh premis
masing-masing.
b) Hipotesa. Hipotesanya adalah manusia dalam keadaan alamiah.
 Thommas Hobbes → keadaan alam bebas meliputi sejak
manusia dilahirkan. Manusia menurut kodratnya hidup tanpa hak,
yang dimiliki pada waktu itu baru sifat-sifatnya saja.
 John Locke → keadaan alam bebas meliputi sejak manusia
itu dilahirkan, manusia menurut kodratnya telah memiliki hak-hak,
yaitu yang disebut hak-hak asasi.
1) Tujuan daripada perjanjian masyarakat
 Thommas Hobbes → tujuan untuk menyelenggarakan
perdamaian. Segala sesuatu yang mengahalangi atau merintangi
terciptanya dan terseleng-garanya perdamaian harus diberantas.
 John Locke → tujuannya untuk menjamin atau memelihara
terlaksananya hak azasi. Hal-hal yang melanggar hak-hak azasi inilah
yang harus diberantas.
2) Sifat daripada perjanjian masyarakat
 Thommas Hobbes → Sifat langsung. Artinya
penyelenggarakan perjanjian menyerahkan atau melepaskan hak atau
kemerdekaannya kepada Raja, tidak melalui masyarakat. Raja di luar
perjanjian, jadi tidak merupakan pihak dalam perjanjian itu. Dengan
demikian Raja tidak terikat oleh perjanjian.
 John Locke → Sifat bertingkat. Artinya penyelenggara
perjanjian menye-rahkan haknya kepada masyarakat. Tapi tidak
seluruhnya. Kemudian masyarakat menyerahkan kepada Raja.

23
3) Keadaan ilmiah
 Thommas Hobbes → keadaan alamiah selalu mengalami
kekacauan
 John Locke → keadaan alamiah itu telah ada peradamaian
dan akal pikiran seperti halnya dalam keadaan bernegara.

b. Teori Hukum Alam Abad Ke XVIII → fungsi menilai.


1. Frederick Yang Agung (1712 – 1786 M)
 Ajaran ditulis dalam buku “Antimachiavelli”. Ajaran bersifat menentang dan
membantah Niccolo Machiavelli, karena ia termasuk orang yang merasa
tersinggung oleh ajaran Machiavelli.

2. Montesquieu (1688 – 1755 M)


 Nama lengkap Charles Secondat, baron de Labrede et de Montesquieu.
 Seorang Sarjana Hukum dan seorang autodidact, yaitu seseorang dengan
pikiran dan te-naga sendiri memperoleh kemajuan terutama dalam lapangan
ilmu pengetahuan.
 Ajaran ditulis dalam buku “Lettres Persanes”, berisi suatu kecaman yang tajam
terhadap keadaan agama, politik dan sosial di Prancis. Bukunya yang lain
“Grandeur et decadence des Romains”. Dan kemudian bukunya yang sangat
terkenal di seluruh dunia, tentang pe-mikiran negara dan hukum, Esprit des
Lois.
 Di dalam bukunya yang terakhir sifat ajarannya adalah empiris-realistis
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah diperolehnya dari perjalannya
tadi dan dari membaca buku-buku.
 Kekuasaan negara dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Kekuasaan perundang-undangan, Legislatif. Ajaran
2) Kekuasaan melaksanakan pemerintahan, Eksekutif, dan Trias Politica
3) Kekuasaan kehakiman, Yudikatif.

 Ajaran Trias-politika ini kemudian timbul ajaran-ajaran pemisahan kekuasaan


baru, seperti yang dikemukakan oleh Prof. Van Vollenhoven dan kemudian

24
diikuti oleh Prof. Van Apeldoorn yang mengemukakan fungsi penguasa
menjadi empat:
1) Fungsi atau kekuasaan perundang-undangan,
2) Fungsi atau kekuasaan peradilan atau kehakiman,
3) Fungsi atau kekuasaan kepolisian,
4) Fungsi atau kekuasaan pemerintahan.

3. Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778 M)


 Menulis buku Discours sur 1 inegalite parmi les hommes (tinjauan
tentang ketidaksamaan antara orang)
Lettres ecrites de la Montagne (surat yang ditulis di gunung)
Contrat Sosial (Perjanjian masyarakat)
 Ajaran yang terpenting adalah idenya tentang kedaulatan rakyat. Dalam
hal ini didapat-kan suatu keterangan yang masuk akal atau rasional tentang
keseimbangan antar adanya perjanjian masyarakat yang mengikat dengan
kebebasan dari orang-orang dan penyelenggara.
 Konsekuensi daripada ajaran Rousseau ialah:
1) Adanya hak rakyat untuk mengganti atau menggeser penguasa.
2) Adanya faham bahwa yang berkuasa itu rakyat atau faham kedaulatan
rakyat.
 Fungsi undang-undang terhadap kekuasaan raja. Terhadap hal ini
kemudian timbul dua penafsiran, yaitu:
1) Fungsi sebagai sumber kekuasaan, baik kekuasaan kepala negaranya
maupun kekuasaan kepala negaranya maupun kekuasaan badan-badan
baru yang timbul.
2) Fungsi sebagai pembatasan daripada kekuasaan kepala negara atau
raja.
 Bentuk Negara
1) Kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintahan ditangan Raja
sebagai wakil daripada rakyat (Monarki)
2) Kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintah ada di tangan dua orang
atau lebih dan mereka itu baik sifatnya (Aristokrasi)

25
3) Kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintah ada di tangan rakyat
yang juga baik sifatnya (Demokrasi)

4. Immanuel Kant (1724 – 1804 M)


 Seorang Nasionalis.
 Ajaran filsafatnya bersifat kritis di mana ia menguraikan ajarannya
tentang negara dan hukum.
 Buku “Metaphysische Anfangsgrunde der Rechtslehre” (Azas-azas
metafisika dari ilmu hukum)
 Negara adalah suatu keharusan adanya, karena negara harus menjamin
terlaksananya kepentingan umum di dalam keadaan hukum. Artinya
negara harus menjamin setiap warga negara bebas di dalam lingkungan
hukum.

G. Jaman Berkembangnya Teori Kekuatan / Kekuasaan


Teori ini memang berpokok pangkal pada manusia dalam keadaan bebas, manusia
inabstrakto, se-perti halnya teori hukum alam. Tetapi gambarannya tentang keadaan berbeda.
Sebab menurut teori kekuatan manusia dalam keadaan alamiah pun dar sudah selalu hidup
berkelompok. Jadi satu sama lain sudah saling mengadakan hubungan, walaupun pada waktu itu
masih dalam keadaan promissoitet.
Ajaran Teori kekuatan kelompok terkecil manusia adalah keluarga. Kepala keluarga adalah ktue
kelompok tersebut.
Jadi tegasnya menurut teori kekuatan, siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Yang dimaksud
dengan kekuatan di sini adalah kekuatan jasmani, kekuatan pisik.
1. F. Oppenheimer
Buku ”Die Sache”, mengatakan bahwa negara itu adalah merupakan suatu alat dari
golongan yang kuat untuk melaksanakan suatu tertib masyarakat, yang oleh
golongan yang kuat tadi dilaksanakan pada golongan yang lemah, dengan maksud
untuk menyusun dan membela kekuasaan dari golongan yang kuat tadi, terhadap
orang-orang baik dari dalam maupun dari luar, terutama dalam sistem ekonomi.
Sedangkan tujuan terakhir dari semua ini adalah penghisapan ekonomis terhadap
golongan yang lemah tadi oleh golongan yang kuat.

2. Karl Marx

26
Negara adalah penjelmaan dari pertentangan–pertentangan kekuatan
ekonomi.
Negara dipergunakan sebagai alat dari mereka yang kuat untuk menindas
golongan- golongan yang lemah ekonominya.
Orang yang kuat atau golongan yang kuat di sini, adalah mereka yang
memiliki alat-alat produksi.
Negara akan lenyap dengan sendirinya kalau di dalam masyarakat itu
sudah tidak terdapat lagi perbedaan-perbedaan kelas dan pertentangan-
pertentangan ekonomi.
3. H.J Laski
Buku “The State in Theory and Practise” (pengantar ilmu politika)
Negara adalah suatu alat pemaksa, atau Dwang Organizatie, untuk
melaksanakan dan melang-sungkan suatu jenis sistem produksi yang
stabil, dan melaksanakan sistem produksi semata-mata akan
menguntungkan golongan yang kuat, yang berkuasa.
4. Leon Duguit
Buku “Traite de Droit Constitutionel” (pelajaran hukum dan negara yang
realistis)
Ia tidak mengakui adanya hak subjektif atas kekuasaan, dan menolak
ajaran yang mengatakan bahwa negara dan kekuasaan itu adanya atas
kehendak Tuhan. Ditolaknya juga ajaran perjanjian masyarakat tentang
terjadinya negara dan kekuasaan.

H. Teori Positivisme
Kegagalan daripada para ahli pemikir tentang negara dan hukum dalam menyelidiki dan
menerang-kan asal mula negara, hakekat negara, serta kekuasaan negara, menimbulkan sikap
Skeptis terhadap negara. Dan orang lebih suka menentukan sikap positif terhadap negara.
1. Hans Kelsen
 Teori positivisme menyatakan bahwa tak usah mempersoalkan asal mula
negara, sifat serta hakekat negara dan sebagainya, karena kita tidak mengalami
sendiri. Jadi tanpa menying-gungnya.
 Ilmu Negara harus menarik diri atau melepaskan pemikirannya secara prinsipil
dari tiap-tiap percobaan untuk menerangkan negara serta bentuknya secara
kausal atau sebab musabab yang bersifat abstrak.

27
2. Kranenburg
 Mengatakan bahwa menarik hati dan biasanya sangat pinter jalannya
pertumbuhan serta perkembangan pikiran, yang membawa kesimpulan yang
bersifat skeptis dan negatif ini.
 Negatif bukan berarti suatu penarikan diri ilmu negara sebagai ilmu yang
sungguh-sungguh, melainkan dilepaskannya semua usaha percobaan untuk
menerangkan tugas pokok tiap ilmu pengetahuan. Dan menyerahkan kepada
ilmu lain, yang secara tegas dipisahkan dari ilmu negara dan ilmu hukum
tatanegara, ialah sosiologi.

I. Teori Modern
Kalau kita hendak menyelidiki atau mempelajari negara, maka baiklah negara itu dianggap
sebagai suatu fakta atau suatu kenyataan, yang terikat pada keadaan, tempat, dan waktu.

1. Prof. Mr. R. Kranenburg


i. Negara pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang
diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.
ii. Negara itu adalah sekunder, artinya adanya itu menyusul kemudian.
iii. Bangsalah yang primer
iv. Bangsa itu menciptakan organisasi, jadi terbentuknya organisasi
tergantung pada bangsa.
2. Prof. Dr. J.H.A. Logemann
i. Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang
meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut
bangsa.
ii. Pertama-tama negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, maka
organisasi ini memiliki suatu kewibawaan, atau gezag, dalam pengertian
dapat memaksakan kehendaknya kepada semua orang yang diliputi oleh
organisasi itu.
iii. Yang primer adalah negara. Sedangkan kelompok manusianya adalah
sekunder.
iv. Organisasi itu menciptakan bangsa, maka terbentuknya bangsa
tergantung pada organisasi.

28
BAB IV
HAKEKAT NEGARA

Hakekat negara adalah suatu penggambaran tentang sifat-sifat negara. Negara sebagai
wadah diciptakan untuk mencapai cita-cita bangsanya. Pandangan tentang hakekat negara sangat
erat hubungannya dengan filsafat yang dianutnya. Ini disebabkan karena pengaruh keadaan atau
sifat pemerintahan yang dialaminya, dengan demikian pandangan tentang hakekat negara juga
berlainan. Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan tentang hakikat negara dari para sarjana. Maka
dari itu perhatikanlah sebab di bab ini tidak diulangi lagi.

BAB V
TUJUAN NEGARA

Sama halnya dalam pembicaraan tentang hakikat negara, di Bab ini tidak secara khusus
dibicarakan tersendiri melainkan ajaran tentang tujuan negara dari masing-masing sarjana telah
dibahas sebelumnya.
Tetapi bagaimanapun juga orang tidak boleh melupakan pentingnya perihal tujuan negara
ini. Dimana letak pentingnya? Pentingnya pembicaraan tujuan negara ini ditelisik dari sudut
pandang bentuk negara, susunan negara, organ-organ negara atau badan negara yang harus
dilaksanakan, fungsi dan tugas dari organ-organ itu serta hubungannya antar keduanya yang
senantiasa disesuaikan dengan tujuan negara.
Disamping itu, kita harus ingat bahwasanya perihal perkara tujuan negara ini tidak ada satu
pun ahli sarjana hukum yang dapat merumuskan dengan tepat satu rumusan yang meliputinya atau
mencakup semuanya. Mengapa demikian? Sebab tujuan negara tergantung daripada lokasi,
kondisi, dimensi waktu serta sifat dari kekuasaan penguasa, umpamanya persoalan ekonomi.
Dalam beberapa abad yang lampau soal ini tidak menjadi tugas negara. Ingat akan azas ekonomi
pada zaman liberal:
1. Laissez faire
2. Laissez aller

Maka dari itu suatu penyebutannya bersifat samar-samar dan umum dan mungkin dapat
meliputi semua unsur dari tujuan negara tersebut, bahwa tujuan negara sesuai dengan
Preambule/Mukadimah UUD 1945 alinea 4 yang menyatakan
“Menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya secara adil dan makmur”.
29
BAB VI
TEORI LEGITIMASI KEKUASAAN

Ditinjau dari hukum Tata negara, negara itu adalah suatu organisasi yang merupakan tata kerja
dari keutuhan alat-alat perlengkapan negara. Maka permasalahannya sekarang di dalam membahas
Bab ini adalah :

a) Tentang Sumber kekuasaan


b) Tentang pemegang kekuasaan/kedaulatan tertinggi
c) Tentang pengesahan kekuasaan

Sebagai akibat daripada hal tersebut diatas maka orang lalu mengenal :
Interne souvereiniteit (Kedaulatan ke dalam)
Externe souvereiniteit (Kedaulatan ke luar)

Sekarang persoalannya siapakah yang memiliki kekuasaan itu. Artinya kekuasaan tertinggi suatu
negarayaitu kekuasaan yang dapat menentukan taraf tertinggi dan terakhir. Terhadap masalah atau
persoalan ini ada beberapa paham yang memberikan jawaban masing-masing, yakni ajaran
kedaulatan:

1. Teori Kedaulatan Tuhan

Teori Kedaulatan Tuhan merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah,
mengajarkan bahwa Negara dan pemerintah mendapat kekuasaan tertinggi dari Tuhan
sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima). Menurut teori Kedaulatan Tuhan, kekuasaan
yang berasal dari tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh Negara terpilih, yang secara
kodrati diterapkan-Nya menjadi pemimpin Negara dan berperan selaku wakil Tuhan di
dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan dewa,
misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde Gratec
Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, singa penakluk dari suku Yuda
pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap
diri mereka sebagai penjelmaan dewa Wisnu. Ken Arok bahkan menganggap dirinya
sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus
Pelopor teori kedalulatan tuhan antara lain : Augustinus (354-430), Thomas Aquino
(1215-1274), F. Hegel (1770-1831) dan F.J. Stahl (1802-1861).
Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan Negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh
rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan
untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan Tuhan.
Maka, raja atau pemerintah salalu benar, tidak mungkin salah.

30
2. Teori Kedaulatan Raja

Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori


Kedaulatan Raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tidak perlu menaati hukum
moral agama, justru karena statusnya sebagai representasi atau wakil Tuhan di dunia,
maka pada saat itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Peletak dasar utama teori ini adalah Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya,
II Principle. Ia mengajarkan bahwa Negara harus dipimpin oleh seorang Raja yang
berkekuasaan mutlak. Sedangkan Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan Negara
memang dipersonifikasikan dalam pribadi raja, namun raja tetap harus menghormati
hukum kodrat, hukum antar bangsa, dan konstitusi kerajaan (leges imperii). Di Inggris,
teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang mengajarkan bahwa
kekuasaan mutlak seorang raja justru diperlukan untuk mengatur Negara dan menghindari
homo homini lupus.

3. Teori Kedaulatan Negara


Menurut teori Kedaulatan Negara, kekuasaan tertinggi terletak pada Negara. Sumber
kedaulatan adalah Negara, yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa.
Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu Negara. Hukum dan konstitusi
lahir menurut kehendak Negara, dan diabdikan kepada kepentingan Negara. Para
penganut teori ini melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala Negara
yang bertindak sebagai diktator.
Pengembangan teori Hegel menyebar di Negara-negara komunis. Peletak dasar teori
antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F.Hegel (1770-1831), G.Jellinek (1851-1911), Paul
Laband (1879-1958).

4. Teori Kedaulatan Hukum


Berdasarkan pemikiran teori Kedaulatan Hukum, kekuasaan pemerintah berasal dari
hukum yang berlaku. Hukumlah (tertulis maupun tidak tertulis) yang membimbing
kekuasaan pemerintah. Etika normatif Negara yang menjadikan hukum sebagai
“panglima” mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggaraan Negara dibatasi oleh
hukum. Pelopor teori kedaulatan hukum antara lain : Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel
Kant dan Leon Daguit.

5. Teori Kedaulatan Rakyat atau Teori Demokrasi


Teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat
(teori ajaran demokrasi). Pemerintah harus menjalankan kehendak rakyat dan konstitusi
menjamin hak asasi manusia.

31
Beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan Rakyat :

a. JJ. Rousseau
JJ. Rousseau Menyatakan bahwa kedaulatan itu perwujudan dari kehendak umum dari
suatu bangsa merdeka yang mengadakan perjanjian masyarakat (social contract).

b. Johanes Althusius
Johanes Althusius menyatakan bahwa setiap susunan pergaulan hidup manusia terjadi
dari perjanjian masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan
itu dipilih oleh rakyat.

c. John Locke
John Locke menyatakan bahwa kekuasaan Negara berasal dari rakyat, bukan dari raja.
Menurutnya, perjanjian masyarakat menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada
pemerintah dan pemerintah mengembalikan hak dan kewajiban asasi kepada rakyat
melalui peraturan perundang-undangan.

d. Mostesquie
Mostesquieu membagi kekuasaan Negara menjadi : kekuasaan Legislatif, Eksekutif
dan Yudikatif (Trias Politica).

Jadi sebenarnya persoalan legitimasi kekuasaan itu sangat erat hubungannya dengan persoalan
tujuan negara itu sendiri. Namun saat revolusi Perancis berlangsung dan nantinya akan berakhir
dengan jatuhnya Napoleon,maka timbullah system pemerintahan kerajaan dengan syarat bahwa
raja harus mendasarkan tindakannya pada undang-undang dasar dan lahirlah Charte Octroyee
yakni suatu UUD yang disetujui oleh raja berbentuk jaminan bahwa raja tidak akan bertindak
secara sewenang-wenang.

Lalu muncullah aliran reaksioner terhadap hal tersebut di Perancis dipelopori oleh:

1. Chateaubriand
 Menulis buku De la Monarchi Selon la Charte (=Tentang kerajaan yang sesuai dengan
piagam)
 Ajarannya adalah hak istimewa pada raja dan pertangung jawaban menteri
 Menteri harus mendapat dukungan dari mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat

2. De Bonald
 Menulis buku Theorie du Pouvoir Politique et Religiux Dans la Societe Civile (=Teori
kekuasaan negara dan gereja dalam kehidupan penduduk)

32
 Ajarannya menekankan bahwa negara bukanlah buatan secara bebas dari individu-
individu yang bersatu dan bukan orang yang menentukan bagaimana negara harus
terjadi, tetapi sebaliknya
 Jadi konklusinya adalah rakyat untuk negara

3. Joseph de Maistre
 Menulis buku Considerations sur la France (=Pandangan tentang negara Perancis)
 Ajarannya kurang lebihnya sama dengan persepsi De Bonald diatas

Sementara itu, aliran tersebut juga ada penganutnya di Jerman, antara lain:

1) Ludwig von Haller (1768-1854)


 Menulis buku Restauration der Staatswissenschaften
 Secara tegas menentang azas dari pemikiran revolusioner yakni:
Perjanjian masyarakat
Keadaan alam
Ketidaktentuan yang tumbuh
Penyerahan kekuasaan dengan perjanjian masyarakat
Susunan negara yang layak pembentukkannya
 Semuanya itu bertentangan dengan sejarah dan akal
 Sifat negara yang sesungguhnya adalah susunan dari Tuhan yang bersifat kekal.

2) Adam Mǜller (1799-1829)


 Menulis buku Die Elementer der Staatskuntst
 Ajarannya tidak mengakui adanya keadaan alamiah yang mendahului adanya
negara.

3) Joseph von Gȍrres (1776—1848)


 Ajarannya adalah mengembalikan system kerajaan oleh Napoleon selama revolusi
berjalan
 Menentang adanya azas perwakilan rakyat dalam pemerintahan

BAB VII
KLASIFIKASI NEGARA

Pada Bab ini dibahas mengenai masalah tentang kemungkinan-kemungkinan dari bentuk
negara dan ajaran-ajarannya perihal klasifikasi bentuk-bentuk negara. Maka dari itu, hal ini adalah

33
salah satu tugas pokok Ilmu Negara yaitu perlunya kita mengetahui bahwasanya sampai sekarang
ini belum mendapatkan kesatuan pendapat dari para ahli. Hal ini disebabkan:
a. Negara, adalah proses yang setiap waktu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi
pada saat itu. Ingatlah Cyclus Theori seperti teori-teori negara yang dikemukakan oleh
Aristoteles, Plato dan Polybius.
b. Perkembangan ilmu kenegaraan khususnya menelisik dalam peristilahannya sering
berubah.
c. Para ahli sarjana pada sat itu mengargumentasikan opini perihal kriteria dengan
memakai parameter (tolak ukur) yang berbeda-beda.
d. Pengertiannya dipengaruhi oleh aliran filsafat yang bersangkutan
e. Istilah yang bermacam-macam bentuknya

1. Klasifikasi Negara Klasik Tradisional

• Bentuk negara terbagi: Monarki, Aristokrasi, dan Demokrasi.


• Bentuk negara Tirani, Oligarki, dan Anarki tidak dianggap karena sebagai ekses dari
bentuk Negara yang baik.
• Kriteria yang digunakan:

a. Susunan pemerintahan
Siapa dan berapa jumlah orang yang memegang kekuasaan: tunggal, beberapa
orang, atau seluruh rakyat
b. Sifat pemerintahan
Ditujukan untuk kepentingan umum (baik) atau se-golongan tertentu (buruk).

2. Klasifikasi Negara dalam bentuk Monarki dan Republik

• Menurut Niccolo Machiaveli dalam bukunya “Il Principe”


- Bentuk Negara: Monarki dan Republik.
- Negara dalam pengartian genus; sedangkan bentuk Negara Monarkhi dan Republik
dalam pengartian species.
• Menurut George Jellinek dalam bukunya “Allgemene Staatslehre”
- Bentuk Negara: Monarki dan Republik; keduanya saling berlawanan dalam sistem
pemerintahannya (bentuknya).
- Dasar kriteria yang digunakan: Bagaimana cara terbentuknya kemauan Negara?

Kemauan Negara yang abstrak diwujudkan konkret melalui hukum yang diciptakan
Negara, terbagi dalam 2 cara:

34
a) Ditentukan oleh satu orang tunggal yang disebut Monarki.
b) Ditentukan oleh dewan secara yuridis yang terdiri dari beberapa orang yang
disebut Republik.

Yang dijadikan tolak ukur adalah pada siapa yang memegang kekuasaan tadi, hal ini
dikritik oleh:
• Kranenburg.
- Hukum kebiasaan ada jika diakui dan ditetapkan Negara.
- Wahl-monarchie
Adalah suatu Negara di mana kepala negaranya dipilih dan diangkat oleh suatu
badan khusus, dan setelah itu menjadi bawahan daripada kepala Negara tersebut.
Kekuasaan kepala Negara menjadi sangat besar dalam lingkup pemerintahan dan
undang-undang.
Contoh: Kerajaan Jerman, Negeri Polandia.

• Leon Deguit
- Bentuk Negara: Negara kesatuan, Negara Serikat, dan Perserikatan Negara-negara.
- Bentuk Pemerintahan: Monarkhi dan Republik.
- Dasar kriteria yang digunakan: Cara atau system penunjukan atau pengangkatan
kepala Negara; yang terbagi:

a. Kepala Negara yang mendapat kedudukan karena pewarisan disebut Monarkhi.


Sistem pemerintahan Monarkhi terbagi:
1. Monarki Absolut
2. Monarki Terbatas
3. Monarki Konstitusional

b. Kepala Negara yang mendapat kedudukan bukan karena pewarisan (missal:


pemilu, kudeta) disebut Republik. Sistem pemerintahan Republik terbagi:
1. Referendum, system pemerintahan rakyat secara langsung.
2. Parlementer, system pemerintahan perwakilan rakyat.
3. Presidensiil, system pemisahan kekuasaan.

- Terhadap teori Wahl-monarchie, Leon Deguit menyebutkan dengan istilah Republik


Aristrokat.

3. Klasifikasi Negara Autoritaren Fuhrerstaat

 Diajarkan oleh Prof. Otto Koellreutter yang bersifat Nasional-Sosialis.

35
 Autoritaren Fuhrerstaat adalah sebuah bentuk Negara yang memadukan antara
Monarki (asas ketidaksamaan) dengan Republik (asas kesamaan), dengan
penjelasannya bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan Negara bukan pewarisan
dari satu dinasti saja.
 Penunjukkan atau pengangkatan kepala Negara berdasarkan pada pandangan
otoritas Negara, yaitu kemampuan memerintah dan menguasai rakyatnya.

4. Klasifikasi Negara Menurut Prof. DR. R. Kranenburg

 Terdapat dua macam kriteria pengelompokan manusia:


a. Sifat Ketempatan
b. Sifat Keteraturan

 Klasifikasi kelompok manusia:


a. Kelompok manusia yang sifatnya setempat tetapi tidak teratur.
Sifat: insidental, tidak saling mengenal, tidak teratur
Ciri istimewa: sifatnya sangat sugestif
b. Kelompok manusia yang sifatnya setempat dan teratur (objektif)
Keadaan teratur → Adanya tujuan bersama
c. Kelompok manusia yang sifatnya tidak setempat dan tidak teratur
Bersifat golongan → mempunyai kepentingan bersama yang kuat dirasakan
Menimbulkan: suasana golongan, kerjasama golongan, kepentingan golongan
d. Kelompok manusia yang sifatnya tidak setempat tetapi teratur (merupakan
kelompok tertinggi/subyektif)

Faktor pokok: kelompok itu sendiri mempunyai kepentingan bersama → kehendak


bersama (mengadakan tata tertib) → untuk mencapai dan melaksanakan tujuan kelompok
 Klasifikasi Negara (pertama):
1. Negara di mana semua fungsi atau kekuasaan negara dipusatkan pada satu
organ (sistem absolut)
Sifatnya : a. Bersifat tunggal → monarki
b. Bersifat beberapa orang → aristokrasi/oligarki
c. Bersifat jamak → demokrasi

Sistem absolut ditambah sifat organnya, menjadi klasifikasi negara:


a) Monarki absolut → satu organ = satu orang
b) Aristokrasi/oligarki absolut → saru organ = beberapa orang
c) Demokrasi absolut → satu organ = seluruh rakyat

2. Negara di mana fungsi-fungsi atau kekuasaan-kekuasaan negara dipisahkan

36
a. Negara dengan Sistem Pemerintah Presidensil
Badan legislatif dengan badan eksekutif tidak dapat saling memengaruhi

b. Negara dengan Sistem Pemerintahan Parlementer


Kedua badan saling memengaruhi dan bersifat politis. Jika kebijaksanaan
suatu badan tidak disetujui, badan tersebut dapat dibubarkan.
c. Negara dengan Sistem Pemerintahan Referendum
Badan eksekutif hanya sebagai badan pelaksanaan dari apa yang telah
diputuskan badan legislatif.

 Klasifikasi negara berdasarkan perkembangan sejarah, dan penjenisan negara


modern yang timbul akibat daripada perkembangan zaman modern.
1. Negara dalam bentuk-bentuk historis
a. Federasi dari negara-negara zaman kuno
b. Sistem provincia Romawi
c. Negara-negara dengan sistem feodal
2. Negara-negara dalam bentuk modern atau dari zaman modern
a. Perserikatan negara-negara
b. Negara Serikat (Federal)
c. Negara Kesatuan
d. Negara Persemakmuran Bersama Inggris (Commonwealth)

5. Klasifikasi Negara menurut Hans Kelsen

Hans Kelsen penganut ajaran Positivisme. Dalam ajaran Hans Kelsen negara itu pada
hakikatnya adalah merupakan Zwangsordnung, yaitu suatu tertib hukum atau tertib
masyarakat yang mempunyai sifat memaksa, yang menimbulkan hak memerintah dan
kewajiban tunduk. Jadi dalam hal ini ada pembatasan terhadap kebebasan warga negara
padahal menurut Hans Kelsen kebebasan warga negara itu merupakan nilai yang
fundamental atau pokok dalam suatu negara. Menurut Hans Kelsen sifat kebebasan warga
negara itu ditentukan oleh dua hal, yaitu :
a. Sifat mengikatnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan atau dibuat oleh
penguasa yang berwenang.
b. Sifat keleluasaan penguasa atau pemerintah dalam mencampuri atau mengatur peri
kehidupan daripada warga negaranya.

Berdasarkan kriteria tersebut Hans Kelsen mengklasifikasikan negara menjadi :


1. Berdasarkan kriteria yang pertama maka :

37
a) Pada asasnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh penguasa yang
berwenang itu hanya mengikat atau berlaku terhadap rakyatnya saja, jadi tidak
berlaku atau mengikat pada penguasa yang membuat peraturan-peraturan hukum
tersebut.
b) Pada asasnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh penguasa yang
berwenang itu kecuali mengikat warga negaranya atau rakyatnya juga mengikat si
pembuat peraturan-peraturan hukum itu sendiri.

2. Berdasarkan kriteria yang kedua maka :


a) Pada asasnya penguasa atau negara mempunyai keleluasaan untuk mencampuri
atau mengatur segala segi kehidupan daripada para warga negaranya.
b) Pada asasnya penguasa atau negara hanya dapat mencampuri atau mengatur perihal
kehidupan daripada para warga negaranya yang pokok-pokok saja, yang
menyangkut kehidupan warga negara secara keseluruhan.

6. Klasifikasi Negara menurut R. M. Mac Iver

Mac Iver mengemukakan adanya dua macam sistem pengklasifikasian negara, yaitu :
1. A Tri Partite Classification of State, disebut pula sistem traditional classification,
mempergunakan dasar atau kriteria suatu pertanyaan : Siapakah yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara itu ?
Terhadap hal ini Mac Iver mengemukakan keberatan-keberatan atau kritikan yang
dianggap sebagai kelemahan sistem tersebut, yaitu pemerintahan pada negara-negara
bukan primitif pasti selalu berada pada tangan Roling-Class, kelas atau golongan yang
memerintah kalau kekuasaan tertinggi negara hanya dipegang oleh satu orang saja, maka
sesungguhnya telah memuat bentuk-bentuk pemerintahan yang sangat berbeda sekali,
sebab dapat meliputi monarki kadang-kadang dapat juga sebagai diktator ataupun tirani.
Dalam mengklasifikasikan negara tidak cukup kalau hanya mempergunakan satu
kriteria saja.
2. A Bi Partite Classification of State, dasar atau kriteria sistem ini adalah dasar atau alasan
yang bersifat praktis, yaitu mempergunakan dasar konstitusional. Jadi penggolongan
negara dengan sistem ini menghasilkan dua golongan besar, yaitu demokrasi dan
oligarki. Menurut Mac Iver perlu untuk diketahui bahwa dalam proses perubahan politik
pada setiap bentuk pemerintahan atau negara sering didapatkan ciri-ciri yang sesuai atau
sama daripada beberapa bentuk negara.

7. Klasifikasi Negara menurut Maurice Duverger

Maurice Duverger dalam mengklasifikasikan negara menggunakan kriteria bagaimanakah


sifat relasi atau hubungan antara para penguasa dengan rakyat yang diperintah. Relasi

38
tersebut nampak dengan jelas pada cara atau sistem pemilihan atau pengangkatan para
penguasa tersebut. Cara atau site mini dapat digolongkan dalam dua cara, yaitu :
a. Dalam pengangkatan para penguasa itu dimana rakyat tidak diikutsertakan dalam
pengangkatan/pemilihan orang-orang yang akan memegang kekuasaan pemerintahan
negara.
b. Dalam pengangkatan para penguasa dimana dalam pengangkatan tersebut rakyat
diikutsertakan.
c. Dalam pengangkatan atau pemilihan para penguasa adalah suatu sistem campuran antara
sistem demokrasi dengan sistem autokrasi, yang akan menimbulkan negara oligarki.

8. Klasifikasi Negara menurut H.J Laski.

Ia mengatakan bahwa yang menjadi inti dalam organisasi negara adalah hubungan antara
rakyat dan undang-undang. Berdasarkan kriteria ini maka negara dikalsifikasikan menjadi:

a. Bila rakyat mempunyai wewenang ikut campur dalam pembuatan undang-undang, maka
bentuk negara tersebut adalah demokrasi.
b. Bila rakyat tidak mempunyai wewenang ikut campur dalam pembuatan undang-undang,
maka bentuk negara tersebut adalah autokrasi.

H.J Lasky berpendapat dalam tiap-tiap penyelidikan tentang sistem peraturan-peraturan


hukum menunjukkan akan kebutuhan tiga jenis kekuasaan yaitu:
a. Adanya badan yang menetapkan peraturan-peraturan umum. Badan ini disebut badan
perundang-undangan.
b. Adanya badan yang bertugas melaksanakan peraturan-peraturan hukum. Badan ini
adalah pemerintah.
c. adanya badan yang berwenang memberikan keputusan dalam pelaksanaan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran. Badan ini disebut pengadilan.

9. Klasifikasi negara menurut Sir John Marriott.

Marriott mengajukan klasifikasi yang dapat mencakup semua bentuk negara modern.
Dalam klasifikasinya ia menggunakan dasar sistem kenegaraannya yaitu :
• Mengenai susunan pemerintahannya : negara kesatuan dan negara federasi
• Mengenai sifat konstitusinya: negara yang konstitusinya mempunyai sifat-sifat istimewa
dan negara yang undang-undang dasarnya bersifat fleksibel.
• Mengenai sistem pemerintahannya: negara yang memakai sistem pemerintahan
presidensial dan negara memakai sistem pemerintahan parlementer.

39
10. Klasifikasi negara menurut S.D Leacock.
Leacock mengklasifikasikan negara modern dalam dua jenis:
a. Despotis
b. Demokratis :
1. Republik : 1. Federal : 1. Tidak berparlemen
2. Berparlemen
2. Kesatuan : 1. Tidak berparlemen
2. Berparlemen
2. Kerajaan terbatas : 1. Federal : 1. Tidak berparlemen
2. Berparlemen
2. Kesatuan : 1. Tidak berparlemen
2. Berparlemen.

11. Klasifikasi negara menurut H.N. Sinha


H.N Sinha mengklasifikasikan negara modern dalam 3 jenis :
a. Demokratis : 1. Republik : 1. Kesatuan : 1. Berparlemen
2. Tidak berparlemen
2. Federal : 1. Berparlemen
2. Tidak berparlemen
2. Kerajaan terbatas : 1. Kesatuan : 1. Berparlemen
2. Tidak berparlemen
2. Federal : 1. Berparlemen
2. Tidak berparlemen
b. Anti-demokratis :1. Republik : 1. Kesatuan
2. Federasi
2. Kerajaan terbatas : 1. Kesatuan
2. Federasi

c. Negara Despotis

40

Anda mungkin juga menyukai